• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ORANG TUA DALAM PENINGKATAN PEMAHAMAN

TERHADAP TAYANGAN TELEVISI

(Studi Kasus Literasi Media tentang Peran Orang Tua Sebagai Pendamping Anak dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi di Lingkungan III,

Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh :

BUDI HARIANTI

060904084

Program Studi : Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek penelitian adalah orang tua dan anaknya yang berusia sekitar 6 sampai 12 tahun di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

(3)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulisan skripsi yang berjudul “Peran Orang Tua dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak ” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pengerjaan skripsi ini penulis telah memperoleh banyak pengalaman, baik ketika pengumpulan data di lapangan maupun saat melakukan olah data. Penulis juga mendapat saran, bimbingan dan pengarahan baik yang bersifat moril maupun materil serta dorongan dan semangat dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Alm. H. Sugianto, yang tidak lagi mendampingi penulis, tetapi rasa sayangnya masih sangat penulis rasakan hingga saat ini, dan ibunda Hj.Kartinem yang telah memberikan segala pengorbanannya bagi penulis. Kemudian kepada abang dan kakak penulis, Edy

Sumandri, S.P., Sri Susmayanti, S.T., Hadianto, S.T., Ayu Desmawati, S.E.,

Suheri Tri Anugraha, S.Sos, dan Wan Rika, S.Pd, terima kasih atas segalanya.

Ucapan terima kasih juga ingin penulis haturkan kepada ::

(4)

2. Drs. Amir Purba, MA selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Dra. Dewi Kurniawati, MSi selaku Sekretaris Departemen Imu Komunikasi sekaligus Dosen Wali, atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi penulis

3. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran maupun bimbingan selama pengerjaan skripsi ini

4. Kak Maya, Kak Icut dan Kak Ros yang telah membantu penulis

5. Kepada Ibu dan Bapak penjaga perpustakaan yang senantiasa membukakan pintu perpustakaan dalam mencari literatur guna pengerjaan skripsi ini

6. Kepada teman-teman tersayang (Fifah, Dedek, Ila, Rifa, Ika, Dini, Dinda, dan Deya,) yang telah memberikan persahabatan, suka maupun duka kepada penulis, dan semoga kisah kita abadi..

7. Kepada teman-teman seperjuangan Ilmu Komunikasi 2006 dan semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, terima kasih.

Medan, Juni 2010

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……….i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI...………..iv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

I.1 Latar Belakang Masalah……… 1

I.2 Perumusan Masalah………... 9

I. 3 Pembatasan Masalah………... 9

I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………10

I.5 Kerangka Teori……….11

I.5.1 Komunikasi………...11

I.5.2 Komunikasi Antar Pribadi………....13

I.5.3 Komunikasi Massa………..16

I.5.3.1 Televisi……….18

I.5.4 Literasi Media ……….19

I.5.5 UU No. 32 dan P3SPS………..…… ..27

I.6 Kerangka Konsep………29

I.7 Model Teoretis……….30

(6)

BAB II URAIAN TEORETIS………. 26

II.1 Komunikasi……….35

II.2 Komunikasi Antar Pribadi………..37

II.3 Komunikasi Massa……….48

II.3.2 Televisi……….. …………50

II.3.4 Program Acara di Televisi……….52

II.4 Literasi Media………. 55

II.5. UU No. 32 dan P3SPS………64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………71

III.1 Metode Penelitian………. 71

III.2 Lokasi Penelitian……….. 74

III.3 Subjek Penelitian……….. 74

III.4 Teknik Pengumpulan Data………75

III.5 Teknik Analisis Data……….76

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………78

IV.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 78

IV.2 Hasil Wawancara……….. 82

IV.3 Pembahasan………..139

BAB V PENUTUP……….. 152

V.1 Kesimpulan………... 152

V.2 Saran………... 153

DAFTAR PUSTAKA

(7)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Subjek penelitian adalah orang tua dan anaknya yang berusia sekitar 6 sampai 12 tahun di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

(8)

BAB I

(9)

1.1 Latar Belakang Masalah

Perubahan zaman turut mendorong perkembangan teknologi, dan perkembangan teknologi menuntut perubahan dan perkembangan kebutuhan. Kini manusia dihadapkan pada kebutuhan informasi dan kebutuhan hiburan sebagai pelepasan rasa jenuh, marah, senang, dan perasaan lainnya. Perkembangan teknologi menjadikan banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Jarak kini tidak lagi menjadi masalah, dengan teknologi informasi yang turut berkembang semakin besar kemungkinan untuk memperoleh dan mengakses informasi dari seluruh penjuruh dunia. Satu-satunya hal yang tak pernah berubah dalam teknologi dan industri komunikasi adalah fakta bahwa teknologi dan industri tersebut terus berubah. Televisi adalah salah satu bentuk konkret dari perubahan yang kontinu tersebut (Fiddler, 2003 : xxii).

(10)

Tak terbatasnya dunia komunikasi massa melalui media massa seperti televisi mengantarkan masyarakat pada arus perubahan peradaban yang cepat. Televisi saat ini seakan menjadi guru elektronik yang mengatur dan mengarahkan serta menciptakan budaya massa baru. Banyak hal bisa dipelajari, baik itu secara sengaja maupun tanpa Banyak gaya hidup yang diimitasi dan diadopsi dari apa yang disajikan televisi, bahkan para pemirsa televisi menjadi begitu permisif untuk mengadakan penjadwalan ulang kegiatan demi satu atau beberapa jenis tayangan televisi kesukaan.

Keberadaan stasiun televisi di Indonesia menunjukan perkembangan yang cukup spektakuler. Secara nasional, 11 stasiun televisi yang berpusat di Jakarta mempunyai stasiun relay di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut, hanya satu yang status kepemilikannya saat ini berbadan hukum Lembaga Penyiaran Publik yakni TVRI, selebihnya berbadan hukum swasta. Menjamurnya stasiun televisi menumbuhkan ketatnya persaingan antar industri penyiaran, sehingga "perang" program siaran antar televisi menjadi menu wajib sehari-hari. Program yang ditawarkan berorientasi pada pemenuhan selera pasar.

(11)

positifnya. Efek negatif dari konsumsi berlebih terhadap media televisi sudah sangat sering kita dengar dengan beragam bentuknya, bahkan tidak jarang dampak negatif tersebut berkaitan langsung dengan suatu peristiwa sadistis.

Adapun sedikit efek yang dianggap baik atau positif dari tayangan televisi bagi anak antara lain adalah :

1. Menambah kosakata terutama kata-kata yang tidak terlalu sering digunakan sehari-hari.

2. Anak dapat belajar tentang berbagai hal melalui program edukasi dari siaran televisi serta dapat menambah wawasan dan minat.

3. Anak mengenal berbagai aktivitas yang bisa dilakukannya.

4. Anak mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan peristiwa yang terjadi di dunia, dan perkembangan permasalahan yang ada di luar lingkungannya.

(12)

Saat ini, tayangan televisi dipenuhi dengan beragam judul sinetron. Sinetron mudah dinikmati oleh siapa saja, termasuk anak-anak, walau terkadang sinetron tersebut berisi tentang cerita kehidupan yang belum sesuai untuknya. Sinetron anak juga tidak jarang memasukkan adegan selingan yang tidak layak dikonsumsi anak-anak ke dalam cerita utamanya, misalnya tentang percintaan, persaingan yang tidak sehat, perkelahian, atau saling hina dengan menggunakan kata-kata kasar.

(13)

cukup mewarnai tayangan televisi. Hanya saja durasi serta jam tayanganya terkadang tidak mendukung anak untuk menyaksikan tayangan-tayangan tersebut. Anak-anak mengakrabi televisi untuk bermacam tujuan, mulai dari sekadar mengisi waktu, mengurangi kebosanan, memenuhi rasa ingin tahu, sampai mempelajari banyak hal. Dalam seminggu, anak-anak di Indonesia menonton televisi selama 30-35 jam, atau 1560-1820 jam setahun. Angka ini jauh lebih besar ketimbang jumlah jam belajar di sekolah dasar yang tak lebih dari 1000 jam/tahun. Maka, ketika seorang anak menginjak usia SMP, dia sudah menyaksikan televisi selama 15.000 jam. Sementara, waktu yang dihabiskannya untuk belajar tak lebih dari 11.000 jam saja (dari

diunduh pada tanggal 4 Februari 2010).

(14)

Anak-anak menonton apa saja karena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas. Padahal, disadari atau tidak, tindakan konsumtif terhadap televisi dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak. Anak-anak usia sekolah dasar, yakni antara 5 sampai 12 tahun, baru memasuki masa di mana mereka dapat mengenali dan selanjutnya bersimpati atau bahkan berantipati terhadap apa saja yang menarik perhatiannya. Pada usia tertentu ketika berada pada fase sekolah dasar, anak kurang dapat melihat perbedaan khayalan dan kenyataan. Pada usia ini, anak cenderung lebih mudah percaya, terpengaruh dan selanjutnya mengimitasi hal-hal yang dilihatnya, termasuk tayangan televisi. Terlebih jika kegiatan menonton tesebut dilakukan dalam intensitas dan frekuensi tinggi serta tanpa didampingi orang tua. Kekhawatiran akan penetrasi dampak negatif tayangan yang pada dasarnya tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak dapat diminimalisir dengan kesediaan orang tua dalam menunjukkan peranannya sebagai “penerjemah” bagi anak. Kekhawatiran tersebut sering kali menjadi nyata, ketika para pemirsa televisi lebih banyak mengeluhkan dampak negatif yang mungkin terjadi ketimbang memainkan peranannya sebagai penyaring sekaligus pelindung dari tayangan yang mendapat tuduhan dipenuhi oleh dampak negatif tersebut.

(15)

mengenai peranan orang tua tersebut, dapat disimpulkan betapa besarnya peranan orang tua dalam memenuhi kebutuhan, mendidik, mengendalikan, serta menjadi teladan bagi anaknya. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh terhadap perkembangan dan segala aktivitas anak, serta harus bisa membimbing, mengawasi dan mengarahkan untuk melakukan kebaikan (dari

Para orang tua yang cerdas dalam memberikan pemahaman tentang tayangan-tayangan yang sering disaksikan oleh anak-anak mereka akan lebih dapat membentengi pemikiran anak dari dampak negatif yang mungkin saja muncul dari tayangan tersebut. Lebih jauh lagi, para orang tua pada dasarnya juga memiliki hak untuk memilihkan tayangan yang tepat untuk anak-anaknya. Namun, yang terjadi, orang tua cenderung membiarkan anak-anaknya “diasuh” oeh tayangan televisi, tanpa memedulikan tayangan seperti apa yang sedang dinikmati buah hatinya. Penanaman pemahaman atau pemilihan tayangan menjadi hal yang disepelekan. Padahal, pemberian pemahaman tentang hal tersebut akan menjadikan anak-anaknya menjadi lebih mengerti maksud dari tayangan yang sedang ditontonnya. Pengertian tersebut pada gilirannya akan menuju pada pemahaman tentang tayangan seperti apa yang memang patut disaksikan, patut dipercaya, atau lebih patut ditinggalkan. Di sinilah dibutuhkan suatu kemampuan yang disebut dengan literasi media.

(16)

media dianggap sebagai kemampuan yang sudah semestinya dimiliki oleh tiap individu konsumen media massa, sehubungan dengan banyaknya media massa yang ada di tengah-tengah kita. Fakta berbicara, tidak semua isi media massa bermanfaat bagi khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Literasi media bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya (Baran, 2009 : 26-27).

Pemilihan lokasi pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kedekatan peneliti terhadap warga setempat karena lokasi penelitian merupakan lokasi di mana peneliti tinggal, selain itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan literasi media menjadi sesuatu hal yang bersifat mendesak untuk dimiliki bagi siapapun, terlebih bagi para orang tua yang memiliki anak-anak usia sekolah dasar, sehingga peneliti berasumsi bahwa di manapun penelitian dilakukan, tingkat ketertarikan maupun urgensinya cenderung sama.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti merasa sangat tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Peran Orang Tua Dalam Peningkatan Pemahaman Terhadap Tayangan Televisi Pada Anak Di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

(17)

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, “Bagaimana peran orang tua dalam peningkatan pemahaman terhadap tayangan televisi pada anak, di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa ?”

1.3 Pembatasan Masalah

Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, selanjutnya peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksud dari pembatasan masalah ini adalah agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah, dan tidak terlalu melebar sehingga terhindar dari salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi kasus yakni penelitian yang dipusatkan secara intensif pada suatu subjek tertentu yang dipelajari sebagai kasus, dalam hal ini adalah studi kasus literasi media tentang peran orang tua sebagai pendamping anak dalam peningkatan pemahaman terhadap tayangan televisi di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

2. Subjek penelitiannya adalah para orang tua yang bertempat tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa, dan memiliki anak usia sekolah dasar.

(18)

1.4. Tujuan Dan Manfat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tindakan bermedia, khususnya media televisi, di kalangan warga yang bertempat tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

b. Untuk mengetahui tingkat literasi (melek) media para orang tua yang bertempat tinggal di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

c. Untuk mengetahui peran orang tua sebagai pendamping anak dalam peningkatan pemahaman terhadap tayangan televisi di Lingkungan III, Kelurahan Pekan, Kecamatan Tanjung Morawa.

1.4.2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai kajian literasi media.

(19)

1.5. Kerangka Teori

Dalam melaksanakan penelitian ilmiah, teori berperan sebagai landasan berpikir untuk mendukung pemecahan suatu masalah dengan jelas dan sistematis. Kerlinger menyebutkan bahwa teori adalah sekumpulan konstruk (konsep), defenisi, dan dalil yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

Gibbs menambahkan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang tak terbatas dari berbagai kejadian atau benda (Black, 2001 : 48). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Komunikasi Massa dan Televisi, Literasi Media (Media Literacy), dan Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Peraturan KPI No.2/P/KPI/5/2006 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

1.5.1. Komunikasi

(20)

common), yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti (Mulyana, 2005 : 41).

Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Dikatakan juga bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.

Melalui komunikasi orang berusaha mendefenisikan sesuatu, termasuk istilah “komunikasi” itu sendiri. Sampai saat ini terdapat ratusan defenisi komunikasi yang bersumber dari banyak ahli yang berasal dari beragam disiplin ilmu.

Berikut beberapa defenisi komunikasi yang dapat dirinci :

1) Bernard Berelson dan Gary A. Steiner menyebutkan bahwa komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya.

2) Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).

(21)

dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Mulyana, 2005 : 57).

4) Littlejohn menyebutkan setidaknya terdapat tiga pandangan yang merujuk pada makna komunikasi. Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang secara sengaja diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh mereka, kedua, komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, apakah disengaja atau pun tidak, dan yang ketiga adalah komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang dikirimkan secara sengaja, namun sengaja ini sulit ditentukan (Mulyana, 2005 : 62).

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, dengan mengandung tujuan tertentu, memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung, secara lisan, maupun tidak langsung melalui media.

1.5.2. Komunikasi Antar Pribadi

(22)

komunikan ketika itu juga karena ia dapat memebri kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Dengan demikian komunikator dapat mengarahkannya ke suatu tujuan sebagaimana yang ia inginkan (Effendi, 1986 : 9).

Dalam komunikasi antar pribadi terjadi proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus menerus. Komunikasi antar pribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Di balik pengertian ini, terdapat enam karakteristik yang disampaikan oleh Judy C. Pearson yang menentukan apakah suatu kegiatan komunikasi dapat disebut sebagai komunikasi antar pribadi (Sendjaja, 2005 : 2.1). Karakteristik tersebut adalah :

a. Komunikasi antar pribadi dimulai dari diri pribadi (self).

b. Komunikasi antar pribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.

c. Komunikasi antar pribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antar pribadi. Komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga partner komunikasi, serta bagaimana hubungan yang terjalin dengannya.

(23)

e. Komunikasi antar pribadi melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu dengan lainnya dalam proses komunikasi.

f. Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah maupun diulang.

Selanjutnya, untuk memperjelas pengertian komunikasi antar pribadi, Devito dalam Liliweri (1991 : 13) memberikan beberapa ciri komunikasi antar pribadi, yaitu :

a. Keterbukaan (openes), yakni komunikator dan komunikasn saling mengungkapkan segala ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Kedua-duanya saling memahami dan mengerti pribadi masing-masing.

b. Empati (empathy), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksi dirinya kepada peranan orang lain.

c. Dukungan (supportiveness), yakni setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang didambakan.

d. Rasa positif (positiveness), adalah setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka, sehingga mengganggu jalinan interaksi.

(24)

Manusia hidup secara sosial dan hal ini mengharuskannya membuat kesepakatan-kesepakatan tertentu mengenai simbol atau lambang-lambang pesan guna mempertukarkan informasi di antara mereka. Kerlinger (Liliweri, 1991 : 45) mengemukakan bahwa hubungan dengan orang lain ternyata mempengaruhi kehidupan seorang individu. Seseorang tergantung pada orang lain karena orang lain tersebut juga berusaha mempengaruhi dirinya melalui pengertian yang diberikan, informasi yang dibagikan, semangat yang disumbangkan, dan masih banyak lagi pengaruh lainnya.

Sukses tidaknya komunikasi antar pribadi sangat bergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap muka antara dua orang atau sebagian kecil orang dengan mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain pada saat itu juga daripada memeprhatikan umpan balik yang tertunda.

1.5.3. Komunikasi Massa

(25)

dan mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Rakhmat, 2005 : 188 - 189).

Media massa merujuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Menurut Michael W. Gamble (Nurudin, 2004 : 7), sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup :

a. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern sebagai media penyampai pesan.

b. Komunikatornya menyebarkan pesan-pesannya dengan maksud untuk mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain, bahkan pengirim dan penerima tidak saling mengenal satu sama lain.

c. Pesan dapat diterima oleh banyak orang, sehingga disebut bersifat publik. d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti

jaringan, ikatan, atau perkumpulan.

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.

f. Umpan balik sifatnya tertunda (delayed).

(26)

1.5.3.1Televisi

Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan secara langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 Agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI dimulai 24 Agustus 1962 pada pukul 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Pada tahun 1989, baru diberikan kesempatan pada kelompok usaha untuk membuka stasiun televisi swasta, yakni yang pertama adalah stasiun televisi RCTI, dan selanjutnya diikuti oleh stasiun televisi swasta lainnya, baik nasional maupun lokal. Stasiun televisi swasta baru tersebut hadir dengan membawa kekhasannya masing-masing.

Setiap stasiun televisi pada umumnya memiliki fungsi yang sama seperti media massa lainnya, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi, karena dapat dikatakan bahwa pada umunya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, baru diikuti dengan tujuan-tujuan lainnya (Morissan, 2008 : 34).

(27)

acara seringnya didasarkan pada menguntungkan tidaknya program acara tersebut di mata para pemroduksinya. Argumentasinya masih berkisar mahalnya biaya produksi dan target pasar yang berdasarkan riset terpercaya memang menginginkan tayangan seperti itu.

Orang tua kerap menjadikan televisi sebagai pengasuh pengganti diri mereka di rumah. Anak yang masih cukup sederhana pola pikirnya menjadikan televisi sebagai sebuah media dengan begitu banyak kegunaan, sehingga hampir tidak ada penolakan terhadap anjuran untuk menyaksikan televisi dari orang tua mereka. Namun, disadari atau tidak televisi mengandung banyak nilai-nilai yang seyogyanya membutuhnkan proses penyortiran, dan di lain pihak proses penguatan. Dengan demikian para orang tua adalah pihak yang paling berkompeten dalam menyortir atau menguatkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap jenis tayangan terfavorit anak tersebut, misalnya sinetron anak, kartun, atau program acara khusus anak lainnya yang biasa ditonton anak.

I.5.4 Literasi Media (Media Literacy)

(28)

Allan Rubin (Baran, 2004 : 51) menawarkan tiga definisi mengenai literasi media yang dikutip dari sumber-sumber yang berbeda, yaitu :

Defenisi pertama dari National Leadership Conference on Media Literacy,

menyebutkan bahwa literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan.

• Defenisi kedua dari ahli media, Paul Messaris, menyebutkan bahwa literasi

media adalah pengetahuan tentang bagaimana fungsi media dalam masyarakat.

• Defenisi ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin Lewis dan Shut

Jally, menyebutkan bahwa literasi media adalah pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi, politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan

(29)

Kemudian The National Communication Association, sebuah organisasi sarjana professional yang didirikan oleh sejumlah besar akademisi universitas menyatakan bahwa literasi media adalah kritis dan reflektif dalam mengonsumsi media komunikasi. Hal ini membutuhkan pemahaman tentang bagaimana kata-kata, gambar, grafik, dan suara “bekerjasama” dalam cara yang sukar diketahui dan sukar dicari, serta kewaspadaan tentang efek yang berbeda dari tiap media.

Literasi media merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi yang tidak pantas atau menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses komunikasi massa. Kita melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.

Literasi media juga dapat diterjemahkan sebagai kecakapan bermedia, yaitu sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk dikonsumsi.

(30)

1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita dengar.

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui komponen dari proses komunikasi massa dan bagimana komponen tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang bagaimana mereka “melayani” kita.

3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol atau memimpinnya.

4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi, sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya.

(31)

pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi, membentuk pemahaman dan wawasan tentang budaya kita.

6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media. Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya.

7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai. Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian. Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) menyebut tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan media yang bermanfaat.

8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis dan keabsahannya.

Literasi media juga membutuhkan sejumlah keahlian khusus, yaitu :

(32)

2. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa telah ada selama lebih dari satu setengah abad.

3. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai.

4. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media.

5. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali ketika mereka dipadukan.

6. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka (Baran, 2009 : 27-31). Dengan adanya kecakapan bermedia, para orang tua diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya, dalam hal ini media televisi untuk dikonsumsi oleh anak-anaknya. Lem Materman mengemukakan beberapa alasan mengapa literasi media menjadi sesuatu yang memiliki tingkat urgensi tinggi saat ini. Alasan tersebut adalah :

Media Maturation

Saat ini media massa dikonsumsi benar-benar secara “massal”, sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini para konsumen media sedang mengalami banjir informasi. Banyaknya informasi yang ditawarkan tersebut terkadang tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dampak negatif.

Media Influence

(33)

dan selanjutnya mengimitasi objek-objek yang dipersuasikan terhadap mereka, secara langsung atau berproses.

Media Are Not Value – Free

Media tidak dapat terlepas dari berbagai kepentingan, baik dari pihak penguasa maupun pemilik modal. Oleh sebab itu, para konsumennya sebaiknya lebih peka terhadap beragam tayangannya.

Educating For Future

Generasi muda, tak terkecuali anak-anak, diperkirakan akan didominasi oleh media massa dan teknologi komunikasi, maka penting bagi mereka untuk mengetahui bagaimana media massa memiliki kemampuan untuk

membuat perubahan di masyarakat (dari

diunduh pada

tanggal 8 Februari 2010).

Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam arti kualitasnya, maka akan lebih efektif peranan yang dapat dilakukannya dalam meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering, jarang, atau tidak sengaja ditontonnya.

(34)

Pemahaman dipengaruhi oleh beberapa hal :

• Stimulus

Kategori stimulus melibatkan penggolongan suatu stimulus dengan menggunakan konsep-konsep yang disimpan dalam ingatan.

• Elaborasi stimulus

Pemahaman memerlukan tingkat elaborasi yang terjadi selama pemrosesan stimulus. Elaborasi mengacu pada banyaknya integrasi di antara banyak informasi yang baru dan pengetahuan yang sudah tersimpan dalam ingatan.

• Determinan pribadi dalam pemilihan

Pemahaman dipengaruhi oleh banyak stimulus dan faktor pribadi. Orang akan lebih dahulu mempertimbangkan bagaimana faktor pribadi dapat mempengaruhi pemahaman.

Faktor pribadi tersebut adalah :

1. Motivasi; keadaan motivasional seseorang selama pemrosesan informasi dapat mempengaruhi perhatian. Keadaan ini dapat juga menimbulkan pengaruh pada pemahaman.

2. Pengetahuan; pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan merupakan determinan utama dalam pemahaman. Kategori stimulus sangat bergantung pada pengetahuan. Pengetahuan juga meningkatkan kemampuan khalayak dalam memahami suatu pesan.

(35)

tayangan dan kemampuan afektif menggambarkan perasaan dan emosi yang dihasilkan stimulus, misalnya rasa takut, terkejut, sedih, dan ekspresi emosi lainnya.

4. Determinan stimulus dan pemahaman; sifat fisik aktual suatu stimulus memainkan peranan yang besar dalam membentuk penafsiran stimulus tersebut. Pemahaman terkadang bergantung pada pengemasan dan konsep suatu tayangan itu sendiri

1.5.5 Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran dan Peraturan KPI No.2/P/KPI/5/2006 tentang Pedoman

Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

Kelahiran stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia didukung oleh regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal yang berjumlah 64 tersebut merupakan sebentuk aturan yang mengizinkan sekaligus member pembatasan-pembatasan terhadap pihak-pihak yang memasuki ranah penyiaran, baik ranah penyiaran publik, swasta nasional, komunitas, berlangganan, maupun asing. Pasal-pasal di dalamnya mengatur tentang pola jaringan siaran sampai isi siaran yang ideal. Selain itu, terdapat pasal-pasal (15 dan 19) yang secara terbuka menyebutkan bahwa iklan menjadi salah satu sumber pembiayaan utama bagi berjalannya operasionalisasi sebuah stasiun penyiaran, termasuk stasiun televisi.

(36)

dalam proses pembuatan program siaran, sedangkan Standar Program Siaran merupakan panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan atau yang tidak diperbolehkan ditayangkan dalam program siaran. Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Pedoman Perilaku Penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan :

a. Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan; b. Rasa hormat terhadap hal pribadi;

c. Kesopanan dan kesusilaan;

d. Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme; e. Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan;

f. Penggolongan program menurut usia khalayak; g. Penyiaran program dalam bahasa asing;

h. Ketepatan dan kenetralan program berita; i. Siaran langsung;

j. Siaran iklan.

(37)

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33).

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus (Kriyantono, 2008 : 17).

(38)

1.7 Model Teoretis

1.8 Konsep Operasional

Konsep operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka konsep dibuatlah operasionalisasi konsep untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian. Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah peran orang tua dan pemahaman terhadap tayangan televisi.

Operasionalisasi untuk konsep operasional peran orang tua diambil dari : Orang

Tua

(39)

a. Konsep komunikasi antar pribadi yang disampaikan oleh James A. Devito, yaitu :

1. Keterbukaan

Keterbukaan adalah suatu keadaan di mana orang tua mengetahui informasi tentang hal-hal yang disukai maupun tidak disukai oleh si anak melalui proses komunikasi yang dilakukannya, termasuk tayangan terfavorit atau yang sama sekali tidak disukai, terlepas dari nilai yang tekandung dalam tayangan tersebut.

2. Empati

Empati adalah suatu keadaan di mana orang tua mampu memposisikan dirinya sama seperti apa yang sedang dirasakan oleh anaknya, termasuk di dalamnya tentang pemahaman terhadap kebutuhan yang seharusnya atau tidak seharusnya dipenuhi.

3. Dukungan

Dukungan adalah suatu keadaan di mana orang tua mendorong anak menuju ke arah yang lebih positif, dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya tentang tayangan-tayangan yang baik bagi perkembangannya.

4. Rasa positif

(40)

5. Kesamaan

Kesamaan adalah suatu keadaan di mana orang tua dan anak memiliki pandangan sama tentang suatu hal, dalam hal ini orang tua memiliki peranan dalam menyamakan pandangan tersebut.

b. Tujuh elemen dasar literasi media yang disampaikan oleh Art Silverblatt, dan ditambahi satu elemen oleh Stanley J. Baran sehingga menjadi delapan (Baran, 2009:27-31). Adapun elemen literasi media yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan penelitian sehingga yang dianggap paling tepat adalah lima elemen berikut :

1) Kemampuan dalam berpikir kritis.

Kemampuan dalam berpikir kritis adalah kemampuan yang memungkinkan para orang tua sebagai konsumen media massa, untuk mengembangkan penilaian independen tentang konten media dalam memahami isi tayangan yang sedang disaksikan dan selanjutnya menanmkan pemahaman tersebut kepada anaknya.

2) Pemahaman tentang proses komunikasi massa

(41)

3) Tanggap akan dampak media

Tanggap akan dampak media, yaitu adanya pengetahuan dan kepedulian orang tua tentang dampak tayangan televisi, baik positif maupun negatif, dan selanjutnya bagaimana orang tua meminimalisir atau memaksimalkan dampak yang dimiliki media tersebut terhadap anak-anaknya.

4) Pemahaman terhadap isi media.

Pemahaman terhadap isi adalah pemahaman orang tua tentang manfaat tayangan televisi ke dalam kehidupan.

5) Kemampuan menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media, dan kemudian menanamkan kemampuan tersebut kepada anaknya.

c. Operasionalisasi untuk konsep operasional pemahaman terhadap tayangan televisi diambil dari pernyataan Darmadi Durianto (Durianto, 2003 : 68-73) dan komponen yang dipilih juga didasarkan pada kebutuhan penelitian. Komponen tersebut adalah:

a) Pemahaman terhadap stimulus

(42)

b) Motivasi

Motivasi, yaitu pengetahuan orang tua tentang tujuan yang mendorong anaknya untuk menyaksikan tayangan televisi.

c) Pengetahuan

Pengetahuan, yaitu informasi awal yang dimiliki orang tua tentang pengetahuan yang dimiliki anak, dan selanjutnya mencari tahu pengayaan wawasan yang dimiliki anak sesudah menyaksikan tayangan televisi.

(43)

BAB II

URAIAN TEORETIS

2.1 Komunikasi

Defenisi komunikasi, jika dikumpulkan dari para pakar yang berasal dari bidang ilmu yang berbeda-beda akan menunjukkan angka ratusan. Masing-masing defenisi mendapat penekanan yang berbeda satu sama lain, dan perbedaan tersebut

Literasi Media

Komunikasi Antar Pribadi

UU RI NO.32 Th. 2002 dan

P3SPS

Komunikasi Massa Televisi dan

Tayangan Sinetron Komunikasi

(44)

umumnya dilatarbelakangi oleh keilmuan para ahli yang merumuskannya. Tanpa mempersoalkan defenisi yang demikian benyak dan berbeda, pada hakekatnya, komunikasi menyentuh beragam multidisipliner dan setiap gerak kahidupan manusia.

Dr.Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii menyebutkan bahwa komunikasi sudah menjadi bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi. Harold D. Laswell, salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab, mengapa manusia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006 : 2-3). Ketiga fungsi ini menjadi patokan dasar bagi setiap individu dalam berhubungan dengan sesame anggota masyarakat. Tiga fungsi dasar tersebut adalah :

a. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi, manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang ada untuk dimanfaatkan, dipelihar, dan menghindari hal-hal yang mengancam alam sekitarnya. b. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Proses

kelanjutan suatu masyarakat sesungguhnya tergantung bagaimana masyarakat itu bisa beradaptasi dengan lingkungannya.

(45)

Saat ini perkembangan teknologi komunikasi sudah menembus setiap aspek kehidupan masyarakat. Di masyarakat dapat disaksikan bahwa teknologi komunikasi terutama televisi, komputer dan internet telah mengambil alih beberapa fungsi sosial manusia (masyarakat), setiap saat kita semua menyaksikan realitas baru di masyarakat, dimana realitas itu tidak sekedar sebuah ruang yang merefleksikan kehidupan masyarakat nyata dan peta analog atau simulasi-simulasi dari suatu masyarakat tertentu yang hidup dalam media dan alam pikiran manusia, akan tetapi sebuah ruang dimana manusia bisa hidup di dalamnya. Media massa merupakan salah satu kekuatan yang sangat mempengaruhi umat manusia di abad 21. Media ada di sekeliling kita, media mendominasi kehidupan kita, dan bahkan memengaruhi emosi serta pertimbangan kita.

2.2 Komunikasi Antar Pribadi

Miller dan Steinberg (Liliweri, 1991 : 30) menyatakan bahwa dalam proses komunikasi antar pribadi, kedudukan komunikator dan komunikannya dapat bergantian, dan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini komunikasi antar manusia harus benar-benar manusiawi, sehingga orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain akan lebih kurang mutu komunikasinya daripada komunikasi antar pribadi di antara pihak-pihak yang sudah saling mengenal sebelumnya.

(46)

lakunya, dan inti dari semua ini adalah adanya hubungan keakraban di antar pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Ini berarti, tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan menjadi komunikasi antar pribadi.

Reardon, effendi, Porter, dan Samovar (Liliweri, 1991 : 31) menyatakan tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi, dan ketujuh sifat tersebut adalah :

a. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal.

Dalam komunikasi antar pribadi, tanda-tanda perilaku verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, sedangkan perilaku non verbal terlihat dari ekspresi wajah dan gerakan tangan.

b. Melibatkan pernyataan yang spontan, scripted, dan contrived.

Perilaku spontan timbul karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi. Perilaku scripted merupakan hasil belajar seseorang secara terus menerus, sedangkan perilaku contrived adalah perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif dan sebagian lagi dikuasai keputusan rasional.

c. Komunikasi antar pribadi tidak statis melainkan dinamis.

(47)

d. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi, dan koherensi.

Komunikasi antar pribadi harus ditandai dengan dengan adanya umpan balik dan interaksi yang terjadi, yaitu dengan mengandalkan perubahan sikap, pendapat dan pikiran, perasaan, minat, atau pun tindakan tertentu.

e. Dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

Aturan yang bersifat intrinsik maksudnya adalah suatu standar perilaku yang berkembang oleh seseorang sebagai panduan melaksanakan komunikasi. Aturan yang bersifat ekstrinsik adalah adanya aturan lain yang ditimbulkan karena ada pihak ketiga sehingga komunikasi harus diperbaiki atau bahkan dihentikan. f. Komunikasi antar pribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan.

Rangkaian tindakan ini meliputi, siapa saja pihak yang berkomunikasi, masalah apa yang dibicarakan, pada saat kapan pembicaraan dilakukan, dan seberapa sering dilakukan.

g. Melibatkan di dalamnya bidang persuasif.

Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang persuasif, karena untuik mencapai sukses dalam berkomunikasi harus dikenali terlebih dahulu latar belakang psikologis dan sosiologis seseorang.

(48)

1. Pengertian

Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Pengertian didukung oleh adanya kesepahaman terhadap makna yang terdapat pada simbol-simbol yang dipertukarkan. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Pengertian terhadap pesan-pesan yang disampaikan merupakan salah satu ciri bahwa komunikasi efektif telah tercapai.

2. Kesenangan

Komunikasi sering kali dilakukan untuk mengupayakan agar pihak yang diajak berkomunikasi merasakan apa yang disebut analisis transaksional sebagai “Saya Oke – Kamu Oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication), dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi ini menjadikan hubungan hangat, akrab, dan menyenangkan. 3. Pengaruh pada sikap

(49)

4. Hubungan yang semakin baik

Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan, dan cinta serta kasih sayang.

5. Tindakan

Efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyat yang dilakukan komunikan. Menimbulkan tindakan nyata adalah indikator efektivitas yang paling penting. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.

2.2.1 Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tujuan. Di sini akan dipaparkan 4 tujuan, yaitu: (De Vito, 1997: 245)

1. Mengurangi kesepian

(50)

kesepian, orang berusaha memiliki banyak kenalan. Satu hubungan yang dekat biasanya berdampak lebih baik

2. Mendapatkan rangsangan

Manusia membutuhkan stimuli. Salah satu cara agar manusia mendapatkan stimuli adalah dengan melakukan kontak antar manusia. 3. Mendapatkan pengetahuan diri

Sebagian besar melalui kontak antar manusialah kita dapat mengetahui diri sendiri. Persepsi mengenai diri sendiri sangat dipengaruhi oleh apa yang kita yakini dan pikiran orang lain tentang kita.

4. Memaksimalkan kesenangan, meminimalkan penderitaan

Alasan paling umum dan paling mendasar mengapa kita melakukan kontak dengan manusia lainnya adalah untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan. Kita perlu berbagi rasa dengan orang lain tentang nasib baik, penderitaan emosi atau mengenai fisik kita.

2.2.2 Komponen dan Proses Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Effendy (2003: 7) yang mencoba mengutip paradigma Laswell, ada 5 komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan dengan baik dan ini dapat diterapkan dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

1. Who : komunikator, pihak penyampai pesan

2. Says what : pesan, pernyataan yang didukung oleh lambang lambang

(51)

4. To whom : komunikan, pihak penerima pesan

5. With what effect : efek, dampak yang timbul sebagai pengaruh dari pesan

Apabila digambarkan secara sederhana kelima komponen yang telah diuraikan di atas melalui proses yaitu komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi antar pribadi dapat berganti peran, artinya suatu ketika komunikator dapat berganti peran sebagai komunikan begitu juga sebaliknya dengan komunikan yang dapat berperan sebagai komunikator.

2.2.3 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Evert M. Rogers dalam Depari (1988) ada beberapa ciri komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi yaitu:

1. Arus pesan yang cenderung dua arah 2. Konteks komunikasinya tatap muka 3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

4. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas (terutama selective exposure) yang tinggi

5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar, relative lambat 6. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap

Liliweri (1991: 13) mengemukakan ciri-ciri komunikasi antar pribadi yang lain, yaitu:

(52)

3. Komunikasi antar pribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidk mempunyai identitas yang jelas

4. Komunikasi antar pribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun tidak disengaja

5. Komunikasi antar pribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan

6. Komunikasi antar pribadi menghendaki paling sedikit dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Komunikai antar pribadi tidak dikatakan tidak sukses jika tidak membuahkan hasil

8. Komunikasi antar pribadi menggunakan lambang-lambang bermakna Komunikasi antar pribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki ciri keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya. Komunikasi antar pribadi antara dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis.

(53)

2.2.4 Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi

Percakapan yang sifatnya pribadi, hanya dapat dilaksanakan melalui komunikasi antar pribadi. Hal ini dikarenakan komunikasi antar pribadi melibatkan pribadi dan terjalin melalui interaksi secara langsung di antara pribadi-pribadi yang sudah saling mengenal, sehingga pesan yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti, dan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Ketepatan yang tinggi dapat dicapai apabila antara komunikator dan komunikan mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama, dengan demikian keefektifan komunikasi antar pribadi dapat terjadi. Orang tua dan anak yang hidup dalam suatu keluarga tentunya mempunyai pengalaman dan latar belakang yang sama. Anak belajar dari orang tua sehingga pengalaman dan pengetahuan orang tua banyak diberikan kepada anaknya.

De Vito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book, menjelaskan karakteristik komunikasi antar pribadi yang efektif dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan (Openness)

(54)

b. Empati (emphaty)

Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan sehingga setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan.

c. Perilaku suportif (Supportivness)

Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan.

d. Rasa positif (Positivness)

Setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, maka rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka.

e. Kesamaan (Equality)

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antar pribadi lebih kuat apabila memiliki kesamaan pandangan, sikap, ideology dan sebagainya.

2. Perspektif Pragmatis, meliputi sifat-sifat seperti: a. Bersikap yakin (Confidence)

(55)

b. Kebersamaan (Immediacy)

Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini dalam berkomunikasi selalu mengikutsertakan dirinya dengan orang lain. Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata ataupun gerakan-gerakan. c. Manajemen Informasi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak seorang pun yang merasa diabaikan. d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)

Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain lebih membuat komunikasi antar pribadi lebih efektif.

e. Orientasi pada orang lain

Seseorang harus memiliki sifat yang berorentasi pada orang lain untuk mencapai efektifitas komunikasi antar pribadi. Artinya seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi antar pribadi.

Selain itu Bocner dan Kelly mengemukakan 5 kemampuan khusus di dalam komunikasi antar pribadi, yaitu:

(56)

pembicaraan, nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan sesuai dengan orang yang bersangkutan.

2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit, spesifik, dan deskriptif

3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak menyalahkan orang lain terhadap perasaan yang dialami.

4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan pribadi

5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru dialami

2.3 Komunikasi Massa

(57)

penerima (komunikan) yang luas serta secara serentak dengan kecepatan yang relatif tinggi.

Media massa serta proses komunikasi massa (peran yang dimainkannya) semakin meningkat derajat kepentingannya bagi masyarakat (McQuail : 1996 : 3). Asumsi ini ditopang oleh beberapa kondisi mengenai keeksisan media massa sebagai suatu institusi penting bagi masyarakat, dan kondisi tersebut antara lain adalah :

a. Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait. Media massa juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat lainnya dan institusi sosial lainnya.

b. Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.

c. Media massa merupakan lokasi (forum) yang semakin berperan, untuk menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat.

d. Media massa sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, gaya hidup, dan norma-norma.

(58)

dan kelompok secara kolektif. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

Media massa dengan peran idealnya tersebut saat ini banyak menuai stigma dari masyarakat. Media massa menjadi lembaga yang distigma sebagai institusi “penghasut”, “pencetus kerusuhan”, pencetus masalah sosial, dan sebagainya. Jadi, wajah ganda media massa menjadi profil utama industri media massa saat ini, karena di satu sisi ia menanamkan diri sebagai agen perubahan namun di sisi lain juga sebagai agen perusak.

Kondisi media massa saat ini bertolak belakang dari yang diharapkan, media massa saat ini justru miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan, media massa justru lebih banyak menjadi corong provokasi nilai-nilai materialismE, hedonismE, kekerasan, mistisme, dan nilai-nilai lain yang dianggap sebagai sumber pemicu berbagai persoalan sosial di masyarakat saat ini.

2.3.2 Televisi

(59)

keluarga, perumahan, atau tempat-tempat eksotik bukan hanya menyediakan rekaman historis atau pengganti yang murah untuk potret dan seni lanskap yang ditulis tangan, tetapi juga membantu mempercepat perubahan dalam cara orang memandang dunia dan menikmati waktu luang mereka. Orang segera mendapati bahwa gambar-gambar fotografis dapat mengungkapkan kebenaran-kebenaran yang tersembunyi serta menciptakan ilusi-ilusi besar (Fidler, 2003 : 139-140).

Sebagai media massa pandang-dengar, televisi dinilai berbagai pihak sebagai media yang paling berhasil membuat informasi, cerita, atu segala sesuatu yangdisampaikan menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi para pemirsanya, disbanding media komunikasi yang lain. Hanya, berbagai keunggulan yang dimiliki televisi tersebut justru menjadi kelemahan dan potensi berbahaya, terutama anak-anak (Bagong, 1996 : 12). Televisi mampu menyedot perhatian sedemikian rupa sehingga membuat pemirsa tidak sempat lagi melakukan pendalaman terhadap apa yang diterimanya secara kritis, karena semuanya berlangsung begitu cepat, berulang-ulang, dan intensif. Masih menurut Bagong Suyanto, tayangan-tayangan yang terus dikonsumsi tersebut lama kelamaan akan terinternalisasi di benak pemirsa, terutama anak-anak. Televisi diibaratkan sebagai pisau, perpaduan antara bahaya dan kegunaan yang begitu tipis. Sepanjang masyarakat selalu kritis dan tidak terlena, maka televisi akan menjadi pisau yang bermanfaat.

(60)

fungsi yang terkandung dalam tayangan televisi berdasarkan pengalaman anak-anak adalah:

a. Fungsi menghibur (emotional functions) b. Fungsi informasi (cognitive functions) c. Fungsi sosial (social functions)

d. Fungsi Non-sosial (escapist functions)

e. Fungsi berdasarkan tindakan mengonsumsi (medium level functions)

2.3.2 Program Acara di Televisi

Para akademisi dan praktisi meramalkan bahwa media massa, termasuk televisi, akan mengalami perubahan secara drastis baik sifat, peran, maupun jenisnya. Terutama peranannya, televisi di waktu yang akan datang akan lebih banyak mengambil peran sebagai institusi produktif daripada sebagai institusi edukasi. Hal ini disebabkan perubahan sosial yang begitu cepat dan tuntutan-tuntutan pemilik modal yang begitu kuat sehingga siapapun yang telah memilih untu berkecimpung di dunia pertelevisian akan memiliki visi yang sama, yaitu “menyelamatkan diri” dengan menyelamatkan stasiun televisinya dari kebangkrutan atau dari larinya pemilik modal. Menghadapi persoalan ini, maka secara substansial sebenarnya stasiun televisi sudah bermasalah, di mana visi dan misi media secara substansial juga sudah berubah (Bungin, 2008 : 325).

(61)

rating televisi. Karena dengan semakin tinggi rating sebuah acara, semakin besar pula minat para pengiklan untuk mensponsori acara tersebut meskipun dengan harga yang tinggi. Karena itulah semua stasiun televisi berlomba-lomba membuat acara semenarik mungkin dan bisa menyedot sebanyak mungkin penonton. Salah satu jenis acara televisi yang "booming" dan hampir semua stasiun televisi mempunyai program acaranya adalah program sinetron.

Pada saat ditayangkannya suatu jenis tayangan, sebagian stasiun televisi menampilkan simbol yang menunjukkan pemirsa yang bagaimana yang layak mengonsumsinya, dalam hal ini berkaitan dengan usia yang cukup. Namun, pada dasarnya simbol ini tidak cukup mewakili esensi sinetron tersebut secara substansial. Ada kalanya, simbol yang menandakan bahwa anak-anak layak menyaksikannya, berisikan adegan-adegan yang masih jauh dari pemahaman anak. Jika anak terus menjejali dirinya dengan tayangan-tayangan yang belum mampu dicernanya tersebut, tentu tayangan tersebut tidak menjadi sesuatu yang bersifat edukatif, atau malah diragukan sifat rekreatifnya secara benar.

(62)

peradaban bangsa yang bermartabat. Dengan antusiasme masyarakat, termasuk anak-anak dalam menyaksikan tayangan televisi, rekayasa sosial bisa dilakukan, seperti membentuk sikap terpuji dan perasaan simpati serta empati, serta menjunjung nilai-nilai keadaban. Idealnya, tayangan televisi yang ditujukan untuk anak-anak memiliki keterkaitan dengan gejala kehidupan yang melingkupinya, antara lain persoalan sosial atau moralitas tertentu, tidak sukar dipahami, namun tetap menghibur.

Program acar khusus anak yang ditayangkan beberapa stasiun televisi berbeda judul atau jenis namun berjalan dengan langgam yang seragam. Dalam sinetron atau kartun, narasi cerita sering kali mengusung keajaiban. Setiap permasalahan selalu berawal dari konflik yang berbau kekerasan. Solusinya justru menawarkan jalan pintas yang menerabas batas rasionalitas. Dalam sinetron itu akal sehat nyaris tidak mendapat tempat. Sinetron dengan tema sentral keajaiban akan mengacak-acak logika dan sistematika berpikir anak. Disadari atau tidak, internalisasi nilai-nilai tersebut di benak seorang anak dapat membidani lahirnya generasi sumbu pendek. Sebuah generasi berpikiran instan yang merindukan keajaiban sebagai solusi dari tiap permasalahan yang dihadapinya.

(63)

Mustahil untuk menjauhkan televisi dari kehidupan anak, bahkan orang tua sekalipun. Namun, sebagai orangtua terdapat tanggung jawab untuk melakukan sejumlah hal demi mencegah menembusnya hal-hal negatif ke diri buah hatinya. Pendampingan secara baik yang didasari oleh kemauan untuk melek terhadap media dengan menerapkan kunci utama literasi media dan terus konsisten dalam menerapkannya merupakan upaya sederhana yang dapat dilakukan oleh para orang tua.

2.4 Literasi Media (Media Literacy)

Kehidupan kita sehari-hari saat ini tidak dapat dipisahkan dari berbagai media yang ada di sekitar. Ribuan pesan media membombardir setiap hari. Tadinya media dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dan dikonsumsi begitu saja. Namun sebenarnya tidak demikian. Orang harus memiliki bekal yang memadai untuk mampu berinteraksi dengan media, tanpa harus menjadi korban. Inilah awal dari ide perlunya melek media, karena pesan-pesan yang disampaikan media massa akan berbeda maknanya jika pesan tersebut ditranslasikan dari satu media ke media lainnya.

(64)

yakni kemampuan orang untuk membaca. Tetapi selanjutnya literasi berkembang ke arah visual, dengan melihat pada bentuk media massa lain, seperti televisi dan film. Orang-orang yang melek media lebih mampu dalam memaknai pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa. Kemampuan literasi media membuat seseorang tidak hanya memahami “permukaan” dari isi media tetapi lebih dalam lagi dan sering kali lebih dapat memahami makna yang lebih penting ketimbang apa yang tampak di permukaan tersebut.

William James Porter (Massey, 2001 : 31) menyatakan bahwa literasi media merupakan sebuah perspektif, di mana kita menganalisis media dan menginterpretasikan makna pesan yang kita terima dari media tersebut. Perspektif tersebut dibangun dari pengetahuan yang terstruktur. Untuk membangun pengetahuan yang berstruktur tersebut, dibutuhkan “alat dan bahan”. Alatnya adalah kemampuan, dan bahannya adalah informasi yang disajikan media serta informasi yang terdapat di kehidupan nyata. Literasi media berdasarkan pada empat pokok pikiran berikut :

a. Literasi media adalah sebuah kontinum dan bukan kategori.

(65)

b. Literasi media harus dikembangkan

Posisi seorang konsumen media dalam kontinum literasi media dapat meningkat ke level yang lebih tinggi. Perubahan yang terjadi muncul dari proses pematangan serta dibutuhkannya pembiasan secara sadar. Disebut pematangan, karena kapasitas kita tumbuh dari sejak lahir sampai kita dewasa. Ketika seorang individu dikatakan matang secara emosional, moral, maupun rasional, individu tersebut akan lebih memiliki peluang untuk mencapai level melek media, dalam artian tanggap terhadap pesan-pesan yag disampaikan media.

Pada dasarnya kedewasaan juga turut membangkitkan potensi literasi seseorang, dengan catatan ada pengembangan secara aktif terhadap potensi tersebut yang didukung dengan pengembangan pengetahuan dalam berbagai hal. Jika hanya berpasrah diri di hadapan media, tidak akan terjadi peningkatan potensi tersebut, yang terjadi adalah selalu sependapat sekaligus puas dengan informasi yang disajikan media, walau terkadang infor,asi tersebut tidak seimbang atau tidak lengkap.

c. Literasi media bersifat multidimensional

Ada empat dimensi literasi media yang saling berinterelasi, yaitu dimensi kognitif, dimensi emosional, dimensi estetika, dan dimensi moral.

(66)

mempengaruhi kemampuan dalam mengkonstruksi makna dar sebuah pesan media.

Dimensi emosional disebut juga dengan dimensi perasaan. Beberapa orang memiliki sangat sedikit kemampuan untuk memperoleh pengalaman emosional selama diterpa media, sementara beberapa orang lainnya cenderung sangat sensitif untuk merasakan berbagai jenis emosi di dalamnya. Emosi sering diasosiasikan dengan dampak-dampak negatif jika dikaitkan dengan sejumlah pesan media yang sarat dengan eksploitasi hal-hal kekerasan atau menakutkan. Emosi pada dasarnya juga bernilai positif. Ketika kita turut berduka atas derita seseorang yang ditampilkan di suatu media, dapat dikatakan tingkat literasi media kita sudah cukup tinggi.

Kebutuhan emosional bukan hanya yang dianggap berpengaruh, seperti kemarahan, ketakutan, hasrat, dan kebencian. Seorang sutradara dapat dengan mudah menemukan simbol-simbol yang dapat memicu perasaan-perasaan tersebut, jadi pada dasarnya tidak dibutuhkan derajat literasi yang tinggi untuk memperoleh dan memahami gejala emosi tersebut. Ada juga perasaan-perasaan yang lebih sukar diketahui, rasa bingung, waspada, dan lain-lain. Mengkreasikan pesan yang memuat gejala emosi ini membutuhkan kemampuan yang lebih tinggi bagi para pemroduksinya dan tingkat melek media yang tinggi juga dibutuhkan oleh para pemirsa untuk menangkap simbol-simbol yang menyampaikan emosi tersebut, dan untuk merasakan emosinya, sang sutradara mencoba “memancing”.

(67)

kesadaran tentang kemampuan kompleks dalam memproduksi sebuah pesan media, serta kemampuan untuk mendeteksi perbedaan antara seni dan “hal yang dibuat-buat”.

Dimensi moral merujuk pada kemamapuan untuk menarik kesimpulan dari nilai-nilai yang tertanam di dalam pesan media. Media massa memiliki peranan besar dalam mengarahkan pemikiran khalayak menuju tema moral yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Misalnya, dalam tayangan komedi situasi, nilai-nilai yang digambarkan antara lain bahwa humor merupakan alat yang penting ketika memecahkan masalah; akal adalah kekuatan’ dan tidak ada masalah yang serius, semuanya dapat diatasi dalam setengah jam. Hanya orang dengan tingkat melek media tinggi yang dapat menangkap pesan-pesan moral dengan baik. Harus dipikirkan dan diperhatikan tentang setiap karakter dari permulaan agar mampu memfokuskan diri pada proses pemaknaan secara keseluruhan.

(68)

d. Tujuan literasi media adalah untuk memberi kontrol lebih bagi khalayak

ketika menafsirkan pesan.

Semua pesan media adalah interpretasi. Aktor-aktor media menyampaikan interpretasi mereka tentang banyak hal kepada khalayaknya, seperti apa yang patut disebut penting, siapakah yang patut disebut orang penting, bagaimana seharusnya menjadi seorang manusia, apa itu bahagia, dan lain sebagainya. Begitu juga, sebagai audiens, kita dapat mengonstruksi interpretasi kita sendiri tentang pesan-pesan tersebut. Kunci literasi media bukanlah untuk melekatkan diri pada pencarian kebenaran yang mustahil atau pesan-pesan yang objektif. Hal tersebut tidak pernah ada. Karena itu, kita harus tanggap terhadap proses intrpretif dan harus menjadi penjaga dalam mencari pola interpretasi yang terdapat di dalam pesan media. Ini menghindarkan dari menerpa diri secara berlebihan kepada media, yang menghasilkan penerimaan yang nirkritis terhadap interpretasi media secara umum.

Disadari atau tidak proses efek media berlangsung. Ketika kita, meraih kontrol yang lebih baik terhadap media, kita dapat memperkuat dampak-dampak yang kita pikir baik untuk diterima dan meminimalisir dampak-dampak yang ingin kita hindari.

Gambar

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel Kesimpulan Pertanyaan dan Kesimpulan Jawaban

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan I penyimpan nilai ini, secara sedarhana dapat digambarkan jikalau suatu saat seseorang mempunyai uang, yang telah

Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban maksimum Qu = 780 ton Menghitung kapasitas daya dukung tiang bored pile dari data loading test

Sampai dengan kuartal I-2018 Perseroan mencatatkan volume penjualan logam timah sebesar 5,801 Mton atau mengalami penurunan sebesar 17.2% dari periode yang sama pada tahun

Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah penegakan hukum oleh kepolisian dalam tindak pidana penambangan emas ilegal oleh Polres Way Kanan dan apakah

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN PENILAIAN KINERJA GURU TERBAIK DENGAN METODE ANP DAN TOPSIS DI MTSN 1 GARUT. Universitas Pendidikan Indonesia |

Anemia Defisiensi Asam Folat/ vitamin - ↓ asupan vitamin dan asam folat - Malabsorbsi - Defek enzim kongenital (jarang) - Kebutuhan asam folat ↑: Kehamilan, bayi,

Kontribusi dampak terhadap lingkungan pada proses-proses pembuatan batik cap untuk penggunaan 3 warna, salah satu contoh grafik kontribusi setiap proses pembuatan batik cap

Wilayah Kota Mojokerto sejak ditetapkan sebagai daerah otonomi pada.. tahun 1950 terdiri dari satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kota Mojokerto