• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Jam Belajar Masyarakat

Pemberlakuan Jam Belajar Masyarakat (JBM) merupakan salah satu indikator bagi Yogyakarta sebagai kota pelajar. Indikator yang satu ini mulai memudar seiring dengan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Yogyakarta. Di banyak tempat di Yogyakarta, pernyataan tertulis seruan JBM bagi masyarakat saat ini tinggal tulisan saja. Saat ini, susah didapati sekelompok warga yang masih konsisten menerapkan aturan yang memiliki nilai sangat berarti ini. Fenomena ini membuat prihatin banyak kalangan, terutama tokoh Yogyakarta yang banyak bergelut membudayakan JBM pada masa-masa awal beberapa puluh tahun yang lalu.

Berawal dari SK Gubernur DIY, bahwa pada JBM yang ditentukan dalam SK tersebut, antara pukul 18.00-21.00, bukan berarti seluruh masyarakat dalam suatu Rukun Tetangga harus belajar pada jam yang telah disepakati tersebut. JBM dalam hal ini merupakan penegasan bahwa masyarakat pada jam tersebut harus menciptakan suasana yang kondusif agar peserta didik dapat belajar dengan tenang dan menjauhkan kegiatan yang kurang mendukungnya.

Dengan demikian, pola yang dikembangkan sebenarnya tidaklah kaku, melainkan harus fleksibel. Intinya adalah bagaimana menciptakan suasana efektif belajar dalam jangka waktu 2 jam dalam sehari. Dalam konteks keluarga, waktu JBM bahkan tidak harus jam malam seperti

ditentukan dalam SK itu. Semua dapat diatur sesuai dengan pertimbangan waktu yang tepat dan disepakati anggota keluarga.

a. Kesadaran Masyarakat

Jam Belajar Masyarakat (JBM) adalah suatu upaya untuk menumbuh kembangkan budaya belajar dengan menciptakan suatu kondisi lingkungan yang ideal yang dapat mendorong proses belajar mengajar peserta didik untuk belajar, dan dapat berlangsung dalam suasana aman, nyaman, tertib dan menyenangkan.

1) Tingkat kesadaran masyarakat pada program JBM

Salah satu bentuk kegiatan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar anak yaitu kegiatan Jam Belajar Masyarakat (JBM). Kegiatan ini dapat tercermin dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam mensukseskan program JBM seperti measang papan atau tulisan jam wajib belajar masyarakat di sudut-sudut kampung atau di pos siskamling.

Tingkat kesadaran masyarakat di Kampung Kepuh menurut pengamatan peneliti baik. Terlihat dari suasana kampung yang pada waktu JBM suasana begitu hening, jarang anak usia sekolah yang berada di luar rumah untuk kegiatan yang tidak perlu. Hal tersebut terungkap dari responden bapak WE selaku ketua RT 50 kampung Kepuh kepada peneliti:

“Kesadaran masyarakat terhadap program JBM ini cukup baik, mas. Masyarakat sadar bahwa pada waktu menjelang maghrib hingga pukul 21.00 anak-anak harus berada di rumah. Masyarakat yang tidak penting pada jam itu akan berusaha menjaga agar tidak menyalakan televisi. Mematikan kendaraannya agar suasana belajar anak-anak tidak terganggu. Selain itu para orang tua umumnya mereka mengawasi putra-putrinya dirumah untu belajar”. (Wawancara dengan bapak WE, tanggal 8 Desember 2013).

Tingkat kesadaran masyarakat yang kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pentingnya pendidikan pada JBM diharapkan juga oleh tokoh masyarakat seperti diungkapkan oleh bapak SH selaku Ketua RW 13:

“Tokoh masyarakat dapat berperan menjadi fasiltitator antara pihak orang tua dan pemerintah, dalam upaya meningkatkan kesadaran orang tua dalam memotivasi dan mendorong anak untuk belajar di rumah. Peran tersebut misalnya menjembatani bila ada orang tua yang merasa kesulitan untuk belajar, maka kami akan menghubungi UPT Dinas pendidikan untuk melakukan konseling masalah belajar anak”. (Wawancara dengan bapak SH, Ketua RW 13 Kapung Kepuh, 8 Desember 2013)

Kesimpulan yang dapat diambil oleh peneliti yaitu tingkat kesadaran masyarakat dan tokoh masyarakat terhadap program JBM sudah baik terbukti dengan kesadaran mereka mensukseskan program JBM di Kampung Kepuh. Berdasarkan penerapan jam malam itu akan dilakukan sejak pukul 18.00-21.00 WIB. Dimana kata Ketua RW, ketika waktu menunjukan pukul 19.00 WIB, akan ada alarm. TV untuk dimatikan agar semua peserta didik harus belajar.

2) Kesadaran masyarakat terhadap waktu JBM

Masyarakat dalam hal ini orang tua yang memiliki anak usia sekolah dianjurkan, bahkan diwajibkan untuk belajar. Meskipun orang tua yang tidak mengindahkan program ini tidak mendapatkan sangsi namun, diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral untuk menyukseskan program JBM. Kesadaran masyarakat ini dapat terungkap dalam wawancara peneliti dengan salah satu warga Kampung Kepuh.

“Kesadaran masyarakat dan orangtua boleh dikatakan baik. Mereka sudah mengerti jika pada jam 18.00-21.00 adalah waktunya untuk belajar masyarakat. Namun kesadaran ini menurut saya jauh lebih baik dahulu sekitar tahun 1990an dimana warga begitu antusias menanggapi program JBM. Dulu warga diingatkan dengan sirene atau kentongan untuk mengingatkan JBM tetapi sekarang dengan kesadaran tidak dingatkan lagi mereka sudah melaksanakannya”. (Wawancara dengan S, tanggal 8 Desember 2013).

Masyarakat yang aktif yaitu dalam melaksanakan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama, yang dapat diwujudkan dengan strategi penyadaran. Untuk keberhasilan program dimaksud, maka warga masyarakat dituntut untuk terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis, tetapi juga keterlibatan emosional pada program tersebut.

untuk melanjutkan program-program pemerintah yang berhubungan dengan kualitas pendidikan.

a) Tingkat kepatuhan masyarakat

Orang tua harus dengan sadar mematikan alat komunikasi dan lainnya setiap hari selama belajar yaitu pukul 18.00-20.00 WIB dalam keperluan memberikan kesempatan peserta didik untuk lebih mngoptimalkan waktunya untuk belajar. Sebagai orang tua sebaiknya turut memantau jam malam anak. Orang tua diminta pula untuk tidak menyalakan televisi, radio dan alat hiburan semacamnya. Pasalnya jika hal tersebut dilakukan oleh orang tua dan masyarakat akan mengganggu konsentrasi peserta didik dalam belajar, hal ini demi meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik. Selain itu untuk membudayakan pula kepada orang tua dan peserta didik bahwa belajar itu bukan harus dipaksa namun timbul dari kesadaran sendiri. Hal ini terungkap dari ungkapan yang sampaikan warga yang memiliki anak masih duduk dibangku kelas 3 SD kepada peneliti :

“Kepatuhan masyarakat dan orang tua terhadap waktu jam belajar sudah tinggi. Anak tidak diperbolehkan keluar rumah. Menurut saya tidak ada manfaatnya pelajar berkeliaran pada waktu jam belajar. Mereka harus ada di rumah untuk belajar atau tidur, jadi menurut saya suasana di kampung Kepuh ini sudah kondusif dalam melakanakan program JBM”. (Wawancara dengan bapak RD, tanggal 8 Desember 2013).

Masyarakat selaku orangtua tetap perlu memberi batasan kepada anak karena tanpa arahan dan batasan, anak tidak akan belajar tentang arti disiplin dan rasa tanggung jawab.

b) Kesepakatan Masyarakat

Dalam kegiatan JBM warga kampung Kepuh telah bersepakat waktu jam belajar adalah pukul 18.00 hingga pukul 21.00. Dan dari waktu tersebut umumnya warga menggunakan waktu tersebut untuk aktivitas belajar anak-anaknya. Dengan demikian apabila sesungguhnya waktu untuk belajar di rumah masih cukup banyak tergantung masing-masing individu.

“Masyarakat sebenarnya secara formil tidak ada kesepakatan terhadap JBM. Pernah ada suatu rapat RT dimanan ketua RT menggagas bila jam 18.00-21.00 merupakan jam untuk belajar anak di rumah. Tidak ada aturan khusus dari RT, RW maupun kelurahan. Masyarakatpun tidak merasa keberatan dengan kesepakatan non formal tesebut” (Wawancara dengan Ibu NP, tanggal 8 Desember 2013).

Prestasi belajar merupakan tolak ukur keberhasilan dari hasil aktivitas belajar yang telah dilakukan, meskipun anggapan ini masih perlu dipertanyakan. Karena aktivitas belajar tidak dapat dinilai dalam ranah kognitif, namun pada kenyataannya nilai (angka) yang diraih sebagai simbol untuk mengukur sudah menjadi kesepakatan bersama dalam dunia pendidikan yang ada.

c) Kenyamanan warga dalam kegiatan belajar

Pengurus lingkungan juga berperan dalam memantau lingkungan agar para siswa sekolah dapat belajar dengan tenang dan nyaman. Artinya, lanjut dia, para pengurus RT dan RW dihimbau efektif membuat terobosan guna menyukseskan program ini. Misalnya dengan membentuk kelompok belajar. Bisa juga membentuk bimbingan belajar dengan mendatangkan guru. Materi belajarnya bisa materi pelajaran sekolah. Bisa juga mengerjakan PR dan belajar jelang ulangan umum.

“Tidak ada yang salah dengan keinginan tersebut. Namun orang tua juga sebaiknya menciptakan situasi dan kondisi yang cukup kondusif agar anak merasa nyaman untuk belajar. Cara yang praktis untuk menciptakan kenyamanan belajar adalah dengan mendampingi anak saat belajar. Kenapa sebaiknya didampingi? Pelajaran dapat membuat anak merasa tertekan, takut, atau mungkin enggan untuk belajar. Ketika didampingi, anak akan merasa bahwa ia tidak sendirian dalam menghadapi pelajaran dan ia dapat merasa orang tuanya tahu apa yang dihadapinya. (Wawancara dengan bapak WE, tanggal 8 Desember 2013).

Orang tua dan masyarakat dituntut untuk dapat membentuk suasana belajar di rumah yang menyenangkan. Peran orang tua dalam embentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah antara lain dengan cara menciptakan budaya belajar yang nyaman dan kondusif di rumah. Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan belajar. Menciptakan situasi yang demokratis

di rumah agar tukar pendapat dan pikiran sebagai sarana belajar dan membelajarkan. Jangan membebankan dan memberi tugas pada waktu anak sedang belajar.

Dokumen terkait