• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. PEWILAYAHAN CURAH HUJAN DI SENTRA PRODUKSI

2.3. Hasil dan Pembahasan

2.3.2. Ekivalensi Data Curah Hujan Antar Stasiun

Analisis gerombol dengan metode fuzzy menghasilkan nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun pada tahun El-Nino, tahun La-Nina dan tahun Normal. Kisaran nilai-nilai ekivalensi curah hujan bulanan antar stasiun di Pantura Banten, Pantura Jawa Barat dan Kabupaten Garut menurut skenario kondisi anomali iklim El-Nino, La-Nina dan Normal disajikan pada Tabel 3. Pada tahun Normal, lebar kisaran nilai ekivalensi terkecil terjadi di Pantura Banten, yaitu sebesar 0,24 berada pada kisaran nilai 0,71-0,95 dengan nilai tengah 0,82. Lebar kisaran nilai ekivalensi yang terbesar terjadi di Kabupaten Garut, yaitu sebesar 0,62 pada kisaran nilai 0,33-0,95 dengan nilai tengah 0,88. Di Pantura Jawa Barat, lebar kisaran nilai ekivalensi adalah sebesar 0,29 pada kisaran nilai 0,67-0,96 dengan nilai tengah 0,90.

Tabel 3. Kisaran nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun di lokasi penelitian pada tahun El-Nino, tahun La-Nina dan tahun Normal.

Kisaran Nilai Ekivalensi Data Curah Hujan Antar Stasiun Kabupaten/Wilayah

El-Nino La-Nina Normal

Wilayah Pantura Banten 0,58–0,96 (0,85) 0,54–0,95 (0,87) 0,71–0,95 (0,82) Wilayah Pantura Jawa Barat

(Karawang-Subang) 0,68–0,96 (0,90) 0,71–0,96 (0,87) 0,67–0,96 (0,90) Wilayah Kabupaten Garut 0,50–0,93 (0,80) 0,19–0,89 (0,85) 0,33–0,95 (0,88)

Catatan: Angka di dalam kurung menunjukkan median dari kisaran nilai ekivalensi data curah hujan antar stasiun.

Pada tahun Normal tingkat keseragaman curah hujan di Pantura Banten lebih besar dibandingkan wilayah Pantura Jawa Barat maupun Kabupaten Garut, sebaliknya keberagaman data curah hujan di Kabupaten Garut lebih besar dibandingkan wilayah Pantura Banten maupun Pantura Jawa Barat. Diduga hal ini disebabkan oleh posisi stasiun-stasiun curah hujan di wilayah Pantura Banten yang terletak pada topografi, fisiografi dan ketinggian yang relatif sama, yaitu pada lahan yang berfisiografi datar hingga bergelombang dengan ketinggian tidak lebih dari 500 meter dpl. Hanya beberapa stasiun yang terletak di tempat yang fisiografinya berbukit hingga bergunung dengan ketinggian lebih dari 500 meter dpl. Di Kabupaten Garut, stasiun-stasiun curah hujan menyebar pada topografi, fisiografi, ketinggian dan toposekuens yang sangat beragam. Di Pantura Jawa Barat letak stasiun-stasiun curah hujan umumnya pada topografi, fisiografi, ketinggian, dan toposekuens yang seragam, kecuali beberapa stasiun yang terletak di bagian selatan Kabupaten Subang, terletak pada topografi, fisiografi, ketinggian yang relatif lebih beragam.

Pada tahun El-Nino, lebar kisaran nilai ekivalensi terkecil terjadi di Pantura Jawa` Barat, yaitu sebesar 0,28 berada pada kisaran nilai 0,68-0,96 dengan nilai tengah 0,90. Lebar kisaran nilai ekivalensi yang terbesar terjadi di

Kabupaten Garut, yaitu sebesar 0,43 pada kisaran nilai 0,50-0,93 dengan nilai tengah 0,80. Di Pantura Banten, lebar kisaran nilai ekivalensi adalah sebesar 0,38 pada kisaran nilai 0,58-0,96 dengan nilai tengah 0,85.

Pada tahun La-Nina, lebar kisaran nilai ekivalensi terkecil terjadi di Pantura Jawa` Barat, yaitu sebesar 0,25 berada pada kisaran nilai 0,71-0,96 dengan nilai tengah 0,87. Lebar kisaran nilai ekivalensi yang terbesar terjadi di Kabupaten Garut, yaitu sebesar 0,70 pada kisaran nilai 0,19-0,89 dengan nilai tengah 0,85. Di Pantura Banten, lebar kisaran nilai ekivalensi adalah sebesar 0,41 pada kisaran nilai 0,54-0,95 dengan nilai tengah 0,87.

Pemaparan di atas menggambarkan bahwa secara umum di ketiga wilayah terdapat perubahan yang berbeda pada tingkat ekivalensi data curah hujan antar stasiun pada saat terjadi anomali iklim El-Nino maupun La-Nina dibvandingkan pada saat tahun Normal. Rata-rata tingkat ekivalensi data curah hujan antar stasiun pada saat terjadi anomali iklim di Pantura Banten meningkat atau lebih tinggi dibandingkan pada tahun Normal, di Pantura Jawa Barat lebih rendah atau sama dengan pada tahun Normal, sedangkan di wilayah Kabupaten Garut selalu lebih rendah daripada tahun Normal. Hal ini menunjukkan bahwa adanya anomali iklim El-Nino dan La-Nina meningkatkan tingkat keberagaman data curah hujan antar stasiun di Pantura Jawa Barat dan wilayah Kabupaten Garut, sebaliknya menurunkan tingkat keberagaman data curah hujan antar stasiun di Pantura Banten.

Membandingkan tingkat ekivalensi data curah hujan antara wilayah satu dengan lainnya, terlihat bahwa di wilayah Kabupaten Garut memiliki tingkat ekivalensi data curah hujan yang selalu lebih rendah dibandingkan wilayah Pantura Benten dan Pantura Jawa Barat pada saat terjadi anomali iklim El-Nino dan La-Nina. Sedangkan pada tahun Normal, tingkat ekivalensi data curah hujan di Pantura Banten selalu lebih rendah dibandingkan Pantura

Jawa Barat dan Kabupaten Garut. Diduga bahwa kondisi lokal seperti topografi dan pola penutupan lahan, kondisi iklim global, dan interaksi keduanya turut berperanan dan mempengaruhi kondisi curah hujan yang menggambarkan adanya perubahan tingkat ekivalensi antar stasiun di ketiga wilayah tersebut.

Tabel 4. Jumlah wilayah hujan yang dapat terbentuk di lokasi studi berdasarkan beberapa nilai ekivalensi antar stasiun hujan pada tahun El-Nino, tahun La-Nina dan tahun Normal.

Nilai ekivalensi data curah hujan antar stasiun Skenario Anomali Iklim 0,90 0,85 0,80 0,75 0,70 0,65 0,60 <0,55 Nilai ekivalensi utk membentuk satu wilayah Wilayah Banten El-Nino 31 16 6 5 3 3 2 1 0,58 La-Nina 34 8 4 2 2 2 2 2 0,54 Normal 50 25 16 3 1 1 1 1 0,71 Wilayah Karawang-Subang El-Nino 16 9 5 3 2 1 1 1 0,68 La-Nina 48 13 7 2 1 1 1 1 0,71 Normal 24 13 5 4 3 1 1 1 0,67 Wilayah Garut El-Nino 11 7 4 2 2 2 2 2 0,50 La-Nina 13 5 5 3 2 2 2 2 0,19 Normal 6 4 3 2 2 2 2 2 0,33

Pada tingkat ekivalensi yang lebih tinggi maka akan semakin banyak wilayah hujan yang terbentuk, sebaliknya apabila hasil pengelompokkan hanya diharapkan pada satu atau beberapa wilayah saja maka diperlukan tingkat ekivalensi yang lebih rendah. Semakin rendah tingkat ekivalensi, maka semakin sedikit wilayah hujan yang terbentuk. Tabel 4 menyajikan hubungan antara nilai ekivalensi data curah hujan bulanan antar stasiun dengan jumlah wilayah hujan yang dapat dibentuk. Terlihat bahwa pada tingkat ekivalensi 0.90 di Banten dapat dibentuk 31 wilayah hujan pada tahun El-Nino, 34 wilayah hujan pada tahun La-Nina dan 50 wilayah hujan pada tahun Normal. Sebaliknya pada tingkat ekivalensi 0,55, pada tahun El-Nino dan tahun

Normal, seluruh stasiun yang dianalisis di Banten dapat dikelompokkan menjadi satu wilayah hujan, sedangkan pada tahun la-Nina dapat dikelompokkan menjadi dua wilayah hujan. Dengan demikian perlu ditentukan jumlah wilayah hujan yang ideal dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti topografi, penggunaan lahan, fisiografi, dan lain sebagainya.

Dokumen terkait