• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PANESE CANDLESTICK

E. Ekonomi Regional

Ekonomi regional membicarakan kegiatan ekonomi antar negara di dalam suatu kawasan. Kegiatan ekonomi yang dilakukan suatu negara dengan negara lain pasti berpengaruh terhadap ekonomi dalam negeri negara-negara yang melakukannya. Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ekonomi dalam negeri dapat melihat atau menganalisis neraca pembayaran suatu Negara.

“Neraca Pembayaran (balance of payment) adalah ikthisar sistematis dari semua transaksi ekonomi dengan luar negeri selama jangka waktu tertentu, dinyatakan dalam uang (biasanya dollar)” (Suseno, 2002:81). Neraca pembayaran merangkum seluruh kegiatan ekonomi suatu Negara dengan Negara lain dalam jangka waktu tertentu (biasanya 1 tahun) menjadi sebuah catatan yang ringkas dan sistematis. Teknik pembukuan neraca pembayaran ditetapkan oleh IMF (International Monetary Fund), dengan setiap transaksi yang menambah devisa negara dicatat dengan tanda positif (+) dan sebaliknya jika mengurangi devisa dicatat dengan tanda negative (-).

Neraca pembayaran memuat 6 faktor, yaitu:

1. Neraca perdagangan, memuat ekspor dan impor barang migas dan non migas.

2. Neraca jasa, memuat transaksi jasa migas dan non migas.

3. Transaksi berjalan, memuat jumlah antara neraca perdagangan dan neraca jasa. Jika hasil (-) bearti defisit, dan (+) berarti surplus. Untuk mengatasi deficit dalam transksi berjalan kadang-kadang digunakan SDR (Special

Drawing Right). Ada 3 persoalan yang dapat menimbulkan defisit

a. Defisit neraca perdagangan > surplus neraca jasa.

b. Defisit neraca jasa > surplus neraca perdagangan.

c. Defisit neraca perdagangan dan defisit neraca jasa.

4. Neraca lalu lintas modal, memuat lalu lintas modal pemerintah netto (selisih pinjaman dengan pelunasan hutang pokok) dan lalu lintas modal swasta netto (selisih penerimaan PMA dengan pembayaran BUMN).

5. Selisih yang belum diperhitungkan (error and emission).

6. Neraca lalu lintas moneter, memuat perubahan cadangan devisa. Tanda (+) menunjukkan terjadi pengurangan cadangan devisa dan tanda (-) terjadi penambahan cadangan devisa (Suseno, 2002:82-83).

Rasio perdagangan internasional digunakan untuk mengukur apakah neraca perdagangan suatu Negara lebih didominasi oleh ekspor atau impor (Suseno, 2002:88). Rasio ini menggunakan angka koefisien yang berkisar 1 (dominasi ekspor) sampai -1 (dominasi impor).Variabel yang sering diperbandingkan adalah komoditi primer dan komoditi industri, tetapi komoditi migas dan non migas dapat diperbandingkan pula. Rumus rasio perdagangan internasional adalah (Suseno, 2002:88):

M X M X RPI + − =

Perdagangan antar Negara sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Kegiatan ini sudah terjadi sejak manusia mengenal mata uang sebagai alat tukar.

Perdagangan antar Negara menjadi semakin intens sejak akhir abad 20 dengan munculnya istilah globalisasi. Globalisasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi regional. Pengaruh ini perlu diperhatikan karena wilayah Asia Tenggara mempunyai tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perdagangan internasional, sedangkan perdagangan regional Asia Tenggara memiliki kontribusi sekitar 20% dari total perdagangan. Dalam kerangka ini kita perlu mengetahui lebih jelas mengenai globalisasi serta pengaruhnya terhadap Asia Tenggara.

Globalisasi menurut B. Herry Priyono dan A. Prasetyanto memiliki 2 pengertian, yaitu sebagai proses menyatunya pasar dunia menjadi 1 pasar dan sebagai obat kuat untuk membuat ekonomi menjadi “lebih efisien” dan “lebih sehat” menuju kemajuan masyarakat dunia (Mubyarto dalam

http://www.ekonomipancasila.org/artikel 05.htm). Menurut pendapat ini, globalisasi adalah sebuah proses yang seharusnya terjadi, tidak dapat dihindari untuk mencapai kemajuan dan kemakmuran ekonomi dunia. Sesuai dengan pendapat T.L Friedman, yang melihat globalisasi ekonomi sebagai mendemokrasikan, keuntungan yang besar dan tidak dapat ditahan (T.Muraok dalam http://www.toda.org/grad/oxford/muraoka.html) Pendapat ini mewakili kelompok pendukung globalisasi yang menginginkan agar setiap Negara membuka ekonominya untuk membentuk ekonomi global dan mengecam Negara yang menutup diri karena Negara yang menutup diri akan menjadi “losser” dan yang segera membuka diri akan menjadi “winner” dalam proses globalisasi.

David Korten seorang President of the People-Centered Development Forum, di New York menolak ide globalisasi. Globalisasi baginya adalah sebuah mitos yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang salah (T. Muraok dalam http://www.toda.org/grad/oxford/muraoka.html) Pendapat David didukung oleh observasi yang dilakukan PBB bahwa globalisasi telah menciptakan system yang tidak stabil karena ketergantungannya terhadap AS,

“… The stability of world economy is currently highly dependent and interconnected to the condition of United Stated economy… the most impoverish parts of the globe-The Africans LCDs- continue in object poverty and express the need for debt relief and continuance of foreign aid” (T. Muraok dalam http://www.toda.org/grad/oxford/muraoka.htm).

Pendapat David memang didukung oleh hasil observasi PBB tetapi Ia gagal memberikan alternatif yang lebih konstruktif dibandingkan globalisasi.

Pengaruh globalisasi terhadap Asia Tenggara adalah disepakatinya Asean

Free Trade Area (AFTA). AFTA bertujuan untuk menciptakan pasar yang lebih

besar sehingga dapat menarik investasi asing melalui mekanisme penurunan tariff dan pengurangan hambatan-hambatan (barriers) lain (herbig,

http://www.geocities.com). Pembentukan AFTA diharapkan dapat

mempersiapkan negara-negara Asia Tenggara menjadi lebih siap menyambut globalisasi. Sehingga, negara-negara Asia Tenggara dapat menjadi tuan rumah di

ekonomi kawasan. Clauss Sudhoff dalam

http://www.asean.or.id/clauss_sudhoff.htm, mantan European Chamber of

Commerce of The Philipines President, mengatakan bahwa negara-negara Asia

1. Menciptakan blok yang dapat meningkatkan posisi tawar yang lebih baik WTO.

2. Menegosiasikan waktu yang tepat untuk penerapan pengurangan tariff di pasar ASEAN untuk menghadapi negara-negara dari luar kawasan.

3. Memperkecil kesenjangan diantara negara-negara anggota ASEAN.

4. Menyediakan waktu untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan di ASEAN sehingga dapat melayani pasar di ASEAN dan mengekspor keluar kawasan dan bahkan sanggup bersaing dengan perusahaan-perusahaan dari luar kawasan.

Pendirian blok perdagangan memiliki 2 efek ekonomi bagi para anggotanya (http://www.business.vu.edu.au):

1. Trade creation : Peningkatan volume perdagangan diantara

anggota-anggota blok perdagangan.

2. Trade diversion : Penurunan volume perdagangan diantara anggota-

anggota-anggota blok perdagangan. Hal ini dapat disebabkan negara-negara anggota lebih berorientasi ke negara-negara luar anggota.

Menurut Elliot dan Ikemoto dalam les.man.ac.uk/ses/research/Discussion_paper_0311.pdf (17-21), pada tahun

1993-1997 setelah ditandatangani perdirian AFTA trade creation justru menurun yang berarti terjadi peningkatan trade diversion hal ini disebabkan munculnya competitor dari negara-negara industri baru dan muculnya kekuatan ekspor dari China, Amerika Selatan dan Eropa Timur. Trend peningkatan trade creation terjadi setelah peristiwa krisis mata uang. Krisis ini mendorong

negara-negara di kawasan ASEAN untuk mengubah orientasi perdagangannya dari orientasi keluar kawasan menjadi lebih berorientasi ke dalam, melemahnya mata uang negara-negara anggota ASEAN selama krisis moneter memiliki kontribusi turunnya kompetitivitas produk-produk mereka dibandingkan negara-negara lain. Perubahan orientasi perdagangan membuat AFTA menjadi lebih menarik dan menimbulkan dorongan yang lebih besar untuk terwujudnya integrasi ekonomi.

Keuntungan dan kerugian dari terwujudkan integrasi ekonomi adalah (http://www.business.vu.edu.au):

1. Keuntungannya adalah munculnya konsensus yang lebih besar dan kerja sama politik.

2. Kerugiannya:

a. Meningkatkan pengangguran. b. Kehilangan kedaulatan negara.

Dokumen terkait