• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

2. Klasifikasi Saham

Saham biasa diklasifikasikan menjadi beberapa kategori menurut karakteristik, nilai kapitalisasi, fundamental dan kondisi perekonomian serta industri. Klasifikasi ini bertujuan untuk memudahkan investor dalam memilih saham. Pemilihan saham dilakukan oleh investor berdasarkan beberapa pertimbangan. Petimbangan itu bersifat personal sehingga masing-masing berbeda dalam menentukan investasinya.

Menurut karakteristik yang dimiliki saham dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Saham preferen (preferred stock)

Menurut Riyanto (2001:180), saham preferen adalah saham yang disertai dengan preferensi tertentu diatas saham biasa dalam hal pembagian deviden dan pembagian kekayaan dalam pembubaran perusahaan. Jadi pemegang saham preferen memperoleh keistimewaan dari emiten, dalam hal pembagian deviden dan kekayaan perusahaan dibandingkan pemegang saham biasa. Penjelasan yang lebih sederhana dikemukakan oleh Widoatmojo (2004:47), “Saham preferen merupakan gabungan (hybird) antara obligasi dan saham biasa”. Ini berarti saham preferen memberikan hasil yang tetap bagi investor seperti obligasi dan tidak memiliki jatuh tempo seperti saham.

Pemegang saham preferen berhak menerima pembagian deviden terlebih dahulu dibandingkan pemegang saham biasa dan jika perusahaan dilikuidasi pemegang saham preferen mendapat hak untuk

dinomorsatukan untuk dalam pembagian asset perusahaan dibandingkan pemegang saham biasa (Dwiyanti, 1999:13). Tetapi, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara.

b. Saham biasa (common stock)

Dalam bukunya yang berjudul “Wawasan Bursa Saham”, Dwiyanti (1999:12) menulis bahwa saham biasa adalah saham yang memberikan deviden yang tidak tentu bagi investor sesuai dengan keuntungan yang diperoleh emiten. Jika keuntungan yang diperoleh emiten besar maka investor akan memperoleh deviden yang besar pula. Hasil yang diterima sesuai dengan resiko yang dihadapi oleh investor. Saat emiten mengalami kenaikan kinerja maka akan lebih menguntungkan untuk berinvestasi pada saham biasa dari pada saham preferen

Menurut Yusuf (1993:317), “Pemegang saham biasa adalah merupakan pemilik yang paling pokok dalam perseroan. Mereka memiliki hak suara, turut menentukan dalam pembagian laba, menentukan penambahan saham baru atau mungkin juga dalam hal likuidasi perusahaan”. Kita dapat menarik kesimpulan dari pendapat ini bahwa pemegang saham biasa adalah pemilik utama perusahaan yang memiliki hak untuk ikut menentukan kebijakan-kebijakan strategis perusahaan, hak-hak ini tidak dimiliki oleh pemegang saham preferen.

Menurut Robert Ang, seperti yang ditulis oleh Sulistyastuti (2002:4) pemegang saham biasa memiliki hak untuk:

1). Berhak atas pembagian deviden perusahaan.

2). Berhak atas pembagian harta perusahaan (asset) jika emiten dilikuidasi.

3). Berhak mengeluarkan suara dalam RUPS.

4). Tanggung jawab terbatas, artinya tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas nilai saham yang dimilikinya dan tidak memiliki tanggung jawab secara pribadi yang menjadikan harta pribadi sebagai jaminan. Hal ini dijamin oleh UU PT No 1/1995 pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan pemegang saham biasa tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuatnya atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambil.

5). Hak untuk memesan saham terlebih dahulu (HMETD). Untuk menjaga proporsi kepemilikannya, pemegang saham lama menulis HMETD dalam pengeluaran saham baru yang bertujuan untu penembahan dana perusahaan yang berkaitan dengan right issue bukan IPO.

Saham biasa terdiri atas 2 jenis, yaitu saham atas unjuk dan saham atas nama. BEJ sampai saat ini hanya memperdagangkan saham atas nama (Widoatmojo, 2004:39).

Manurung dalam Sulistyastuti (2002:6) mengklasifikasikan saham berdasarkan pada nilai kapitalisasi yang beredar di bursa efek :

a. Big Cap: Kelompok saham yang berkapitalisai besar dengan nilai

diatas1 trilyun rupiah. Big Cap memberikan kontribusi 75%-80% dari seluruh kapitalisasi saham di BEJ yang berjumlah di bawah dari 40 perusahaan. Saham ini disebut juga sebagai index moverstock karena dapat menaikkan atau menurunkan IHSG, contoh: Telkom, GG, HM Sampoerna, Indosat, BCA, Medco, Indofood, Astra Int, Ramayana dan Semen Gresik. Saham-saham ini dikenal juga sebagai saham blue chip. Saham blue chip adalah saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang sudah mapan dan memiliki kinerja yang sangat bagus.

b. Mid Cap: Kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai

kapitalisasi 100 milyar rupiah – 1 trilyun rupiah. Saham-saham ini disebut juga sebagai baby blue chip atau saham lapis dua (second liner). Kontribusi terhadap nilai kapitalisasi di BEJ sebesar 15%-17% yang terdiri dari 145 saham.

c. Small Cap: Kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai

kapitalisasi di bawah Rp 100 milyar, disebut juga saham lapis ke-3. sebagian besar terdiri dati saham “tidur” yang labil. Kontribusi terhadap nilai kapitalisasi di BEJ sekitar 3% yang terdiri dari 150 saham.

Widoatmojo dalam Sulistyastuti (2002:7) mengklasifikasikan saham menjadi berdasarkan fundamental perusahaan dan kondisi perekonomian makro sebagai berikut:

a. Income stock: Saham yamg mampu memberikan deviden semakin

meningkat dari rata-rata deviden yang dibayarkan tahun sebelumnya. Indeks β<1

b. Growth stock: Emiten adalah perusahaan pemimpin (Market leader)

dalam industrinya dan cukup prospektif. Indeks β<1, contoh: Indofarma dan Kimia farma.

c. Speculative stock: Saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang

pendapatannya belum pasti, Indeks β>2 contoh: perusahaan eksplorasi minyak.

d. Cyclical stock: Kelompok saham yang pergerakannya searah ekonomi

makro, contoh: property, otomotif, industri dasar. Indeks β mendekati 1.

e. Defensive stock: Saham yang tidak terpengaruh perekonomian makro

dan turbulensi social politik. Emitennya adalah perusahaan yang memproduksi consumer goods, super market dan public utilities

contohnya: Unilever, Tancho, Indofood, Matahari, Hero, Telkom dan Indosat. Indeks β<1.

Berdasarkan klasifikasi industrinya BEJ mengklasifikasikan emiten kedalam 9 kategori (Arifin, 2002:139):

No KLASIFIKASI KETERANGAN

1 Industri Agrobisnis

Peternakan, Perikanan, Perkebunan, Kehutanan, dan sebagainya.

2 Industri Pertambangan

Minyak, Batu Bara, Timah, Gas Bumi, Emas, dan sebagainya.

3 Industri Dasar dan Kimia

Semen, Metal, Keramik, dan sebagainya.

4 Industri Aneka Produk

Otomotif, Mesin, Tekstil, Elektronik, dan sebagainya.

5 Industri Kebutuhan Sehari-hari

Makanan, Minuman, Obat-obatan, Rokok, dan sebagainya.

6 Industri Properti Gedung, Perumahan, Shopping Center, dan sebagainya.

7 Industri Infrastruktur Transportasi

8 Industri Keuangan

Bank, Asuransi, Sekuritas, dan sebagainya.

9 Industri

Pelayanan dan Perdagangan

Restoran, Super Market, Hotel, Penerbangan, dan sebagainya.

3. Keuntungan dan Kerugian

Setiap instrumen investasi memiliki potensi dan resiko yang berbeda-beda satu sama lain, begitu pun saham. Sebelum memilih saham sebagai instrumen investasi perlu kita ketahui keuntungan dan kerugiannya. Menurut Widoatmojo (2004:2), keuntungan dan kerugian berinvestasi dalam saham adalah:

a. Keuntungan:

1). Capital Gain, adalah keuntungan dari hasil menjual atau membeli saham berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dari pada nilai beli saham.

2). Deviden, bagian keuntungan perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham.

3). Saham perusahaan nilainya akan meningkat sejalan dengan waktu dan sejalan dengan perkembangan kinerja perusahaan.

4). Saham juga dapat dijaminkan ke bank sebagai agunan untuk memperoleh kredit.

b. Kerugian :

1). Capital Loss, kerugian dari hasil menjual atau membeli saham

berupa selisih antara nilai jual yang lebih rendah dari pada nilai beli saham.

2). Oppurtunity loss, kerugian berupa selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari investasi seandainya tidak terjadi penurunan harga dan tidak dibagikan deviden

3). Kerugian karena perusahaan dilikuidasi, namun nilai likuidasi yang dibagikan lebih rendah dari harga beli saham.

Dokumen terkait