• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

PANESE CANDLESTICK

F. Perilaku Investor

Perilaku (behaviour) adalah keputusan investasi yang diambil oleh investor dan frekuensi keputusan itu diambil (Wydeveld dalam http://www.sec-com.govt.NZ ). Keputusan investasi adalah tindakan untuk menjual atau membeli suatu saham, cara yang dipilih untuk melakukannya, berapa besar (jumlah saham) dan berapa harga yang pantas untuk menyelesaikan transaksi itu. Pengulangan keputusan investasi secara terus-menerus memunculkan pola-pola yang menarik untuk diteliti.

Studi mengenai perilaku investor mulai berkembang pada akhir tahun 80-an, setelah penelitian-penelitian yang dilakukan dekade tahun 70-an menunjukkan bukti yang menentang teori pasar effisien (efficient market hypothesis atau EMH). EMH menyatakan bahwa pasar selalu effisien dan harga suatu saham mencerminkan nilai (value) saham itu. Pasar effisien mensyaratkan setiap pelaku pasar bebas untuk mengakses informasi. Dengan kata lain, informasi mengenai suatu saham dan pasar menyebar secara merata kepada pelaku pasar. Dalam pasar yang effisien keputusan yang diambil investor selalu rasional, berarti investor harus selalu netral dan bebas dari emosi agar dapat mengolah informasi yang diterima secara rasional. Jika sebaliknya yang terjadi maka keputusan investor menjadi tidak rasional (irasional). EMH tidak dapat menjelaskan mengapa investor tidak selalu dapat bersikap rasional. Studi mengenai perilaku investor mencoba menjelaskan mengapa investor dapat bertindak rasional dan irasional dalam menanggapi suatu informasi.

1. ProspectTheory

Kahneman dan Tversky (1979) seperti yang ditulis oleh Mangion (2004:8) menyatakan bahwa perasaan kalah yang dialami investor lebih besar dari pada perasaan menang. Saunders (2004) mengutip dari econometrica, menyatakan bahwa investor lebih memiliki prospektif kalah 2 kali lebih besar dari pada prospektif menang. Hal ini menjelaskan tindakan yang diambil investor untuk selalu berusaha menutup kekalahannya (cut

their losses) meskipun kekalahan itu belum tentu terjadi. Tindakan ini

Perceived payoff “gain” B A Share price C Threshold/initial price

Perilaku “Sell the winner and run the loser” dijelaskan dalam grafik diatas Pada titik A, harga naik tidak terlalu tinggi sehingga kenaikan Rp 100 memiliki probabilitas yang sama dengan penurunan Rp100. Pada titik ini investor dapat bertindak rasional, kesempatan untuk terjadi kenaikan atau penurunan harga 50:50. Investor cenderung untuk tetap memegang saham itu.

Pada titik B, harga naik terlalu tinggi sesuai dengan prospect theory

investor melihat penurunan Rp 100 memiliki probabilitas yang lebih besar dari pada kenaikan Rp 100. Ini mendorong investor menjual saham itu karena investor melihat kemungkinan penurunan harga lebih besar dari pada kemungkinan kenaikan harga (Saunders, 2004). Hal ini terjadi karena penilaian investor mengalami bias atau irasional. Saunders menyatakan sebenarnya probabilitas untuk terjadi kenaikan ataupun penurunan harga tetap 50:50. Tetapi, pada titik B kenaikan harga sangat tinggi melebihi harapan investor karena berdasarkan pengalaman masa lalu harapan investor terhadap saham lebih rendah dari pada harga saat ini. Akibatnya investor melihat kemungkinan harga

turun lebih besar dari pada kenaikan harga, sehingga investor memutuskan untuk menjual (sell the winner). Padahal, probabilitas naik atau turun tetap 50:50 (Practical Investor Journal).

Pada titik C harga turun sedikit sehingga kenaikan Rp 100 memiliki probabilitas lebih besar dari pada penurunan Rp 100. Seperti pada titik B penilaian investor mengalami bias. Investor melihat kemungkinan terjadi kenaikan harga lebih besar dari pada penurunan karena harga masa lalu lebih tinggi dari pada harga saat ini. Kecenderungan investor adalah membeli saham itu (run the loser). Ini menjelaskan tindakan cut the losses yang dilakukan oleh investor.

Pendekatan Neo Freudian menjelaskan bahwa Ego adalah bagian rasional dari kepribadian kita berkembang tidak sempurna. Kita lebih cenderung memperhatikan informasi yang mendukung pendapat (beliefs) kita dari pada yang menentang. Pada titik B dan C investor lebih mencari pembenaran tindakan dari pada bersikap netral terhadap informasi. Sehingga mereka berpikir probabilitas terjadi kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50:50.

2. RegretTheory

“Teori ini menjelaskan reaksi emosional investor yang telah mengambil keputusan salah. Saat investor mengambil keputusan yang salah untuk membeli saham yang ternyata turun dan tidak membeli saham yang naik performanya investor cenderung untuk menolak menjual saham yang telah turun performanya” (Mangion, 2004:10).

Penolakan ini disebabkan perasaan malu yang dialami investor jika investor mengakui bahwa mereka telah salah mengambil keputusan.

Shwartz mengemukakan, “They prefer to lose money than admit they’re wrong” (Saunders, 2004, http://www.martincurrie.com).

Pendekatan Neo Freudian memandang prilaku ini disebabkan investor dikendalikan oleh Id. Id adalah tahap berpikir pra logika, yang dikendalikan oleh “Prinsip kepuasan” (Saunders, 2004). Dalam Id, tidak dikenal konsep masa depan tetapi hanya masa kini. Dalam konteks regret theory saat kita mengakui kesalahan maka Id akan merasa tidak nyaman. Mengabaikan masa depan (informasi terbaru) Id memutuskan untuk tidak mengakuki kesalahan yang berarti “run the loser”.

3. Herding

Herding adalah prilaku investor yang dipengaruhi oleh tindakan yang diambil oleh investor lain atau “follow the leader”. Dalam prilaku ini investor bertindak tidak berdasarkan rasionalitas tetapi reaktif terhadap tindakan investor lain. Herding menyebabkan analis menjadi overestimates

(terlalu optimis) atau underestimates (terlalu pesimis). Hal ini mendorong terjadi situasi ekstrem, kenaikan yang tinggi disusul penurunan yang tajam karena panik. Pasar menjadi oversold atau overbought dan fundamental dilupakan (Mangion, 2004:9). Secara psikologis perasaan kalah investor dapat diperkecil dengan mengatakan “setiap orang melakukannya”, sehingga kekalahan tidak ditanggung secara personal.

4. Instrinsik Motivator

“Investor are not solely motivated by the maximization of expected returns. There may well instrinsic reward associated with an investment”

(Mangion, 2004:11). Keputusan untuk memiliki saham tertentu tidak hanya didasarkan oleh maksimalisasi keuntungan tetapi ada faktor-faktor lain yang dapat berhubungan dengan keputusan ini. Faktor-faktor itu dapat berupa kepentingan-kepentingan lain diluar perhitungan ekonomi seperti kedekatan dengan pejabat pemerintah, keinginan untuk terjun di dalam industri tertentu seperti perbankan, mendapatkan perusahaan yang sangat diinginkan, keinginan untuk menabung dihari tua dan lain-lain.

5. Investor’sPride

Penelitian yang dilakukan oleh Bernstein (1996) yang dikutip oleh Mangion (2004:20-21) menemukan bahwa investor secara umum merasa sangat yakin terhadap intuisi mereka yang akhirnya mendorong mereka pada sebuah ilusi dan penilaian yang salah. Sering kali investor berpikir bahwa pilihan mereka didasarkan pada “superior information” tanpa menyelidiki terlebih dahulu apakah informasi tersebut juga diketahui oleh “lawan” mereka dalam perdagangan. Penelitian yang sama juga menyimpulkan investor cenderung memilih sekuritas yang mereka kenal baik (have touched) atau dipilih secara personal. Dalam hal ini, investor memperoleh kebanggaan (pride) dilihat sebagai pemain dalam pasar saham.

Dokumen terkait