• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKONOMI SYARI’AH

III.1. Sejarah Perkembangan

Masa pertumbuhan perekonomian syari’ah terjadi pada awal berdirinya negara Islam di Madinah, meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah sistem ekonomi tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara perbuatan segala dasar dan praktek ekonomi syari’ah sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar (PT) tentunya pada saat itu belum ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal (rumah harta). Fungsinya untuk tempat menyimpan harta negara yang diperoleh

dari sodaqoh dan zakat masyarakat

Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada abad ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi syari’ah di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya. Namun kaidah-kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang tercecer dalam buku-buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku-buku dengan judul ekonomi Islam

Beberapa karya fiqih yang mengetengahkan persoalan ekonomi, yaitu fiqih Mazdhab Maliki: Al-Mudawwanah al-Kubro karya Imam Malik (93-179 H), Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd (wafat 595 H), Al-Jami’ Li Ahkam al-Quran karya Imam al-Qurthubi (wafat 671 H), Al-Syarhu al-Kabir karya Imam Ahmad al-Dardir (wafat 1201 H). Fiqih Mazdhab Hanafi: Ahkam al-Quran karya Imam Abu Bakar Al-Jassos (wafat 370 H), Al-Mabsut karya Imam Syamsuddin Syarkhsi (wafat 483 H), Tuhfah Fuqoha karya Imam Alauddin al-Samarqandu (wafat 540 H), Bada’i al-Sona’i karya Imam Alauddin Al-Kasani

(wafat 587 H)

01/02/2009 10:38).

Fiqih Mazdhab Syafi’I: Umm karya Imam Syafi’I (150-204 H), Al-Ahkam al-Sulthoniyah karya Al-Mawardi (wafat 450 H), Al-Majmu’ karya Imam An-Nawawi (wafat 657 H), Al-Asybah Wa al-Nadzoir karya Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H), Nihayah al-Muhtaj karya Syamsuddin al-Romli (wafat 1004 H). Fiqih Mazdhab Hambali: Al-Ahkam al-Sulthoniyah karya Qodhi Abu Ya’la (wafat 458 H), Al-Mughni karya Ibnu Qudamah (wafat 620 H), Al-Fatawa al-Kubro karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H), A’lamul Muwaqi’in karya Ibnu qoyyim al-Jauziyah (wafat 751 H), dan kitab Al-Muhalla karya Ibnu Hazm

Dari kitab-kitab tersebut, bila dikaji, maka akan ditemukan banyak hal tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi Islam, baik sebagai sebuah sistem maupun keterangan tentang solusi Islam bagi problem-problem ekonomi pada masa itu. Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” misalnya,

memberi penjelasan tentang kewajiban negara menjamin kesejahteraan minimal bagi setiap warga negara. Konsep ini telah melampaui pemikiran ahli ekonomi saat ini. Demikian pula halnya dengan karya-karya fiqih lain, ia telah meletakkan konsep-konsep ekonomi syari’ah, seperti prinsip kebebasan dan batasan berekonomi, seberapa jauh intervensi negara dalam kegiatan roda ekonomi, konsep pemilikan swasta (pribadi) dan pemilikan umum

Meskipun permasalahan ekonomi telah dibahas secara acak pada buku-buku fiqih, namun pada fase ini terdapat juga karya-karya tentang ekonomi Islam yang membahas secara khusus tentang ekonomi. Karya-karya ini tentunya telah mendahului karya-karya ahli ekonomi Barat saat ini, sebab karya-karya kaum muslimin dalam bidang ini telah ada sejak abad ke 7 M. Karya-karya tersebut antara lain: Kitab Al-Khoroj karya Abu Yusuf (wafat 182 H/762 M) Abu Yusuf adalah seorang qadli (hakim) pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Pada saat itu Harun al-Rasyid meminta beliau menulis tentang pendapatan negara dalam bentuk khoroj (sejenis pajak), zakat, jizyah dan lainnya untuk dijadikan pegangan hukum negara (semacam KUHP sekarang)

Kitab Khoroj karya Imam Yahya al-Qursyi (204 H/774 M) Kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid bin Salam (wafat 224 H/774 M) kitab ini telah banyak ditahkik dan dita’liq (dikomentari) oleh Muhammad Hamid Al-Fahi, salah seorang ulama Al-Azhar. Kitab ini pun termasuk kitab terlengkap dalam membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan harta di Daulah Islamiyah.

Al-Iktisab Fi al-Rizqi karya Imam Muhammad al-syaibani (wafat 334 H/815 M), dan karya-karya lainnya seperti karya Ibnu Kholdun, Al-Maqrizi, Al-Aini dan lain-lain Di penghujung abad 14 dan 15 M merupakan titik awal bagi adanya aliran keilmiahan dalam bidang ekonomi modern. Bahkan Syaikh Mahmud Syabanah, mantan wakil rektor Al-Azhar menyatakan bahwa kitab “Mukaddimah” karya Ibnu Kholdun yang terbit pada tahun 784 H atau sekitar abad 13 hingga 14 M adalah bentuk karya yang mirip dengan karya Adam Smith, dalam karyanya ibnu Kholdun juga menulis tentang asas-asas dan berkembangnya peradaban, produktifitas sumber-sumber penghasilan, bentu-bentuk kegiatan ekonomi, teori harga, migrasi penduduk dan lain-lain. Sehingga isi kedua karya ini hampir sama perbedaannya hanya terletak pada kondisi dan lingkungan

Masa kemunduran ekonomi Islam terjadi pada saat ditutupnya pintu ijtihad dalam berbagai perubahan di bidang sosial kemasyarakatan oleh para ulama, hal ini disebabkan karena para ulama seakan tidak siap dan berani untuk langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahan-perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat imam-imam mazdhab terdahulu dalam mengambil suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu keislaman lebih bersifat pengulangan dari pada bersifat penemuan. Tradisi taklid ini menimbulkan kemacetan dalam menggali ilmu-ilmu baru, khususnya dalam menjawab hajat manusia di bidang ekonomi. Padahal ijtihad adalah sumber kedua Islam setelah al-Quran dan as-Sunnah dan pukulan telak terhadap Islam adalah ketika ditutupnya

Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad 19 M, hubungan antara sebagian masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang. Sebagaimana juga telah terhentinya studi-studi tentang ekonomi Islam, hingga sebagian orang telah lupa sama sekali bahkan ada sebagian pihak yang mengingkari istilah “ekonomi syari’ah”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal-hal ibadah dan persoalan perdata saja, lebih ironis lagi sebagian hal-hal itu pun masih jauh dari ajaran Islam yang benar. Meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas usaha-usaha telah dilakukan, antara lain: Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain-lain. Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa seminar dan muktamar, antara lain: Muktamar Internasional tentang fiqih Islam pertama yang diadakan di Paris tahun 1951 dibahas masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi,

riba dan konsep pemilikan

Muktamar Fiqih Islam kedua diadakan di Damaskus pada bulan April 1961. Dalam muktamar tersebut dibahas tentang asuransi dan sistem hisbah (pengawasan) menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam ketiga diadakan di Kairo pada Mei 1967, membahas tentang asuransi sosial (takaful) menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam keempat diadakan di Tunis pada bulan Januari 1975, membahas masalah pemalsuan dan monopoli. Muktamar Fiqih Islam kelima diadakan di Riyadh pada bulan Nopember 1977 membahas tentang sistem

pemilikan dan status sosial menurut Islam. Muktamar Fiqih Islam sedunia, diadakan di Riyadh yang diorganisir oleh Universitas Imam Muhammad bin Saud pada tanggal 23 Oktober hingga Nopemebr 1976, membahas tentang perbankan Islam antara teori dan praktek dan pengaruh penerapan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat. Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo dalam hal ini sedikitnya telah delapan kali mengadakan muktamar yang membahas tentang

ekonomi Isla

01/02/2009 10:38).

Muktamar Ekonomi Islam Internasional, antara lain: Muktamar Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di Makkah pada tanggal 21-26 Pebruari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di London pada bulan Juli 1977. Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam, baik dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita temukan di toko-toko buku. Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini ditandai dengan berdirinya bank-bank Islam, baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam skala internasional misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/Bank Pembangunan Islam) yang kantornya berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen establishing the islamic Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2 disebutkan bahwa salah satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah melaksanakan penelitian untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di negara-negara muslim dapat sejalan dengan syari’ah

IDB juga telah memberikan bantuan teknis, baik dalam bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar ekonomi dan perbankan Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan untuk tenaga perbankan yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang ditempatkan di bank Islam yang baru berdiri. Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah ada 32 bank Islam berdiri (sebelum Bank Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara lain dalam dekade ini, seperti di

Malaysia dan negara-negara Islam lainnya

Dokumen terkait