• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bukanlah suatu hal yang asing ketika ilmu antropologi membicarakan sebuah sistem ekonomi, karena sistem ekonomi termasuk salah satu objek penelitian dari antropologi itu sendiri. Tema yang diambil dalam skripsi ini mengenai sistem pertukaran, yang mana dalam khazanah ilmu antropologi ia bukanlah suatu hal yang asing ataupun baru. Banyak penelitian antropologi yang membahas permasalahan ini, diantaranya penelitian Marcell Mauss mengenai

potlatch pada penduduk Indian di Amerika, dan juga penelitian Malinowski mengenai sistem perdagangan kula pada penduduk Trobriand, serta tulisan-tulisan yang membahas mengenai sistem pertukaran seperti tulisan Homans yang membahas mengenai prinsip dasar pertukaran dan juga tulisan dari Sahlins yang membahas mengenai pertukaran pada masyarakat tradisional yang akhirnya melahirkan konsep resiprositas dan redistribusi.

Pertukaran yang dibahas oleh para ahli tersebut biasanya muncul pada masyarakat tradisional. Hal ini karena memang pada masyarakat tradisional banyak kita temui proses pertukaran tersebut. Jika kita mencoba menyederhanakan istilah tersebut pertukaran sebenarnya adalah sebuah proses memberi dan menerima. Artinya ketika seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain maka orang tersebut sebenarnya sudah berada pada posisi siap untuk menerima, maksudnya siap untuk menerima balasan dari orang yang diberinya sesuatu tadi.

Biasanya pada masyarakat tradisional proses ini dikontrol oleh yang namanya moral dan nilai-nilai sosial, sehingga proses tersebut biasanya berlangsung pada orang-orang yang memang memiliki hubungan yang dekat atau bisa juga masih memiliki hubungan kekerabatan, seperti yang sering kita lihat di desa-desa. Contohnya ketika seseorang membangun rumahnya di desa maka para warga desa akan bergotong royong menyelesaikan rumah orang tersebut, sehingga ketika ada orang lain lagi yang ingin membangun rumah maka si empunya rumah

yang tadi telah dibantu, secara moral akan memiliki kewajiban untuk ikut bergotong royong membangun rumah orang yang sebelumnya telah membantunya

membuat rumah. Namun bisa saja dia tidak ikut bergotong royong dalam pembuatan rumah tersebut, akan tetapi dia harus menerima sanksi moral lainnya yaitu dia akan dikucilkan oleh warga desa dan akan kehilangan nama baiknya di desa itu.

Uniknya unsur-unsur pertukaran tradisional ini kita temui juga pada lembaga keuangan non-bank yang bernama koperasi syari’ah. Padahal kita ketahui bahwa yang namanya lembaga keuangan hampir semua orientasinya adalah meraih keuntungan (profit oriented). Namun penelitian ini mencoba menggambarkan kepada kita bahwa tidak selamanya sebuah lembaga keuangan harus mengedepankan unsur ekonomi, karena bisa saja unsur sosial yang akhirnya menjadi sebuah kekuatan yang malah menjadikan lembaga keuangan itu besar dan berkembang pesat.

Contoh pertukaran itu dapat kita lihat di koperasi syari’ah pada akad-akad (perjanjian) yang ada, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah dan juga

qardh. Kesemuanya menjadikan moral dan nilai-nilai sosial sebagai alat pengontrol untuk menguji kejujuran seseorang dalam bertransaksi dengan pihak koperasi. Kemudian faktor penting lain yang menjadikan pertukaran di koperasi syari’ah ini berjalan dengan baik adalah adanya ikatan emosi diantara para anggota koperasi karena setiap anggota merasa sebagai pemilik koperasi, oleh karena itu ketika koperasi mengalami kerugian maka yang rugi adalah seluruh anggota dari koperasi tersebut.

Pertukaran di koperasi syari’ah juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan usaha, karena dengan adanya pertukaran maka lingkaran keterikatan antara anggota kepada koperasi semakin kuat, atau dengan menggunakan bahasa sederhana ada perasaan hutang budi dari anggota yang dibantu oleh koperasi pada usahanya walaupun pada dasarnya koperasi sendiri tidak merasa menanam budi kepada para anggota, karena di koperasi semuanya memiliki kedudukan yang sama, dan ciri pertukaran yang ada di koperasi syari’ah adalah adanya sebuah nilai baru yaitu nilai kompromi dimana sesuatu masalah akan diselesaikan secara kekeluargaan apabila tukar menukar yang berlangsung tidak berjalan dengan baik, dan ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Dalton bahwasannya pertukaran tidak hanya melibatkan unsur ekonomi saja tetapi ia juga melibatkan banyak unsur diantaranya ,agama, teknologi, ekologi, politik, hukum dan organisasi sosial.

Pada unsur agama tergambar bahwa prilaku dan pola yang diterapkan di koperasi berlandaskan Islam, teknologi juga menunjang berjalannya proses

pertukaran dengan baik dan juga ada unsur hukumnya yaitu moral sebagai kontrol sosial berlansungnya sebuah pertukaran.

Dari semua uraian yang ada pada isi skripsi ini dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa pertukaran hadir di mana saja baik itu pada masyarakat tradisional, modern ataupun pada lembaga ekonomi yang bersifat profit oriented

akan tetapi ketika pertukaran itu hadir maka dia tetap mengandalkan nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam hal pelaksanaannya dan pertukaran akan muncul sebagai sebuah kekuatan yang mampu mempersatukan serta mengeratkan hubungan individu dengan individu atau individu dengan kelompoknya. Dan contoh pertukaran itu dapat kita lihat penerapannya pada Koperasi Syari’ah Berkah Mandiri yang pada akhirnya mengantarkan koperasi syari’ah tersebut tetap eksis sampai saat ini dan menjadi satu-satunya koperasi di Sumatera Utara yang didirkan serta dikelola oleh para mahasiswa.

V.2. Saran

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17 juta jiwa (16,7 persen). Untuk mengurangi kemiskinan tersebut diperlukan sebuah gerakan nyata dan implementatif. Salah satu upaya strategis untuk mengentaskan kemiskinan tersebut adalah melalui Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah yang disebut Baitul Mal wat Tamwil (BMT) ataupun koperasi syari’ah. Lembaga keuangan ini telah terbukti dapat memberdayakan masyarakat kelas paling bawah (grass root) secara signifikan. Dalam satu dasawarsa pertama (1995 – 2005), di

Indonesia telah tumbuh dan berkembang lebih dari 3.300 BMT dan koperasi syari’ah, dengan asset lebih dari Rp 1,7 triliun, melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberikan pinjaman terhadap 1,5 juta pengusaha mikro dan kecil. BMT dan koperasi syari’ah sebanyak itu telah mempekerjakan tenaga pengelola sebanyak 21.000 orang (Data Pinbuk, 2005).

Konsep BMT dan koperasi syari’ah di Indonesia sudah bergulir lebih satu dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam ‘mengatasi’ dan mengurangi kemiskinan. Peran lembaga ini untuk mengurangi angka kemiskinan sangat strategis, mengingat lembaga perbankan belum mampu menyentuh masyarakat akar rumput (fakir, miskin dan kaum dhu’afa lainnya). Akses mereka terhadap perbankan sangat kecil, bahkan hampir tak ada sama sekali. Mereka juga tidak punya agunan dan tidak pandai dalam hal pembuatan proposal. Peran strategis BMT dan koperasi syari’ah dalam mengurangi kemiskinan terlihat dari kegiatan ekonomi koperasi syari’ah yang mempunyai kegiatan sosial dan kegiatan bisnis. Kegiatan sosial ekonomi BMT dan koperasi syari’ah dilakukan dengan gerakan zakat, infaq sedekah dan waqaf. Hal ini merupakan keunggulan BMT dan koperasi syari’ah dalam mengurangi kemiskinan. Dengan menggunakan dana zakat, infaq dan sedekah ini, BMT dan koperasi syari’ah menjalankan produk pinjaman kebajikan (qardhul hasan). Kegiatan sosial BMT-Koperasi syari’ah ini dapat disebut sebagai upaya proteksi atau jaminan sosial yang dapat menjaga proses pembangunan masyarakat miskin.

Oleh karenanya perhatia pemerintah terhadap perkembangan koperasi syari’ah-BMT di Indonesia haruslah ditingkatkan lagi karena seperti yang

disebutkan di awal tulisan ini bahwa BMT-Koperasi Syari’ah menjalankan dua mekanisme yaitu mekanisme pasar dan juga non-pasar. Kedua mekanisme ini saling mengisi dan akhirnya menjadikan BMT-Koperasi syari’ah sebagai alternatif bagi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan di negara ini.

Kemudian saran penulis selanjutnya adalah sebaiknya para peneliti khusunya dalam disiplin ilmu antropologi lebih meningkatkan lagi niatnya untuk mengadakan penelitian-penelitian di bidang antropologi ekonomi khususnya kepada lembaga-lembaga ekonomi yang ada di masyarakat kelas bawah atau akar rumput, sehingga nantinya bisa menjadi bahan atau referensi bagi pemerintah untuk menjadikan negara ini lebih baik lagi ke depannya khususnya dalam hal pemberdayaan rakyat miskin dan pengentasan angka kemiskinan yang memang menjadi masalah utama di negara kita ini.

Dokumen terkait