• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Ekowisata dan Wisata Alam

Ekowisata dapat diartikan secara bebas sebagai suatu jenis pariwisata yang dalam penyelenggaraannya tidak menuntut tersedianya fasilitas akomodasi yang modern dan peralatan yang mewah dengan bagunan yang megah. Ekowisata ini dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan, seni budaya, adat-istiadat kehidupan masyarakat sekitar, menciptakan ketenangan dan keseimbangan dalam pembangunannya dengan alam sekitarnya. Sehingga ekowisata bukan termasuk jenis pariwisata yang hanya menghamburkan uang dan

hiburan semata, namun merupakan jenis pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan dengan mempelajari sesuatu dari alam, flora dan fauna atau bahkan dari kehidupan masyarakat etnis setempat.

Deklarasi Quebec secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan, dalam praktik jelas terlihat bahwa bentuk wisata ini secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya, melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan masyarakat, dan dilakukan dalam bentuk wisata independen atau organisasi kelompok kecil (UNEP 2000 dalam

Damanik dan Weber 2006).

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam pada Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa wisata alam merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Hakim (2004) wisata alam merupakan aktivitas wisata menuju tempat-tempat alamiah yang biasanya diikuti oleh kegiatan olah fisik wisatawan. Tempat wisata favorit wisatawan ini biasanya kebanyakan termasuk kawasan lindung, seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Laut.

2.4 Pengembangan Pariwisata Alam

Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam serta usaha yang terkait dengan wisata alam. Pengusahaan pariwisata alam merupakan suatu kegiatan untuk menyelenggarakan usaha sarana pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam berdasarkan rencana pengelolaan (PP No.36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan

Pariwisata Alam di Suaka Margasatwaa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam).

Selanjutnya dijelaskan pada PP No. 36 Tahun 2010 bahwa sejalan dengan perkembangan kebutuhan pariwisata alam maka taman nasional yang memiliki keunikan dan keindahan alam sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam, disamping sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Untuk mengoptimalkan kegiatan pariwisata alam di taman nasional diikutsertakan pengusahaan pariwisata alam. Pengusahaan pariwisata alam dapat memberikan dampak positif dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam harus memperhatikan beberapa faktor:

a. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

b. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya

c. Nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

d. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup

e. Kelangsungan pengusahaan pariwisata alam itu sendiri, dan f. Keamanan dan ketertiban masyarakat.

Penetapan kawasan strategis untuk pariwisata dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu (Undang-undang No 10 Tahun 2009):

a. Sumberdaya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata.

b. Potensi pasar

c. Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah

d. Perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dan menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

e. Lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya

f. Kesiapan dan dukungan masyarakat; dan g. Kekhususan wilayah

Konsep pengembangan pariwisata alam pada daerah konservasi yang dianggap paling penting yaitu pengembangan obyek dan daya tarik wisata dengan adanya tujuan pendidikan bagi wisatawan tentang apa yang mereka lihat dan mereka rasakan dengan penekanan pendidikan terhadap masalah ekologi dan konservasi. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2003) menyebutkan ada lima prinsip pengembangan pariwisata alam yaitu:

1. Konservasi: menghindari dampak negatife terhadap lingkungan, sosial, budaya dan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan beserta keanekaragaman hayati yang dimilikinya dengan adanya pengaturan pengunjung yang sesuai daya dukung kawasan.

2. Edukasi: memberikan pendidikan konservasi pada masyarakat setempat dan pengunjung serta pengelolanya dengan mengembangkan program interpretasi lingkungan yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran dan kepedulian terhadap sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

3. Ekonomi: terjaminannya kesinambungan usaha yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, pengelola dan penyelenggara pariwisata alam. Sehingga dapat memacu pembangunan wilayah setempat baik lokal, regional maupun nasional.

4. Peran Masyarakat: masyarakat ikut berperan mulai dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi, tetap memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat serta memahami struktur sosial dan budaya masyarakat.

5. Rekreasi: pengunjung memperoleh kepuasan dan kenyamanan dalam perjalanan wisata di lokasi yang masih alami dan mempunyai fungsi konservasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian mengenai Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dilakukan pada bulan Mei-Juni Tahun 2010 di Kawasan TNGC pada wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) I Kuningan Provinsi Jawa Barat.

3.2 Alat dan Obyek Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian antara lain alat tulis, kamera digital untuk mendokumentasikan hasil kegiatan, pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA Tahun 2003 yang telah dimodifikasi, panduan wawancara dan kuisioner. Sedangkan obyek penelitian terdiri atas tujuh lokasi obyek wisata alam di kawasan TNGC khususnya wilayah SPTN I Kuningan yang termasuk dalam surat perjanjian Nomor PKS 02/BTNGC/2009 dan Nomor 556/49/Disparbud/2009 tentang pengelolaan obyek wisata di Taman Nasional Gunung Ciremai. Obyek wisata tersebut yaitu Telagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan Cibeureum, Bumi Perkemahan Cibunar, Bumi Perkemahan Balongdalem, Lembah Cilengkrang dan Bumi Perkemahan Palutungan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Jenis data dan informasi yang dikumpulkan selama kegiatan penelitian berlangsung seperti yang tersaji pada Tabel 1 yaitu:

Tabel 1 Jenis data dan informasi yang dikumpulkan

No. Jenis data Metode

pengumpulan data Informasi yang dikumpulkan

1 Daya tarik wisata* a. Keunikan

sumberdaya alam

Studi literatur dan observasi lapang

Potensi fisik, biotik dan budaya yang dianggap memiliki ciri khas tertentu b. Sumberdaya alam

yang menonjol

Studi literatur dan observasi lapang

SDA yang menjadi pusat perhatian pengunjung untuk datang ke lokasi wisata

c. Jenis kegiatan yang dapat dan berpotensi untuk dilakukan

Studi literatur dan observasi lapang

Aktivitas yang dapat dan berpotensi untuk dilakukan oleh pengunjung disesuaikan dengan kondisi dilapangan d. Kebersihan lokasi Observasi lapang Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kebersihan lokasi obyek wisata e. Keamanan

terhadap kawasan

Studi literatur dan observasi lapang

Aktivitas yang intensitasnya dapat menurunkan kualitas dan keamanan kawasan

f. Kenyamanan Studi literatur dan observasi lapang

Kondisi lingkungan obyek wisata yang mempengaruhi kenyamanan pengunjung

2 Aksesibilitas Observasi lapang dan

wawancara pengelola

Kondisi jalan, waktu dan jarak tempuh dari pusat kota, serta sarana transportasi menuju lokasi wisata

3 Kondisi sosial, budaya, ekonomi masyarakat Studi literatur, wawancara dan kuisioner

Tingkat pengangguran, mata

pencaharian, potensi budaya masyarakat (atraksi budaya, kesenian, dan kepercayaan), pendidikan dan tanggapan pengembangan obyek wisata (hambatan dan manfaat) 4 Potensi pengunjung a. Karakteristik pengunjung Kuisioner dan wawancara

Umur, jenis kelamin, daerah asal, pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan b. Tujuan dan aktivitas pengunjung Kuisioner dan wawancara

Obyek daya tarik utama, sumber informasi, tujuan berwisata, aktivitas yang dilakukan c. Penilaian terhadap obyek wisata Kuisioner dan wawancara

Pelayanan, pengelolaan serta kondisi kawasan wisata yang dikunjungi

d. Harapan pengunjung

Kuisioner dan wawancara

Harapan dan saran terhadap

pengembangan obyek wisata 5 Pengelola obyek

wisata

Wawancara dan studi literatur

Sistem pengelolaan, kebijakan– kebijakan yang berlaku, rencana pengembangan pariwisata alam dan hubungan kerjasama dengan pihak luar 6 Pemerintah daerah Wawancara dan studi

literatur

Kerjasama dengan Taman Nasional dalam pengelolaan pariwisata alam dan rencana pengembangan pariwisata alam

3.3.1 Studi Pustaka dan Survei Pendahuluan

Pengumpulan data melalui studi pustaka dan survei pendahuluan ini dilakukan sebagai langkah awal sebelum pelaksanaan penelitian berlangsung dilapangan. Tujuan dari kegiatan pendahuluan ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi lapangan dan pengumpulan informasi terdahulu berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan, mempelajari dan menelaah sumber- sumber pustaka dan dokumen pengelola yang berkaitan dengan penelitian.

3.3.2 Wawancara dan Kuisioner

Kegiatan wawancara ini dilakukan secara langsung berinteraksi dan berkomunikasi dengan responden melalui pengisian kuisioner dan wawancara terpandu yang dilakukan kepada:

a. Pengunjung

Kegiatan wawancara kepada pengunjung dilakukan dengan cara pengisian kuisioner. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pengunjung (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan asal pengunjung), tujuan pengunjung, aktivitas pengunjung, penilaian pengunjung terhadap obyek wisata yang telah ada dan keinginan atau harapan pengunjung dalam pengembangan potensi obyek wisata (Lampiran 2).

Pengumpulan data dan informasi dari pengunjung dilakukan dengan pengambilan total sampel menggunakan Rumus Slovin yaitu dengan memperhatikan tingkat ketelitian dan jumlah populasi wisatawan dalam waktu tertentu dengan batas ketelitian yang digunakan untuk populasi besar 0,1 (10%) dan 0,2 (20%) untuk populasi kecil (Sevilla 1993 dalam Prasetyo 2005).

Rumus Slovin :

n = N 1+Ne2 Keterangan : n = ukuran total sampel atau jumlah responden

N = ukuran populasi atau jumlah wisatawan dalam waktu tertentu e = nilai kritis (batas ketelitian), pada penelitian ini digunakan 0,15

Pengambilan sampel pengunjung berdasarkan pembagian kelas umur yaitu anak-anak 7-12 tahun, remaja 13-21 tahun, dewasa 22-40 tahun dan tua (dewasa pertengahan) 41-65 tahun (Dariyo 2007). Proporsi pengambilan sampel pada setiap kelas umur :

Sampelx =

Populasix

× Total sampel Total populasi

Keterangan :

Sampelx = ukuran sampel untuk kelas umur x

Populasix = ukuran populasi pada waktu tertentu kelas umur x

Total populasi = ukuran populasi atau jumlah wisatawan dalam waktu tertentu Total sampel = ukuran keseluruhan sampel yang diperoleh dari Rumus Slovin

Pengambilan sampel dilakukan pada semua lokasi obyek wisata yaitu Telagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan (Buper) Cibeureum, Buper Cibunar, Buper Balongdalem, Lembah Cilengkrang dan Buper Palutungan. Pengambilan data pengunjung meliputi karakteristik pengunjung, tujuan kunjungan, penilaian dan harapan pengunjung terhadap obyek wisata. Pengambilan data tersebut melalui pengisian kuisioner di setiap lokasi obyek wisata. Pengambilan sampel pengunjung dilakukan dengan menggunakan Rumus Slovin pada penelitian ini yaitu menggunakan populasi dari data banyaknya pengunjung yang datang selama satu minggu terakhir sebelum pengambilan data. Oleh karena itu, jumlah sampel pengunjung pada setiap lokasi obyek wisata berbeda jumlah dan sebaran persentase setiap kelas umurnya seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah sampel pengunjung pada setiap lokasi obyek wisata berdasarkan Rumus Slovin dan kelas umur

No. Lokasi Total populasi per

minggu Total sampel Sampel A R D T 1. Telaga Remis 265 38,06 5,7 15,2 15,2 1,9 2. Buper Paniis 107 31,4 6,2 10,8 10,9 3,1

3. Buper Cibeureum tidak teridenfikasi - 1 2

4. Buper Cibunar 50 23,53 1,2 10,8 9,6 2,4

5. Buper Balongdalem tidak teridenfikasi - 12 1

6. Lembah Cilengkrang 500 40,82 2,05 20,5 16,4 2,05

7. Buper Palutungan 500 40,82 4,1 24,6 8,2 4,1

Sampel pengunjung pada Buper Cibeureum dan Buper Balongdalem tidak menggunakan Rumus Slovin. Hal ini dikarenakan pada lokasi wisata tersebut

pihak pengelola tidak mengetahui secara pasti jumlah pengunjung yang datang. Sehingga pengambilan sampel disesuaikan dengan jumlah pengunjung yang ada pada saat kegiatan penelitian berlangsung. Bahkan berdasarkan keterangan dari pihak pengelola Buper Cibeureum, pengunjung yang datang untuk berkemah terakhir kali yaitu 30 Oktober – 1 November 2009. Obyek wisata ini umumnya dikunjungi pada saat tertentu seperti libur hari raya, hari kemerdekaan, tahun baru dan liburan akhir tahun sekolah.

b. Pengelola Obyek Wisata

Pengumpulan data meliputi kebijakan pengelola yang berlaku, sistem pengelolaan, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan pariwisata obyek wisata yang dikelola melalui wawancara terpandu (Lampiran 3).

c. Masyarakat Sekitar

Kegiatan wawancara kepada masyarakat sekitar lokasi obyek wisata dilakukan dengan wawancara langsung secara terpandu (Lampiran 4) meliputi informasi tingkat pengetahuan, pemahaman dan dukungan mengenai perkembangan obyek wisata, serta dampak yang ditimbulkan dari adanya kegiatan wisata. Pengambilan sampel pada masyarakat yaitu dengan menggunakan teknik penarikan sampel purposive dengan jumlah sampel disesuaikan dengan data dan informasi yang dibutuhkan. Pengambilan sampel dilakukan pada setiap lokasi obyek wisata meliputi masyarakat yang ikut berperan aktif maupun tidak.

d. Pemerintah Daerah

Informasi yang dikumpulkan melalui wawancara terpandu meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku, hubungan kerjasama dengan pihak luar dan rencana pengembangan obyek wisata yang akan dilakukan (Lampiran 5).

3.3.3 Observasi Lapang

Metode observasi lapang ini dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara pengamatan langsung di lokasi obyek wisata alam. Pengamatan yang dilakukan di lapangan bertujuan untuk menggali potensi sumberdaya yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai obyek wisata dan mengetahui daya tarik obyek yang telah ada dan dikembangkan, serta verifikasi data yang diperoleh berdasarkan studi literatur dengan kondisi lapangan (Tabel 3).

Tabel 3 Metode penilaian obyek daya tarik wisata

No Data yang dinilai Metode penilaian

1. Daya tarik Penelitian di lapang dengan menggunakan

kriteria penilaian

2. Aksesibilitas Penelitian di lapang dengan menggunakan

kriteria penilaian

3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Penelitian di lapang dengan menggunakan kriteria penilaian

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode skoring dan deskriptif. Metode skoring yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian ODTWA dengan menggunakan Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA Tahun 2003 (Lampiran 1).

3.4.1 Analisis Potensi Wisata

Potensi wisata berhubungan dengan sumberdaya alam yang ada di Kawasan TNGC. Analisis data dilakukan dengan skoring kriteria hasil penilaian, kemudian di uraikan secara deskipsi sehingga menjadi data potensi wisata alam yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Penilaian dilakukan berdasarkan pada tabel penilaian yang disesuaikan dengan potensi dan kondisi masing-masing lokasi. Kriteria penilaian berupa daya tarik wisata, aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata.

Bobot nilai paling besar diberikan pada kriteria daya tarik yaitu 6, hal ini dikarenakan daya tarik merupakan alasan utama wisatawan datang berkunjung. Sedangkan bobot untuk kriteria penilaian dari segi aksesibilitas dan sosial ekonomi masyarakat diberikan angka 5 karena kedua kriteria ini dapat mempengaruhi potensi pengembangan obyek wisata tersebut. Perhitungan data penilaian potensi wisata dihitung dengan menggunakan persamaan (Romani 2006):

S = N× B Keterangan : S = Skor/nilai B = Bobot nilai

N = Jumlah nilai unsur – unsur pada kriteria

Berdasarkan hasil skoring tersebut kemudian setiap nilai kriteria dari masing-masing obyek wisata dikalkulasikan untuk melihat bobot nilai akhir. Hasil

penilaian tersebut akan dimasukan pada klasifikasi penilaian seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi penilaian hasil skoring

No. Kriteria penilaian Klasifikasi penilaian

Buruk Sedang Baik

1 Daya tarik 360-600 601-840 841-1080

2 Aksesibilitas 225-300 301-375 376-450

3 Kondisi sosial ekonomi 300-400 401-500 501-600

4 Nilai total kriteria penilaian 710-1183 1184-1657 1658-2130

Nilai selang tersebut diperoleh dari hasil klasifikasi penilaian menggunakan rumus yaitu:

Selang =

Smak - Smin

Banyaknya klasifikasi penilaian

Keterangan = S mak : nilai maksimal dari hasil penilaian kriteria S min : nilai minimal dari hasil penilaian kriteria

Hasil klasifikasi penilaian tersebut kemudian dideskripsikan potensi fisik, biologi, sosial dan budaya dari masing-masing obyek baik yang telah dikembangkan sebagai daya tarik wisata maupun yang belum dikembangkan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana pengembangan pariwisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan.

3.4.2 Analisis Pengunjung

Data dan informasi yang diperoleh dari kuisioner disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang akan menggambarkan hubungan beberapa jawaban dari pertanyaan yang telah disajikan dalam kuisioner. Berdasarkan data tersebut kemudian dideskripsikan ke dalam beberapa kategori yaitu karakteristik pengunjung, tujuan pengunjung, penilaian pengunjung dan harapan pengunjung terhadap obyek.

3.4.3 Analisis pengelola

Analisis data pengelolaan dilakukan secara deskriptif meliputi upaya rencana pengembangan dan bentuk pengelolaan yang ada, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai bentuk kerjasama dan hambatan yang ada dalam pengembangan pariwisata alam.

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah dan Status Kawasan

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 areal hutan di Provinsi Jawa Barat seluas ± 816.603 hektar telah ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung, termasuk di dalamnya kawasan Hutan Lindung Ciremai yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Pada tahun 2004 sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, maka pemerintah memutuskan adanya perubahan fungsi kawasan untuk mengubah Hutan Lindung Ciremai menjadi kawasan Pelestarian Alam yang berfungsi sebagai Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Penetapan kawasan ini diikuti dengan adanya SK Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Hutan Lindung Gunung Ciremai sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai seluas ± 15.500 hektar yang berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Menimbang diantaranya kawasan hutan Gunung Ciremai memiliki ekosistem yang relatif utuh dengan tiga tipe hutan yang diantaranya memiliki vegetasi hutan alam primer, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan daerah resapan air bagi kawasan dibawahnya dan beberapa sungai penting di Kabupaten Majalengka, Kuningan dan Cirebon, serta merupakan sumber beberapa mata air yang dipergunakan untuk masyarakat, pertanian dan industri.

4.2 Letak dan Luas

Secara geografis Taman Nasioanal Gunung Ciremai (TNGC) terletak pada koordinat 6040’ LS - 6058’ LS dan 108020’ BT - 108040’ BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan TNGC termasuk ke dalam dua kabupaten yaitu 6.800,13 Ha di Kabupaten Majalengka dan 8.699,87 Ha di Kabupaten Kuningan (BTNGC 2006).

4.3 Kondisi Fisik

4.3.1 Iklim

Iklim TNGC berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk kedalam tipe iklim B dan C. Curah hujan pada kawasan ini berkisar antara 2.000-4.000 mm/tahun dengan curah hujan rata-rata 3.500 mm/tahun, sedangkan curah hujan tertinggi mencapai 4.000-4.500 mm/tahun yang terjadi di daerah sekitar puncak dan curah hujan terendah antara 2.000-2.500 mm/tahun yang terjadi di sebelah timur kawasan (Rachmat 2007).

4.3.2 Topografi

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai memiliki topografi yang bergelombang dan berbukit sepanjang bagian kaki gunung hingga bagian puncak tertinggi yang mencapai 3.078 m dpl (Hadiprasetya 2009).

4.3.3 Hidrologi

Kawasan Gunung Ciremai kaya dengan sumberdaya air berupa sungai dan mata air. Berdasarkan hasil inventarisasi mata air tahun 2006 di dalam kawasan TNGC terdapat 156 mata air. Seratus empat puluh tujuh mata air mengalir sepanjang tahun untuk wilayah Kuningan, sedangkan wilayah Majalengka terdapat 36 mata air produktif dan 7 sungai yang mengalir sepanjang tahun. Kualitas air yang dihasilkan memenuhi standar kriteria kualitas air minum, sehingga merupakan sumber pasokan air minum PDAM Cirebon yang penampungannya terletak di desa Paniis Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan (BTNGC 2006).

4.4 Flora dan Fauna