• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

5.3 Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam di TNGC Wilayah SPTN I Kuningan

5.3.1 Kriteria penilaian A.Daya Tarik

Penilaian kriteria daya tarik terdiri dari 6 unsur penilaian yaitu keunikan sumberdaya alam, banyaknya sumberdaya alam yang menonjol, kegiatan wisata alam yang dapat dan berpotensi untuk dilakukan, kebersihan lokasi, keamanan terhadap kawasan, serta kenyamanan. Setiap unsur penilaian mempunyai nilai yang berbeda sesuai dengan banyaknya sub unsur penilaian yang terdapat pada lokasi wisata tersebut. Bobot penilaian kriteria daya tarik yaitu enam. Hal ini dikarenakan daya tarik obyek wisata merupakan alasan utama seseorang datang berkunjung. Berdasarkan hasil penilaian dari ketujuh lokasi obyek wisata berada pada kisaran nilai 690-900 ini menunjukan bahwa ketujuh lokasi obyek wisata memiliki potensi daya tarik yang berbeda. Nilai tertinggi penilaian daya tarik yaitu Lembah Cilengkrang dengan nilai 900, nilai tersebut menunjukan obyek

wisata ini memiliki keunggulan unsur penilaian yang lebih banyak daripada lokasi wisata yang lainnya seperti yang disajikan pada Tabel 6. Salah satu contoh unsur penilaian keunikan sumberdaya alam yang tertinggi nilai 20 menunjukan bahwa pada lokasi wisata ini terdapat 3 sub unsur penilaian yaitu air terjun (Curug Sabuk dan Sawer), fauna (Elang jawa) dan sumber air panas (Lampiran 6).

Tabel 6 Hasil penilaian ODTW di TNGC wilayah SPTN I Kuningan

No. Unsur penilaian 1 2 3 4 5 6 7

1. Keunikan sumberdaya alam 15 15 15 15 15 20 15

2. Banyaknya sumberdaya alam yang

menonjol 15 15 15 10 10 20 15

3. Kegiatan wisata alam yang dapat

dan berpotensi dilakukan 25 20 20 20 25 25 25

4. Kebersihan lokasi 25 25 25 25 25 25 25

5. Keamanan terhadap kawasan 25 25 30 25 20 30 20

6. Kenyamanan 25 25 20 25 20 30 25

Nilai (jumlah x bobot (6)) 780 750 750 720 690 900 750

Keterangan : 1 Telagaremis 2 Paniis 3 Buper Cibeureum 4 Buper Cibunar 5 Buper Balongdalem 6 Lembah Cilengkrang 7 Buper Palutungan B. Aksesibilitas

Kemudahan aksesibilitas suatu obyek wisata dapat terlihat dari kondisi jalan, jarak dan waktu tempuh, serta adanya fasilitas transportasi menuju lokasi tersebut. Penilaian kriteria aksesibilitas digunakan tiga unsur penilaian yaitu kondisi jalan, waktu dan jarak tempuh dari pusat kota. Bobot penilaian kriteria ini yaitu lima, hal ini dikarenakan kemudahan aksesibilitas merupakan salah satu faktor pendorong pengunjung untuk berwisata pada suatu lokasi obyek wisata.

Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 7 kriteria aksesibilitas obyek wisata alam memiliki nilai 375-425 dalam klasifikasi penilaian selang tersebut berada pada kategori baik yaitu aksesibilitas menuju lokasi sudah dalam kategori mudah. Nilai tertinggi penilaian yaitu 425 pada Buper Palutungan dan Buper Balongdalem, ini menunjukan bahwa kemudahan aksesibilitas menuju lokasi ini paling tinggi daripada obyek wisata lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh jarak tempuh yang dekat dengan pusat kota dan kemudahan menuju lokasi obyek wisata letaknya dekat dengan jalan utama kabupaten. Namun pada umumnya kondisi jalan menuju obyek wisata masih membutuhkan penataan dan perbaikan khususnya sampai menuju gerbang lokasi obyek, serta penambahan sarana

transportasi umum untuk mempermudah pengunjung yang menggunakan sarana transportasi umum, sebagian besar lokasi obyek wisata hanya dapat ditempuh dengan transportasi umum berupa ojek.

Tabel 7 Hasil penilaian kriteria aksesibilitas menuju obyek wisata di TNGC wilayah SPTN I Kuningan

No. Obyek wisata alam

Unsur penilaian Nilai

(jumlah x bobot (5)) Kondisi

jalan

Waktu tempuh dari pusat kota

Jarak tempuh dari pusat kota

1. Telagaremis 30 30 15 375 2. Paniis 30 30 15 375 3. Buper Cibeureum 30 30 15 375 4. Buper Cibunar 30 30 20 400 5. Buper Balongdalem 30 30 25 400 6. Lembah Cilengkrang 30 25 20 375 7. Buper Palutungan 30 30 25 425 1. Telagaremis

Akses menuju lokasi ini memiliki kondisi jalan yang sudah diaspal hingga pintu gerbang loket karcis mempermudah pengunjung yang membawa kendaraan pribadi untuk datang berwisata. Akan tetapi bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan umum harus sedikit bersabar karena tidak ada sarana transportasi umum langsung menuju lokasi wisata, pengunjung dapat menggunakan jasa angkutan melalui Kecamatan Mandirancan Kuningan kemudian menggunakan jasa ojek. Waktu tempuh dari pusat kota Kabupaten Kuningan menggunakan kendaraan umum 1-2 jam perjalanan dengan jarak tempuh ± 37 km.

2. Paniis

Lokasi wisata ini berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan desa-desa di Kecamatan Pasawahan. Kondisi jalan sudah beraspal, namun tidak banyak kendaraan umum yang lewat. Untuk mencapai lokasi ini dapat di tempuh dari jalan utama Kabupaten Kuningan melalui Kecamatan Mandirancan menggunakan angkutan umum kemudian melanjutkan dengan jasa ojek. Jarak dari pusat kota Kuningan ± 30 km dengan waktu tempuh ± 1 jam. Selain itu dapat pula diakses dari Telagaremis menggunakan jasa ojek melalui jalan desa jarang dilalui oleh mobil karena berbatu dan sempit melewati hutan.

3. Buper Cibeureum

Obyek wisata ini berada di sebelah kantor Seksi I TNGC wilayah Kuningan atau berjarak ± 500 meter dari balai Desa Cibeureum atau ± 20 km dari pusat kota Kabupaten Kuningan, dengan waktu tempuh ± 1-2 jam. Kondisi jalan menuju lokasi obyek wisata ini sudah beraspal dengan lebar jalan lebih dari 5 meter dan letak buper berada di samping jalan raya. Sarana transportasi menuju lokasi wisata berupa angkutan kota menuju Desa Cibeureum dari Terminal Cilimus Kabupaten Kuningan, tetapi angkutan ini jumlahnya masih terbatas dan hanya beroperasi sampai siang hari atau sampai waktu pulang sekolah. Selain itu, obyek wisata ini dapat juga diakses menggunakan angkutan kota yang melalui obyek wisata Linggarjati sekitar ± 3 km dari lokasi Buper Cibeureum sampai Desa Linggajati kemudian dilanjutkan dengan jasa ojek.

4. Buper Cibunar

Lokasi buper ini berada ± 1 km dari obyek wisata sejarah Gedung Perundingan Linggarjati. Pengunjung yang membawa kendaraan bermotor hanya bisa sampai loket karcis yang berjarak ± 500 meter dari Buper, hal ini dikarenakan kondisi jalan yang berbatu dan menanjak. Sarana transportasi menuju obyek wisata ini dapat menggunakan kendaraan angkutan kota dari jalan utama Kabupaten Kuningan sampai gedung perundingan sekitar ± 700 meter dari loket karcis Buper kemudian pengunjung bisa menggunakan jasa ojek. Kondisi jalan baik sudah beraspal dengan lebar jalan 5 meter.

5. Buper Balongdalem

Akses menuju lokasi ini mudah dijangkau karena jaraknya hanya 1 km dari jalan raya utama Kabupaten Kuningan dengan di tempuh sekitar ± 10 menit menggunakan jasa ojek. Kondisi jalan sudah beraspal dengan lebar jalan 5 meter. Terdapat kendaraan umum yang melalui obyek wisata, namun hanya waktu-waktu tertentu. Pengunjung yang menggunakan kendaraan umum jika berjumlah banyak maka biasanya supir kendaraan umum tersebut mengantarkan sampai tujuan.

6. Lembah Cilengkrang

Lokasi wisata ini dapat diakses mengunakan kendaraan bermotor karena kondisi jalan yang baik dan beraspal. Jarak tempuh dari pusat kota Kuningan sekitar ±14 km dengan waktu tempuh ± 1 jam ke sebelah utara Kuningan sampai Desa Pajambon. Pengunjung hanya dapat menggunakan kendaraan sampai tempat parkir yang berada ± 2 km dari loket, kemudian menempuh jalan berbatu dan menanjak selama ± 1 jam perjalanan. Fasilitas transportasi umum yang dapat digunakan yaitu ojek dari jalan utama Kuningan sekitar ± 5,6 km menuju Desa Pajambon. Namun penelitian berlangsung pihak pemerintah sedang melakukan pembangunan jalan beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat sampai gerbang situs Situs Arya Kemuning. Berdasarkan rencana pembangunan yang sedang berlangsung, tempat parkir kendaraan menuju lokasi obyek wisata Lembah Cilengkrang akan dibangun di tanah desa sebelum gerbang Situs Arya Kemuning sehingga pengunjung hanya perlu menelusuri jalan setapak. 7. Buper Palutungan

Pengunjung dapat menggunakan kendaraan bermotor menuju lokasi obyek wisata ini, jalan menuju lokasi sudah beraspal. Jarak tempuh dari kota Kab. Kuningan sekitar ± 10 km dengan waktu tempuh ± 45 menit. Buper Palutungan berada di kaki Gunung Ciremai, sehingga jalan menuju lokasi cukup menanjak. Pengujung dapat menggunakan kendaraan umum sampai Desa Cisantana kemudian melajutkan perjalanan menuju dusun Palutungan menggunakan jasa ojek.

Kondisi jalan di dalam kawasan obyek wisata pada umumnya belum tertata rapi. Kondisi jalannya cukup beragam mulai dari beraspal yang sudah rusak karena bekas jalan angkut perhutani, berbatu dan jalan tanah setapak. Penataan dan perbaikan jalan di dalam kawasan obyek wisata masih perlu dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan pada pengunjung dengan memperhatikan kesan alami dan status kawasan yaitu taman nasional.

Fasilitas transportasi umum menuju lokasi obyek wisata masih membutuhkan peningkatan jumlah dan penambahan trayek, hal ini menyebabkan pada beberapa lokasi obyek wisata tidak ada angkutan umum menuju lokasi.

Hampir semua obyek wisata dapat ditempuh dengan menggunakan jasa ojek, kalupun ada jumlah dan waktu opersionalnya pun masih terbatas. Sehingga pengunjung yang menggunakan sarana angkutan umum akan sedikit kesulitan.

C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar memberikan pengaruh pada keberadaan dan pengembangan obyek wisata. Pengaruh tersebut berupa interaksi antara masyarakat dengan kegiatan wisata yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi obyek wisata maupun masyarakat. Penilaian kriteria kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar dalam pengembangan obyek wisata diberikan bobot nilai lima. Besarnya bobot tersebut karena masyarakat sekitar merupakan salah satu faktor pendukung dalam pengembangan dan keberadaan obyek wisata, masyarakat dapat mempengaruhi persepsi pengunjung terhadap obyek. Selain itu, kenyaman pengunjung juga dipengaruhi oleh sikap masyarakat sekitar dengan keramahan perilaku maupun tutur kata mereka.

Unsur penilaian yang digunakan dalam kriteria ini yaitu tingkat pengangguran, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan dan tanggapan secara umum mengenai pengembangan obyek wisata alam yang ada di daerah mereka. Perbedaan unsur penilaian tersebut memberikan intensitas interaksi yang berbeda pada setiap obyek wisata yang ada, sehingga besarnya nilai yang diberikan sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnya. Misalnya tingginya tingkat penganguran masyarakat menyebabkan semakin besarnya interaksi antara mereka dengan obyek wisata maupun pengunjung yang datang. Besarnya tingkat pengangguran dinilai memberikan dampak baik bagi rencana pengembangan obyek wisata, karena akan semakin banyak tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengelolaan obyek wisata, semakin besar pula dukungan terhadap pengembangan kegiatan wisata di daerah mereka. Nilai tertinggi yang diberikan 25 pada masyarakat yang 10-15% usia produktifnya pengangguran, data tersebut diperoleh dari data sekunder. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat juga ikut mempengaruhi pemahaman dan perilaku mereka terhadap pengunjung dan arah pengembangan obyek wisata alam, besarnya nilai yang diberikan 30, karena tingkat pendidikan masyarakat sekitar obyek wisata

mayoritas lulusan SLTA. Mata pencaharian masyarakat sekitar yaitu petani (20) dan buruh tani (15).

Berdasarkan hasil penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar lokasi wisata seperti pada Tabel 8 nilai total penilaian berada pada kisaran nilai 400-500. Nilai tersebut pada Tabel 4 klasifikasi penilaian termasuk pada kategori buruk (300-400) yaitu Buper Cibeureum, berdasarkan hasil wawancara masyarakat pada lokasi wisata ini masih kurang peduli akan keberadaan obyek wisata Buper karena dirasakan keberadaannya kurang memberikan keuntungan. Lima lokasi wisata lainnya yaitu Telagaremis, Paniis, Buper Cibunar, Buper Balongdalam dan Buper Palutungan termasuk pada kategori sedang (401-500), keterlibatan masyarakat terhadap adanya kegiatan wisata di sekitar mereka dirasakan memberi keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung dan mereka dapat pula ikut serta membantu dalam pengelolaan obyek wisata tersebut. Berbeda dengan lokasi wisata Lembah Cilengkrang yang memiliki nilai tertinggi yaitu 525 sehingga termasuk kategori baik (501-600). Hal ini dikarenakan pada lokasi wisata Lembah Cilengkrang masyarakat yang termasuk kompepar Pajambon aktif mengelola obyek wisata. Sedangkan masyarakat Cibeureum belum terfokus dalam pengelolaan buper yang ada dikarenakan kurangnya aktivitas wisata di lokasi ini.

Tabel 8 Hasil penilaian kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar obyek wisata alam di TNGC wilayah SPTN I Kuningan

No. Unsur penilaian 1 2 3 4 5 6 7

1. Tingkat pengangguran 25 25 15 25 20 25 30

2. Mata pencaharian penduduk 20 15 20 15 20 20 20

3. Tingkat pendidikan 30 30 30 30 30 30 30

4. Tanggapan masyarakat

terhadap obyek wisata 25 20 15 20 15 30 20

Nilai (jumlah x bobot (5)) 500 450 400 450 425 525 500

Keterangan : 1 Telagaremis 2 Paniis 3 Buper Cibeureum 4 Buper Cibunar 5 Buper Balongdalem 6 Lembah Cilengkrang 7 Buper Palutungan

Tanggapan masyarakat mengenai keberadaan obyek wisata alam di sekitar mereka dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada besarnya dampak yang dirasakan dari adanya kegiatan wisata di daerah mereka. Pertama yaitu kelompok masyarakat yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan wisata, mereka tidak mempermasalahkan ada atau tidaknya pengembangan obyek wisata lebih

60 lanjut. Hal ini dikarenakan mereka tidak merasakan manfaat ataupun kerugian dari adanya kegiatan wisata tersebut.

Kelompok masyarakat kedua yaitu masyarakat yang tidak merasa dirugikan dengan adanya kegiatan wisata di obyek wisata alam sekitar mereka. Alasan mereka antara lain banyaknya perilaku pengunjung yang memberikan dampak negatif pada penduduk sekitar seperti adanya pergaulan bebas, perkelahian dan mengkonsumsi minuman keras, serta sampah dari kegiatan wisata. Adanya perilaku pengunjung yang seperti itu membuat jelek nama baik daerah mereka. Selain itu, terdapat pula masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan wisata yang merasa dirugikan dengan bentuk pengelolaan saat ini. Kerugian tersebut diakibatkan kurangnya pemasukan bagi mereka yang dahulunya dapat disebut sebagai pengelola obyek wisata secara tidak resmi.

Ketiga adalah kelompok masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan obyek wisata, mereka merasakan manfaat dalam bentuk peningkatan perekonomian dengan terbukanya lapangan pekerjaan, seperti pedagang (menyediakan kebutuhan makanan dan minuman), penyedia jasa transportasi (menyediakan angkutan umum, dan ojek), penyedia jasa penginapan, dan pelayan (pegawai di tempat wisata seperti parkir, kebersihan dan kompepar). Selain itu adanya kegiatan wisata alam membuat daerah mereka lebih terkenal, ramai dan dapat mengenal orang dari daerah luar. Sehingga masyarakat yang mempunyai keterampilan khusus seperti makanan khas daerah dan membuat kerajinan tangan dari bambu atau dari kayu seperti pada Gambar 36 dapat menjualnya ke pengunjung. Manfaat lain yang dirasakan oleh masyarakat sekitar yaitu adanya perbaikan jalan dan penambahan fasilitas transportasi karena banyaknya pengunjung yang datang juga secara tidak langsung memberikan manfaat bagi mereka. Pada beberapa lokasi obyek wisata pengunjung dapat menggunakan jasa penduduk sekitar sebagai pemandu wisata yang bayarannya disesuikan dengan kesepakatan antara pengunjung dan pemandu, tetapi bentuk kerjasama seperti ini sangat jarang terjadi.

61 Gambar 36 Hasil kerajinan tangan masyarakat.

Kebudayaan masyarakat sekitar obyek wisata juga dapat menjadi salah satu obyek daya tarik wisata yang menarik untuk diikuti. Kebudayaan pada setiap lokasi obyek wisata mempunyai keunikan tersendiri, namun kebudayaan tersebut belum menjadi bagian dari sebuah atraksi wisata di obyek wisata tersebut. Kebudayan yang ada diantaranya upacara adat, musik tradisional dan tari-tarian. Saat ini kebudayaan tersebut sudah mengalami penurunan tergeserkan oleh kebudayaan asing. Beberapa jenis kebudayaan tersebut diantaranya babarit, sedekah sabumi, sagolongan hiji dan kawin cai. Upacara adat seperti sedekah bumi biasanya dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mengucapkan rasa syukur atas nikmat yang mereka peroleh dari hasil bumi (panen), waktu pelaksanaan sedekah bumi tidak pasti karena upacara ini bentuknya hanya sukarela masyarakat saja.

5.3.2 Rekapitulasi Penilaian

Penilaian obyek dan daya tarik wisata dilakukan untuk menentukan potensi obyek wisata alam yang menjadi prioritas pengembangan pariwisata di TNGC wilayah SPTN I Kuningan. Hasil rekapitulasi penilaian tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun program pengembangan wisata alam yang ada. Berdasarkan hasil dari rekapitulasi penilaian obyek wisata alam pada Tabel 9 mempunyai rentang nilai antara 1515-1800. Nilai tersebut dalam Tabel 4 klasifikasi penilaian termasuk pada kategori sedang (1184-1657) yaitu Telagaremis, Paniis, Buper Cibeureum, Buper Cibunar dan Buper Balongdalam. Obyek wisata tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, namun bukan prioritas utama pengembangan suatu daerah operasi obyek daya tarik wisata pada 7 lokasi wisata di SPTN I Kuningan. Sedangkan obyek wisata yang termasuk

62 kategori baik (1658-2130) yaitu Lembah Cilengkrang dan Buper Palutungan yaitu obyek wisata yang mempunyai potensi untuk dilakukan pengembangan wisata alam yang lebih lanjut dan merupakan prioritas utama dalam pengembangan daerah operasi obyek daya tarik wisata.

Tabel 9 Hasil rekapitulasi penilaian obyek dan daya tarik wisata di TNGC wilayah SPTN I Kuningan

No. Obyek wisata alam

Kriteria penilaian

Nilai total Daya tarik Aksesibilitas Kondisi sosial,

ekonomi masyarakat 1. Telagaremis 780 375 500 1655 2. Paniis 750 375 450 1575 3. Buper Cibeureum 750 375 400 1525 4. Buper Cibunar 720 400 450 1570 5. Buper Balongdalem 690 400 425 1515 6. Lembah Cilengkrang 900 375 525 1800 7. Buper Palutungan 750 425 500 1675

Obyek wisata Lembah Cilengkrang pada penilaian kriteria daya tarik mendapatkan nilai terbesar, obyek wisata ini mempunyai beberapa keunikan dan sumberdaya alam yang dapat menjadi daya tarik pengunjung untuk berwisata diantaranya dua buah curug (Sabuk dan Sawer), sumber air panas, koleksi tumbuhan dan pemandangan alam lembah pegunungan. Nilai terbesar juga diperoleh dari kriteria sosial ekonomi masyarakat, hal ini karena masyarakat sekitar lokasi wisata berperan aktif dalam pengelolaan obyek wisata Lembah Cilengkrang. Namun jika dilihat dari aksesibilitas obyek wisata ini justru mempunyai nilai yang cukup rendah dibadingkan yang lain. Oleh karena itu pengembangan obyek wisata alam ini hendaknya lebih memperhitungkan kemudahan akses yang ditempuh oleh pengunjung. Jauhnya jarak yang ditempuh dengan kondisi jalan berbatu dan menanjak menjadi pertimbangan untuk datang berkunjung terutama pengunjung usia anak-anak dan orang tua. Beberapa sampel pengunjung usia remaja dan dewasa dari Lembah Cilengkrang juga mengeluhkan kondisi jalan menuju obyek wisata ini, bahkan ada beberapa dari pengunjung yang datang berombongan memilih untuk menunggu rombongan di warung dekat perkebunan jambu biji milik warga yang berdekatan dengan tempat parkir sambil menikmati segarnya buah jambu biji merah khas Pajambon. Perbaikan jalan yang diinginkan pengunjung berdasarkan hasil wawancara yaitu dari lokasi parkir sampai loket obyek wisata, sedangkan jalan setapak tanah cukup diperbaiki

63 dengan penambahan bebatuan agar tidak licin saat hujan. Hal ini sesuai dengan rencana pengelola (Kompepar) yang berencana memperbaiki akses jalan setapak di dalam lokasi dengan bebatuan dengan tujuan kenyamanan pengunjung dan mempertahankan kesan alami.

Berdasarkan Tabel 9 setiap lokasi obyek wisata memiliki kelebihan dari masing-masing kriteria. Telagaremis memiliki keunggulan pada nilai daya tarik (780). Buper Cibunar dan Balongdalam keunggulan obyek wisata ini pada aksesibilitas yang tinggi (400), letaknya yang dekat dengan akses jalan utama menuju kota Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu, setiap rencana pengembangan obyek wisata yang ada di TNGC wilayah SPTN I Kuningan mempunyai fokus pengembangan yang berbeda pada setiap lokasi wisata.

5.4 Sarana dan Prasarana

Kelengkapan sarana dan prasarana yang ada di lokasi obyek wisata dapat memberikan kenyamanan pada pengunjung dalam kegiatan wisata. Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia masih membutuhkan penataan serta peningkatan kualitas dan kuantitasnya seperti yang tersaji pada gambar 37. Beberapa sarana dan prasarana yang sudah tersedia di lokasi wisata yaitu mushola, MCK, shelter, tempat sampah, tempat parkir dan warung. Secara umum sarana dan prasarana yang diharapkan tersedia oleh pengunjung berdasarkan kuisioner di sekitar lokasi obyek wisata antara lain pusat informasi, papan interpretasi, penginapan, toko cinderamata, tempat makan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana.

64

(c) (d)

Gambar 37 (a) mushola di Buper Palutungan, (b) tempat ganti pakaian di Lembah Cilengkrang, (c) MCK di Buper Cibunar dan (d) MCK sementara di Buper Balongdalam.

Namun pada lokasi wisata Lembah Cilengkrang sudah terdapat beberapa papan interpretasi berupa pengenal jenis tumbuhan. Penginapan bagi pengunjung yang ada di Buper Palutungan biasanya menggunakan warung-warung setempat. Sedangkan untuk kios cinderamata hanya ada di lokasi wisata Telagaremis berupa kerajinan tangan papan nama dari kayu dan Buper Cibunar berupa kerajianan tangan berupa ukiran dari bambu, stiker TNGC dan baju berlogo TNGC.

Pembangunan sarana dan prasarana di lokasi obyek wisata ini selain untuk penataan lokasi juga bertujuan untuk pengelolaan pengunjung diantaranya:

1. Pembatasan penggunaan lokasi wisata, bertujuan untuk membatasi dampak negatif dari aktivitas pegunjung terhadap kawasan (misalnya blok rawan kebakaran, blok habitat jenis satwa atau tumbuhan tertentu), pemusatan penggunaan area perkemahan dan pembatasan terhadap perilaku pengunjung yang menyimpang, sehingga perlu adanya pembatasan area gerak pengujung untuk menjaga image lokasi wisata selain dengan adanya pengawasan dan patroli dari petugas.

2. Penyebaran pengunjung, bertujuan untuk menghindari pemusatan pengujung pada satu obyek misalnya pada lokasi wisata Telagaremis pengunjung paling banyak berada di sekitar Telagaremis dan tidak menyebar ke lokasi wisata telaga lainnya.

3. Pendidikan lingkungan hidup, bertujuan memberikan pemahaman mengenai pengetahuan alam melalui papan interpretasi

65

5.5Pengunjung

5.5.1 Karakteristik Pengunjung

Pengunjung merupakan konsumen dari kegiatan pariwisata alam. Oleh karena itu, karakteristik pengunjung perlu diketahui untuk menentukan arah pengembangan suatu obyek wisata baik bentuk dan jenis kegiatannya, agar sesuai dengan karakter pengunjung. Data karaktetistik pengunjung disajikan pada Tabel 10 yang terdiri dari jumlah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, tingkat pendapatan dan asal pengunjung.

Tabel 10 Karakteristik pengunjung obyek wisata di TNGC wilayah SPTN I Kuningan

No. Komposisi pengunjung

Jumlah (orang) Total persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 Jenis kelamin 1. Laki-laki 26 20 2 15 7 26 20 62,70 2. Perempuan 12 8 1 8 6 14 20 37,30 Struktur umur 1. Anak-anak (<12 tahun) 6 3 - - - 1 3 7,03 2. Remaja (13-21 tahun) 15 11 1 11 12 21 25 51,89 3. Dewasa (22-40 tahun) 15 11 2 10 - 16 8 33,51 4. Tua (>41 tahun) 4 3 - 2 1 2 4 7,57 Tingkat pendidikan 1. SD 5 1 - - - 1 2 4,86 2. SLTP 5 5 - - 2 1 2 11,89 3. SLTA 19 10 3 5 10 21 9 44,32 4. Perguruan tinggi 9 12 - 18 1 17 14 38,92 Pekerjaaan 1. Pelajar/mahasiswa 18 15 - 14 12 25 29 61,08

2. Pegawai Negeri Sipil 5 6 2 2 1 5 3 12,97

3. Pegawai Swasta 11 6 - 7 - 6 6 19,46 4. Pengusaha 2 - - - - 1 - 1,62 5. Lainnya 2 1 1 - - 3 2 4,86 Tingkat pendapatan 1. < 700.000 21 13 2 12 9 29 30 62,70 2. 700.000 – 1.400.000 1 9 1 2 3 2 3 11,35 3. 1.400.000 – 2.100.000 11 3 - 4 - 8 5 16,76 4. >2.100.000 5 3 - 5 1 1 2 9,19 Asal pengunjung 1. Kuningan 4 10 - 7 13 19 18 38,38 2. Luar daerah 34 18 3 16 - 21 22 61,62

Berdasarkan data hasil kuesioner tersebut (Tabel 10) dapat terlihat bahwa pengunjung yang datang berwisata ke obyek wisata di TNGC wilayah SPTN I Kuningan cukup beragam. Sebagian besar pengunjung 62,7% laki-laki, kelas umur terbanyak yang berwisata adalah remaja 51,9% dan dewasa 33,5%. Tingkat pendapatan pengunjung 62,7% kurang dari Rp. 700.000 hal ini dikarenakan

66 sebagian pengunjung memiliki jenis pekerjaan 61,1% masih pelajar/mahasiswa dengan tingkat pendidikan tertinggi 44,3% SLTA dan 38,9% perguruan tinggi. Pengunjung obyek wisata di TNGC masih merupakan pengunjung lokal yang datang dari daerah Kuningan sendiri yaitu 38,38% serta dari luar daerah 61,6%