• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan trafficking

BAB II WEWENANG PENYIDIK POLRI DALAM PROSES

C. Eksistensi Polri Dalam Menanggulangi Kejahatan trafficking

Kebijakan penangulangan kejahatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Penal (penerapan hukum pidana).

2. Pendekatan Non Penal (pendekatan diluar hukun pidana).88

Integrasi dua pendekatan ini disyaratkan dan diusulkan dalam United Nations

Congress on The Prevention of crime and the Treatment of offenders. Hal ini

dilatarbelakangi bahwa kejahatan adalah masalah sosial dan masalah kemanusiaan. Oleh karenanya upaya penanggulangan kejahatan tidak hanya dapat mengandalkan penerapan hukum pidana, tetapi juga melihat akar lahirnya persoalan kejahatan dari persoalan sosial.89

Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcemen policy) harus mampu menetapkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehingga mau berpartisipasi yang aktif dalam penaggulangan kejahatan. Keterlibatan masyarakat ini sangan penting karena menurut G. Pieter Hoefnagels bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) merupakan usaha yang rasional dari masyarakat dari reaksi mereka terhadap kejahatan. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan merupakan ilmu untuk

88

Mahmud Mulyadi, Op.Cit, hal. 51.

89

menanggulangi kejahatan. Oleh karena itu kebijakan penanggulangan kejahatan harus dilakukan melalui perencanaan yang rasional dan menyeluruh Sebagai kebijakan ini termasuk (a rational total of the responses to crime). Kebijakan ini termasuk bagaimana mendesain tingkah laku manusia yang dapat dianggap sebagai kejahatan

(criminal policy of designating human behavior as crime). 90

Pada kenyataan dilapangan penangan perkara dilakukan dengan pendekatan Penal, karena adanya pengaduan dari masyarakat ataupun dari keluarga korban terhadap tindak kejahatan trafficking .

Penerapan pendekatan Non Penal secara Pre-emtif, pada kenyataanya juga diterapkan dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat yang berpotensi wilayah/daerah yang dianggap adanya tindak kehajatan perdagangan manusia.

Penanganan kasus-kasus trafficking di Polri dilakukan dengan Non Penal secara Pre-emtif menyediakan :

a.Unit-unit Polri dan Penuntut Umum yang khusus.

Polri membentuk unit-unit khusus untuk menangani kasus-kasus trafficking, misalnya unit Polri yang bekerja di Ruang Pelayanan Khusus (RPK) untuk dapat menyidik korban. Jadi untuk kasus korban trafficking Polri membedakan proses penyidikan kepada korban, tidak seperti tindak kejahatan pidana lainnya.91

90

Mahmud Mulyadi, Op.Cit, hal 17

91

Pedoman Untuk Penyidik dan Penuntutan Tindak Pidana trafficking dan Perlindungan

Terhadap Korban Selama Proses Penegakan Hukum, (Jakarta: International Organization for

b. Pendampingan dan pelayanan korban.

Pendektesian maupun investigasi (penyidikan) dan penuntutan tindak pidana

trafficking ialah kesedian pihak korban untuk membantu dan mendukung

penuntutan. Kesediaan informasi dan pelayanan, perlakuan yang secara umum diberikan oleh Polri dan risiko bagi korban untuk ditangkap, ditahan, dituntut kemuka pengadilan atau dideportasi berkenaan dengan pelanggaran hukum yang telah mereka lakukan. Risiko demikian muncul sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari posisi mereka sebagai korban kejahatan trafficking, yaitu mencakup pelanggaran ketentuan imigrasi (pendatang ilegal atau penetap tanpa surat-surat sah), keterlibatan dalam industri seks dan/atau penggunaan dokumen-dukomen palsu. Oleh karena itu, perlakuan pelayanan dan perlindungan yang diberikan kepada korban harus dipandang sebagai bagian penting yang menentukan efektifitas penanganan kasus- kasus trafficking.

Pencegahan kejahatan trafficking sebagai strategi biasanya dipersenjatai dan dilengkapi oleh data tentang analisa kejahatan trafficking. Data analisa ini dapat dimanfaatkan untuk mempertinggi nilai dari suatu pengambilan keputusan. Selanjutnya dapat pula menghemat alokasi sumberdaya yang digunakan, selektif dalam melakukan tindakan pencegahan dan tajam dalam mengembangkan latihan yang diperlukan. Namun yang paling penting untuk dipahami bahwa “pengambilan keputusan yang dibantu dengan analisa kejahatan lebih memastikan adanya obyektifitas dan efektifitas dalam pencapaian tujuan”. Selanjutnya dengan melakukan analisa terhadap kejahatan trafficking yang tajam akan lebih memungkinkan seorang

pimpinan Polri, untuk mengikuti perkembangan kejahatan trafficking yang dapat berubah dengan cepat. Yang pada akhirnya akan lebih memudahkan dalam menerapkan tindakan antisipasi dalam saat dan kesempatan yang tepat.

Merupakan sesuatu yang lazim apabila dalam pelaksanaan tugasnya Polri dihadapkan pada permasalahan yang serba kompleks dan rumit. Meningkatnya angka kejahatan yang menyangkut kualitas maupun kuantitas tidak dapat direlakan. Sehingga dalam menghadapi kriminalitas yang terus meningkat diperlukan profesionalisme dan peningkatan kinerja Polri. Namun demikian keterbatasan sumber daya Polri tidak dapat dihindari dan hal ini merupakan permasalahan Polri yang terus membayangi prestasi kerja Polri. Walaupun dengan segala keterbatasan pada kasus tertentu kadang Polri juga dapat berhasil mengungkapnya.

Meningkatnya angka kejahatan pada suatu daerah merupakan tantangan bagi Polri. Tindakan Polri dengan pencegahan, pembinaan dan penindakan mewarnai tugas Polri dilapangan. Apa yang dilakukan oleh Polri dalam menghadapi kejahatan

trafficking sudah jelas dan rinci. Namun demikian keterlibatan masyarakat belum

banyak membantu tugas Polri dalam menanggulangi meningkatnya angka kejahatan

trafficking. Sehingga sebagian besar Polri merasa bahwa mereka kurang mendapatkan

dukungan dari masyarakat, lembaga peradilan dan aparat lainnya. Hal ini sangat berdampak pada kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas. Oleh sebab itu upaya mencegah kejahatan trafficking sebagai kebijakan criminal yang dilakukan oleh Polri harus dapat menimbulkan efek pencegahan terhadap muncul dan berkembanganya kejahatan trafficking selanjutnya. Sehingga upaya yang dilakukan

harus sistemik baik yang bersifat preventif maupun represif. Hal ini perlu dipikirkan sebab secara konseptual masyarakat menuntut lebih besar terhadap kewenangan Polri.92

Kasus-kasus trafficking yang ditangani di Polda Sumut, merupakan hasil-hasil kinerja Polri dalam menanggulangi dan mencegah trafficking, meskipun pada kenyataanya kejahatan trafficking ini masih tetap berjalan. Upaya-upaya yang dilakukan Polri dalam Penyampaian informasi yang berkaitan dengan pencegahan kejahatan trafficking dilakukan melalui televisi, radio, media cetak dan media masa lainnya. Selain itu Polri perlu membuat video dan mendistribusikan pamflet atau pesan-pesan kamtibmas yang relevan dengan pencegahan kejahatan trafficking yang menjadi fokus perhatian.93

Dalam rangka pencegahan kejahatan trafficking perlu melibatkan peran serta masyarakat secara optimal. Tempat yang potensial menjadi sasaran kejahatan dapat ditawarkan untuk diajak kerjasama secara terorganisir dalam rangka pencegahan kejahatan trafficking Sehingga lingkungan masyarakat tersebut memiliki pengetahuan, pemahaman dan kemampuan untuk ikut serta mengantisipasi melawan kejahatan yang timbul. Adapun pembentukan organisasi di lingkungan masyarakat dalam upaya melakukan pencegahan kejahatan trafficking dapat dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :94

92

http://www.isiindonesia.com/community-policing.html, Community Policing, diakses

tanggal 16 Juni 2009.

93 Ibid. 94

a. Fasilitas tempat hiburan dan peristirahatan. b. Hotel, motel dan fasilitas penginapan lainnya. c. Kompleks pertokoan, mall dan sejenisnya.

d. Fasilitas transportasi yang terdiri dari terminal bus, kereta api, jalan tool, bandara dan sebagainya.

e. Dealer kendaraan, bengkel dan reparasi mobil lainnya. f. Tempat penjualan barang-barang berbahaya.

g. Proyek-proyek vital dan sebagainya.

Upaya pencegahan kejahatan trafficking memberikan kesempatan untuk meminimalkan tingkat kerawanan daerah dengan menggunakan pendekata Non Penal secara Pre-emtif. Biasanya sambutan yang paling hangat datang dari kalangan yang memiliki status sosial yang rendah atau berada di lingkungan menengah kebawah, yang dengan mudahnya dipengaruhi oleh Trafficker, untuk memberi pekerjaan dengan gaji tinggi, atau mereka yang hidup di lingkungan yang tingkat kejahatanya tinggi. Hal ini disebabkan karena golongan masyarakat tersebut justru paling mudah dijadikan sasaran kejahatan. Sehingga upaya pencegahan kejahatan trafficking tersebut perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan di sosialisasikan dengan terencana. 95

95

Terdapat suatu pandangan kuat yang menyebutkan bahwa tanpa adanya peran serta dan kerja sama dari masyarakat maka Polri akan sangat mustahil dapat melaksanakan strategi penanggulangan kejahatan trafficking secara efektif. Berkaitan dengan hal ini Goldstein menyatakan sebagai berikut: Apapun yang Polri lakukan dalam usahanya mengedepankan kejahatan trafficking serius. Mereka harus mengakui bahwa usaha mereka sangat bergantung pada adanya kerjasama dan peran serta masyarakat. Kenyataan menunjukkan bahwa Polri tidak akan mungkin membuahkan suatu kemampuan yang menyamai kemampuan kolektif yang dimiliki masyarakat dalam pencegahan kejahatan trafficking, dalam melaporkan adanya pelanggaran, mengidentifikasi pelaku dan membantu proses penuntutan. 96

Pendapat tersebut diatas juga diperkuat dengan pendapat Sir Robert Pell dinyatakan bahwa : “Polri haruslah bekerjasama dengan masyarakat, melindungi hak- hak, melayani kepentingan, serta berusaha mendapatkan kepercayaan masyarakat dimana mereka melaksanakan tugas kepolisian”. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka langkah utama yang harus dilakukan dalam mengimplementasikan gaya pemolisian model Community Policing adalah dengan menghimbau masyarakat untuk bersedia ikut terlibat dalam kegiatan Polri. Adapun peran serta masyarakat dalam membantu tugas Polri ditujukan dalam upaya :97

96

Ibid.

97

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan kejahatan trafficking

2. Melatih dan mendidik masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk tidak tergoda pekerjaan yang berpenghasilan tinggi diluar negeri. 3. Memotivasi masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi apabila melihat

kejadian yang mencurigakan terhadap pelaku dan korban trafficking.

4. Meningkatkan hubungan yang harmonis antara Polri dan masyarakat dalam memelihara keamanan dan ketertiban.

5. Melalui pertemuan dan diskusi secara rutin antara Polri dan masyarakat diharapkan Polri dapat menawarkan kerjasama tentang upaya mencegah kejahatan

trafficking yang dianggap sesuai dengan kebutuhan setiap kelompok masyarakat.

Untuk selanjutnya mampu mengambil langkah yang tepat dalam mengembangkan cara bertindak sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.

Oleh sebab itu diperlukan kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk memahami dan menguasai tentang strategi pencegahan kejahatan trafficking dengan cara pendekatan Non Penal secara Preventif. Adapun langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut :98

a. Membentuk lembaga pencegahan kejahatan trafficking yang diorganisir mulai pada tingkat daerah, propinsi maupun nasional. Dengan dibentuknya lembaga

98

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

ini dilakukan kontak kegiatan dengan pemerintah daerah, sekolah-sekolah, lembaga swadaya masyarakat, pengamat Polri. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan mencegah kejahatan trafficking yang telah menjadi perhatian masyarakat baik yang menyangkut segi kuantitas maupun kualitas. Sehingga lingkungan masyarakat terbebas dari unsur-unsur kejahatan dan pada akhirnya mampu mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sebagaimana diharapkan bersama.

b. Membuat pos anti kejahatan Kegiatan Polri dilakukan dengan memberikan bimbingan dan upaya memberdayakan pos pencegahan kejahatan serta menyusun strategi untuk menghadapi tipe-tipe kejahatan khusus yang sedang berkembang. Sebagai contoh adanya pos anti narkoba dan juga trafficking yang keberadaanya dapat memberikan bantuan informasi maupun bantuan lainnya.

Sehingga pencegahan kejahatan trafficking merupakan tindakan untuk memberikan perlindungan dan menghindari rasa takut masyarakat dari gangguan kejahatan. Selanjutnya pengamanan terhadap masyarakat tidak semata-mata terfokus pada para pelaku kejahatan, tetapi juga pada kecenderungan dalam mengendalikan kejahatan trafficking itu sendiri. Untuk mencegah dan memberikan perlindungan masyarakat terhadap gangguan kejahatan trafficking maka dilakukan tindakan kepolisian. Adapun tindakan Polri dimaksud adalah : Melakukan eliminasi terhadap

faktor-faktor kriminogen yang ada dalam masyarakat. Menggerakan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan. 99

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa upaya memberikan perlindungan masyarakat dari rasa takut terhadap gangguan kejahatan trafficking harus dilakukan secara tegas. Namun demikian kebijakan yang bersifat pencegahan lebih diutamakan yaitu dengan melakukan eliminasi terhadap faktor korelatif kriminogen dengan menggerakan potensi dan partisipasi masyarakat. Termasuk melakukan kegiatan pencegahan pada daerah rawan dan kegiatan penindakan terhadap kejahatan yang muncul.

Menurut Robert. R. Friedman dalam bukunya “Community Policing

Comparative Perspectives and Prospects “. Dijelaskan bahwa terdapat lima konsep

hubungan Polri dan masyarakat. Selanjutnya konsep hubungan Polri dan masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut : 100

1. Polri dan masyarakat yang keduanya ekslusif.

2. Polri dan masyarakat tumpang-tindih atau duplikasi sepenuhnya. 3. Masyarakat merupakan bagian dari Polri

4. Polri merupakan bagian dari masyarakat.

5. Sebagian dari keduanya saling tumpang-tindih Polri.

99

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

100

Dalam prakteknya dilapangan yang sering menjadi korban adalah perempuan dan anak, sehingga eksistensi Polri dalam mencegahan kejahatan trafficking di Sumut juga berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang penghapusan perdagangan (trafficking) perempuan dan anak. Pada Pasal 1 huruf P adalah memberi Perlindungan perempuan dan anak yang merupakan segala kegiatan untuk melindungi perempuan dan anak agar terjamin hak-haknya sehingga terhindar dari kekerasan dan diskriminasi.

Mengingat dalam eksistensi Polri juga menyediakan Unit Pelayan Perempuan dan Anak (UPPA) dalam proses Penyidikan Polri, untuk korban-korban trafficking . dimana bertugas memberikan pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hokum terhadap pelakunya. Dalam melaksanakan eksistensi Polri menyelenggarakan fungsi yaitu :

a. Penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan hokum;

b. Penyelenggaraan Penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana;

c. Penyelenggaraan kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait.101

Menurut Ferina Gultom kasus-kasus trafficking, yang terjadi di sumut diantaranya : 102

101

Pasal 4 Peraturan Kapolri No.Pol.: 10 Tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit UPPA) dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

102

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

1. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Satuan I Tindak Pidana Umum (Tipidum) Direktorat Reskrim Polda Sumut, Kamis, berhasil mengungkap kasus

trafficking. Pelakunya, Masriani (20), warga Pasar VI Saentis, Kec. Percut

Seituan, Deliserdang ini, ditangkap dari lantai VI Hotel Crystal Grown, Port Klang, Malaysia. Polisi juga berhasil menangkap Susilawati alias Susi (40), warga Jalan Negeri Lama Sungai Tampang, Kec. Negeri Lama, Rantauprapat, dari kawasan Pasar XII Bandar Setia Tembung. Terungkapnya kasus trafficking (perdagangan manusia) ini berkat koordinasi cepat kita dengan pihak SLO di Malaysia, sehingga mengamankan korban yang disekap di salah satu hotel di Malaysia.

Kasus ini berawal dari laporan ibu korban, Sutijah (40), warga Dusun IX Sidoharjo, Desa Pematang Johar, Kec. Labuhan Deli, Deliserdang 30 April lalu. Dalam laporannya, Sutijah mengaku anaknya telah dijual ke Malaysia pada 18 April 2009. Itu dibuktikan dari SMS yang dikirim korban pada Sutijah, mengatakan dirinya disekap di lantai VI hotel Crystal Grown Port Klang Malaysia. petugas perlindungan perempuan dan anak ini langsung berangkat ke negeri jiran itu. Hasilnya, petugas SLO dan UPPA menangkap Michael alias Ee Yong Heng (40) WN Malaysia, dari kamar hotel tersebut. Tersangka Michael berperan sebagai pembeli dari Tommy (DPO). Kini telah diproses penegak hukum di sana (Polisi Diraja Malaysia-PDRM). Sementara korban yang berhasil diselamatkan, akan dibawa pulang ke Medan. Dalam pemeriksaan sementara, korban mengatakan, usai dijual tersangka Susi kepada

Tommy. Kemudian dirinya disekap di hotel tersebut dan dipaksa harus melayani 10 lelaki hidung belang dalam sehari, terang AKP Fransisca PS Munthe.Sementara, Susi yang ditemui Pos Metro Medan di ruang penyidik Polri UPPA membantah semua tuduhan itu. Menurutnya, korban sendiri yang mau diajak dengan tawaran pekerjaan sebagai pelayan cafe di Malaysia. Dia sendiri yang mau ikut, waktu itu kubilang pekerjaan yang ada di cafe shop dan dia pun mau, jadi tidak ada kupaksa-paksa, jawab ibu 4 anak ini sembari mengakui telah menerima uang sebesar 2500 ringgit dari Tommy. Itu uang ganti pengurusan pasport dan biaya tiket perjalanan, bukan uang penjualan anak itu, kilahnya. Akibat perbuatannya Susi dijerat Pasal 2, 4, 9, 10 UU NO. 21 Tahun 2007 tentang Trafficking jo Pasal 102, 103 UU RI No. 39 Tahun 2004 tentang penempatan TKI di luar negeri, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

2. Ernawati (21) semula ingin mengadu nasib menjadi TKI di Taiwan. Ibu satu anak ini justru dipaksa menjadi perempuan seks komersial (PSK). Ernawati pun melarikan diri dari cengkraman sang germo. Ernawati yang 10 hari bekerja di lokalisasi terbesar di Pekan Baru ini akan dikembalikan dari Pekan Baru ke Subang, Jawa Barat. Ernawati diselamatkan oleh perguruan pencak silat di Kelurahan Kulim, Pekan Baru. "Kini korban akan kita kembalikan ke kampung halamannya di Jawa Barat”.

3. Rina, misalnya, mengaku sudah empat bulan dipaksa menjadi budak seks di sarang pelacuran berkedok diskotek, Golden Million. Ia stres, sehingga wajahnya

yang segar berubah menjadi kuyu. "Tadinya saya dijanjikan kerja di salon di Batam. Tak tahunya, saya dipaksa melacur di Tanjung Balai," kata Rina, getir. Simak pula pengalaman pahit Rani (nama samaran), lulusan SMU berusia 18 tahun. Rani mengaku dua bulan dijadikan budak seks, juga di Diskotek Golden Million, milik Kioe Moi alias Merry, wanita berusia 42 tahun yang disebut-sebut sebagai germo paling beken di Tanjung Balai. "Saya tidak tahan, sudah lama ingin kabur, tapi tidak berani. Untunglah, Polri menyelamatkan kami

Pencegahan trafficking juga sebagai upaya agar tidak tersebar berkelanjutan penyakit HIV/AIDS, yang ditularkan oleh para Pekerja Seks Komersial. Agar penularan penyakit yang berbahaya tersebut tidak semakin meningkat secara nasional dan membahayakan masa depan bangsa dalam rangka penanggulangan HIV-AIDS, termasuk penyebaran melalui strategi nasional penanggulangan HIV-AIDS yang akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.103

Dari hal ini, menghadapi realita kejahatan trafficking yang terjadi saat ini, dibutuhkan kebijakan dalam pencegahan kejahatan trafficking yang konseptual dan konsisten. Sehingga upaya yang dilakukan oleh Polri lebih responsive, akomodatif dan antisipatif dengan pengelolaan informasi/data yang terintegrasi dengan baik

103

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

antara kepolisian dengan system peradilan pidana, dimana Polri berperan sebagai koordinator dalam upaya penanggulangan dan pencegahan kejahatan trafficking.104

Studi kajian mengenai pencegahan kejahatan trafficking yang terintegrasi tentunya mengandalkan pelibatan potensi yang ada dimasyarakat. Oleh sebab itu dalam penerapannya perlu mendapat dukungan dari legislatif dan eksekutif. Sehingga perwujudan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dengan mudah dicapai dan pelibatan peran serta masyarakat terus meningkat. Disamping itu peranan media elektronik maupun media cetak dapat dimanfaatkan maksimal terkait dengan upaya pencegahan kejahatan dimaksud.105

Pencegahan kejahatan trafficking merupakan salah satu strategi dalam menerapkan gaya Community Policing. Orientasi penegakan hukum modern selalu menitik beratkan terhadap tindakan preventif daripada represif.106 Sehingga dengan tugas dan wewenang diharapkan dapat lebih mengakomodir kegiatan pencegahan kejahatan trafficking yang didukung oleh system pelayanan terpadu yang lebih terintegrasi. Bahwa kegiatan kepolisian dalam gaya apapun selalu bersandar pada berbagai hubungan dengan pemerintah daerah, masyarakat dan kepentingan organisasi lainnya. Oleh sebab itu dalam menentukan kebijakan kepolisian

104

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

105

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

106

seyogyanya dikoordinasikan terlebih dahulu. Apabila dalam pelaksanaanya menghadapi berbagai kendala maka dapat dengan mudah diminimalisir dan potensi yang ada dalam masyarakat dapat dimanfaatkan secara maksimal.107

Sistem peradilan pidana (Criminal Justice Sistem) merupakan salah satu sistem dalam masyarakat yang digunakan dalam rangka menanggulangi kejahatan

trafficking. Upaya menanggulangi kejahatan trafficking mengandung pengertian

yang bermakna pencegahan dan penindakan atau pemberantasan. Mengingat bahwa kejahatan yang ada dalam masyarakat tidak mungkin dihilangkan sama sekali maka pengendalian berarti pula menjaga agar kejahatan itu selalu berada dalam batas toleransi.

Menjaga sampai batas toleransi mengharuskan Polri untuk dapat menganalisa dan menghitung secara kuantitatif yang didasarkan pada kriteria dan kesepakatan yang telah ditentukan. Hal ini menyebabkan Polri terkadang melupakan nilai-nilai yang berlingkup kualitatif. Sehingga dalam melakukan analisa terhadap kejahatan

trafficking.108

107

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

108

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

Kadang kurang efektif dan tidak obyektif. Namun demikian perlu dipahamai bersama bahwa tujuan dari sistem peradilan pidana adalah: 109

1. Mencegah agar masyarakat terhindar menjadi korban kejahatan trafficking. 2. Secepatnya menyelesaikan kejahatan trafficking yang terjadi agar masyarakat

puas dan merasa aman, karena keadilan cepat ditegakan.

3. Mengusahakan agar para pelaku kejahatan trafficking tidak mengulangi kejahatan lagi.

Berdasarkan uraian diatas, maka kegiatan pencegahan kejahatan trafficking merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai dalam mewujudkan tujuan dari sistem peradilan pidana. Sebagai pelaksananya adalah Polri, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Idealnya ke-empat instansi ini dapat bekerjasama secara kompak dan pelaksanaan tugasnya mengalir dalam satu garis tak terputus dan saling berkesinambungan. Selanjutnya dengan kegiatan yang sinergi dapat mewujudkan tampilan tugas transparan, jujur dan dapat segera memberikan rasa keadilan pada masyarakat. Kesatuan yang semacam ini dapat disebut sebagai Integrated Criminal

Justice Sistem.110

109

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

110

Ferina Gultom, Kanit PPA Reskrim Polda Sumut, Wawancara pada tanggal 20 Mei 2009 di Polda Sumut.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka upaya pencegahan kejahatan

trafficking sebenarnya bukan hanya tugas Polri sendiri. Tetapi seluruh aparat Criminal Justice Sistem111 harus terpanggil untuk mendukung pencegahan kejahatan

trafficking. Karena sistem yang berjalan kurang dapat mewujudkan rasa keadilan

maka kepercayaan terhadap hukum terus menjadi berkurang. Kondisi ini mendorong pelaku kejahatan secara berani melakukan kejahatan trafficking bahkan

Dokumen terkait