• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

K. Eksploitasi anak

Mengenai hak-hak anak telah tercantum dalam konverensi PBB Tahun 1989, khususnya dalam butir 22 yaitu Hak atas Perlindungan dari Eksploitasi Ekonomi .

Dalam Undang-Undang Repoblik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan anak, pada pasal 13 butir tercantum, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali,

atau pihak lain maupun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi, adanya tindakan tidak adil pada diri anak tersebut, misalnya tidak memberikan pendidikan yang layak minimal sekolah Dasar (SD)

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual. Bentuk eksploitasi ini seperti mempekerjakan anak yang dibawah umur dan juga mencabuli anak dibawah umur. c. Penelantaran yaitu bentuk tidak bertanggung jawabnya seorang orangtua atau wali

anak tersebut sehingga anak tersebut tidak mendapatakan kehidupan yang layak, bahkan kebuatuhan pokok seperti rmah dan makanan pun tidak tersedia.

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan. Ini adalah tindakan kriminal yang kerap menimpa anak-anak. Sehingga dapat mengganggu perkembangan fisik bahkan mental seorang anak.

e. Ketidakadilan, dimana seorang anak tidak dipenuhi kebutuhan pokoknya, seperti makana, rumah bahkan pendidikan.

f. Perlakuan salah lainya.

Menurut Undang-Undang ini, perlakuan eksploitasi, misalnya tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.

Selain Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak peraturan tentang penggunaan anak sebagai pemeran dalam program televisi juga tercantum pada P3SPS Nara Sumber Anak dalam menyiarkan program yang melibatkan anak sebagai narasumber, lembaga penyiaran harus mengikuti rangkaian ketentuan sebagai berikut :

a. Anak di bawah umur tidak boleh ditanya mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya (misal: tentang kematian orangtua, tentang perceraian orangtua, dan sebagainya).

b. Izin dari orang tua atau wali harus didapat sebelum mewawancarai anak.

c. Materi siaran yang menyangkut anak-anak harus mempertimbangkan keamanan anak dan masa depan anak.

d. Anak yang terkait permasalahan dengan polisi atau proses pengadilan, terlibat dengan kejahatan seksual atau korban dari kejahatan seksual harus disamarkan atau dilindungi identitasnya.

Dalam P3SPS sangat tidak memberi jawaban bagi persoalan penggunaan anak sebagai pemeran dalam sinetron khususnya karena dalam P3SPS hanya mengatur pedoman penyiaran bagi anak yang menjadi narasumber dalam acara televisi, sedangkan ketrerlibatan anak dalam acara televisi sudah jauh dari yang diperkirakan pemerintah dimana anak sudah dijadikan pemeran utama dalam sebuah film, yang tentunya sangat berdampak bagi kondisi anak dari segi apapun.

Kalangan industri hiburan Televisi di Indonesia yang memperkerjakan anak-anak masih belum mengindahkan peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan P3SPS yang memang belum menjawab masalah pekerja anak di industr televisi. Karena dibeberapa kasus kita masih bisa melihat banyak anak-anak yang jika dilihat dari segi umur masih sangat tidak layak untuk dipekerjakan menjadi seorang pemain dalam dunia hiburan.

L.

Dalam sebuah keluarga, anak adalah calon generasi penerus yang harus dirawat dan dijaga sebaik mungkin. Pribadi seorang anak akan sangat dipengaruhi oleh pola asuh keluarga yang diberikan sejak dini. Karena itulah, orang tua harus berhati-hati dalam memberikan pendidikan apapun terhadap anak-anak.

1. Macam-Macam Pola Asuh Keluarga pada Anak

Menurut beberapa ahli, pola asuh anak dibagi menjadi beberapa bagian : Otoriter

Pola asuh keluarga otoriter cenderung memiliki banyak peraturan. Orang tua umumnya sangat membatasi anak-anak mereka dalam segala hal. Tak hanya dalam hal negatif, kadang untuk hal yang positif pun, gerakan anak-anak benar-benar dibatasi. Dalam pola asuh seperti ini, komunikasi yang terjadi hanyalah komunikasi satu arah, yaitu dari orang tua pada anak, sedangkan si anak tidak diperkenankan bicara atau mengeluarkan pendapat. Orang tua kerap memberikan banyak aturan yang bersifat memaksa, bila dilanggar maka akan ada hukuman. Akibat dari pola asuh keluarga seperti ini adalah anak menjadi tidak bebas, suatu saat akan menjadi pemberontak. Bahkan, bukan tidak mungkin pribadi anak akan menjadi kacau, negatif, dan bisa meniru orang tuanya.

Demokratis

Pola asuh keluarga secara demokratis agak lebih longgar dari otoriter, dan ini sangat bagus untuk membentuk pribadi seorang anak agar tumbuh menjadi orang yang baik. Jenis pola asuh ini sangat memperhatikan kepentingan atau kebutuhan si anak. Mereka diberi

kebebasan tapi tidak bersifat mutlak, peran orang tua masih sangat tinggi sehingga anak-anak pun tidak akan kebablasan dalam bertindak.

Tidak seperti tipe otoriter, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi dua arah. Hal ini menyebabkan tidak terjadinya kesalah pahaman antara orang tua dan anak. Anak mengerti apa keinginan orang tua, orang tua pun mengerti tentang sejauh mana kebutuhan dan kemampuan anaknya.

Permisif

Pola asuh keluarga tipe ini benar-benar sangat longgar. Anak-anak diberi kebebasan untuk melakukan apa saja dan orang tua hampir tidak melakukan pengawasan terhadap mereka.

Sekalipun anak melakukan kesalahan atau mendekati hal yang berbahaya, orang tua cenderung tidak menegur mereka.Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa macam hal, misalnya orang tua yang terlalu sibuk bekerja, atau orang tua yang terlalu sayang hingga memanjakan anaknya.

Anak memang suka kebebasan, namun pola asuh seperti ini jelas tidak terlalu baik untuk membentuk pribadi seorang anak, karena anak umumnya masih sangat labil dan butuh tuntunan orang tua. Bila terlalu dibebaskan, mereka akan tumbuh menjadi anak manja, tidak suka bekerja keras, dan tidak akan sukses di tengah-tengah masyarakat.

Menelantarkan

Pola asuh jenis ini bisa dibilang lebih membahayakan daripada tipe permisif. Orang tua akan menelantarkan anak-anak mereka dan tidak peduli dengan apa yang dilakukan oleh si anak. Bukan hanya tidak peduli, orang tua seperti ini bahkan enggan untuk memenuhi

kebutuhan anaknya, sehingga anak benar-benar ditelantarkan bahkan seperti orang lain saja. Anak yang mendapat pola asuh keluarga seperti ini tidak akan memiliki masa depan yang baik, kecuali mereka memberontak dan mencari jalan hidup sendiri sesuai kebutuhan mereka dengan bantuan orang lain.

2. Tips Mendidik Anak

Usahakan untuk selalu menanamkan ajaran agama pada anak-anak sejak dini. Pola asuh keluarga berbasis agama dinilai sebagai pendidikan paling baik sampai saat ini.

Anak akan meniru orang tua, jadi sebaiknya orang tua pun harus menjadi teladan yang baik. Jika ingin memiliki anak yang berperilaku positif, orang tua pun harus menjauhi segala hal yang negatif.

Menjalin komunikasi antara orang tua dan anak adalah hal yang sangat penting. Hal ini agar terjadi saling pengertian dan tidak menimbulkan salah paham.

Orang tua wajib memberikan aturan-aturan tertentu agar anak tidak terlalu dibebaskan, namun aturan-aturan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan atau kebutuhan anak, sehingga anak pun tidak merasa berat dan terbebani.

Hukuman memang boleh diberikan, bahkan dianjurkan agar si anak menjadi jera. Tapi hukuman yang dimaksud bukanlah kemarahan yang menjadi-jadi atau kekerasan fisik yang membuat anak kesakitan. Anak yang masih labil bisa salah paham dan berpikiran buruk pada orang tua yang suka memberikan hukuman fisik. Hukuman orang tua terhadap anak adalah bentuk kasih sayang, jadi Anda pun harus pintar-pintar memberikan hukuman apa yang cocok bagi anak Anda.

BAB III METODOLOGI A. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Sesuai dengan paradigm kritis, analisis semiotika bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasiinterpretasi alternative (sobur, 2004:147). Selain itu penelitian ini juga bersifat subjektif dan sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan teks yang dikaitkan dengan nilai-nilaiideologi, budaya, moral, dan spiritual.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelin ini adalah sinetron Buku Harian Baim yang diperankan oleh Ibrahim Alkariti sebagai aktor utama dalam sinetron ini, anak berusia 4 tahun ini bermain dengan professional walaupun seharusnya anak seusianya seharusnya bermain bukan bekerja layaknya orang dewasa. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif . Tipe penelitian ini diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi yang sewajarnya dalam kehidupan suatu objek yang dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis (Nawawi, 1995:209).

Sinetron Buku Harian Baim yang disiarkan setiap hari di stasiun televisi SCTV ukul 18.00 19.00 WIB, namun sequence yang akan diteliti aleh peneliti adalah 2 potongan gambar dari setiap video yang telah di unduh oleh peneliti sebanyak 8 video sehingga potongan gambar yang akan diteliti adalah sebanyak 16 gambar. Karakteristik gambar yang

akan diteliti tentunya sangat berkaitan dengan adegan Baim dalam sinetron tersebut sehingga kita mudah menganalisis makna dari pemaknaan yang disampaikan lewat gambar tersebut.

Dipilihnya sinetron Buku Harian Baim ini menjadi subjek penelitian peneliti karena sinetron ini adalah sinetron Streaping dimana pemain harus bekerja keras syuting sepanjang hari dan setiap hari untuk memenuhi stok episode sinetron yang akan ditayangkan hari berikutnya,jadi secara tidak langsung pemeran utama dalam sinetron ini yaitu Baim sudah tidak lagi bekeja dalam porsinya bagaiman yang sudah diatur pemerintah dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pada pasal 13 tercantum setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain maupun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan. Meskipun sinetron ini mendapatkan share tinggi karena kelucuan acting Baim namun kondisi psikologis Baim sebagai balita juga harus diperhatikan karena belum saatnya anak sekecil itu dituntut untuk bekerja sepanjang hari. Dan dalam hal ini juga membuat penulis semakin tertarik untuk meneliti sinetron ini untuk melihat adakah indikasi eksploitasi didalamnya.

3. Unit dan Level Analisis

Unit yang dianalisis adalah gambar-gambar potongan sinetron Buku Harian Baim yang terpilih yaitu sebanyak tiga puluh potongan gambar. Dan selanjutnya akan dianalisis dalam llevel denotasi dan konotasi sesuai dengan konsep Roland Barthes yaitu signifikasi dua tahap (two order of signification).

4. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah memakai perangkat analisis semiologi Roland Barthes yaitu signifikasi dua tahap (two order of signification). Tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dengan signified di dalam sebuah tanda

terhadap realitas eksternal yang disebut denotasi. Sedangkan tahap yang kedua konotasi adalah menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan.

5. Operasional Konsep a. Tanda

Yang dimaksud tanda dalam penelitian ini adalah tanda visual yang tampak dalam iklan baik berupa ekspresi wajah, gerak tubuh, pakaian yang digunakan, warna, tulisan (teks) bahkan teknik pengambilan gambar sinetron Buku Harian Baim yang menjadi objek penelitian.

b. Denotasi

Denotasi merupakan definisi objektif yang bersifat umum. Dalam penelitian ini makna denotasi yaitu makna yang tesrurat dalam ke enambelas potongan gambar dari sinetron Buku Harian Baim tersebut.

c. Konotasi

Konotasi merupakan makna subjektif, dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotasi) karena sudah ada penambahanrasa dan nilai tertentu. Dalam penelitian ini makna konotasi yaitu makna yang tersirat dalam ke enambelas potongan gambar dari sinetron Buku Harian Baim tersebut. d. Mitos dan Ideologi

Mitos merupakan suatu wahana dimana suatu ideology berwujud. Ideologi dalam teks dapat ditemukan dengan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat

di dalamnya. Dalam penelitian ini berupaya untuk membongkar ideologi dan mitos tentang pandangan bahwa Baim cilik seorang aktor belita yang masih berumur dibawah 5 tahun telah dieksploitasi oleh pihak terkait karena telah dipekerjakan layaknya orang dewasa lewat permainannya di beberapa sinettron dan salah satunya adalah Buku Harian Baim.

Dokumen terkait