• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.2 Ekspor

2.2.1 Pengertian Ekspor

Menurut Undang-Undang Perdagangan Tahun 1996 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, ekspor adalah kegiatan mengeluarkan dari Daerah Pabean. Keluar dari daerah pabean berarti keluar dari wilayah yuridiksi Indonesia.

Defenisi lain menyebutkan bahwa ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri

sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 2004:100).

Menurut Michael P. Todaro, ekspor adaah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktifitas perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.

Sementara itu, G.M. Meiner, ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri sehingga mendorong sektor lain dalam perekonomian. Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain :

a) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar negeri melalui kebijakan ekspor.

b) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

c) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri karena harga di pasar dunia lebih menguntungkan.

d) Adanya barter antara produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

e) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.2.2 Teori Tentang Ekspor (Perdagangan Internasional)

Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif, tetapi juga oleh faktor-faktor-faktor-faktor keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitinya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara individu atau kelompok.perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001).

Berikut ini adalah beberapa tokoh yang membahas tentang ekspor (perdagangan internasional), yaitu :

a. Adam Smith (1729 – 1790)

Buah pemikiran dari Adam Smith adalah teori “keunggulan absolut (absolute advantahe)”. Teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teoi ini adalah bahwa suatu

negara akan melakukan spesialisasi dan ekspor terhadap suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor terhadap jenis barang lain yang tidak memiliki keunggulan absolut. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang jika negara tersebut dapat membuatnya lebih efisien atau lebih murah daripada negara lain. Jadi, teori ini menekankan pada efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, di dalam proses produksi yang sangat menentukan keunggulan atau tingkat daya saing.

b. David Ricardo

David Ricardo dikenal melalui teorinya “keunggulan komparatif (comparative advantage)”. Teori ini muncul sebagai kritik terhadap teori keunggulan absolut milik Adam Smith. Menurut Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi, meskipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut aas Vietnam dalam memproduksi beras dan buah-buahan. Walaupun begitu, Vietnam bisa saja memiliki keunggulan komparatif paling besar dibandingkan Indonesia dalam memproduksi salah satu dari kedua komoditi tersebut. Dengan kata lain, Vietnam akan berspesialisasi pada dan mengekspor suatu komoditi tertentu, dimana Vietnam memiliki keunggulan komparatif. Menurut Ricardo, perdagangan antara dua negara tersebut akan timbul bila masing-masing negara memiliki baya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda.

Oleh karena itu, teori Ricardo sering disebut teori biaya relatif. Titik pangkal dari teori ini adalah nilai atau harga suatu barang ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan tiap pekerja dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, dalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara lain dalam membuat suatu jenis barang didasarkan pada tingkat efisiensi atau produktivitastenaga kerja. Teori ini merupakan yang sering digunakan di dalam banyak penelitian empiris mengenai kinerja ekspor.

c. Eli Heckseher dan Bertil Ohlin

Teori Heckseher dan Bertil Ohlin (H-O) termasuk dalam kelompok teori modern. Teori H-O disebut juga sebagai factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memiliki tanah yang lebih luas dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak, namun memiliki modal yang lebih kecil daripada Jepang.

Maka sesuai hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah, sebaliknya harga

modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Namun, bukan berarti Indonesia lebih unggul daripada Jepang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah, dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dengan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah daripada sektor industri manufaktur. Oleh sebab itu, paling tidak secara teori, Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan ekonomi komoditi pertanian.

Jadi menurut teori H-O, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada kesediaan dan intensitas pemaskaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ini ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya lebih banyak di negara tersebut dan sebaliknya. d. Cho dan Moon

Cho dan Moon menggunakan model sembilan faktor untuk menerangkan siklus hidup daya saing internasional dari suatu negara, yang pada dasarnya sama dengan model pembangunan bertahap dari Rostow. Menurut mereka status perekonomian sebuah negara ditentukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih pada tahapan keterbelakangan menuju

tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semimaju dan akhirnya menuju tahapan maju.

Gambar 2.2

Model Sembilan Faktor Penentuan Daya Saing Internasional

2.2.3 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Ekspor

Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi,1991:128) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan ekspor adalah :

Industri Terkait dan Pendukung Sumber Daya yang

Dianugerahkan Lingkungan Bisnis Permintaan Domestik Daya Saing Internasional Politisi dan Birokrat Pekerja Para Wirausahawan Manajer dan Insinyur Manajer dan Insinyur

a) Harga internasional, makin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan di ekspor menjadi bertambah banyak.

b) Nilai tukar uang (exchange rate). Makin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara (mengalami apresiasi) maka harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi mahal. Sebaliknya, makin rendah nilai mata uang suatu negara (mengalami depresiasi), harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

c) Quoto ekspor impor yakni kebijaksanaan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas (jumlah) barang ekspor.

d) Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

Menurut Sukirno (dalam Hajaswara, 2006:5), faktor-faktor yang menentukan ekspor sebagai berikut :

a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan

penduduk negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

b. Proteksi di negara-negara lain

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.

c. Kurs Valuta Asing

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.

2.2.4 Strategi, Tata Cara Pelaksanaan dan Prosedur Ekspor A. Strategi Memasuki Pasar Ekspor

Tujuan setiap usaha bisnis adalah mencari laba. Dengan laba, perusahaan dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya, dapat melakukan rehabilitasi dan restrukturisasi aset perusahaan serta mampu melakukan perluasan dan diversifikasi usaha. Agar perusahaan dapat memperoleh laba, maka perusahaan harus menjual produknya di atas biaya produksi. Penjualan suatu komoditi akan terjadi setelah melalui suatu proses kegiatan pemasaran. Bila suatu perusahaan ingin memasarkan produknya ke luar negeri, maka manajemen perusahaan itu harus menentukan langkah-langkah yang strategis guna menyukseskan kegiatan ekspornya. Berikut ini adalah beberapa langkah strategis memasuki pasar ekspor. (Amir 2004:11) yaitu :

1) Keputusan manajemen untuk melakukan ekspor

Pola pikir pengusaha nasional yang cenderung bertahan di pasar domestik, sebaiknya perlu diubah menjadi pola pikir yang positif dan agresif. Dengan pola pikir yang positif seperti ini, mereka akan melihat globalisasi dan liberalisasi sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penetrasi pasar di luar Indonesia, disamping tetap memperkuat kedudukan di pasar domestik. Dengan pola pikir semacam ini, dapat diharapkan semua pengusaha di semua tingkatan, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar, akan mengambil keputusan untuk melaksanakan bisnis ekspor. Tanpa keputusan itu, perusahaan tidak akan pernah memasuki pasar ekspor.

2) Menentukan komoditi yang akan di ekspor

Komoditi yang laku di pasar internasional adalah komoditi yang mempunyai daya saing tinggi. Komoditi dengan daya saing tinggi pada dasarnya adalah komoditi yang mutu (quality), kegunaan (function), daya tahan (durability), harga (price), waktu penyerahan (shipment-date), dan pelayanan purnajualnya (after sales service) sesuai dengan “selera dan daya beli” pembeli di negara tujuan ekspor.

Sebagai suatu negara dengan ciri khas terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki tenaga kerja yang melimpah dan murah, maka komoditi yang memiliki daya saing tinggi adalah komoditi yang bersumber dari

kekayaan alam tropika.komoditi tersebut antara lain hasil hutan, hasil perkebunan, hasil tambang, hasil petro kimia dan hasil wilayah tropis lainnya. Selain itu, termasuk juga komoditi hasil kerajinan rakyat dan industri padat karya seperti garmen, sepatu, tas dan hasil kerajinan kulit lainnya.

3) Menganalisis kondisi negara tujuan

Sebelum menentukan pilihan tentang negara mana yang akan dijadikan tujuan ekspor, perlu sekali dilakukan penelitian awal tentang populasi suatu negara termasuk agama, tardisi, kondisi ekonomi, politik, sosial, iklim, peraturan ekspor-impor, pepajakan, perbankan, keuangan, transportasi dan sebagainya.

4) Menentukan pasar potensial dan segmen pasar

Contoh dari kegiatan tersebut adalah ketika kita ingin mengekspor

cornet beef, Arab Saudi adalah pilihan yang paling tepat dibandingkan India.

Selain faktor pendapatan perkapita masyarakat yang jauh lebih tinggi daripada India, faktor budaya juga menentukan. India secara budaya adalah “anti sapi” karena menurut mereka sapi merupakan hewan suci sehingga haram untuk dimakan.

5) Menentukan strategi operasional bersama mitra usaha

Strategi operasional yang akan diterapkan harus sesuai dengan pola dasar bauran pemasaran (marketing mix), yang sudah dikenal oleh ahli

pemasaran dengan istilah 6P (Product, Price, Promotion, Place of

Distribution, Governmen Power, and Power of Parliament).

6) Menentukan sistem promosi dan pemilihan media massa

Pilihan media promosi yang dapat dipakai antara lain pameran dagang internasional, brosur, iklan melalui media cetak (seperti koran, majalah, tablod, dan lain-lain), media elektronik (TV dan internet), melalui atase perdagangan (Kadin, Badan Pengembangan Ekspor Indonesia, Lembaga Penunjang Ekspor), dan media promosi lainnya.

7) Mempelajari peta pemasaran komoditi tertentu

Cara ini dapat ditempuh dengan mengumpulkan data impor dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

8) Mempelajari nama dan alamat lengkap badan-badan promosi

Hal ini bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan promosi dari komoditi yang rencananya akan diekspor.

9) Menyiapkan brosur dan price list

Supaya calon pembeli mengenal komoditi yang akan di ekspor, bila memungkinkan calon pembeli dikirimkan contoh komoditi yang dimaksud dalam bentuk brosur berikut dengan daftar harganya. Tujuannya agar calon pembeli mendapat gambaran mengenai bentuk visual dari komoditi yang ditawarkan dan dapat membandingkan harganya dengan komoditi serupa negara lain.

10)Menyiapkan surat perkenalan usaha dan komoditi

Promosi dapat juga dilakukan dengan membuat surat perkenalan yang dikirimkan kepada asosiasi importir di negara tujuan ekspor atau atase perdagangan asing atau calon pembeli lainnya. Surat perkenalan itu sebaiknya dilengkapi dengan brosur dan daftar harga.

B. Aneka Cara Pelaksanaan Ekspor

Menurut Amir (1999:49), dalam melaksanakan ekspor ke luar negeri dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu :

1) Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri.

2) Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri. Hal ini berarti bahwa yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam uang asing, tetapi dalam bentuk barang yang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayaran dalam mata uang rupiah. 3) Konsinyasi (consignment)

Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).

4) Package Deal

Package Deal merupakan suatu bentuk perjanjian antara dua negara.

Pada erjanjian tersebut ditetapkan sejumlah barang yang akan diekspor ke negara tertentu dan sebaliknya dari negara tujuan itu akan diimpor sejumlah barang yang akan dihasilkan di negara tersebut. Pada prinsipnya, semacam barterq, namun terdiri dari beragam komoditi.

Ekspor sebagai bahan dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh berbaai kondisi, antara lain :

1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut dapat dijual ke luar negeri.

2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih menguntungkan.

4) Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

5) Adanya kebijakan ekspor yang bersifat politik.

2.2.5 Kebijaksanaan Ekspor

Tujuan dari kebijaksanaan ekspor adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan ekspor sehingga dapat menutupi defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran. Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, dapat ditempuh dengan beberapa cara antara lain :

a) Kebijaksanaan Devaluasi,

b)

yaitu kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang negara lain. Akibat kebijakan ini, harga-harga barang ekspor negara tersebut menjadi murah di luar negeri dan mampu bersaing dengan produk saingan dari negara lain. Sedangkan harga barang-barang impor bagi negara tersebut menjadi mahal. Akibatnya, hasrat mengimpor dapat ditekan sebagai upaya penghematan pengguna devisa. Akan tetapi bila kebijakan ini sering dilakukan akan menimbulkan ketidak percayaan masyarakat internasional terhadap negara tersebut karena merugikan negara lain untuk berkompetisi di pasar internasional.

Subsidi ekspor, merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan ekspor dengan memberikan bantuan kepada para

produsen, sehingga biaya produksinya dapat ditekan. Hal tersebut akan mebuat harga barang ekspor lebih murah di pasar internasional sehingga dapat memenangkan persaingan yang tidak adil dan mengizinkan negara-negara pengimpor untuk membalasnya dengan bea balasan (counter duties) yang bersifat proteksionis.

c) Diversifikasi ekspor

Agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat lebih efektif dan efisien penerapannya, sekurang-kurangnya ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan (Soediyono,1996:23), antara lain :

, yakni kegiatan penganekaragaman hasil ekspor hal ini juga salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan ekspor. Ini berarti komoditas ekspor tidak hanya terfokus pada satu jenis komoditi saja tetapi dari berbagai jenis komoditi lainnya.

a) Daya saing sesama negara produsen yang pada dasarnya berkisar pada masalah kemampuan pemasaran, tingkat efisiensi dan produktifitas produksi serta mutu dari komoditi.

b) Tindak-tanduk dan taktik serta tehnik yang dijalankan oleh konsumen untuk memperoleh komoditi yang murah dan bermutu tinggi serta penawaran (supply) yang berkesinambungan.

c) Campur tangan pemerintah negara konsumen dan pemerintah negara produsen yang menjadi saingan yang bersifat proteksionistis.

d) Kemajuan teknologi negara konsumen dalam menciptakan barang pengganti (barang substitusi) atau perkembangan teknologi dalam teknik produksi dari negara produsen saingan yang akan mempengaruhi biaya prosuksi dan mutu komoditi.

Sementara itu,menurut Soedrajat Djiwandono (1992:56), keberhasilan dalam peningkatan ekspor tergantung oleh 3 (tiga) faktor yaitu,

a) Perkembangan ekspor dan perdagangan dunia terutama mitra dagang dan negara-negara yang mempunyai pengaruh besar terhadap perdagangan dunia serta terbukanya kesempatan akses ke pasar negara-negara tersebut, misalnya Amerika Serikat.

b) Iklim usaha yang baik yakni iklim usaha yang memungkinkan dunia usaha untuk bertumbuh dan berkembang secara wajar menurut prinsip-prinsip ekonomi rasional. Penciptaan iklim ini banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti penyederhanaan dan pengurangan berbagai bentuk pengaturan berupa perizinan, pembatasan serta terbinanya kerja sama yang terpadu antar berbagai instansi terkait dalam peningkatan ekspor.

c) Perilaku dan kemampuan serta kesiapan dunia usaha dalam bersaing merebut pasar di luar negeri.

2.2.6 Manfaat Ekspor

Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (Amir MS, 2004:101), antara lain :

a. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan serta untuk memperoleh nilai jual yang lebih baik (optimalisasi laba).

b. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor).

c. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity).

d. Membiasakan diri bersaing di pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan “jago kandang”.

2.3 PDRB Perkapita

Dokumen terkait