• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ekstrak

adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia

nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Simanjutak,

2008).

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Simanjutak, 2008).

D. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau

lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai

(Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Krim memiliki 2

tipe, yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim minyak dalam air (M/A).

Tipe A/M tidak larut air dan tidak dapat dicuci dengan air, sedangkan tipe M/A

dapat bercampur dengan air, dapat dicuci dengan air, dan tidak berminyak

(Aulton, 2002).

Formula tradisional untuk vanishing cream didasarkan pada jumlah asam

mengkristal pada bentuk yang sesuai sehingga tidak terlihat dalam penggunaan

dan membentuk film yang tidak berminyak. Emulgator yang berperan dalam

proses tersebut adalah sabun yang terbentuk dengan adanya penambahan basa

yang cukup untuk bereaksi dengan asam stearat (Wilkinson dan Moore, 1982).

E. Surfaktan

Emulsifying agent adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka

antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang

terbentuk (Aulton, 2002). Emulsifying agent merupakan suatu molekul yang

mempunyai rantai hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai

molekulnya. Emulsifying agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air

sekaligus dan emulsifying agent akan menempatkan diri berada di antara kedua

fase tersebut. Keberadaan emulsifying agent akan menurunkan tegangan

permukaan fase minyak dan fase air (Lieberman dkk, 1996).

Emulsifying agent nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk

kosmetik dan farmasetik (Lieberman dkk, 1996). Emulsifying agent nonionik

sangat resisten terhadap elektrolit, perubahan pH dan kation polivalen.

Emulsifying agent ini memiliki rentang dari komponen larut minyak untuk

menstabilkan emulsi A/M hingga material larut air yang memberikan produk

M/A. Emulsifying agent ini biasa digunakan untuk kombinasi emulsifying agent

larut air dan larut minyak untuk membentuk lapisan antarmuka yang penting

untuk stabilitas emulsi yang optimum. Emulsifying agent nonionik memiliki

memiliki bermacam-macam nilai hydrophile-lipophile balances (HLB) yang

dapat menstabilkan emulsi M/A atau A/M. Penggunaan emulsifying agent

nonionik yang baik bila menghasilkan nilai HLB yang seimbang antara dua

emulsifying agent nonionik, dimana salah satu bersifat hidrofilik dan yang lain

bersifat hidrofobik. Emulsifying agent nonionik bekerja dengan membentuk

lapisan antarmuka dari droplet-droplet, namun tidak memiliki muatan untuk

menstabilkan emulsi. Cara menstabilkan emulsi adalah dengan adanya gugus

polar dari emulsifying agent yang terhidrasi dan bulky, yang menyebabkan

halangan sterik antar droplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).

F. Tween 80

Gambar 3. Struktur Tween 80 (Rowe dkk, 2009)

Tween 80 mempunyai nama lain polysorbate 80. Tween 80 atau

Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap molekul anhidrida

sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20 molekul etilenoksida. Tween 80 berupa

cairan kental berwarna kuning dan agak pahit (Rowe dkk, 2009).

Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi topikal tipe

minyak dalam air (M/A), dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada

salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer. Tween 80 digunakan secara

luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent (Smolinske, 1992). Tween 80 larut

dalam air dan etanol (95%), namun tidak larut dalam mineral oil dan vegetable

oil. Polysorbate 80 mempunyai titik lebur yang berada pada suhu -20,56 oC, nilai

pH 6–8, dan stabil dalam larutan dengan pH 2-12 (Greenberg, 1954), nilai HLB 15, dan viskositas sebesar 425 mPas (Rowe dkk, 2009).

G. Basis

Basis salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok :

1. Basis hidrokarbon

Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini

sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Basis ini juga mampu

meningkatkan hidrasi pada kulit. Sifat-sifat tersebut sangat menguntungkan

karena mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis ini juga

memiliki sifat moisturizer dan emollient (Allen, 2002).

2. Basis absorpsi (basis serap)

Basis salep ini mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air, basis ini

juga dapat berupa bahan anhidrat atau basis hidrat yang memiliki kemampuan

menyerap kelebihan air (Allen, 2002).

3. Basis yang dapat dicuci dengan air

Basis jenis ini merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dari

kulit dan pakaian dengan air. Yang termasuk basis jenis ini adalah salep

4. Basis larut dalam air

Basis jenis ini hanya mengandung komponen yang larut dalam air, tidak

mengandung bahan berlemak dan dapat dicuci dengan air. Karena basis ini

sangat mudah melunak dengan penambahan air, larutan air tidak efektif

dicampurkan ke bahan dasar ini. Basis jenis ini lebih baik digunakan untuk

dicampurkan dengan bahan padat atau tidak berair (Allen, 2002).

H. PEG 6000

Gambar 4. Struktur polietilen glikol (Rowe dkk, 2009)

Polietilen glikol (PEG) memiliki rumus struktur

HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH di mana m merupakan rata-rata dari jumlah gugus

oksietilen. PEG umum digunakan sebagai bahan dasar formulasi dalam bidang

farmasi, seperti pada sediaan parenteral, topikal, optalmik, oral, dan rektal. PEG

bersifat stabil di udara dan tidak mengiritasi kulit. PEG merupakan bahan larut air

dan mudah dihilangkan dari kulit hanya dengan pencucian, sehingga banyak

digunakan sebagai basis salep (Rowe dkk, 2009).

PEG 6000 atau sering disebut juga Makrogol 6000 merupakan campuran

produk polikondensasi dari etilenoksida dan air. PEG 6000 berupa serbuk putih

larut dalam air, dalam etanol 95% P, dan dalam kloroform P, praktis tidak larut

dalam eter P (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).

I. Desain Faktorial

Desain faktorial adalah metode rasional untuk menyimpulkan dan

mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap

kualitas produk (Bolton, 1997).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang

masing masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan

level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk

mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu

respon (Bolton, 1997). Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor

dan dua level yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

Tabel I. Rancangan desain faktorial untuk 2 faktor 2 level

Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - + (a) + - - (b) - + - (ab) + + + (Bolton, 1997). Keterangan :

Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah

Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah

Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi

Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi

Rumus yang digunakan dalam desain faktorial :

Keterangan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati, yaitu kekerasan sabun dan

kemampuan membentuk busa sabun

XA, XB = level faktor A, level faktor B

b0,b1,b2,b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan.

Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot

suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran

yang optimum (Bolton, 1997). Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing

faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih

antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut:

Efek faktor A = { } { }...(2) Efek faktor B = { } { }...(3) Efek interaksi = { } { }...(4) Desain faktorial dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari dua atau

lebih faktor dalam waktu yang bersamaan. Keuntungan utama desain faktorial

adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-

masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor (Muth, 1999).

J. Landasan Teori

Tomat adalah salah satu jenis buah yang populer di masyarakat. Sehari-

sebagai buah yang kaya akan vitamin A dan vitamin C. Dewasa ini, tomat

diketahui sebagai sumber utama likopen, suatu komponen aktif yang berperan

sebagai antioksidan (Siagian, 2005).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah radikal bebas

yang masuk dalam tubuh adalah dengan menggunakan sediaan atau produk yang

mengandung antioksidan. Karotenoid merupakan senyawa yang memiliki efek

antioksidan dan dapat digunakan secara topikal. Kemampuan untuk menetralkan

reative oxygen species (ROS) berbeda-beda untuk setiap jenis karotenoid.

Likopen yang merupakan salah satu jenis karotenoid diketahui memiliki daya

antioksidan yang paling besar (Andreassi dkk, 2004).

Krim tipe M/A (vanishing cream) adalah suatu krim yang dibuat dengan

mendispersikan komponen minyak ke dalam komponen air, sifatnya mudah dicuci

dengan air, jika digunakan pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan

peningkatan konsentrasi dari suatu obat yang larut dalam air sehingga mendorong

penyerapannya ke dalam jaringan kulit (Aulton, 2002).

Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent.

Tween 80 adalah jenis emulsifying agent yang bersifat hidrofil, yakni dengan

HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance) sebesar 15. Tween 80 merupakan salah

satu emulsifying agent non ionik. Emulsifying agent nonionik ini memiliki

toksisitas dan iritasi yang rendah (Rowe dkk, 2009).

PEG sering digunakan sebagai bahan dasar dalam formulasi pada sediaan

parenteral, topikal, optalmik, oral, dan rektal. PEG bersifat stabil di udara dan

dari kulit hanya dengan pencucian, sehingga banyak digunakan sebagai basis

salep (Rowe dkk, 2009).

Pengaruh Tween 80 dan PEG 6000 terhadap sifat fisis dapat dilihat dengan

menggunakan desain faktorial. Metode desain faktorial mampu menjelaskan efek

masing-masing faktor yang berbeda-beda beserta interaksinya pada suatu

penelitian, pada waktu yang sama. Melalui metode ini dapat diketahui efek

dominan yang menentukan sifat fisis krim ekstrak tomat dan daerah komposisi

Tween 80 dengan PEG 6000 yang optimum.

K. Hipotesis

Terdapat faktor yang dominan di antara Tween 80, PEG 6000, atau

interaksinya terhadap respon yang dihasilkan oleh sediaan krim ekstrak tomat

yang meliputi respon sifat fisis (viskositas dan ukuran droplet) dan stabilitas;

dapat ditemukan area komposisi optimum Tween 80 dengan PEG 6000 pada

superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum krim

19

Dokumen terkait