• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan ataupun proses pemisahan satu atau beberapa zat yang diinginkan dari campurannya dengan bantuan pelarut. Adapun beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pelarut adalah daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Karger et al. 1973).

Ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga cara pengoperasiannya yaitu (1) ekstraksi dengan menggunakan pelarut (solvent extraction), (2) ekstraksi dengan penekanan yang sering disebut penekanan mekanik, dan (3) ekstraksi dengan pemanasan (rendering). Menurut jenis pelarutnya, solvent extraction dapat dilakukan dengan dua cara yaitu aqueous phase (dilakukan dengan menggunakan air) dan organic phase (dilakukan dengan menggunakan pelarut organik) (Winarno et al. 1973).

Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus (Harborne 1987). Ekstraksi sederhana terdiri atas:

a) Maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam bahan dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan

b) Perkolasi yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan

c) Reperkolasi yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk melarutkan sampel dalam perkolator sampai senyawa kimianya terlarutkan d) Evakolasi yaitu perkolasi dengan pengurangan tekanan udara

e) Diakolasi yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara. Ekstraksi khusus terdiri atas :

a) Sokletasi yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan sampel kering dengan menggunakan pelarut yang bervariasi b) Arus balik yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana

c) Ultrasonik yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat yang menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 kHz.

Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat larut dalam pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Oleh karena itu, pemilihan pelarut yang sesuai akan sangat penting. Gaya yang bekerja dalam proses ekstraksi adalah perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi di luar sel. Bahan pelarut mengalir ke dalam ruang sel sehingga menyebabkan protoplasma membengkak dan menyebabkan kandungan sel akan berdifusi ke luar sel (Achmadi 1992).

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya

Pelarut Titik didih (ºC) Titik beku (ºC) Konstanta

dielektrik Heksana 68 -94 1,8 Dietil eter 35 -116 4,3 Kloroform 61 -64 4,8 Etil asetat 77 -84 6,0 Aseton 56 -95 20,7 Etanol 78 -117 24,3 Metanol 65 -98 32,6 Air 100 0 80,2

Sumber : Nur dan Adijuwana (1989)

Prinsip metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut selama waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan bahan yang telah diekstrak. Ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dengan pelarut non polar (misalnya heksana atau kloroform) lalu dilanjutkan dengan pelarut yang kepolarannya menengah (misalnya etil asetat atau dietil eter), kemudian

dilanjutkan dengan pelarut polar (misalnya metanol atau etanol). Pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, sedangkan pelarut semi polar akan melarutkan senyawa antara polar maupun non polar. Proses ekstraksi ini akan diperoleh ekstrak kasar (crude extract) yang berturut-turut mengandung senyawa non polar, semi polar,

dan polar (Hostettmann et al. 1997)

Hasil ekstrak yang diperoleh tergantung pada beberapa faktor yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1987).

2.7 Bakteri

Bakteri adalah sel prokariot yang bersifat uniseluler. Sel bakteri ada yang berbentuk bulat, batang, atau spiral. Umumnya ukuran diameter bakteri yaitu antara 0,5 sampai 1,0 µm, dan panjangnya 1,5 sampai 2,5 µm (Pelczar dan Chan 2005). Bahan sel bakteri (sitoplasma dan intinya) dikelilingi oleh membran sitoplasma yang berfungsi mengendalikan keluar masuknya suatu bahan ke dalam sel. Bagian luar yang menutupi membran sitoplasma ialah dinding sel yang kaku yang mengandung peptidoglikan. Peptidoglikan ini yang memberikan bentuk dan kakunya dinding sel (Lay dan Hastowo 1992). Berdasarkan perbedaan komposisi dan struktur dinding selnya maka bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczar dan Chan 2005). Gambar 4 menunjukkan perbedaan struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan susunan dinding sel dapat menyebabkan perbedaan kesensitifan bakteri terhadap senyawa tertentu.

Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel yang tebal (15-80 nm) dan mempunyai lapisan tunggal (mono). Peptidoglikan sebagai lapisan tunggal yang merupakan komponen utama dimana lebih dari 50 % berat kering pada beberapa bakteri (Pelczar dan Chan 2005). Dinding selnya mengandung lipid yang rendah (1-4 %) dan bakteri Gram positif ini mengandung sejumlah besar asam teikoat yang dapat merupakan 50 % dari bobot kering dinding sel. Asam teikoat merupakan polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif sehingga menyebabkan

muatan negatif pada permukaan sel bakteri Gram positif (Lay dan Hastowo 1992). Pertumbuhan bakteri ini dapat dihambat oleh zat-zat warna dasar dan lebih rentan terhadap penisilin. Persyaratan nutrisi relatif rumit pada banyak spesies serta lebih resisten terhadap gangguan fisik. Contoh bakteri yang termasuk dalam bakteri Gram positif ini adalah Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus.

Gambar 4. Struktur dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif (Moat dan Foster 1988)

Bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang tipis (10-15 nm) dan berlapis tiga (multi). Peptidoglikan terdapat pada lapisan kaku sebelah dalam dan jumlahnya sedikit, sekitar 10 % berat kering. Bakteri Gram negatif mempunyai lapisan membran luar yang menyebabkan dinding selnya mengandung lipid yang tinggi (11-22 %). Lapisan membran luar ini tidak hanya terdiri dari fosfolipida saja tetapi juga mengandung lipida lainnya, polisakarida, dan protein. Bakteri Gram negatif ini tidak memiliki asam teikoat. Pertumbuhannya kurang dapat dihambat oleh zat-zat warna dasar dan kurang rentan terhadap penisilin. Persyaratan nutrisi relatif lebih sederhana serta kurang resisten terhadap gangguan fisik. Contoh bakteri yang termasuk dalam bakteri Gram negatif ini adalah Escherichia coli dan Vibrio harveyi (Pelczar dan Chan 2005).

2.7.1 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif anaerob fakultatif

dan termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri ini berbentuk kokus dengan diameter 0,5-1,5 µm, terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan atau berkelompok membentuk anggur. Selain itu, Staphylococcus aureus bersifat nonmotil, tidak memiliki kapsul dan tidak berspora (Fardiaz 1992). Bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak pada kisaran suhu 6,7-45,5 oC dan kisaran pH 4,0-9,8 sedangkan suhu optimum pertumbuhan bakteri ini adalah 35-37 oC dengan kisaran pH optimumnya 7,0-7,5 (Pelczar dan Chan 2005).

Staphylococcus aureus biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh

manusia termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit sehingga mudah memasuki makanan. Bila kita memakan makanan yang tercemar bakteri ini maka dapat menyebabkan rasa mual, muntah, pusing, dan diare. Bakteri ini bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan dan penyakit pada hewan peliharaan. Bakteri ini banyak mencemari pangan karena tindakan yang tidak higienis dalam penanganan pangan (Adam dan Moss 1995).

Gambar 5. Staphylococcus aureus ( Anonim 2007)b Produk bahan pangan yang telah dimasak seperti daging dan ayam yang dimasak, udang kupas yang dimasak, ham, bacon, lunch meats, serta produk-produk susu seperti kue krim, keju, dan custard pies biasanya berhubungan dengan keracunan bahan pangan yang tercemar bakteri

Staphylococcus aureus (Buckle et al. 1985). Staphylococcus aureus umumnya

sensitif terhadap antibiotik β-laktam, tetrasiklin, dan kloramfenikol tetapi resisten terhadap polimiksin dan polynes (Pelczar dan Chan 2005). Bakteri ini juga relatif resisten terhadap pengeringan, panas (tahan terhadap suhu 50 oC selama 30 menit), resisten terhadap NaCl 9 % tetapi mudah dihambat oleh zat kimia tertentu seperti heksaklorofen 3 %.

2.7.2 Bacillus cereus

Bakteri ini berbentuk batang, bersifat aerob sampai anaerob fakultatif, katalase positif, dan sebagian besar bersifat Gram positif. Ukuran diameter

Bacillus cereus adalah 1,0-1,2 µm dan panjang 3,0-5,0 µm (Fardiaz 1989).

Kisaran suhu minimum pertumbuhan bakteri ini adalah 4-5 oC dan suhu maksimumnya 48-50 oC sedangkan suhu optimumnya adalah 30-45 oC. Kisaran pH optimumnya adalah 4,9-9,3 (Granum dan Baird Parker 2000). Bacillus cereus mampu memproduksi spora tahan panas sehingga pemanasan tidak dapat menghilangkan Bacillus cereus secara maksimum. Bakteri ini bersifat patogen meskipun sebagian besar golongan Bacillus bersifat non-patogen.

Bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit infeksi dan intoksikasi. Jenis toksin yang dihasilkan dapat digolongkan menjadi toksin emetik dan toksin diargenik (Fardiaz 1989). Makanan yang berhubungan dengan gejala emetik adalah pangan berkarbohidrat seperti nasi dan pasta, sedangkan makanan yang berhubungan dengan diargenik adalah produk daging, sup, sayuran, puding, dan saus (Adam dan Moss 1995). Bacillus cereus sering ditemukan pada produk daging beku, susu pasteurisasi, dan sayur-sayuran.

Gambar 6. Bacillus cereus (Anonim 2007)c

Keracunan pangan oleh Bacillus cereus terjadi secara intoksikasi, yaitu masuknya enterotoksin yang diproduksi oleh Bacillus cereus ke dalam tubuh. Gejala yang muncul adalah diare atau muntah dalam jangka waktu 2-16 jam setelah makanan dikonsumsi. Bakteri ini peka terhadap antibiotik streptomisin, penisilin G, sedangkan beberapa antibiotik lain lebih resisten (Friedman et al. 2004 diacu dalam Parhusip 2006).

2.7.3 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan golongan bakteri patogen Gram negatif

anaerob fakultatif. Bakteri ini termasuk famili Enterobacteriaceae yang memiliki bentuk seperti batang dengan ukuran panjang 2,0-6,0 µm dan lebar 1,1-1,5 µm serta tunggal dan berpasangan. Kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 ºC dengan suhu optimum 37 ºC sedangkan kisaran pH optimumnya adalah 7,0-7,5 (Fardiaz 1992). Gambar Escherichia coli ditunjukkan pada Gambar 7. Kemampuannya yang dapat hidup pada kisaran suhu yang luas sehingga kemungkinan pangan tercemar bakteri ini sangat besar bila penanganan bahan pangan kurang memadai.

Escherichia coli umumnya hidup di perairan, tanah, makanan, air seni, dan

tinja manusia (Fardiaz 1992). Keberadaan Escherichia coli dalam bahan pangan dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi kontaminasi dari feses manusia atau hewan. Pertumbuhan bakteri ini dalam media padat ditunjukkan dengan adanya koloni bundar, berwarna putih, dan halus. Sedangkan dalam media cair, pertumbuhannya berupa supernatan yang jernih dengan endapan yang tidak dapat larut dengan pengocokan.

Gambar 7. Escherichia coli (Anonim 2007)d

Escherichia coli merupakan penghuni normal dalam usus halus bagian

bawah manusia dan mamalia termasuk burung, yang pada keadaan tertentu dapat bersifat patogen, tetapi selama tidak memiliki elemen genetik sebagai faktor virulensnya, bakteri ini bersifat komensal (Pelczar dan Chan 2005). Bakteri

Escherichia coli juga diketahui sebagai salah satu penyebab utama diare akut yang

sering terjadi pada pendatang baru di negara-negara asing tertentu (travelers

diarrhea) (Jay 2000). Bakteri ini sensitif terhadap antibiotik jenis kloramfenikol,

2.7.4 Vibrio harveyi

Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif dan bersifat fermentatif. Bentuk selnya adalah berbentuk batang pendek, bersel tunggal, dengan ukuran panjangnya 1,4-5,0 µm dan lebar 0,3-1,3 µm, bersifat motil dan mempunyai flagella untuk bergerak (Lavilla-Pitogo 1995). Vibriosis merupakan jenis penyakit yang sering ditemukan pada budidaya windu sebagai akibat infeksi bakteri Vibrio.

Vibrio harveyi termasuk bakteri patogen yang menempel kuat pada

dinding kulit larva dan sebagai virulensinya menggunakan protein ekstraseluler, kondisi ini menyebabkan kematian larva udang sebelum dipanen. Bakteri patogen dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu patogen obligat dan patogen non obligat. Patogen obligat, yaitu patogen yang dapat menimbulkan penyakit setiap kali kontak dengan inangnya, sedangkan patogen non obligat yaitu patogen yang dapat hidup dan berkembang biak di dalam inang ataupun bebas di luar inang, seperti

Vibrio sp. (Boer dan Zafran diacu dalam Naiborhu 2002). Jenis bakteri ini juga

mampu menyebabkan penyakit kunang-kunang (Rukyani 1992).

Gambar 8. Vibrio harveyi (Anonim 2007)e

Bakteri Vibrio harveyi dapat tumbuh baik pada medium dengan kadar garam 0,5 % NaCl, dan seperti halnya bakteri Vibrio berpendar lain, bakteri ini tumbuh dan berpendar pada medium Tiosulphate-Citrate-Bile-salt (TCBS). Pendaran ini terjadi karena bakteri ini mempunyai enzim lusiferase yang dapat mengkatalisis reaksi yang memancarkan cahaya dengan menggunakan substrat berupa senyawa aldehid yang disebut lusiferin (Meighen 1991 diacu dalam Lailati 2007). Vibrio harveyi sensitif terhadap antibiotik rifampisin, kloramfenikol, oksitetrasilin, dan hampir semua antibiotik, tetapi pemakaian yang berlebihan akan menyebabkan Vibrio harveyi menjadi resisten (Greenwood et al. 1995).

Dokumen terkait