A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
3. Elemen-Elemen Ekuitas Merek
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut Aaker (1996:90), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran
(awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran
konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan
biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan
kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek.
Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek
merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen
lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan
Terdapat beberapa tingkatan dari brand awareness dari tingkat
terendah sampai tingkat tertinggi dapat di lihat dari piramida merek sebagai
berikut:
Gambar. 2.3
Piramida Kesadaran Merek (The Awareness Pyramid)
Top of mind Brand Recall Brand Recognation Brand Unaware Sumber: Aaker, 1991:62
Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek dari tingkat yang
paling rendah hingga pada tingkat yang tertinggi adalah sebagai berikut :
1) Unaware of Brand (tidak menyadari keberadaan merek)
Menggambarkan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek,
di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
2) Brand Recognition (pengenalan merek)
Merupakan tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu
(aided recall). Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan
ciri-ciri produk tersebut.
3) Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Yaitu pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided
recall), yakni pengingatan tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu
dibantu untuk mengingat merek. Brand Recall mencerminkan
merek-merek apa yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek yang
pertama kali disebut.
4) Top of Mind (puncak pikiran)
Adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang
pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam
benak konsumen.
Perlunya sebuah kesadaran merek karena konsumen tidak bisa
membeli sebuah merek yang belum mereka kenal, kesadaran merek adalah
tujuan umum komunikasi dari sebuah strategi promosi. Dengan
menciptakan sebuah kesadaran merek, pemasar berharap bahwa setiap kali
muncul sebuah kebutuhan maka sebuah merek akan muncul dari ingatan
yang mampu memberikan alternatif pilihan dalam pengambilan keputusan.
Konsumen tidak perlu mengingat nama merek, mereka hanya perlu untuk
mengenali merek (biasanya berdasarkan package), yang nantinya ingatan
merek akan membantunya untuk mengetahui sebuah merek tersebut (Peter
Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya
mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk.
Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, beberapa cara yang dapat
ditempuh antara lain sebagai berikut (Durianto dkk, 2004:57):
1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda
dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek
dengan kategori produknya.
2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik, sehingga dapat
membantu konsumen untuk mengingat merek.
3) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereknya.
4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
5) Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang
sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.
6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena
membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
Pemasar dapat mengukur tingkat kesadaran merek konsumen dengan
meminta mereka menyebutkan nama-nama merek yang mereka ingat atau
dengan hasil dari pengamatan yang mereka kenali (Peter & Olson,
Indikator yang digunakan untuk mengukur brand awareness
berdasarakan pendapat Peter & Olson (2010) yaitu:
1) Android/iOS adalah merek OS smartphone yang familiar bagi saya.
2) Saya mengenali Android/iOS ketika melihat iklan-iklan smartphone di
sebuah media.
3) Saya mengenali smartphone Android/iOS dari tampilan layarnya.
b. Asosiasi Merek (Brand Association)
Menurut Aaker (1991:167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen
terhadap suatu merek.
Menurut Durianto dkk (2004:69) asosiasi merek merupakan segala
kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya
mengenai suatu merek.
Susanto (2004:133) menambahkan bahwa hal-hal lain yang penting
dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk
dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran
professional atau yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan
aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut,
toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
Aaker (1991:115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait
dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal diantaranya:
pengguna/aplikasi, pengguna/pelanggan, orang yang terkenal, gaya hidup,
personalitas, kelas produk, kompetitor, dan negara/wilayah geografis.
Berbagai fungsi dari sebuah asosiasi merek adalah (Durianto dkk,
2004:69) :
1) Membantu proses penyusunan informasi (Help process/retrieve
information)
2) Membedakan (Differentiate). Suatu produk dapat memberikan landasan
yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek lain.
3) Alasan pembelian (Reason to buy). Brand association membangkitkan
berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat
memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan
menggunakan merek tersebut.
4) Menciptakan sikap atau perasaan positif (Create positive
attitude/feelings). Beberapa asosiasi mampu menciptakan suatu perasaan
positif atas dasarpengalaman mereka serta pengubahan pengalaman
tersebut menjadisesuatu yang berbeda.
5) Landasan untuk perluasan (Basis for exetensions). Menjadi landasan bagi
suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara
merek dan sebuah produk baru.
Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan
para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi
untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat lima
1) Dapat membantu proses penyusunan informasi, yaitu dapat membantu
memberikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah
dikenal oleh konsumen.
2) Perbedaan. Asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha
yang dapat membedakan satu merek dengan merek yang lain.
3) Alasan untuk membeli. Asosiasi merek sangat membantu para konsumen
untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
4) Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang
perasaan positif yang pada akhirnya juga akan berdampak positif pada
produk yang bersangkutan.
5) Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan
bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian
antara suatu merek dengan sebuah produk baru.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand
association berdasarakan pada pendapat Durianto (2004) yaitu:
1) Android/iOS adalah OS yang berasal dari perusahaan dengan reputasi
yang baik.
2) Android/iOS adalah OS smartphone yang mudah ditemui.
3) Android/iOS adalah OS smartphone dengan tampilan antar muka
(interface) yang menarik.
c. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived-Quality)
Menurut Susanto (2004:129), persepsi kualitas dapat didefinisikan
suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Aaker
(1991:91) berpendapat bahwa apabila kesan kualitas adalah untuk
dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi
yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu
1) Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002: 37) dimensi kualitas yang dapat
digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang ada delapan,
yaitu:
a) Performa (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan
pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
b) Keistimewaan (features) merupakan aspek kedua yang manambah
fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
c) Keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk
berfungsi dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
d) Sesuai dengan spesifikasi (conformance), berkaitan dengan tingkat
kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Conformance
merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan
karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kerap
kali didefinisikan sebagai konformasi terhadap kebutuhan
(conformance to requirements).
e) Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
f) Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang
berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan
serta akurasi dalam perbaikan.
g) Estetika (aestetic), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang
bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif dan
berkaitan dengan perasaan pelanggan yang mengkonsumsi produk,
seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa
karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name-image).
2) Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2003),
terbagi menjadi 5 aspek, yaitu:
a) Realiability. Kemampuan menampilkan pelayanan yang diandalkan
dan akurat.
b) Responsiveness. Kesediaan membantu dan menyediakan layanan yang
cepat.
c) Assurance. Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk
menumbuhkan keyakinan konsumen terhadap pelayanan penyedia
jasa.
d) Empathy. Menunjukkan perhatian perusahaan terhadap konsumennya.
e) Tangibles. Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil/karyawan
Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan
pelanggan bahwa kualitas merek produknya tinggi bila mana
kenyataan menunjukkan kebalikannya. Bahkan dalam jangka panjang
upaya tersebut akan menjadi bumerang. Pelangan yang tidak puas
akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki
pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi.
Berikut adalah berbagai hal yang perlu dipertahankan dalam
membangun perceived quality menurut Durianto dkk (2004:103), yaitu:
1) Komitmen terhadap kualitas
Perusahan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas
bukan hanya basa basi tapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
2) Budaya kualitas
Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma
perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada
pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
3) Informasi masukan dari pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Seringkali para pemimpin keliru dalam
memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk
kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan
memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan,
padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang
berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga
diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up-to-date.
4) Sasaran/standar yang jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran
kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan
diperioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan kelangsungan perusahaan sendiri.
5) Kembangkan karyawan yang inisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif
dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand equity
berdasarakan pendapat Gaspersz (2002) yaitu:
1) Saya tidak pernah mengalami masalah dalam menggunakan smartphone
Android/iOS.
2) Android/iOS memiliki banyak pilihan aplikasi.
3) Android/iOS mampu mengatur daya smartphone dengan baik.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Aaker (1996) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand“. Loyalitas merek menunjukkan
adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering
kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen
(2002) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku
pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian.
Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas
merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena
biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan
dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat
meningkatkan perdagangan dan dapat menarik minat pelanggan baru karena
mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal
dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek
adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing.
Loyalitas merek menurut Mowen dan Minor (dalam Basu Swastha,
1999) adalah suatu kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif
terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan
bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi ini
didasarkan pada dua pendekatan yaitu behavioral dan attitudinal. Jika
pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan (behavioral),
maka hal ini mengacu pada perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah
produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaaan di
dalamnya. Sebaliknya jika yang dipakai adalah pendekatan attitudinal maka
Clow dan Baack (2010:126) mengatakan bahwa loyalitas merek
didasarkan pada fitur produk. Mungkin juga terkait dengan pengalaman
konsumen dengan perusahaan.
Menurut Basu Swastha Dharmmesta (1999), secara umum loyalitas
merek dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
1) Runtutan pilihan merek (brand-choice sequence)
2) Proporsi pembelian (proportion of purchase)
3) Preferensi merek (brand prefenrence)
4) Komitmen merek (brand commitment)
Loyalitas merek tidak akan terjadi tanpa melalui tindakan pembelian
dan pengalaman dalam menggunakan suatu merek (Aaker, 1991). Hal inilah
yang membedakan antara loyalitas merek dengan elemen ekuitas merek lain
dimana pelanggan mempunyai kesadaran merek, kesan kualitas, dan
asosiasi merek tanpa melakukan transaksi pembelian dan penggunaan merek
Gambar. 2.4
Piramida Loyalitas Merek The Loyalty Pyramid
Commited Buyer
Like the Brand-- Considers It a Friend
Satisfied Buyer with Switching Costs
Satisfied/Habitual Buyer No Reason toChange
Switchers/Price Sensitive Indifferent—No Brand Loyalty
Sumber: Aaker, 1991:40
Berikut penjelasan Aaker (1997) tentang tingkatan loyalitas terhadap
merek yaitu:
1) Switcher (Berpindah-pindah)
Merupakan tingkatan loyalitas yang paling rendah. Perpindahan merek
biasanya dipengaruhi oleh perilaku pembelian di lingkungan sekitar.
2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) Adalah pembeli yang
mengalami ketidakpuasan ketika mengkonsumsi suatu produk karena ia
membeli suatu produk hanya berdasarkan kebiasaan saja.
Yaitu pembeli yang merasa puas dengan merek yang mereka konsumsi,
namun mereka berkeinginan melakukan perpindahan merek.
4) Likes the Brand (Menyukai merek)
Adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek karena alasan
persepsi kualitas yang tinggi, pengalaman, dan lain-lain.
5) Committed Buyer ( Pembeli yang berkomitmen)
Merupakan kelompok pembeli yang setia karena mereka merasa bangga
ketika mengkonsumsi produk dan mereka secara sukarela bersedia untuk
merekomendasikan merek kepada orang lain.
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat
menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut (Durianto, dkk, 2004:127)
adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty bagi
perusahaan:
1) Reduced Marketing Costs (Mengurangi Biaya Pemasaran)
Biaya pemasaran untuk mempertahankan pelanggan akan lebih murah
dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi,
biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang
paling Nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu
produk karena harganya murah.
2) Trade Laverage (Meningkatkan Perdagangan)
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan
pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu
merek didsarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3) Attacing New Customers (Menarik Minat Pelanggan Baru)
Perasaan puas dan suka kepada merek oleh pelanggan akan menimbulkan
perasaan keyakinan bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek
tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung
resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan
merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya
sehingga dapat menarik pelanggan baru.
4) Provide Time to Respond to Competitive Threats (Memberi Waktu untuk
Merespons Ancaman Persaingan)
Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk
merespons gerak pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan
produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada
perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara
menyesuaikan atau menetralisasikannya.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand loyalty
berdasarakan pendapat Clow dan Baack (2010:126) yaitu:
1) Saya merasa puas menggunakan smartphone Android/iOS
2) Saya setia menggunakan smartphone Android/iOS