• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi Kasus pada Anggota Forum Kaskus Bagian Handphone & Tablet Subforum Android dan iOS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi Kasus pada Anggota Forum Kaskus Bagian Handphone & Tablet Subforum Android dan iOS)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

RACHMAD JUMADI TARIGAN NIM: 1110081000009

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

Rachmad Jumadi Tarigan NIM: 1110081000009

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA

NIP: 19570617 198503 1 002 NIDN: 01318107403

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi kasus pada anggota forum Kaskus bagian Handphone & Tablet subforum Android dan iOS)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Jumat, 9 September2014 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

2. NIM : 1110081000009

3.Jurusan : Manajemen

4.Judul Skripsi :

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan mahasiswa yang berangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 September 2014

1. Fitri Amalia, S.Pd, M.Si ( )

NIP: 19820710 200912 2 002 Ketua

2. Titi Dewi Warninda, SE, M.Si ( )

NIP: 19731221 200501 2 002 Sekretaris

(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari Senin, 21 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa

1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

2. NIM : 1110081000009

3. Jurusan : Manajemen (Pemasaran)

4. Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android Dengan Sistem Operasi iOS Pada Smartphone

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 September 2015

1. Dr. Desmadi Saharuddin, MA (...)

NIP: 19720711 200501 1 700 Ketua

2. Ir. Ella Patriana, MM (...)

NIP: 19690528 200801 2 010 Sekretaris

3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS (...)

NIP: 19570617 198503 1 002 Pembimbing I

4. Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA (...)

NIDN: 01318107403 Pembimbing II

5. Leis Suzanawaty, SE, M.Si (...)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

NIM : 1110081000009

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Manajemen (Pemasaran)

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya;

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, September 2015 Yang Menyatakan

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Rachmad Jumadi Tarigan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 Desember 1992

Alamat : Jl. Gatot Subroto No. 357

Kelurahan Sei Sikambing D

Kecamatan Medan Petisah Medan

Telepon : 08960-2494-566

Email : [email protected]

II. Data Pendidikan

1. SD Brigjen Katamso Medan Tahun 1998-2004

2. SMP Ar-Rahman Medan Tahun 2004-2007

3. SMAN 4 Medan Tahun 2007-2010

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2015

III. Pengalaman Organisasi

Anggota Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2007-2008

Ketua 1 Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2008-2009

(7)

COMPARATIVE ANALYSIS OF BRAND AQUITY OPERATING SYSTEM ANDROID WITH OPERATING SYSTEM iOS ON SMARTPHONE

ABSTRACT

The objectives of the study were to know difference in brand equity an its elements between operating system Android with operating system iOS for the smarthphone. The sample is taken with non probabilty technique sampling and with purposive sampling approach. In collecting data, the research applies questionnaire technique which consists of 24 statements which are distributed to 100 respondents. The data analysis technique used is the mean difference test with paired samples. Base on the result of the study, it was found there is no difference between brand equity operating system Android with operating system iOS, although there are two different dimensions, brand awareness and brand loyalty, and the other is same.

(8)

ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan brand equity beserta elemen-elemennya antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone. Pengambilan sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi 24 butir pernyataan yang di distribusikan kepada 100 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda mean dengan sampel berpasangan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan ekuitas merek antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone, walaupun terdapat dua dimensi yang berbeda yaitu kesadaran merek dan loyalitas merek dan selebihnya sama.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (sesembahan) Yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amma ba’du

Segala puji bagi Allah yang akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca. Serta penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku yang tersayang, Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan dan menyemangati anaknya hingga dapat menyelesaikan studinya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baik balasan berupa dimasukkan kedalam surga Firdaus-Nya. Serta abang dan adikku yang menjadi teman bermainku, semoga kebaikan selalu menyertai kalian. Ayo semangat belajar ! 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku selaku Dosen Pembimbing I yang

diwakilkan oleh Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar, memberikan banyak masukan sehingga selesailah penelitian ini.

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Titi Dewi Wiarnida, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu segala pengurusan berkas-berkas dalam penelitian skripsi saya.

8. Seluruh teman-teman baikku, semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada kita.

9. Serta semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya penelitian ini.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna baik dalam segi penulisan, cara penguraian, maupun pada pembahasan secara ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 30 Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF...ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SRIPSI...iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...v

ABSTRACT...vi

ABSTRAK...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB. I. PENDAHULUAN..……...………...………......1

A. Latar Belakang Penelitian..………...…...1

B. Perumusan Masalah …..………...7

C. Tujuan Penelitian ……...…………..………...…...7

D. Manfaat Penelitian ……...………..……..…………...8

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ………..……...…...10

A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil...10

(12)

2. Pengertian Ekuitas Merek...12

BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN.…...53

A. Ruang Lingkup Penelitian.………….………...53

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian...62

1. Sejarah Singkat Android...62

(13)

B. Pembahasan Hasil Kuesinoner...67

1. Karakteristik Responden...68

2. Hasil Uji Validitas...70

3. Hasil Uji Reliabilitas...73

C. Pembahasan dan Hasil Analisis Data...74

1. Perbandingan Kesadaran Merek (Brand Awareness)...74

2. Perbandingan Asosiasi Merek (Brand Association)...75

3. Perbandingan Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)...76

4. Perbandingan Loyalitas Merek (Brand Loyalty)...78

5. Perbandingan Ekuitas Merek (Brand Equity)...79

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN...81

A. Kesimpulan...81

B. Saran...82

DAFTAR PUSTAKA ...86

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel. 1.1 Smartphone OS Market Share...3

Tabel. 1.2 Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS....5

Tabel. 2.1 Cek Tabel Penelitian Sebelumnya...46

Tabel. 3.1 Operasional Variabel...62

Tabel. 4.1 Karakteristik Responden...68

Tabel. 4.2 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Validitas...70

Tabel. 4.3 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Validitas...71

Tabel. 4.4 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Reliabilitas...72

Tabel. 4.5 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Reliabilitas...73

Tabel. 4.6 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Awareness...73

Tabel. 4.7 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Association...74

Tabel. 4.8 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Perceived Quality...75

Tabel. 4.9 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Loyalty...76

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 2.1 Elemen Ekuitas Merek Model Aaker ...16 (Brand Equity Element Aaker Mode)

Gambar. 2.2 Piramida Ekuitas Merek Berbasi Pelanggan Model Keller...17 (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)

Gambar. 2.3 Piramida Kesadaran Merek (The Brand Awareness Pyramid)...21

Gambar. 2.4 Piramida Loyalitas Merek (The Brand Loyalty Pyramid)...32

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1...87

Lembar Kuesioner...88

Lampiran 2...93

1. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner Android...94

2. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner iOS...94

3. Hasil Uji Validitas Data Android...96

4. Hasil Uji Validitas Data iOS...97

5. Hasil Uji Reliabilitas Android...98

6. Hasil Uji Reliabilitas iOS...100

7. Tabel Jawaban Responden Kuesioner Android...104

8. Tabel Jawaban Responden Kuesioner iOS...108

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejarah telepon selular dimulai pada tahun 1940-an setelah Perang Dunia

II. Sejak penemuannya pada pertengahan abad ke-19, telepon menjadi bagian

dari kehidupan sehari-hari jutaan orang di seluruh dunia. Pada pertengahan

abad ke-20, berbicara dengan orang lain melalui saluran telepon adalah cara

yang terbaik untuk tetap berhubungan dengan teman, keluarga, terlibat dalam

kegiatan sosial dan organisasi serta melakukan bisnis di negara-negara kaya.

Dikenal sebagai cell phone, terutama di Amerika, atau mobile phone, di Eropa,

Asia, Australia dan tempat lain, dan lebih banyak kata lain dalam bahasa lain.

Banyaknya pengguna teknologi ini menunjukkan tingkat yang mengejutkan

yaitu di tahun 2004 diperkirakan ada 1.752 miliar pengguna telepon selular di

dunia, naik dari sekitar 91 juta pengguna pada tahun 1995 dan 1.158 miliar

pada tahun 2002 (Goggin, 2006).

Perkembangan teknologi turut menciptakan inovasi dari sebuah telepon

genggam, yang dahulu hanya berupa cell phone ataupun mobile phone,

sekarang telah menjadi sebuah smartphone. Salah satu ciri khas dari sebuah

smartphone adalah sistem operasi yang ada pada smartphone. Sistem operasi

ini merupakan jantung dari perangkat mobile. Sistem operasilah yang mengatur

(18)

komputerisasi seperti visual pesan suara juga dapat memungkinkan untuk

melakukan kontrol laptop, perangkat web tv, dan banyak lagi (Tom, 2011).

Berdasarkan data dari ATSI (Asosiasi Telepon Selular Indonesia) di

tahun 2012 kwartal pertama, pertumbuhan pengguna ponsel telah melampaui

jumlah populasi di Indonesia yaitu mencapai 240 juta unit. Data yang

dekeluarkan oleh IDC (International Data Corporation) menyebutkan bahwa

tingkat penjualan smartphone di Indonesia sebesar 11% di kwartal ketiga tahun

2011 menjadi 13% di kwartal ketiga tahun 2012 dan menyebut Indonesia

sebagai pasar telepon genggam terbesar di Asia Tenggara.

Terdapat beberapa nama-nama sistem operasi yang sudah tidak asing lagi

bagi pengguna smartphone yaitu Android dari Google Inc, iOS dari Apple Inc,

BlackBerry OS dari RIM, Symbian OS dari Symbian Ltd, Windows Phone dari

Microsoft dan juga masih banyak lagi. Namun pada penelitian kali ini, penulis

hanya akan membahas dua sistem operasi pada smartphone yaitu Android dari

Google Inc dan sistem operasi iOS dari Apple Inc.

Perusahaan dari sistem operasi yang disebutkan di atas memiliki

kebijakan yang berbeda. Android dengan open source-nya yaitu sebuah

kebijakan yang menjadikan para pembuat atau pabrikan telepon genggam

bebas untuk menggunakan sistem operasi Android pada produk telepon

genggamnya juga pengembangan-pengembangannya dan membebaskan

pengguna untuk merubah perangkatnya sesuai dengan keinginannya.

(19)

buatan Apple dan pengguna hanya dapat menggunakan perangkat seperti yang

telah disediakan oleh developer atau closed source.

Dengan kebijakan Google Inc menjadikan Android bersifat open source,

maka sistem operasi tersebut dapat ditemukan di berbagai merek smartphone

seperti Samsung, HTC, Motorola, Xiaomi, Asus dan masih banyak lagi.

Berbeda dengan iOS yang bersifat closed source, menjadikannya hanya dapat

ditemukan pada produk developer Apple saja.

Tabel. 1.1

sistem operasi Android merupakan smartphone yang paling besar market

share-nya dan memang sistem operasi inilah yang paling banyak beredar di

berbagai macam merek smartphone. Selain itu, peningkatan penjualan dari tiap

kwartal ketiga dari tahun 2011 sampai 2014 menghasilkan peningkatan market

share dari smartphone dengan sistem operasi Android. Sedangkan market

share pada smartphone dengan sistem operasi iOS terlihat terjadi penurunan

dari kuartal ketiga di tahun 2011 sampai 2014 meskipun di tahun 2012 terjadi

(20)

perlambatan ekonomi di China yang merupakan pasar terbesar bagi Apple

(detik.com), meskipun begitu iOS tetap mendapatkan keuntungan yang besar

dari market share yang ia miliki saat ini.

Disatu sisi, Android merupakan OS smartphone yang paling banyak

digunakan di seluruh dunia karena banyaknya pabrikan menggunakan sistem

operasi ini dan juga ia bisa didapatkan di berbagai kelas harga. Berbeda dengan

iOS yang merupakan OS smartphone yang hanya didapat pada produk Apple

serta pada pasar dengan kelas harga yang tinggi (high end segment market)

(pcworld.com). Meskipun begitu kedua OS smartphone ini tetap memiliki

kualitas bagi konsumennya.

Tentunya terdapat perbedaan pendapat dari para konsumen yang

menggunakan smartphone dengan kedua sistem operasi tersebut. Salah satu

yang menjadi acuan para konsumen adalah features dari sistem operasi

tersebut. Adapun selain membandingkan features dari kedua sistem operasi ini,

ada juga yang membandingkan harga smartphone, model smartphone yang

mirip, spesifikasi smartphone yang hampir sama, developer smartphone dan

daya tahan smartphone. Maka peran merek sangatlah penting untuk membantu

konsumen menghilangkan persepsi-persepsi yang meragukan. Darwing &

Wijoyo (2004) mengemukakan bahwa merek (brand) adalah nama dan

identitas utama suatu produk atau jasa badan usaha, sehingga dapat dibedakan

dari produk atau jasa sejenis yang ditawarkan oleh pesaing. Selain itu

(21)

merek tersebut, terutama dalam hal mendominasi kesadaran konsumen untuk

mengkonsumsi produk tersebut. Sehingga merek yang baik dapat dikatakan

memiliki ekuitas merek yang kuat. Aaker (1991) berpendapat bahwa dari sudut

pandang perilaku, ekuitas merek sangatlah penting untuk membuat poin

diferensiasi yang menyebabkan keunggulan kompetitif berdasarkan persaingan

non harga.

Tabel. 1.2

Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS

Operating System iOS Android

Developer Apple Google

Video Calling √ Third Party App

Universal Search

Internet Tethering

Removable Storage X

Facebook Integration x (Third Party App) √ (Third Party App) Twitter Integration x (Third Party App) √ (Third Party App)

Folders

App Organization Customizable Customizable

App Store 300.000+ Apps 90.000+ Apps

Microsoft Office Support Third Party App Third Party App

Widgets X

(22)

Yoo dkk (2000) mengatakan bahwa adapun harga, ekuitas merek yang

tinggi memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi

karena konsumen bersedia membayar harga premium. Hal ini terjadi pada

penjualan smartphone pada kelas harga high-end. Sebagai aset besar bagi

perusahaan, ekuitas merek dapat meningkatkan arus kas untuk bisnis (Simon &

Sullivan, 1993 dalam Yoo dkk, 2000).

Dengan begitu ekuitas merek akan menciptakan nilai bagi pelanggan dan

perusahaan. Nilai bagi pelanggan akan meningkatkan nilai bagi perusahaan,

dan ekuitas merek yang terdiri dari beberpa dimensi. Dimensi-dimensi dari

ekuitas merek (brand equity) yaitu terdiri dari kesadaran merek (brand

awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived

quality), loyalitas merek (brand loyalty). Dimensi-dimensi ini digunakan untuk

mengetahui brand equity yang dimiliki suatu produk perusahaan dan juga

sudah digunakan oleh banyak peneliti seperti Keller, 1993; Motameni &

Shahrokhi, 1998; Low & Lamb, 2000; Prasad & Dev, 2000; Yoo & Donthu,

2001 (Yoo dkk, 2000).

Dari latar belakang yang dipaparkan, penulis bertanya-tanya tentang

kedua sitem operasi tersebut, siapakah yang paling baik brand equity-nya.

Karena pada umumnya keduanya sudah dikenal di pasar smartphone.

Selanjutnya penulis mencoba memaparkannya kedalam skripsi yang berjudul

Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan

(23)

B. Perumusan Masalah

Selain sebagai pembeda yang memudahkan konsumen, merek juga

berguna untuk meyakinkan konsumen bahwa konsumen akan mendapatkan

kualitas yang konsisten ketika membeli produk yang digunakan. Merek juga

dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah

salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingan

produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti, 2009:5).

Merek tentunya sangat erat hubungannya dengan sebuah perusahaan,

apalagi perusahaan yang sangat besar, yang memproduksi barangnya secara

masal, yang sudah berdiri sangat lama, menghasilkan keuntungan yang besar,

dan tentunya sudah dikenal oleh pasar atau calon konsumennya. Tentunya

merek sangat berguna bagi perusahaan, seperti adanya ekuitas merek yang

akan mencerminkan cara konsumen berpikir, merasa, bertindak terhadap

merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Untuk

hal-hal yang berhubungan dengan angka, mungkin dapat dengan mudah

diketahui karena perusahaan bisa langsung melihatnya pada laporan

keuangannya. Namun bagaimana dengan hal-hal yang bersifat tak terlihat,

inilah yang menjadi pertanyaan peneliti. Seperti pada smartphone dengan

sistem operasi Android dan iOS. Data menyebutkan bahwa market share

Android jauh lebih besar. Namun bagaimana dengan ekuitas mereknya? Para

pengguna (baik yang awam dan yang mengerti teknologi sistem operasi)

smartphone ini beranggapan bahwa yang mereka gunakan adalah yang terbaik.

(24)

sisi saja. Apakah ekuitas merek dari smartphone dengan sistem operasi

Android lebih baik daripada iOS? Inilah yang menjadi rumusan masalah pada

penelitian ini.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan ekuitas merek

antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS yang dilihat dari

variabel :

a. Kesadaran merek (brand awareness)

b. Asosiasi merek (brand association)

c. Persepsi kualitas (perceived quality)

d. Loyalitas merek (brand loyalty)

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan tentang perbandingan

ekuitas merek.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan

(25)

meningkatkan ekuitas merek produknya agar lebih mengoptimalkan

peluang.

c. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi

untuk penelitian yang akan datang, khususnya bagi sivitas akademika di

lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang berkenaan dengan variabel yang diambil

1. Pengertian Merek

Menurut Aaker (1996:9), merek adalah nama dan atau simbol yang

bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan

maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau

sebuah kelompok penjual tertentu.

American Asosiation Marketing dalam Kotler dan Keller (2009:256),

mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau

desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi

barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan

mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya

pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa

(Tjiptono, 2009:3)

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:275), merek (brand) adalah

sebuah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasi semua ini,

yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek adalah produk

(27)

beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk

memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional,

atau nyata berhubungan atau tidak nyata berhubungan dengan apa yang

direpresentasikan merek.

Merek memiliki peran yang sangat penting bagi konsumen maupun

produsen. Dari sisi konsumen, merek mempermudah pembelian. Bila tidak

ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak

memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga

membantu meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan

kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk yang digunakan.

Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan

mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan dalam suatu

pameran. Selain itu, merek dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan

harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan

dalam membandingkan produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti,

2009:5).

Merek memegang peranan sangat penting salah satunya adalah

menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjadikan sesuatu harapan

kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan

emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil

produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip,

(28)

(Durianto dkk, 2004:2). Merek menjadi sangat penting saat ini, karena

beberapa faktor seperti:

a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji

emosi menjadi konsisten dan stabil

b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.

c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.

Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan

konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang

terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association (asosiasi merek)

yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini

akan meningkatkan brand image (citra merek).

d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen, dan

sebuah merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.

e. Merek juga mampu memudahkan proses pengambilan keputusan

pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat

dengan mudah membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain

sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain

yang melekat pada merek tersebut.

f. Merek dapat berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.

2. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)

Menurut Aaker (1996:23), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan

(29)

menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau

jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.

Menurut Kotler dan Keller (2007:334) ekuitas merek adalah nilai

tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa dicerminkan

dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek,

harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas

merek merupakan aset tak terwujud yang penting, yang memiliki nilai

psikologis dan keuangan bagi perusahaan.

Sedangkan Philip Kotler dan Gary Armstrong (2008:282) berpendapat

bahwa ekuitas merek adalah pengaruh deferensial positif bahwa jika

pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespon produk atau

jasa.

Sejauh ini terdapat dua model dari brand equity, yaitu model Aaker

(yang kita gunakan dalam penelitian ini) dan model Keller. Dalam model

Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan

strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen.

Sedangkan dalam model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku

konsumen yang berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa

yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang

merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjung waktu

(Tjiptono, 2011:97)

Aaker (1991) berpendapat bahwa brand equity dapat dikelompokkan

(30)

a. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang

calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek dari

produk atau jasa perusahaan. Kesadaran merek memiliki beberapa

tingkatan mulai dari tingkat tidak mengetahui adanya merek tersebut,

sampai pada tingkat sangat mengenal merek tersebut (top of mind

awareness). Tingkat paling rendah adalah apabila pengenalan merek

dilakukan melalui alat bantu tes untuk mengingat kembali suatu merek

(an aided recall test). Pengenalan merek adalah tingkat minimal dari

kesadaran merek. Tingkat berikutnya adalah mengingat kembali suatu

merek (brand recall), yaitu mengingat kembali suatu merek berdasarkan

pada kemampuan seseorang untuk menyebut suatu merek tanpa alat

bantu (unaided call). Tahap selanjutnya adalah apabila suatu merek

disebutkan pertama kali dalam mengingat suatu produk atau jasa, pada

tahap ini merek tersebut telah berada dalam pikiran paling utama (top of

mind awareness), atau dengan kata lain merek tersebut menjadi merek

yang paling diingat di dalam pikiran seseorang.

b. Asosiasi merek (brand association), adalah segala kesan yang muncul di

benak konsumen yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.

Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan

semakin bertambahnya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi

suatu merek atau semakin sering kemunculan merek tersebut dalam

strategi komunikasi perusahaan. Suatu merek yang telah mapan akan

(31)

asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan

akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin

banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat brand

imageyang dimiiki oleh merek tersebut

c. Persepsi kualitas merek (brand perceived quality), adalah persepsi

pelanggan terhadap kualitas dari suatu merek produk/jasa perusahaan.

Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu

produk di mata pelanggan karena perceived quality merupakan persepsi

konsumen. Produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di

pasar jika perceived quality pelanggan negatif, sebaliknya jika perceived

quality pelanggan positif, maka produk akan disukai dan dapat bertahan

lama di pasar.

d. Loyalitas merek (brand loyalty), adalah cerminan tingkat keterikatan

konsumen dengan suatu merek produk/jasa. Loyalitas merek sangat

berpengaruh terhadap kerentanan pelanggan dari serangan pesaing, hal

ini sangat penting dan berkaitan erat dengan kinerja masa depan

perusahaan. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek

tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain,

maka hal tersebut apat menunjukkan loyalitas terhaap merek tersebut

rendah.

e. Aset-aset ekuitas merek lainya (other proprietary brand asssets) dapat

memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.

(32)

dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand

association, brand perceived quality dan brand loyalty.

Gambar. 2.1

Elemen Ekuitas Merek Model Aaker (Brand Equity Element Aaker Mode)

Sumber: Tjiptono, 2011:101

Sementara itu, model brand equity Keller (Tjiptono, 2011:98) lebih

berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Dengan model ekuitas merek

berbasis pelanggan (CBBE = Consumer-Based Brand Equity), model ini

berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari,

dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai

hasil dari pengalamannya sepanjung waktu.

Keller (Tjiptono, 2011:99) mengatakan terdapat empat langkah dalam

proses membangun merek yaitu:

1. Menyusun identitas merek yang tepat,

2. Menciptakan makna merek yang sesuai,

3. Menstimulasi respon merek yang diharapkan

(33)

Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pertanyaan

fundamental yaitu: (1) identitas merek, (2) makna merek, (3) respon merek, (4)

relasi merek. Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam

building blocks utama yaitu: brand salience, brand performance, brand

imagenary, brand judgments, brand feelings, dan brand resonance.

Gambar. 2.2

Piramida Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan Model Keller (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)

Resonance

Judgments Feelings

Performance Imagery

Salience

Sumber: Tjiptono, 2011:101

(34)

1. Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek,

seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam

berbagai situasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek

menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness

bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama

merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan

merek (nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi

tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.

2. Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam

memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima

atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek:

(1) unsur primer dan fitur suplemen; (2) reliabilitas; durabilitas, dan

serviceability produk; (3) efektivitas, efisiensi, dan empati layanan; (4)

model dan desain; serta; (5) harga.

3. Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu

kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial

pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung (melalui

pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran,

atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi).

Empat kategori utama brand imagery meliputi:

(1) profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti

usia, gender, ras, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti

(35)

(2) situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,

kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan pemakaian (kapan dan dimana

merek digunakan); (3) kepribadian dan nilai-nilai; (4) sejarah, warisan

(heritag), dan pengalaman.

4. Brand judgments, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen

terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang

dipersepsikannya. Aspek brand judgments meliputi:

(1) brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan

yang dirasakannya;(2) brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek

dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar),

trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan

pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilh

dan digunakan); (3) brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek

dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen; dan (4) brand

superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek itu unik dan lebih

baik dibandingkan merek-merek lain

5. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap

merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun excitement,

security, social approval, dan self-respect.

6. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan

pelanggan terhadap merek spesifik. Resonasi tercermin pada intensitas atau

kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat

(36)

uang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek,

dan seterusnya). Secara spesifik, resonasi meliputi loyalitas behavioral

(share of category requirements), loyalitas attitudinal, sense of community

(identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan

sebagai brand evangelist dan brand ambassadors).

Model Aaker dan model Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu

brand equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk

sebagai hasil investasi pemasaran sebelumnya pada merek yang

bersangkutan (Tjiptono, 2011:102).

3. Elemen-Elemen Ekuitas Merek

a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut Aaker (1996:90), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa

suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran

(awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran

konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan

biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan

kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek.

Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek

merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen

lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan

(37)

Terdapat beberapa tingkatan dari brand awareness dari tingkat

terendah sampai tingkat tertinggi dapat di lihat dari piramida merek sebagai

berikut:

Gambar. 2.3

Piramida Kesadaran Merek (The Awareness Pyramid)

Top of mind

Brand Recall

Brand Recognation

Brand Unaware

Sumber: Aaker, 1991:62

Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek dari tingkat yang

paling rendah hingga pada tingkat yang tertinggi adalah sebagai berikut :

1) Unaware of Brand (tidak menyadari keberadaan merek)

Menggambarkan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek,

di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.

2) Brand Recognition (pengenalan merek)

Merupakan tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu

(38)

(aided recall). Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan

ciri-ciri produk tersebut.

3) Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Yaitu pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided

recall), yakni pengingatan tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu

dibantu untuk mengingat merek. Brand Recall mencerminkan

merek-merek apa yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek yang

pertama kali disebut.

4) Top of Mind (puncak pikiran)

Adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang

pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek

tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam

benak konsumen.

Perlunya sebuah kesadaran merek karena konsumen tidak bisa

membeli sebuah merek yang belum mereka kenal, kesadaran merek adalah

tujuan umum komunikasi dari sebuah strategi promosi. Dengan

menciptakan sebuah kesadaran merek, pemasar berharap bahwa setiap kali

muncul sebuah kebutuhan maka sebuah merek akan muncul dari ingatan

yang mampu memberikan alternatif pilihan dalam pengambilan keputusan.

Konsumen tidak perlu mengingat nama merek, mereka hanya perlu untuk

mengenali merek (biasanya berdasarkan package), yang nantinya ingatan

merek akan membantunya untuk mengetahui sebuah merek tersebut (Peter

(39)

Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya

mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk.

Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, beberapa cara yang dapat

ditempuh antara lain sebagai berikut (Durianto dkk, 2004:57):

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda

dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek

dengan kategori produknya.

2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik, sehingga dapat

membantu konsumen untuk mengingat merek.

3) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat

dihubungkan dengan mereknya.

4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat

pelanggan.

5) Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang

sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena

membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

Pemasar dapat mengukur tingkat kesadaran merek konsumen dengan

meminta mereka menyebutkan nama-nama merek yang mereka ingat atau

dengan hasil dari pengamatan yang mereka kenali (Peter & Olson,

(40)

Indikator yang digunakan untuk mengukur brand awareness

berdasarakan pendapat Peter & Olson (2010) yaitu:

1) Android/iOS adalah merek OS smartphone yang familiar bagi saya.

2) Saya mengenali Android/iOS ketika melihat iklan-iklan smartphone di

sebuah media.

3) Saya mengenali smartphone Android/iOS dari tampilan layarnya.

b. Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Aaker (1991:167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang

berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen

terhadap suatu merek.

Menurut Durianto dkk (2004:69) asosiasi merek merupakan segala

kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya

mengenai suatu merek.

Susanto (2004:133) menambahkan bahwa hal-hal lain yang penting

dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk

dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran

professional atau yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan

aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut,

toko yang menjual produk atau wiraniaganya.

Aaker (1991:115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait

dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal diantaranya:

(41)

pengguna/aplikasi, pengguna/pelanggan, orang yang terkenal, gaya hidup,

personalitas, kelas produk, kompetitor, dan negara/wilayah geografis.

Berbagai fungsi dari sebuah asosiasi merek adalah (Durianto dkk,

2004:69) :

1) Membantu proses penyusunan informasi (Help process/retrieve

information)

2) Membedakan (Differentiate). Suatu produk dapat memberikan landasan

yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek lain.

3) Alasan pembelian (Reason to buy). Brand association membangkitkan

berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat

memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan

menggunakan merek tersebut.

4) Menciptakan sikap atau perasaan positif (Create positive

attitude/feelings). Beberapa asosiasi mampu menciptakan suatu perasaan

positif atas dasarpengalaman mereka serta pengubahan pengalaman

tersebut menjadisesuatu yang berbeda.

5) Landasan untuk perluasan (Basis for exetensions). Menjadi landasan bagi

suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara

merek dan sebuah produk baru.

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan

para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi

untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat lima

(42)

1) Dapat membantu proses penyusunan informasi, yaitu dapat membantu

memberikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah

dikenal oleh konsumen.

2) Perbedaan. Asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha

yang dapat membedakan satu merek dengan merek yang lain.

3) Alasan untuk membeli. Asosiasi merek sangat membantu para konsumen

untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.

4) Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang

perasaan positif yang pada akhirnya juga akan berdampak positif pada

produk yang bersangkutan.

5) Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan

bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian

antara suatu merek dengan sebuah produk baru.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand

association berdasarakan pada pendapat Durianto (2004) yaitu:

1) Android/iOS adalah OS yang berasal dari perusahaan dengan reputasi

yang baik.

2) Android/iOS adalah OS smartphone yang mudah ditemui.

3) Android/iOS adalah OS smartphone dengan tampilan antar muka

(interface) yang menarik.

c. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived-Quality)

Menurut Susanto (2004:129), persepsi kualitas dapat didefinisikan

(43)

suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Aaker

(1991:91) berpendapat bahwa apabila kesan kualitas adalah untuk

dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi

yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu

1) Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002: 37) dimensi kualitas yang dapat

digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang ada delapan,

yaitu:

a) Performa (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari

produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan

pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.

b) Keistimewaan (features) merupakan aspek kedua yang manambah

fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.

c) Keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk

berfungsi dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.

d) Sesuai dengan spesifikasi (conformance), berkaitan dengan tingkat

kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Conformance

merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan

karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kerap

kali didefinisikan sebagai konformasi terhadap kebutuhan

(conformance to requirements).

e) Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.

(44)

f) Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang

berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan

serta akurasi dalam perbaikan.

g) Estetika (aestetic), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang

bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan

refleksi dari preferensi atau pilihan individual.

h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif dan

berkaitan dengan perasaan pelanggan yang mengkonsumsi produk,

seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa

karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name-image).

2) Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2003),

terbagi menjadi 5 aspek, yaitu:

a) Realiability. Kemampuan menampilkan pelayanan yang diandalkan

dan akurat.

b) Responsiveness. Kesediaan membantu dan menyediakan layanan yang

cepat.

c) Assurance. Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk

menumbuhkan keyakinan konsumen terhadap pelayanan penyedia

jasa.

d) Empathy. Menunjukkan perhatian perusahaan terhadap konsumennya.

e) Tangibles. Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil/karyawan

Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan

(45)

pelanggan bahwa kualitas merek produknya tinggi bila mana

kenyataan menunjukkan kebalikannya. Bahkan dalam jangka panjang

upaya tersebut akan menjadi bumerang. Pelangan yang tidak puas

akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki

pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi.

Berikut adalah berbagai hal yang perlu dipertahankan dalam

membangun perceived quality menurut Durianto dkk (2004:103), yaitu:

1) Komitmen terhadap kualitas

Perusahan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta

memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas

bukan hanya basa basi tapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.

2) Budaya kualitas

Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma

perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada

pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

3) Informasi masukan dari pelanggan

Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang

mendefinisikan kualitas. Seringkali para pemimpin keliru dalam

memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk

kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan

memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan,

padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang

(46)

berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga

diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up-to-date.

4) Sasaran/standar yang jelas

Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran

kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.

Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan

diperioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan

tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan

membahayakan kelangsungan perusahaan sendiri.

5) Kembangkan karyawan yang inisiatif

Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta

dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan

pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif

dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand equity

berdasarakan pendapat Gaspersz (2002) yaitu:

1) Saya tidak pernah mengalami masalah dalam menggunakan smartphone

Android/iOS.

2) Android/iOS memiliki banyak pilihan aplikasi.

3) Android/iOS mampu mengatur daya smartphone dengan baik.

d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Aaker (1996) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the

(47)

adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering

kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen

(2002) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku

pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian.

Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas

merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena

biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan

dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat

meningkatkan perdagangan dan dapat menarik minat pelanggan baru karena

mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal

dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek

adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing.

Loyalitas merek menurut Mowen dan Minor (dalam Basu Swastha,

1999) adalah suatu kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif

terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan

bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi ini

didasarkan pada dua pendekatan yaitu behavioral dan attitudinal. Jika

pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan (behavioral),

maka hal ini mengacu pada perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah

produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaaan di

dalamnya. Sebaliknya jika yang dipakai adalah pendekatan attitudinal maka

(48)

Clow dan Baack (2010:126) mengatakan bahwa loyalitas merek

didasarkan pada fitur produk. Mungkin juga terkait dengan pengalaman

konsumen dengan perusahaan.

Menurut Basu Swastha Dharmmesta (1999), secara umum loyalitas

merek dapat diukur dengan cara sebagai berikut:

1) Runtutan pilihan merek (brand-choice sequence)

2) Proporsi pembelian (proportion of purchase)

3) Preferensi merek (brand prefenrence)

4) Komitmen merek (brand commitment)

Loyalitas merek tidak akan terjadi tanpa melalui tindakan pembelian

dan pengalaman dalam menggunakan suatu merek (Aaker, 1991). Hal inilah

yang membedakan antara loyalitas merek dengan elemen ekuitas merek lain

dimana pelanggan mempunyai kesadaran merek, kesan kualitas, dan

asosiasi merek tanpa melakukan transaksi pembelian dan penggunaan merek

(49)

Gambar. 2.4

Piramida Loyalitas Merek The Loyalty Pyramid

Commited Buyer

Like the Brand-- Considers It a Friend

Satisfied Buyer with Switching Costs

Satisfied/Habitual Buyer No Reason toChange

Switchers/Price Sensitive Indifferent—No Brand Loyalty

Sumber: Aaker, 1991:40

Berikut penjelasan Aaker (1997) tentang tingkatan loyalitas terhadap

merek yaitu:

1) Switcher (Berpindah-pindah)

Merupakan tingkatan loyalitas yang paling rendah. Perpindahan merek

biasanya dipengaruhi oleh perilaku pembelian di lingkungan sekitar.

2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) Adalah pembeli yang

mengalami ketidakpuasan ketika mengkonsumsi suatu produk karena ia

membeli suatu produk hanya berdasarkan kebiasaan saja.

(50)

Yaitu pembeli yang merasa puas dengan merek yang mereka konsumsi,

namun mereka berkeinginan melakukan perpindahan merek.

4) Likes the Brand (Menyukai merek)

Adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek karena alasan

persepsi kualitas yang tinggi, pengalaman, dan lain-lain.

5) Committed Buyer ( Pembeli yang berkomitmen)

Merupakan kelompok pembeli yang setia karena mereka merasa bangga

ketika mengkonsumsi produk dan mereka secara sukarela bersedia untuk

merekomendasikan merek kepada orang lain.

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat

menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut (Durianto, dkk, 2004:127)

adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty bagi

perusahaan:

1) Reduced Marketing Costs (Mengurangi Biaya Pemasaran)

Biaya pemasaran untuk mempertahankan pelanggan akan lebih murah

dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi,

biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang

paling Nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu

produk karena harganya murah.

2) Trade Laverage (Meningkatkan Perdagangan)

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan

(51)

pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu

merek didsarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3) Attacing New Customers (Menarik Minat Pelanggan Baru)

Perasaan puas dan suka kepada merek oleh pelanggan akan menimbulkan

perasaan keyakinan bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek

tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung

resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan

merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya

sehingga dapat menarik pelanggan baru.

4) Provide Time to Respond to Competitive Threats (Memberi Waktu untuk

Merespons Ancaman Persaingan)

Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk

merespons gerak pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan

produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada

perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara

menyesuaikan atau menetralisasikannya.

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand loyalty

berdasarakan pendapat Clow dan Baack (2010:126) yaitu:

1) Saya merasa puas menggunakan smartphone Android/iOS

2) Saya setia menggunakan smartphone Android/iOS

(52)

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini berkaitan dengan ekuitas merek yang sudah banyak

dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan fokus pada produk yang berbeda.

Berikut ini beberapa penelititan terdahulu yang akan penulis paparkan

berkenaan dengan tema skripsi yang diangkat oleh penulis.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Woo Gon Kim dan Hong-Bum Kim (2004),

dengan judul “Measuring Customer-based Restaurant Brand Equity

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test yang meneliti beberapa

merek restoran cepat saji seperti McDonald’s, KFC, Burger King, Lotteria,

Popeyes, Jakob’s dan Hardee’s. Penelitian ini dilakukan terhadap 394

responden yang mengunjungi sejumlah mall di Seoul, Korea Selatan.

Adapun hasil analisis elemen-elemen ekuitas merek pada beberapa merek

restoran cepat saji yang diteliti dalam penelitian ini dapat disimpulkan

sebagai berikut :

a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Kim dan Kim (2004)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai kesadaran merek antar

merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean

masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek yang paling diingat responden

dengan nilai mean sebesar (4,46) yang diikuti oleh KFC (4,12), Lotteria

(4,03), Burger King (3,75), Popeyes (3,12), Hardee’s (2,19) dan Jakob’s

(1,45). Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai mean Jakob’s

(53)

diteliti, hal ini dikarenakan Jakob’s merupakan merek lokal yang baru

didirikan pada tahun 1999.

b. Hasil penelitian pada variabel brand image oleh Kim dan Kim (2004)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai citra merek antar merek

restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing

merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan citra merek yang

paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh KFC

(4,22), Lotteria (3,97), Burger King (3,93), Popeyes (3,85), Hardee’s

(3,62) dan Jakob’s (3,55).

c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Kim dan Kim

(2004)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas antar

merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean

masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini

menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan persepsi kualitas yang

paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh Lotteria

(4,13), Burger King (4,07), KFC (3,94), Popeyes (3,92), Jakob’s (3,92)

dan Hardee’s (3,90).

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Kim dan Kim (2004)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai loyalitas merek antar merek

restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing

(54)

menunjukkan KFC sebagai merek dengan loyalitas merek yang paling

baik dengan nilai mean sebesar (4,52) yang diikuti oleh McDonald’s

(4,46), Burger King (4,41), Popeyes (4,18), Jakob’s (4,11), Lotteria

(3,91), dan Hardee’s (3,08).

2. Penelitian yang dilakukan oleh Robertus Sola Asisi (2007), dengan judul

“Analisis Perbandingan Brand Equity Indomie Dengan Mie Sedaap Pada

Mahasiswa Universitas Negeri Semarang”

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil analisis

perbandingan ekuitas merek antara Indomie dan Mie Sedaap dalam

penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Asisi (2007)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran

merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana kesadaran merek Indomie lebih

baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand

awareness Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 20,6823 >

20,1771. Perbedaan ini bisa disebabkan karena merek Indomie telah

dikenal jauh lebih lama oleh konsumen mie instan di Indonesia sehingga

menjadi top of mind dikategori produk mie instan. Selain itu, untuk

mencuri kesadaran konsumen, Indomie tidak hanya mengandalkan iklan

semata tapi juga lebih banyak melakukan event marketing dibandingkan

dengan Mie Sedaap.

(55)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara asosiasi

merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana asosiasi merek Indomie lebih

baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand

association Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 19,0052 >

18,3750. Perbedaan ini bisa terjadi karena merek Indomie selalu

konsisten memenuhi janjinya dari waktu ke waktu.

c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Asisi (2007)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi

kualitas Indomie dan Mie Sedaap, dimana persepsi kualitas Indomie

lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari dari mean

perceived quality Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar

27,3854 > 26,5469. Perbedaan ini bisa disebabkan karena dimata

konsumen kualitas Indomie lebih baik yang ditunjang oleh kepercayaan

konsumen terhadap merek yang telah lama dipasar mie instan. Konsumen

telah mencoba berbagai macam merek mie instan dan akhirnya akan

mampu memberikan persepsi yang berbeda-beda antara merek satu dan

yang lainnya.

d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Asisi (2007)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara loyalitas

merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana loyalitas merek Indomie lebih

baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand

loyalty Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 22,9583 >

(56)

memberikan kepuasan pada konsumennya secara konsisten. Loyalitas

tidak terbentuk secara instan dan pengalaman selama menggunakan

merek tersebut (brand experience) akan menjadi hal mendasar yang

mendorong konsumen melakukan pembelian ulang.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Herdian Armandhani dan I Putu Gde

Sukaatmaja (2013), dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity

Produk Obat Anti Nyamuk Oles Merek Autan dengan Merek Soffel do Kota

Denpasar”

Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil

analisis perbandingan ekuitas merek antara obat anti nyamuk oles merek

Autan dan Soffel dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Armandhani dan

Sukaatmaja (2013)

Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran

merek Autan dan Soffel, dimana kesadaran merek Soffel lebih baik dari

Autan. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata kesadaran merek obat anti

nyamuk oles Soffel sebesar 4,467 lebih besar jika dibandingkan dengan

rata-rata kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan yang sebesar

4,000 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar -0,467. Probabilitasnya

lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara

kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan dengan obat anti nyamuk

oles Soffel, dimana konsumen lebih sadar akan keberadaan merek obat

Gambar

Gambar. 2.1  Elemen Ekuitas Merek Model Aaker ..............................................................16
Tabel. 1.1
Tabel. 1.2
Gambar. 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dalam penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara OS yang digunakan saat ini dengan minat mengganti OS, terdapat perbedaan preferensi merek smartphone dengan

Setelah penulis melakukan penelitian dalam Membangun Aplikasi Pembelajaran Ujian Kemampuan Bahasa Korea Tingkat I Berbasis Sistem Operasi Android dan berdasarkan

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Android merupakan sistem operasi yang digunakan pada telepon pintar dan komputer tablet

Walaupun penelitian sebelumnya mempunyai kesamaan dengan penelitian penulis, namun terdapat perbedaan pada metode pengontrolan dan alat mikrokontroler, sistem dari penelitian

Dan hasil pengujian kualitas aspek portability pada beberapa device dengan sistem operasi android oreo, pie dan android 10 mendapatkan nilai keseluruhan sebesar 100% yang berarti aspek