ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
RACHMAD JUMADI TARIGAN NIM: 1110081000009
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Rachmad Jumadi Tarigan NIM: 1110081000009
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA
NIP: 19570617 198503 1 002 NIDN: 01318107403
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan Sistem Operasi iOS pada Smartphone (Studi kasus pada anggota forum Kaskus bagian Handphone & Tablet subforum Android dan iOS)
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Jumat, 9 September2014 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:
1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan
2. NIM : 1110081000009
3.Jurusan : Manajemen
4.Judul Skripsi :
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan mahasiswa yang berangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 September 2014
1. Fitri Amalia, S.Pd, M.Si ( )
NIP: 19820710 200912 2 002 Ketua
2. Titi Dewi Warninda, SE, M.Si ( )
NIP: 19731221 200501 2 002 Sekretaris
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari Senin, 21 September 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas Mahasiswa
1. Nama : Rachmad Jumadi Tarigan
2. NIM : 1110081000009
3. Jurusan : Manajemen (Pemasaran)
4. Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android Dengan Sistem Operasi iOS Pada Smartphone
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 September 2015
1. Dr. Desmadi Saharuddin, MA (...)
NIP: 19720711 200501 1 700 Ketua
2. Ir. Ella Patriana, MM (...)
NIP: 19690528 200801 2 010 Sekretaris
3. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS (...)
NIP: 19570617 198503 1 002 Pembimbing I
4. Cut Erika Ananda Fatimah, SE, MBA (...)
NIDN: 01318107403 Pembimbing II
5. Leis Suzanawaty, SE, M.Si (...)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rachmad Jumadi Tarigan
NIM : 1110081000009
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen (Pemasaran)
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya;
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenakan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, September 2015 Yang Menyatakan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama : Rachmad Jumadi Tarigan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 Desember 1992
Alamat : Jl. Gatot Subroto No. 357
Kelurahan Sei Sikambing D
Kecamatan Medan Petisah Medan
Telepon : 08960-2494-566
Email : [email protected]
II. Data Pendidikan
1. SD Brigjen Katamso Medan Tahun 1998-2004
2. SMP Ar-Rahman Medan Tahun 2004-2007
3. SMAN 4 Medan Tahun 2007-2010
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010-2015
III. Pengalaman Organisasi
Anggota Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2007-2008
Ketua 1 Bintalis SMAN 4 Medan Periode 2008-2009
COMPARATIVE ANALYSIS OF BRAND AQUITY OPERATING SYSTEM ANDROID WITH OPERATING SYSTEM iOS ON SMARTPHONE
ABSTRACT
The objectives of the study were to know difference in brand equity an its elements between operating system Android with operating system iOS for the smarthphone. The sample is taken with non probabilty technique sampling and with purposive sampling approach. In collecting data, the research applies questionnaire technique which consists of 24 statements which are distributed to 100 respondents. The data analysis technique used is the mean difference test with paired samples. Base on the result of the study, it was found there is no difference between brand equity operating system Android with operating system iOS, although there are two different dimensions, brand awareness and brand loyalty, and the other is same.
ANALISIS PERBANDINGAN BRAND EQUITY SISTEM OPERASI ANDROID DENGAN SISTEM OPERASI iOS PADA SMARTPHONE
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan brand equity beserta elemen-elemennya antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone. Pengambilan sampel dalam penelitian diambil dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi 24 butir pernyataan yang di distribusikan kepada 100 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji beda mean dengan sampel berpasangan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan ekuitas merek antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS pada smarthphone, walaupun terdapat dua dimensi yang berbeda yaitu kesadaran merek dan loyalitas merek dan selebihnya sama.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (sesembahan) Yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amma ba’du
Segala puji bagi Allah yang akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca. Serta penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku yang tersayang, Ayah dan Ibu yang selalu mendoakan dan menyemangati anaknya hingga dapat menyelesaikan studinya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dengan sebaik-baik balasan berupa dimasukkan kedalam surga Firdaus-Nya. Serta abang dan adikku yang menjadi teman bermainku, semoga kebaikan selalu menyertai kalian. Ayo semangat belajar ! 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku selaku Dosen Pembimbing I yang
diwakilkan oleh Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar, memberikan banyak masukan sehingga selesailah penelitian ini.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Titi Dewi Wiarnida, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu segala pengurusan berkas-berkas dalam penelitian skripsi saya.
8. Seluruh teman-teman baikku, semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada kita.
9. Serta semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya penelitian ini.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna baik dalam segi penulisan, cara penguraian, maupun pada pembahasan secara ilmiah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari berbagai pihak. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 30 Agustus 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF...ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SRIPSI...iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...v
ABSTRACT...vi
ABSTRAK...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI...x
DAFTAR TABEL...xiii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xv
BAB. I. PENDAHULUAN..……...………...………......1
A. Latar Belakang Penelitian..………...…...1
B. Perumusan Masalah …..………...7
C. Tujuan Penelitian ……...…………..………...…...7
D. Manfaat Penelitian ……...………..……..…………...8
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ………..……...…...10
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil...10
2. Pengertian Ekuitas Merek...12
BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN.…...53
A. Ruang Lingkup Penelitian.………….………...53
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian...62
1. Sejarah Singkat Android...62
B. Pembahasan Hasil Kuesinoner...67
1. Karakteristik Responden...68
2. Hasil Uji Validitas...70
3. Hasil Uji Reliabilitas...73
C. Pembahasan dan Hasil Analisis Data...74
1. Perbandingan Kesadaran Merek (Brand Awareness)...74
2. Perbandingan Asosiasi Merek (Brand Association)...75
3. Perbandingan Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)...76
4. Perbandingan Loyalitas Merek (Brand Loyalty)...78
5. Perbandingan Ekuitas Merek (Brand Equity)...79
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN...81
A. Kesimpulan...81
B. Saran...82
DAFTAR PUSTAKA ...86
DAFTAR TABEL
Tabel. 1.1 Smartphone OS Market Share...3
Tabel. 1.2 Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS....5
Tabel. 2.1 Cek Tabel Penelitian Sebelumnya...46
Tabel. 3.1 Operasional Variabel...62
Tabel. 4.1 Karakteristik Responden...68
Tabel. 4.2 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Validitas...70
Tabel. 4.3 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Validitas...71
Tabel. 4.4 Hasil Uji Coba Kuesioner Android untuk Reliabilitas...72
Tabel. 4.5 Hasil Uji Coba Kuesioner iOS untuk Reliabilitas...73
Tabel. 4.6 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Awareness...73
Tabel. 4.7 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Association...74
Tabel. 4.8 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Perceived Quality...75
Tabel. 4.9 Hasil Uji Beda Mean Pada Subvariabel Brand Loyalty...76
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 2.1 Elemen Ekuitas Merek Model Aaker ...16 (Brand Equity Element Aaker Mode)
Gambar. 2.2 Piramida Ekuitas Merek Berbasi Pelanggan Model Keller...17 (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)
Gambar. 2.3 Piramida Kesadaran Merek (The Brand Awareness Pyramid)...21
Gambar. 2.4 Piramida Loyalitas Merek (The Brand Loyalty Pyramid)...32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1...87
Lembar Kuesioner...88
Lampiran 2...93
1. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner Android...94
2. Tabel Jawaban Responden untuk Try Out Kuesioner iOS...94
3. Hasil Uji Validitas Data Android...96
4. Hasil Uji Validitas Data iOS...97
5. Hasil Uji Reliabilitas Android...98
6. Hasil Uji Reliabilitas iOS...100
7. Tabel Jawaban Responden Kuesioner Android...104
8. Tabel Jawaban Responden Kuesioner iOS...108
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejarah telepon selular dimulai pada tahun 1940-an setelah Perang Dunia
II. Sejak penemuannya pada pertengahan abad ke-19, telepon menjadi bagian
dari kehidupan sehari-hari jutaan orang di seluruh dunia. Pada pertengahan
abad ke-20, berbicara dengan orang lain melalui saluran telepon adalah cara
yang terbaik untuk tetap berhubungan dengan teman, keluarga, terlibat dalam
kegiatan sosial dan organisasi serta melakukan bisnis di negara-negara kaya.
Dikenal sebagai cell phone, terutama di Amerika, atau mobile phone, di Eropa,
Asia, Australia dan tempat lain, dan lebih banyak kata lain dalam bahasa lain.
Banyaknya pengguna teknologi ini menunjukkan tingkat yang mengejutkan
yaitu di tahun 2004 diperkirakan ada 1.752 miliar pengguna telepon selular di
dunia, naik dari sekitar 91 juta pengguna pada tahun 1995 dan 1.158 miliar
pada tahun 2002 (Goggin, 2006).
Perkembangan teknologi turut menciptakan inovasi dari sebuah telepon
genggam, yang dahulu hanya berupa cell phone ataupun mobile phone,
sekarang telah menjadi sebuah smartphone. Salah satu ciri khas dari sebuah
smartphone adalah sistem operasi yang ada pada smartphone. Sistem operasi
ini merupakan jantung dari perangkat mobile. Sistem operasilah yang mengatur
komputerisasi seperti visual pesan suara juga dapat memungkinkan untuk
melakukan kontrol laptop, perangkat web tv, dan banyak lagi (Tom, 2011).
Berdasarkan data dari ATSI (Asosiasi Telepon Selular Indonesia) di
tahun 2012 kwartal pertama, pertumbuhan pengguna ponsel telah melampaui
jumlah populasi di Indonesia yaitu mencapai 240 juta unit. Data yang
dekeluarkan oleh IDC (International Data Corporation) menyebutkan bahwa
tingkat penjualan smartphone di Indonesia sebesar 11% di kwartal ketiga tahun
2011 menjadi 13% di kwartal ketiga tahun 2012 dan menyebut Indonesia
sebagai pasar telepon genggam terbesar di Asia Tenggara.
Terdapat beberapa nama-nama sistem operasi yang sudah tidak asing lagi
bagi pengguna smartphone yaitu Android dari Google Inc, iOS dari Apple Inc,
BlackBerry OS dari RIM, Symbian OS dari Symbian Ltd, Windows Phone dari
Microsoft dan juga masih banyak lagi. Namun pada penelitian kali ini, penulis
hanya akan membahas dua sistem operasi pada smartphone yaitu Android dari
Google Inc dan sistem operasi iOS dari Apple Inc.
Perusahaan dari sistem operasi yang disebutkan di atas memiliki
kebijakan yang berbeda. Android dengan open source-nya yaitu sebuah
kebijakan yang menjadikan para pembuat atau pabrikan telepon genggam
bebas untuk menggunakan sistem operasi Android pada produk telepon
genggamnya juga pengembangan-pengembangannya dan membebaskan
pengguna untuk merubah perangkatnya sesuai dengan keinginannya.
buatan Apple dan pengguna hanya dapat menggunakan perangkat seperti yang
telah disediakan oleh developer atau closed source.
Dengan kebijakan Google Inc menjadikan Android bersifat open source,
maka sistem operasi tersebut dapat ditemukan di berbagai merek smartphone
seperti Samsung, HTC, Motorola, Xiaomi, Asus dan masih banyak lagi.
Berbeda dengan iOS yang bersifat closed source, menjadikannya hanya dapat
ditemukan pada produk developer Apple saja.
Tabel. 1.1
sistem operasi Android merupakan smartphone yang paling besar market
share-nya dan memang sistem operasi inilah yang paling banyak beredar di
berbagai macam merek smartphone. Selain itu, peningkatan penjualan dari tiap
kwartal ketiga dari tahun 2011 sampai 2014 menghasilkan peningkatan market
share dari smartphone dengan sistem operasi Android. Sedangkan market
share pada smartphone dengan sistem operasi iOS terlihat terjadi penurunan
dari kuartal ketiga di tahun 2011 sampai 2014 meskipun di tahun 2012 terjadi
perlambatan ekonomi di China yang merupakan pasar terbesar bagi Apple
(detik.com), meskipun begitu iOS tetap mendapatkan keuntungan yang besar
dari market share yang ia miliki saat ini.
Disatu sisi, Android merupakan OS smartphone yang paling banyak
digunakan di seluruh dunia karena banyaknya pabrikan menggunakan sistem
operasi ini dan juga ia bisa didapatkan di berbagai kelas harga. Berbeda dengan
iOS yang merupakan OS smartphone yang hanya didapat pada produk Apple
serta pada pasar dengan kelas harga yang tinggi (high end segment market)
(pcworld.com). Meskipun begitu kedua OS smartphone ini tetap memiliki
kualitas bagi konsumennya.
Tentunya terdapat perbedaan pendapat dari para konsumen yang
menggunakan smartphone dengan kedua sistem operasi tersebut. Salah satu
yang menjadi acuan para konsumen adalah features dari sistem operasi
tersebut. Adapun selain membandingkan features dari kedua sistem operasi ini,
ada juga yang membandingkan harga smartphone, model smartphone yang
mirip, spesifikasi smartphone yang hampir sama, developer smartphone dan
daya tahan smartphone. Maka peran merek sangatlah penting untuk membantu
konsumen menghilangkan persepsi-persepsi yang meragukan. Darwing &
Wijoyo (2004) mengemukakan bahwa merek (brand) adalah nama dan
identitas utama suatu produk atau jasa badan usaha, sehingga dapat dibedakan
dari produk atau jasa sejenis yang ditawarkan oleh pesaing. Selain itu
merek tersebut, terutama dalam hal mendominasi kesadaran konsumen untuk
mengkonsumsi produk tersebut. Sehingga merek yang baik dapat dikatakan
memiliki ekuitas merek yang kuat. Aaker (1991) berpendapat bahwa dari sudut
pandang perilaku, ekuitas merek sangatlah penting untuk membuat poin
diferensiasi yang menyebabkan keunggulan kompetitif berdasarkan persaingan
non harga.
Tabel. 1.2
Features Pada Sistem Operasi Android dan Sistem Operasi iOS
Operating System iOS Android
Developer Apple Google
Video Calling √ √ Third Party App
Universal Search √ √
Internet Tethering √ √
Removable Storage X √
Facebook Integration x (Third Party App) √ (Third Party App) Twitter Integration x (Third Party App) √ (Third Party App)
Folders √ √
App Organization Customizable Customizable
App Store 300.000+ Apps 90.000+ Apps
Microsoft Office Support Third Party App Third Party App
Widgets X √
Yoo dkk (2000) mengatakan bahwa adapun harga, ekuitas merek yang
tinggi memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi
karena konsumen bersedia membayar harga premium. Hal ini terjadi pada
penjualan smartphone pada kelas harga high-end. Sebagai aset besar bagi
perusahaan, ekuitas merek dapat meningkatkan arus kas untuk bisnis (Simon &
Sullivan, 1993 dalam Yoo dkk, 2000).
Dengan begitu ekuitas merek akan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
perusahaan. Nilai bagi pelanggan akan meningkatkan nilai bagi perusahaan,
dan ekuitas merek yang terdiri dari beberpa dimensi. Dimensi-dimensi dari
ekuitas merek (brand equity) yaitu terdiri dari kesadaran merek (brand
awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived
quality), loyalitas merek (brand loyalty). Dimensi-dimensi ini digunakan untuk
mengetahui brand equity yang dimiliki suatu produk perusahaan dan juga
sudah digunakan oleh banyak peneliti seperti Keller, 1993; Motameni &
Shahrokhi, 1998; Low & Lamb, 2000; Prasad & Dev, 2000; Yoo & Donthu,
2001 (Yoo dkk, 2000).
Dari latar belakang yang dipaparkan, penulis bertanya-tanya tentang
kedua sitem operasi tersebut, siapakah yang paling baik brand equity-nya.
Karena pada umumnya keduanya sudah dikenal di pasar smartphone.
Selanjutnya penulis mencoba memaparkannya kedalam skripsi yang berjudul
“Analisis Perbandingan Brand Equity Sistem Operasi Android dengan
B. Perumusan Masalah
Selain sebagai pembeda yang memudahkan konsumen, merek juga
berguna untuk meyakinkan konsumen bahwa konsumen akan mendapatkan
kualitas yang konsisten ketika membeli produk yang digunakan. Merek juga
dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan harga, karena merek adalah
salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membandingan
produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti, 2009:5).
Merek tentunya sangat erat hubungannya dengan sebuah perusahaan,
apalagi perusahaan yang sangat besar, yang memproduksi barangnya secara
masal, yang sudah berdiri sangat lama, menghasilkan keuntungan yang besar,
dan tentunya sudah dikenal oleh pasar atau calon konsumennya. Tentunya
merek sangat berguna bagi perusahaan, seperti adanya ekuitas merek yang
akan mencerminkan cara konsumen berpikir, merasa, bertindak terhadap
merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Untuk
hal-hal yang berhubungan dengan angka, mungkin dapat dengan mudah
diketahui karena perusahaan bisa langsung melihatnya pada laporan
keuangannya. Namun bagaimana dengan hal-hal yang bersifat tak terlihat,
inilah yang menjadi pertanyaan peneliti. Seperti pada smartphone dengan
sistem operasi Android dan iOS. Data menyebutkan bahwa market share
Android jauh lebih besar. Namun bagaimana dengan ekuitas mereknya? Para
pengguna (baik yang awam dan yang mengerti teknologi sistem operasi)
smartphone ini beranggapan bahwa yang mereka gunakan adalah yang terbaik.
sisi saja. Apakah ekuitas merek dari smartphone dengan sistem operasi
Android lebih baik daripada iOS? Inilah yang menjadi rumusan masalah pada
penelitian ini.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan ekuitas merek
antara sistem operasi Android dengan sistem operasi iOS yang dilihat dari
variabel :
a. Kesadaran merek (brand awareness)
b. Asosiasi merek (brand association)
c. Persepsi kualitas (perceived quality)
d. Loyalitas merek (brand loyalty)
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi untuk memperoleh tambahan pengetahuan tentang perbandingan
ekuitas merek.
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan
meningkatkan ekuitas merek produknya agar lebih mengoptimalkan
peluang.
c. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
untuk penelitian yang akan datang, khususnya bagi sivitas akademika di
lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang berkenaan dengan variabel yang diambil
1. Pengertian Merek
Menurut Aaker (1996:9), merek adalah nama dan atau simbol yang
bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan
maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau
sebuah kelompok penjual tertentu.
American Asosiation Marketing dalam Kotler dan Keller (2009:256),
mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau
desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan
mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa
(Tjiptono, 2009:3)
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:275), merek (brand) adalah
sebuah nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasi semua ini,
yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek adalah produk
beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk
memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional,
atau nyata berhubungan atau tidak nyata berhubungan dengan apa yang
direpresentasikan merek.
Merek memiliki peran yang sangat penting bagi konsumen maupun
produsen. Dari sisi konsumen, merek mempermudah pembelian. Bila tidak
ada merek, konsumen harus mengevaluasi semua produk yang tidak
memiliki merek setiap kali mereka akan melakukan pembelian. Merek juga
membantu meyakinkan konsumen bahwa mereka akan mendapatkan
kualitas yang konsisten ketika mereka membeli produk yang digunakan.
Dari sisi produsen, merek dapat dipromosikan. Merek dapat dengan
mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatkan dalam suatu
pameran. Selain itu, merek dapat dipakai untuk mengurangi perbandingan
harga, karena merek adalah salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam membandingkan produk-produk sejenis yang berbeda (Rangkuti,
2009:5).
Merek memegang peranan sangat penting salah satunya adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjadikan sesuatu harapan
kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan
emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil
produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip,
(Durianto dkk, 2004:2). Merek menjadi sangat penting saat ini, karena
beberapa faktor seperti:
a. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil
b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.
c. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan
konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang
terbentuk dalam merek tersebut. Jika brand association (asosiasi merek)
yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini
akan meningkatkan brand image (citra merek).
d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen, dan
sebuah merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
e. Merek juga mampu memudahkan proses pengambilan keputusan
pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat
dengan mudah membedakan produk yang dibelinya dengan produk lain
sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain
yang melekat pada merek tersebut.
f. Merek dapat berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
2. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Aaker (1996:23), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau
jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.
Menurut Kotler dan Keller (2007:334) ekuitas merek adalah nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa, nilai ini bisa dicerminkan
dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek,
harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas
merek merupakan aset tak terwujud yang penting, yang memiliki nilai
psikologis dan keuangan bagi perusahaan.
Sedangkan Philip Kotler dan Gary Armstrong (2008:282) berpendapat
bahwa ekuitas merek adalah pengaruh deferensial positif bahwa jika
pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespon produk atau
jasa.
Sejauh ini terdapat dua model dari brand equity, yaitu model Aaker
(yang kita gunakan dalam penelitian ini) dan model Keller. Dalam model
Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan
strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen.
Sedangkan dalam model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku
konsumen yang berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa
yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang
merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjung waktu
(Tjiptono, 2011:97)
Aaker (1991) berpendapat bahwa brand equity dapat dikelompokkan
a. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali suatu merek dari
produk atau jasa perusahaan. Kesadaran merek memiliki beberapa
tingkatan mulai dari tingkat tidak mengetahui adanya merek tersebut,
sampai pada tingkat sangat mengenal merek tersebut (top of mind
awareness). Tingkat paling rendah adalah apabila pengenalan merek
dilakukan melalui alat bantu tes untuk mengingat kembali suatu merek
(an aided recall test). Pengenalan merek adalah tingkat minimal dari
kesadaran merek. Tingkat berikutnya adalah mengingat kembali suatu
merek (brand recall), yaitu mengingat kembali suatu merek berdasarkan
pada kemampuan seseorang untuk menyebut suatu merek tanpa alat
bantu (unaided call). Tahap selanjutnya adalah apabila suatu merek
disebutkan pertama kali dalam mengingat suatu produk atau jasa, pada
tahap ini merek tersebut telah berada dalam pikiran paling utama (top of
mind awareness), atau dengan kata lain merek tersebut menjadi merek
yang paling diingat di dalam pikiran seseorang.
b. Asosiasi merek (brand association), adalah segala kesan yang muncul di
benak konsumen yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan
semakin bertambahnya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi
suatu merek atau semakin sering kemunculan merek tersebut dalam
strategi komunikasi perusahaan. Suatu merek yang telah mapan akan
asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan
akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin
banyak asosiasi yang saling berhubungan, maka semakin kuat brand
imageyang dimiiki oleh merek tersebut
c. Persepsi kualitas merek (brand perceived quality), adalah persepsi
pelanggan terhadap kualitas dari suatu merek produk/jasa perusahaan.
Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu
produk di mata pelanggan karena perceived quality merupakan persepsi
konsumen. Produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di
pasar jika perceived quality pelanggan negatif, sebaliknya jika perceived
quality pelanggan positif, maka produk akan disukai dan dapat bertahan
lama di pasar.
d. Loyalitas merek (brand loyalty), adalah cerminan tingkat keterikatan
konsumen dengan suatu merek produk/jasa. Loyalitas merek sangat
berpengaruh terhadap kerentanan pelanggan dari serangan pesaing, hal
ini sangat penting dan berkaitan erat dengan kinerja masa depan
perusahaan. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek
tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain,
maka hal tersebut apat menunjukkan loyalitas terhaap merek tersebut
rendah.
e. Aset-aset ekuitas merek lainya (other proprietary brand asssets) dapat
memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.
dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand
association, brand perceived quality dan brand loyalty.
Gambar. 2.1
Elemen Ekuitas Merek Model Aaker (Brand Equity Element Aaker Mode)
Sumber: Tjiptono, 2011:101
Sementara itu, model brand equity Keller (Tjiptono, 2011:98) lebih
berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Dengan model ekuitas merek
berbasis pelanggan (CBBE = Consumer-Based Brand Equity), model ini
berasumsi bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari,
dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai
hasil dari pengalamannya sepanjung waktu.
Keller (Tjiptono, 2011:99) mengatakan terdapat empat langkah dalam
proses membangun merek yaitu:
1. Menyusun identitas merek yang tepat,
2. Menciptakan makna merek yang sesuai,
3. Menstimulasi respon merek yang diharapkan
Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pertanyaan
fundamental yaitu: (1) identitas merek, (2) makna merek, (3) respon merek, (4)
relasi merek. Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam
building blocks utama yaitu: brand salience, brand performance, brand
imagenary, brand judgments, brand feelings, dan brand resonance.
Gambar. 2.2
Piramida Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan Model Keller (Customer-Based Brand Equity Pyramid Keller Mode)
Resonance
Judgments Feelings
Performance Imagery
Salience
Sumber: Tjiptono, 2011:101
1. Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek,
seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam
berbagai situasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek
menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness
bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama
merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan
merek (nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi
tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.
2. Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam
memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima
atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek:
(1) unsur primer dan fitur suplemen; (2) reliabilitas; durabilitas, dan
serviceability produk; (3) efektivitas, efisiensi, dan empati layanan; (4)
model dan desain; serta; (5) harga.
3. Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu
kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial
pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung (melalui
pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran,
atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi).
Empat kategori utama brand imagery meliputi:
(1) profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti
usia, gender, ras, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti
(2) situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,
kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan pemakaian (kapan dan dimana
merek digunakan); (3) kepribadian dan nilai-nilai; (4) sejarah, warisan
(heritag), dan pengalaman.
4. Brand judgments, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen
terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang
dipersepsikannya. Aspek brand judgments meliputi:
(1) brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan
yang dirasakannya;(2) brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek
dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar),
trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan
pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilh
dan digunakan); (3) brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek
dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen; dan (4) brand
superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek itu unik dan lebih
baik dibandingkan merek-merek lain
5. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap
merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun excitement,
security, social approval, dan self-respect.
6. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan
pelanggan terhadap merek spesifik. Resonasi tercermin pada intensitas atau
kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat
uang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek,
dan seterusnya). Secara spesifik, resonasi meliputi loyalitas behavioral
(share of category requirements), loyalitas attitudinal, sense of community
(identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan
sebagai brand evangelist dan brand ambassadors).
Model Aaker dan model Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu
brand equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk
sebagai hasil investasi pemasaran sebelumnya pada merek yang
bersangkutan (Tjiptono, 2011:102).
3. Elemen-Elemen Ekuitas Merek
a. Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut Aaker (1996:90), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran
(awareness) menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran
konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan
biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan
kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek.
Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek
merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen
lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan
Terdapat beberapa tingkatan dari brand awareness dari tingkat
terendah sampai tingkat tertinggi dapat di lihat dari piramida merek sebagai
berikut:
Gambar. 2.3
Piramida Kesadaran Merek (The Awareness Pyramid)
Top of mind
Brand Recall
Brand Recognation
Brand Unaware
Sumber: Aaker, 1991:62
Penjelasan mengenai piramida kesadaran merek dari tingkat yang
paling rendah hingga pada tingkat yang tertinggi adalah sebagai berikut :
1) Unaware of Brand (tidak menyadari keberadaan merek)
Menggambarkan tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek,
di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
2) Brand Recognition (pengenalan merek)
Merupakan tingkat minimal kesadaran merek, di mana pengenalan suatu
(aided recall). Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan
ciri-ciri produk tersebut.
3) Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Yaitu pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided
recall), yakni pengingatan tanpa bantuan, karena konsumen tidak perlu
dibantu untuk mengingat merek. Brand Recall mencerminkan
merek-merek apa yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek yang
pertama kali disebut.
4) Top of Mind (puncak pikiran)
Adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang
pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam
benak konsumen.
Perlunya sebuah kesadaran merek karena konsumen tidak bisa
membeli sebuah merek yang belum mereka kenal, kesadaran merek adalah
tujuan umum komunikasi dari sebuah strategi promosi. Dengan
menciptakan sebuah kesadaran merek, pemasar berharap bahwa setiap kali
muncul sebuah kebutuhan maka sebuah merek akan muncul dari ingatan
yang mampu memberikan alternatif pilihan dalam pengambilan keputusan.
Konsumen tidak perlu mengingat nama merek, mereka hanya perlu untuk
mengenali merek (biasanya berdasarkan package), yang nantinya ingatan
merek akan membantunya untuk mengetahui sebuah merek tersebut (Peter
Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya
mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk.
Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki, beberapa cara yang dapat
ditempuh antara lain sebagai berikut (Durianto dkk, 2004:57):
1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda
dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek
dengan kategori produknya.
2) Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik, sehingga dapat
membantu konsumen untuk mengingat merek.
3) Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereknya.
4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.
5) Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang
sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.
6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena
membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
Pemasar dapat mengukur tingkat kesadaran merek konsumen dengan
meminta mereka menyebutkan nama-nama merek yang mereka ingat atau
dengan hasil dari pengamatan yang mereka kenali (Peter & Olson,
Indikator yang digunakan untuk mengukur brand awareness
berdasarakan pendapat Peter & Olson (2010) yaitu:
1) Android/iOS adalah merek OS smartphone yang familiar bagi saya.
2) Saya mengenali Android/iOS ketika melihat iklan-iklan smartphone di
sebuah media.
3) Saya mengenali smartphone Android/iOS dari tampilan layarnya.
b. Asosiasi Merek (Brand Association)
Menurut Aaker (1991:167) asosiasi merek adalah segala sesuatu yang
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen
terhadap suatu merek.
Menurut Durianto dkk (2004:69) asosiasi merek merupakan segala
kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya
mengenai suatu merek.
Susanto (2004:133) menambahkan bahwa hal-hal lain yang penting
dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukan fakta bahwa produk
dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran
professional atau yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan
aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut,
toko yang menjual produk atau wiraniaganya.
Aaker (1991:115) menjelaskan bahwa asosiasi-asosiasi yang terkait
dengan suatu merek dapat dihubungkan dengan berbagai hal diantaranya:
pengguna/aplikasi, pengguna/pelanggan, orang yang terkenal, gaya hidup,
personalitas, kelas produk, kompetitor, dan negara/wilayah geografis.
Berbagai fungsi dari sebuah asosiasi merek adalah (Durianto dkk,
2004:69) :
1) Membantu proses penyusunan informasi (Help process/retrieve
information)
2) Membedakan (Differentiate). Suatu produk dapat memberikan landasan
yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek lain.
3) Alasan pembelian (Reason to buy). Brand association membangkitkan
berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat
memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan
menggunakan merek tersebut.
4) Menciptakan sikap atau perasaan positif (Create positive
attitude/feelings). Beberapa asosiasi mampu menciptakan suatu perasaan
positif atas dasarpengalaman mereka serta pengubahan pengalaman
tersebut menjadisesuatu yang berbeda.
5) Landasan untuk perluasan (Basis for exetensions). Menjadi landasan bagi
suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara
merek dan sebuah produk baru.
Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan
para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi
untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat lima
1) Dapat membantu proses penyusunan informasi, yaitu dapat membantu
memberikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah
dikenal oleh konsumen.
2) Perbedaan. Asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha
yang dapat membedakan satu merek dengan merek yang lain.
3) Alasan untuk membeli. Asosiasi merek sangat membantu para konsumen
untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
4) Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang
perasaan positif yang pada akhirnya juga akan berdampak positif pada
produk yang bersangkutan.
5) Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan
bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian
antara suatu merek dengan sebuah produk baru.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand
association berdasarakan pada pendapat Durianto (2004) yaitu:
1) Android/iOS adalah OS yang berasal dari perusahaan dengan reputasi
yang baik.
2) Android/iOS adalah OS smartphone yang mudah ditemui.
3) Android/iOS adalah OS smartphone dengan tampilan antar muka
(interface) yang menarik.
c. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived-Quality)
Menurut Susanto (2004:129), persepsi kualitas dapat didefinisikan
suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Aaker
(1991:91) berpendapat bahwa apabila kesan kualitas adalah untuk
dimengerti dan diatur, maka penting untuk mengetahui dimensi-dimensi
yang mempengaruhi kesan kualitas produk dan kualitas jasa, yaitu
1) Menurut Garvin dalam Gaspersz (2002: 37) dimensi kualitas yang dapat
digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang ada delapan,
yaitu:
a) Performa (performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan
pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
b) Keistimewaan (features) merupakan aspek kedua yang manambah
fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
c) Keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk
berfungsi dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
d) Sesuai dengan spesifikasi (conformance), berkaitan dengan tingkat
kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Conformance
merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan
karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. Kerap
kali didefinisikan sebagai konformasi terhadap kebutuhan
(conformance to requirements).
e) Daya tahan (durability), merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
f) Kemampuan pelayanan (service ability), merupakan karakteristik yang
berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan, kompetensi, kemudahan
serta akurasi dalam perbaikan.
g) Estetika (aestetic), merupakan karakteristik mengenai keindahan yang
bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
h) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), bersifat subjektif dan
berkaitan dengan perasaan pelanggan yang mengkonsumsi produk,
seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa
karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name-image).
2) Sedangkan dimensi kualitas jasa menurut Zeithaml dan Bitner (2003),
terbagi menjadi 5 aspek, yaitu:
a) Realiability. Kemampuan menampilkan pelayanan yang diandalkan
dan akurat.
b) Responsiveness. Kesediaan membantu dan menyediakan layanan yang
cepat.
c) Assurance. Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk
menumbuhkan keyakinan konsumen terhadap pelayanan penyedia
jasa.
d) Empathy. Menunjukkan perhatian perusahaan terhadap konsumennya.
e) Tangibles. Tampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personil/karyawan
Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan
pelanggan bahwa kualitas merek produknya tinggi bila mana
kenyataan menunjukkan kebalikannya. Bahkan dalam jangka panjang
upaya tersebut akan menjadi bumerang. Pelangan yang tidak puas
akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki
pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi.
Berikut adalah berbagai hal yang perlu dipertahankan dalam
membangun perceived quality menurut Durianto dkk (2004:103), yaitu:
1) Komitmen terhadap kualitas
Perusahan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas
bukan hanya basa basi tapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
2) Budaya kualitas
Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma
perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada
pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
3) Informasi masukan dari pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun perceived quality pelangganlah yang
mendefinisikan kualitas. Seringkali para pemimpin keliru dalam
memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk
kartu kredit, misalnya para manajer memperkirakan bahwa kemudahan
memperoleh kartu kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan,
padahal bagi pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang
berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga
diperoleh informasi yang akurat, relevan, dan up-to-date.
4) Sasaran/standar yang jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran
kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan
diperioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan kelangsungan perusahaan sendiri.
5) Kembangkan karyawan yang inisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif
dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand equity
berdasarakan pendapat Gaspersz (2002) yaitu:
1) Saya tidak pernah mengalami masalah dalam menggunakan smartphone
Android/iOS.
2) Android/iOS memiliki banyak pilihan aplikasi.
3) Android/iOS mampu mengatur daya smartphone dengan baik.
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Aaker (1996) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the
adanya suatu ikatan antara pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering
kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Mowen
(2002) mengemukakan bahwa loyalitas dapat didasarkan pada perilaku
pembelian aktual produk yang dikaitkan dengan proporsi pembelian.
Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas
merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena
biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan
dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat
meningkatkan perdagangan dan dapat menarik minat pelanggan baru karena
mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal
dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek
adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespons gerakan pesaing.
Loyalitas merek menurut Mowen dan Minor (dalam Basu Swastha,
1999) adalah suatu kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif
terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan
bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Definisi ini
didasarkan pada dua pendekatan yaitu behavioral dan attitudinal. Jika
pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keperilakuan (behavioral),
maka hal ini mengacu pada perilaku konsumen yang hanya membeli sebuah
produk secara berulang-ulang, tanpa menyertakan aspek perasaaan di
dalamnya. Sebaliknya jika yang dipakai adalah pendekatan attitudinal maka
Clow dan Baack (2010:126) mengatakan bahwa loyalitas merek
didasarkan pada fitur produk. Mungkin juga terkait dengan pengalaman
konsumen dengan perusahaan.
Menurut Basu Swastha Dharmmesta (1999), secara umum loyalitas
merek dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
1) Runtutan pilihan merek (brand-choice sequence)
2) Proporsi pembelian (proportion of purchase)
3) Preferensi merek (brand prefenrence)
4) Komitmen merek (brand commitment)
Loyalitas merek tidak akan terjadi tanpa melalui tindakan pembelian
dan pengalaman dalam menggunakan suatu merek (Aaker, 1991). Hal inilah
yang membedakan antara loyalitas merek dengan elemen ekuitas merek lain
dimana pelanggan mempunyai kesadaran merek, kesan kualitas, dan
asosiasi merek tanpa melakukan transaksi pembelian dan penggunaan merek
Gambar. 2.4
Piramida Loyalitas Merek The Loyalty Pyramid
Commited Buyer
Like the Brand-- Considers It a Friend
Satisfied Buyer with Switching Costs
Satisfied/Habitual Buyer No Reason toChange
Switchers/Price Sensitive Indifferent—No Brand Loyalty
Sumber: Aaker, 1991:40
Berikut penjelasan Aaker (1997) tentang tingkatan loyalitas terhadap
merek yaitu:
1) Switcher (Berpindah-pindah)
Merupakan tingkatan loyalitas yang paling rendah. Perpindahan merek
biasanya dipengaruhi oleh perilaku pembelian di lingkungan sekitar.
2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan) Adalah pembeli yang
mengalami ketidakpuasan ketika mengkonsumsi suatu produk karena ia
membeli suatu produk hanya berdasarkan kebiasaan saja.
Yaitu pembeli yang merasa puas dengan merek yang mereka konsumsi,
namun mereka berkeinginan melakukan perpindahan merek.
4) Likes the Brand (Menyukai merek)
Adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek karena alasan
persepsi kualitas yang tinggi, pengalaman, dan lain-lain.
5) Committed Buyer ( Pembeli yang berkomitmen)
Merupakan kelompok pembeli yang setia karena mereka merasa bangga
ketika mengkonsumsi produk dan mereka secara sukarela bersedia untuk
merekomendasikan merek kepada orang lain.
Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, brand loyalty dapat
menjadi asset strategi bagi perusahaan. Berikut (Durianto, dkk, 2004:127)
adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty bagi
perusahaan:
1) Reduced Marketing Costs (Mengurangi Biaya Pemasaran)
Biaya pemasaran untuk mempertahankan pelanggan akan lebih murah
dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi,
biaya pemasaran akan mengecil jika brand loyalty meningkat. Ciri yang
paling Nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu
produk karena harganya murah.
2) Trade Laverage (Meningkatkan Perdagangan)
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan
pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu
merek didsarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3) Attacing New Customers (Menarik Minat Pelanggan Baru)
Perasaan puas dan suka kepada merek oleh pelanggan akan menimbulkan
perasaan keyakinan bagi calon pelanggan untuk mengkonsumsi merek
tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung
resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan
merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya
sehingga dapat menarik pelanggan baru.
4) Provide Time to Respond to Competitive Threats (Memberi Waktu untuk
Merespons Ancaman Persaingan)
Brand loyalty akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk
merespons gerak pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan
produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada
perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara
menyesuaikan atau menetralisasikannya.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur brand loyalty
berdasarakan pendapat Clow dan Baack (2010:126) yaitu:
1) Saya merasa puas menggunakan smartphone Android/iOS
2) Saya setia menggunakan smartphone Android/iOS
B. Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini berkaitan dengan ekuitas merek yang sudah banyak
dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan fokus pada produk yang berbeda.
Berikut ini beberapa penelititan terdahulu yang akan penulis paparkan
berkenaan dengan tema skripsi yang diangkat oleh penulis.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Woo Gon Kim dan Hong-Bum Kim (2004),
dengan judul “Measuring Customer-based Restaurant Brand Equity“
Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test yang meneliti beberapa
merek restoran cepat saji seperti McDonald’s, KFC, Burger King, Lotteria,
Popeyes, Jakob’s dan Hardee’s. Penelitian ini dilakukan terhadap 394
responden yang mengunjungi sejumlah mall di Seoul, Korea Selatan.
Adapun hasil analisis elemen-elemen ekuitas merek pada beberapa merek
restoran cepat saji yang diteliti dalam penelitian ini dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Kim dan Kim (2004)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai kesadaran merek antar
merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean
masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini
menunjukkan McDonald’s sebagai merek yang paling diingat responden
dengan nilai mean sebesar (4,46) yang diikuti oleh KFC (4,12), Lotteria
(4,03), Burger King (3,75), Popeyes (3,12), Hardee’s (2,19) dan Jakob’s
(1,45). Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai mean Jakob’s
diteliti, hal ini dikarenakan Jakob’s merupakan merek lokal yang baru
didirikan pada tahun 1999.
b. Hasil penelitian pada variabel brand image oleh Kim dan Kim (2004)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai citra merek antar merek
restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing
merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini
menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan citra merek yang
paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh KFC
(4,22), Lotteria (3,97), Burger King (3,93), Popeyes (3,85), Hardee’s
(3,62) dan Jakob’s (3,55).
c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Kim dan Kim
(2004)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai persepsi kualitas antar
merek restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean
masing-masing merek yang diambil dari jawaban responden. Hasil penelitian ini
menunjukkan McDonald’s sebagai merek dengan persepsi kualitas yang
paling baik dengan nilai mean sebesar (4,43) yang diikuti oleh Lotteria
(4,13), Burger King (4,07), KFC (3,94), Popeyes (3,92), Jakob’s (3,92)
dan Hardee’s (3,90).
d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Kim dan Kim (2004)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nilai loyalitas merek antar merek
restoran cepat saji. Penilaian ini dilihat dari nilai mean masing-masing
menunjukkan KFC sebagai merek dengan loyalitas merek yang paling
baik dengan nilai mean sebesar (4,52) yang diikuti oleh McDonald’s
(4,46), Burger King (4,41), Popeyes (4,18), Jakob’s (4,11), Lotteria
(3,91), dan Hardee’s (3,08).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Robertus Sola Asisi (2007), dengan judul
“Analisis Perbandingan Brand Equity Indomie Dengan Mie Sedaap Pada
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang”
Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil analisis
perbandingan ekuitas merek antara Indomie dan Mie Sedaap dalam
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hasil penelitian pada variabel brand awareness oleh Asisi (2007)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran
merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana kesadaran merek Indomie lebih
baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand
awareness Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 20,6823 >
20,1771. Perbedaan ini bisa disebabkan karena merek Indomie telah
dikenal jauh lebih lama oleh konsumen mie instan di Indonesia sehingga
menjadi top of mind dikategori produk mie instan. Selain itu, untuk
mencuri kesadaran konsumen, Indomie tidak hanya mengandalkan iklan
semata tapi juga lebih banyak melakukan event marketing dibandingkan
dengan Mie Sedaap.
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara asosiasi
merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana asosiasi merek Indomie lebih
baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand
association Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 19,0052 >
18,3750. Perbedaan ini bisa terjadi karena merek Indomie selalu
konsisten memenuhi janjinya dari waktu ke waktu.
c. Hasil penelitian pada variabel brand perceived quality oleh Asisi (2007)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi
kualitas Indomie dan Mie Sedaap, dimana persepsi kualitas Indomie
lebih baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari dari mean
perceived quality Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar
27,3854 > 26,5469. Perbedaan ini bisa disebabkan karena dimata
konsumen kualitas Indomie lebih baik yang ditunjang oleh kepercayaan
konsumen terhadap merek yang telah lama dipasar mie instan. Konsumen
telah mencoba berbagai macam merek mie instan dan akhirnya akan
mampu memberikan persepsi yang berbeda-beda antara merek satu dan
yang lainnya.
d. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Asisi (2007)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara loyalitas
merek Indomie dan Mie Sedaap, dimana loyalitas merek Indomie lebih
baik dari Mie Sedaap. Hal ini dapat diketahui dari nilai mean brand
loyalty Indomie yang lebih besar dari Mie Sedaap sebesar 22,9583 >
memberikan kepuasan pada konsumennya secara konsisten. Loyalitas
tidak terbentuk secara instan dan pengalaman selama menggunakan
merek tersebut (brand experience) akan menjadi hal mendasar yang
mendorong konsumen melakukan pembelian ulang.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Herdian Armandhani dan I Putu Gde
Sukaatmaja (2013), dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity
Produk Obat Anti Nyamuk Oles Merek Autan dengan Merek Soffel do Kota
Denpasar”
Penelitian ini menggunakan metode uji beda t-test. Adapun hasil
analisis perbandingan ekuitas merek antara obat anti nyamuk oles merek
Autan dan Soffel dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Hasil penelitian pada variabel brand loyalty oleh Armandhani dan
Sukaatmaja (2013)
Dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan antara kesadaran
merek Autan dan Soffel, dimana kesadaran merek Soffel lebih baik dari
Autan. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata kesadaran merek obat anti
nyamuk oles Soffel sebesar 4,467 lebih besar jika dibandingkan dengan
rata-rata kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan yang sebesar
4,000 dengan perbedaan rata-ratanya sebesar -0,467. Probabilitasnya
lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara
kesadaran merek obat anti nyamuk oles Autan dengan obat anti nyamuk
oles Soffel, dimana konsumen lebih sadar akan keberadaan merek obat