• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMBRIOGENESIS SOMATIK DAN REGENERASI PLANLET PAMELO ( Citrus maxima (Burm.) Merr.) 

Abstrak

Penguasaan embriogenesis penting dilakukan untuk menunjang pemuliaan pamelo secara bioteknologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan embriogenesis pada pamelo hingga diperoleh planlet. Eksplan yang digunakan untuk induksi embriogenesis somatik tidak langsung adalah bulir daging buah dan biji muda, tunas pucuk dan potongan daun dari kecambah in vitro. Eksplan untuk induksi embriogenesis somatik langsung adalah biji muda yang dikupas. Induksi embriogenesis tidak langsung dilakukan pada media MS (Murashige dan Skoog 1962) yang ditambah dengan 0.5 mg L-1 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) atau Naphthalene acetic acid (NAA) 1.0 mg L-1. Induksi embriogenesis langsung dilakukan pada media MS yang mengandung 3 mg L-1 BAP, 1 mg L-1 2,4-D dan 300 mg L-1 Casein hidrolisat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi embriogenesis tidak langsung pada media dengan penambahan 2,4-D menghasilkan kalus yang tidak embriogenik pada semua jenis eksplan. Biji muda yang dikupas dengan diameter 4-6 mm dapat langsung membentuk embrio setelah 4 minggu dikultur pada media induksi embriogenesis langsung dengan BAP dan 2,4-D dan beregenerasi menjadi planlet. Analisis dengan flow sitometer menunjukkan bahwa planlet hasil regenerasi adalah diploid sama dengan induknya.

Kata kunci : 6-benzil amino purin, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid, embriogenesis langsung, flow sitometer, embriogenesis tidak langsung, pamelo

Abstract

Establishment of somatic embryogenesis and plantlet regeneration of pummelo is described in the current study. Juice vesicle and seeds from immature fruit, shoot tip and leaf segments from in vitro mature seed germination were used as explants for indirect somatic embryogenesis initiation whereas peeled seeds from immature fruit were used as explants for direct somatic embryogenesis. Explants for indirect somatic embryogenesis were cultured on MS (Murashige and Skoog 1962) medium supplemented with 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) or Naphthalene acetic acid (NAA) at 0.5 and 1.0 mg L-1. Explants for direct somatic embryogenesis were cultured on MS medium supplemented with combination of 3 mg L-1 of 6-benzyl amino purine (BAP), 1 mg L-1 of 2,4-D and 300 mg L-1 of Casein hydrolisate. The results showed that indirect embryogenesis produced non embryogenic callus with 2.4-D as the most efficient plant growth regulator for all explants. Peeled immature seed with diameter 4-6 mm formed embryoid after 4 weeks cultured on direct embryogenesis medium and regenerated into planlet on the next process. Flow cytometry analyses indicated that regenerated plants were diploid.

36

Keywords: 6-benzyl amino purine, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid, direct embryogenesis, flow cytometer, indirect embryogenesis, pummelo ‘Nambangan’

Pendahuluan

Sampai saat ini penelitian tentang embriogenesis C. maxima belum banyak dipublikasikan. Perkembangan embrio adventif dari sel nuselar merupakan hal yang umum terjadi pada beberapa spesies jeruk dan mangga yang bersifat poliembrionik (Bhojwani dan Razdan 1983). Keberhasilan pamelo menghasilkan embrio somatik menggunakan jaringan nuselar sangat rendah (Rangan et al. 1969). Hal ini disebabkan adanya faktor yang menghambat pembentukan embrio adventif dalam jaringan nuselar pada jeruk monoembrioni (Tisserat dan Murashige 1977). Grosser dan Gmitter (2011) menyatakan bahwa sangat sulit untuk mendapatkan kalus embriogenik dari kultivar jeruk monoembrioni, sehingga perlu dilakukan percobaan untuk mencari eksplan yang tepat untuk menginduksi embriogenesis somatik pamelo.

Bermacam-macam jenis eksplan telah digunakan dalam proses regenerasi beberapa genus jeruk melalui embriogenesis somatik langsung dan tidak langsung, seperti jaringan nuselar C. grandis (Rangan et al. 1969), bulir buah C. unshiu (Nito dan Iwamasa 1990), potongan tunas C. limon (Mukhtar et al. 2005), bagian bunga C. grandis (Zakaria et al. 2010a), biji muda C. limon (Gholami et al. 2013) dan embrio dari 5 jenis jeruk batang bawah (Ramdan et al. 2014).

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik yang penting untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman dalam kultur in vitro. Induksi kalus pada kultur in vitro jeruk umumnya menggunakan 2,4-D dan NAA (Nito dan Iwamasa 1990, Mukhtar et al. 2005). Jenis auksin yang umum digunakan untuk induksi kalus embriogenik karena aktifitasnya yang kuat adalah 2,4-D, yang tidak mudah didegradasi baik secara enzimatik maupun fotooksidasi. Sitokinin (BAP) dan sukrosa dengan konsentrasi tinggi dapat menginduksi pembentukan embrio somatik C. limon (Gholami et al. 2013). Kombinasi 2,4-D dan BAP mampu menginduksi embriogenesis somatik C. reticulata (Merigo 2011), juga lima jenis jeruk batang bawah (Ramdan et al. 2014).

Embriogenesis somatik melalui proses panjang untuk mencapai terbentuknya planlet. Proses tersebut sering menyebabkan variasi somaklonal yang didefinisikan sebagai variasi genetik sebagai akibat dari proses kultur in vitro seperti terjadinya perubahan tingkat ploidi (Grosser et al. 1997). Flow sitometri umum digunakan untuk mendeteksi stabilitas genetik regeneran yang dihasilkan dari proses embriogenesis somatik dari berbagai spesies buah termasuk lemon (Orbovic et al. 2008), Vitis vinifera (Prado et al. 2010), dan Rubus fructicosus L (Vujovic et al. 2010).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan induksi embriogenesis somatik pamelo hingga terbentuknya plantlet melalui embriogenesis langsung dan tidak langsung dari beberapa eksplan yang berbeda dan melakukan analisis ploidi pada regeneran yang dihasilkan.

37

Bahan dan metode

Persiapan Eksplan dan Kondisi Kultur untuk Induksi Embriogenesis Tidak Langsung dan Langsung

Buah dikumpulkan dari tanaman pamelo ‘Nambangan’ yang ditumbuhkan di kebun percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Buah yang diambil adalah buah matang dan buah muda yang berdiameter 8-10 cm.

a. Induksi Embriogenesis Tidak Langsung

Induksi embriogenesis secara tidak langsung menggunakan 4 jenis eksplan, yaitu bulir daging buah, biji, tunas pucuk dan potongan daun dari kecambah in vitro. Bulir daging buah dan biji diambil dari buah muda. Buah muda dicuci di bawah air kran mengalir selama 30 menit, kemudian direndam dalam deterjen cair selama 5 menit dan dibilas beberapa kali. Sterilisasi permukaan dilakukan di dalam laminar air flow cabinet dengan merendam buah dalam 70% (v/v) etanol selama 30 menit, kemudian bulir diambil dari daging buah sebagai eksplan. Tunas pucuk dan potongan daun diambil dari kecambah in vitro biji buah matang. Perkecambahan biji dilakukan dengan merendam biji dalam 70% etanol selama 1 jam, kemudian dikeringanginkan di dalam laminar. Semua lapisan biji dikupas dan biji kemudian dikecambahkan pada media MS0 selama 6 minggu.

b. Induksi Embriogenesis Langsung

Induksi embriogenesis secara langsung menggunakan 1 jenis eksplan yaitu biji muda kupas dengan diameter 1-3, 4-6 dan 7-10 mm. Biji diambil dari buah muda (diameter 8-10 cm) yang telah disterilisasi permukaannya.

Eksplan untuk induksi embriogenesis tidak langsung dan langsung kemudian ditanam dalam masing-masing media perlakuan pada cawan Petri (100 × 15 mm), kemudian diinkubasi di dalam ruang kultur bersuhu 25-27ºC dalam kondisi gelap.

Desain Percobaan dan Analisis Data

a. Induksi Embriogenesis Tidak Langsung

Percobaan embriogenesis tidak langsung dilakukan untuk membandingkan pengaruh 2,4-D dan NAA untuk menginduksi kalus dari berbagai jenis eksplan. 3- 10 eksplan ditempatkan dalam setiap cawan Petri pada setiap perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan embriogenesis tidak langsung didesain dengan Rancangan Acak Lengkap. Media untuk induksi kalus pada embriogenesis tidak langsung adalah media dasar MS yang mengandung 2,4-D dengan konsentrasi 0.5 atau 1.0 mg L-1 yang ditambah dengan NAA pada konsentrasi 0.5 atau 1.0 mg L-1.

Data dari perlakuan embriogenesis tidak langsung dianalisis keragamannya (ANOVA) dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Least Significant Differences (LSD) dengan selang kepercayaan 95% menggunakan perangkat lunak DSAASTAT V1.1. Perkembangan eksplan diamati dengan mikroskop stereo (Leica EZ4HD). Morfologi sel kalus diamati 8 minggu setelah inkubasi dengan mikroskop inverted (Leica DMIL LED) dengan perbesaran 400 kali.

38

b. Induksi Embriogenesis Langsung

Percobaan embriogenesis langsung dilakukan untuk membandingkan respon 3 jenis eksplan untuk membentuk embrio globular pada media induksi yang sama yaitu media dasar MS yang mengandung 1 mg L-1 2,4-D dan 3 mg L-1 BAP serta 300 mg L-1 Casein hidrolisat (Modifikasi Merigo 2011). Eksplan untuk induksi embriogenesis langsung dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan diameternya. Setiap kelompok terdiri atas 25-55 eksplan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase eksplan yang menghasilkan embrio somatik. Perkembangan eksplan diamati dengan mikroskop stereo (Leica EZ4HD). Morfologi sel kalus diamati pada 8 minggu setelah inkubasi dengan mikroskop inverted (Leica DMIL LED) dengan perbesaran 400 kali.

Pendewasaan dan Perkecambahan Embrio somatik

Embrio somatik pamelo pada fase globular diperbanyak dan didewasakan sampai terbentuk fase kotiledon pada media dasar MS yang mengandung 1 mg L-1 of BAP dan 0.5 mg L-1 of 2,4-D pada kondisi terang. Perkecambahan embrio fase kotiledon dilakukan pada media dasar MS yang mengandung 2.5 mg L-1 Giberelin (GA3) pada kondisi terang (Merigo 2011, Karyanti 2013). Planlet hasil

embriogenesis somatik ditumbuhkan lebih lanjut pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 Kinetin.

Analisis Ploidi pada Planlet Regeneran

Daun-daun dari planlet hasil regenerasi dari embrio somatik dianalisis tingkat ploidinya menggunakan flow sitometer (CyFlow® Space. Partec, Jerman). Daun yang digunakan sebagai standar diploid berasal dari daun kecambah in vitro biji matang pamelo. Analisis dilakukan berdasarkan protokol yang dikembangkan untuk pisang (Doleel et al. 2004). Potongan kecil daun berukuran kira-kira 0.4 cm2 diambil dari daun kedua pada planlet yang berumur 4 minggu yang ditumbuhkan pada media perbanyakan, dicacah dalam bufer ekstraksi, kemudian disaring dengan saringan nilon berukuran 30 µm dan diwarnai dengan Propidium Iodida (Partec, Jerman). Posisi puncak tanaman diploid digunakan sebagai standar pada histogram yang dihasilkan flow sitometer.

Hasil dan Pembahasan

Induksi Embriogenesis Somatik secara Tidak Langsung dan Langsung a. Induksi Embriogenesis Tidak Langsung

Pembentukan kalus pada embriogenesis tidak langsung terjadi pada minggu pertama kultur (Gambar 15). Pengaruh jenis eksplan terhadap media induksi embrio somatik secara tidak langsung pada minggu keempat ditampilkan pada Tabel 7.

Persentase eksplan berkalus tampak berbeda nyata untuk media perlakuan embriogenesis tidak langsung pada setiap jenis eksplan. Terbukti bahwa 2,4-D adalah zat pengatur tumbuh yang efisien untuk menginduksi kalus pamelo pada setiap jenis eksplan embriogenesis tidak langsung. Zat pengatur tumbuh jenis auksin yang umum dipergunakan untuk menginduksi terbentuknya kalus adalah 2,4-D dan NAA (George dan Sherrington 1984). Eksplan tunas pucuk selain membentuk kalus, dapat juga membentuk embrio globular dari titik meristemnya ketika dikulturkan pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 2,4-D. Hasil

39

tersebut menunjukkan bahwa auksin juga menginduksi terbentuknya embrio globular, meskipun dalam persentase rendah dan terjadi hanya pada jenis eksplan tertentu. Menurut Nito dan Iwamasa (1990), embrio globular dapat dihasilkan oleh kultur kalus yang berasal dari bulir buah C. unshiu pada media yang mengandung 1 mg L-1 NAA.

Gambar 15. Eksplan membentuk kalus pamelo setelah kultur 4 minggu pada media induksi embriogenesis tidak langsung diamati dengan mikroskop stereo: A. Bulir buah dari buah muda pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 2,4-D, B. Biji muda pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 2,4-D, C. Tunas pucuk pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 2,4-D, D. Potongan daun pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 2.4-D (bar= 2 mm untuk A, B,C; bar = 1 mm untuk D).

Tabel 7. Pengaruh jenis eksplan terhadap pembentukan kalus pamelo pada kultur umur 4 minggu

Jenis eksplan Zat Pengatur Tumbuh Kalus pada setiap eksplan (%) ± SE Morfologi kalus Bulir buah dari buah muda

kontrol 20.00b bening, nodular, kompak 0.5 mg L-1 2,4-D 70.83a bening, nodular, kompak 1 mg L-1 2,4-D 67.50a bening, nodular, kompak 0.5 mg L-1 NAA 34.54b bening, nodular, kompak 1 mg L-1 NAA 58.33a bening, nodular, kompak Biji

dari buah muda

kontrol 25.00c bening, nodular, kompak 0.5 mg L-1 2,4-D 63.17a bening, nodular, kompak 1 mg L-1 2,4-D 47.83b bening, nodular, kompak 0.5 mg L-1 NAA 28.50c bening, seperti kapas, kompak 1 mg L-1 NAA 38.50 bc bening, seperti kapas, kompak Tunas pucuk

dari biji berkecambah in vitro

kontrol 10.67c tidak tumbuh kalus

0.5 mg L-1 2,4-D 58.33a muncul embrio globular, kalus kekuningan, granular, remah 1 mg L-1 2,4-D 56.67a putih, granular, remah 0.5 mg L-1 NAA 10.67c putih, seperti kapas, remah 1 mg L-1 NAA 36.67b putih, granular, remah Potongan

daun dari kecambah in vitro

kontrol 0.00d tidak tumbuh kalus

0.5 mg L-1 2,4-D 50.00b putih, granular, remah 1 mg L-1 2,4-D 75.00a putih, granular, remah 0.5 mg L-1 NAA 30.56c putih, granular, remah 1 mg L-1 NAA 50.00b putih , granular, remah Rata-rata. diikuti huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (P=0.05) berdasarkan LSD (untuk setiap jenis eksplan)

B C D

40

Pengamatan morfologi kalus dengan mikroskop digunakan untuk mendeteksi potensi embriogeniknya (Gambar 16). Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa morfologi sel kalus pamelo tidak seragam, tergantung pada jenis eksplan, komposisi media dan kondisi kultur. Observasi mikroskopis menunjukkan bahwa semua jenis kalus yang dihasilkan, tidak memiliki potensi embriogenik, meskipun sebagian bersifat remah (Gambar 16). Kalus lunak dan remah tersusun atas sel yang tidak terdiferensiasi dan tidak terikat kuat, terbentuk karena pembelahan sel yang cepat (George dan Sherrington 1984).

Gambar 16. Kalus pamelo pada induksi embriogenesis tidak langsung dari berbagai jenis eksplan pada umur 8 minggu, diamati dengan mikroskop stereo (atas) dan dengan mikroskop inverted (bawah). A. bulir buah dari buah muda pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 NAA, B. Biji muda pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 NAA, C. Tunas pucuk pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 2,4-D, D. Potongan daun pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 2,4-D (bar=2 mm untuk mikroskop stereo, bar= 10 µm untuk mikroskop inverted)

b. Induksi Embriogenesis Langsung

Eksplan biji muda kupas pada induksi embriogenesis langsung juga membentuk sedikit kalus pada minggu keempat dan membentuk embrio globular pada minggu ketiga (Gambar 17). Pengaruh jenis eksplan terhadap media induksi embrio somatik secara langsung pada minggu keempat ditampilkan pada Tabel 8.

Dalam penelitian ini, kombinasi BAP dan 2,4-D dalam medium MS terbukti efektif untuk menginduksi embrio globular secara langsung dari eksplan biji muda kupas berdiameter 4-6 mm. Penambahan auksin bersama dengan sitokinin dapat mendorong pembentukan tunas adventif dengan perbandingan auksin:sitokinin rendah (George dan Sherrington 1984). Eksplan biji muda kupas terdiri atas bagian embrio dan kotiledon yang mengandung cadangan makanan tinggi. Eksplan jenis ini dapat menghasilkan embrio adventif berbentuk globular pada media yang mengandung auksin dan sitokinin.

Diameter biji pamelo yang berbeda terjadi karena biji berada dalam fase perkembangan yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan respon yang berbeda terhadap zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media induksi embriogenesis langsung. Umur fisiologis eskplan berpengaruh terhadap morfogenesis sel (George dan Sherrington 1984).

41

Pengamatan morfologi kalus dengan mikroskop digunakan untuk mendeteksi potensi embriogeniknya. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa morfologi sel kalus pamelo tidak memiliki potensi embriogenik (Gambar 18).

Gambar 17. Eksplan biji muda kupas pamelo membentuk embrio globular dan kalus setelah kultur 4 minggu pada media induksi embriogenesis langsung (media MS yang mengandung 1 mg L-1 2,4-D dan 3 mg L-1 BAP), diamati dengam mikroskop stereo (bar= 2 mm).

Tabel 8. Respon eksplan biji muda kupas pamelo setelah 4 minggu pada media MS yang mengandung 3 mg L-1 BAP dan 1 mg L-1 2.4-D

Diameter biji muda (mm)

Jumlah eksplan yang menghasilkan kalus (%)

Jumlah eksplan yang menghasilkan embrio globular (%)

Respon pertumbuhan eksplan

1-3 0.00 (0/25) 0.00 (0/25) Biji tetap berwarna putih krem

4-6 76.36(42/55) 23.63 (13/55) Muncul embrio

globular dan kalus yang berwarna putih, granular, kompak

7-10 0.00(0/30) 0.00 (0/30) Biji berwarna

kehijauan

Gambar 18. Kalus pamelo yang terbentuk pada induksi embriogenesis langsung dari eksplan biji muda kupas pada umur 8 minggu, diamati dengan mikroskop stereo (kanan) dan mikroskop inverted (kiri). (bar=2 mm untuk mikroskop stereo, bar= 10 µm untuk mikroskop inverted)

42

Pendewasaan dan Perkecambahan Embrio somatik

Embrio globular umur 8 minggu, diperbanyak dan berkembang dalam media MS yang mengandung 1.0 mg L-1 BAP dan dikombinasi dengan 0.5 mg L-1 2,4-D. Konsentrasi BAP yang berkurang di dalam media tersebut dapat pula menginduksi pendewasaan embrio. Pendewasaan embrio dicirikan dengan berkembangnya embrio globular menjadi fase jantung, torpedo dan kotiledon. Media untuk perkecambahan embrio adalah media MS yang mengandung 2.5 mg L-1 GA3 (Merigo 2011, Karyanti 2013). Perkembangan embrio globular pamelo

menjadi planlet ditampilkan dalam Gambar 19. Embrio somatik pamelo membentuk akar dan tunas dalam minggu pertama kultur dan membentuk planlet dengan daun yang mekar sempurna pada minggu ke enam. Embrio fase kotiledon yang dihasilkan dalam penelitian ini, tidak saling terpisah atau abnormal (Gambar 19C).

Beberapa literatur mendukung hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Rangan et al. (1969) menunjukkan bahwa 3 jenis jeruk monoembrionik menghasilkan embrio dengan berbagai fase dan ukuran yang disertai terbentuknya kalus pada ujung calon akar dengan eskplan jaringan nuselar. Penambahan GA3

dibutuhkan untuk perkembangan akar dan tunas selama fase perkecambahan embrio pada tanaman jeruk (Kochba dan Spiegel-Roy 1977). Hasil penelitian Nito and Iwamasa (1990) menunjukkan bahwa 1 mg L-1 GA3 mendorong

regenerasi kalus embriogenik C. unshiu menjadi plantlet. Untuk pamelo, 2.5 mg L-1 GA3 berfungsi sebagai zat pemecah dormansi pada titik meristem embrio

somatik kotiledon dan menginduksi regenerasi planlet (Gambar 19D-F). Planlet dapat diperbanyak dengan media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 Kinetin (Gambar 19G).

43

Gambar 19. Regenerasi planlet pamelo melalui induksi embriogenesis langsung dari eksplan biji muda kupas. Gambar 19A & 19B adalah embrio globular yang dihasilkan dari media MS yang mengandung 3 mg L-1 BAP dan 1 mg L-1 2,4-D. Gambar 19C adalah perbanyakan embrio globular dan pendewasaan pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 BAP dan 0.5 mg L-1 2,4-D. Gambar 19D adalah fase perkecambahan embrio pada media MS yang mengandung 2.5 mg L-1 GA3, dengan terbentuknya calon akar. Gambar 19E adalah fase perkecambahan embrio dengan terbentuknya calon tunas. Gambar 19F adalah fase perkecambahan embrio, tunas dengan daun mekar sempurna. Gambar 17G adalah multiplikasi planlet pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 Kinetin. Bar = 2 mm (A dan B), bar = 0.5 cm (C), bar = 1 cm (D, E dan F), bar = 1.5 cm (G).

Analisis Ploidi pada Planlet Regeneran

Proses yang panjang untuk menghasilkan planlet melalui embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya variasi somaklonal. Tahap awal dimulai dari induksi embrio globular kemudian perbanyakan embrio, pendewasaan dan perkecambahan embrio dengan penambahan berbagai jenis zat pengatur tumbuh. Planlet yang dihasilkan membentuk daun seperti pita (lingualis) yang muncul dari embrio yang plurycotyl. Histogram dari flow sitometer memberikan informasi bahwa regeneran yang dihasilkan adalah diploid (Gambar 20). Hal ini menunjukkan bahwa regeneran yang dihasilkan tidak mengalami perubahan tingkat ploidi. Jika terjadi variasi genetik, maka perubahan tingkat ploidi dapat terjadi dan dapat berpengaruh pada pertumbuhan planlet (Grosser et al. 1997). Analisis flow sitometer dapat mendeteksi keragaman genetik pada tanaman lemon hasil kultur jaringan dan dapat dikombinasikan dengan marker RAPD (Orbovic et al. 2008). Deteksi variasi somaklonal dari tanaman hasil embriogenesis somatik Vitis vinifera juga dapat dideteksi menggunakan flow sitometer yang dikombinasi

A

D

C B

44

dengan marker mikrosatelit (Prado et al. 2010). Stabilitas genetik pada regeneran blackberry juga dapat dideteksi dengan flow sitometer (Vujovic et al. 2009).

Gambar 20. Histogram dari flow sitometer daun pamelo menunjukkan tingkatan ploidi regeneran. A. daun seperti pita (abnormal) yang berasal dari tunas embrio somatik langsung, B. Daun dari kecambah biji in vitro (kontrol diploid). [sumbu X adalah nilai dari kandungan DNA inti sel, sumbu Y adalah nilai sel yang terhitung]

Simpulan

Embrio somatik langsung pamelo telah berhasil diinisiasi dari eksplan tunas pucuk dan biji muda kupas. Titik meristematik dari tunas pucuk membentuk embrio somatik ketika dikulturkan pada media MS yang mengandung 0.5 mg L-1 2,4-D, eksplan biji muda kupas dengan diameter 4-6 mm membentuk embrio somatik pada media MS yang mengandung 3 mg L-1 BAP dan 1 mg L-1 2,4-D. Perbanyakan embrio globular pada media MS yang mengandung 1 mg L-1 BAP dan 0.5 mg L-1 2.4-D terus berkembang sampai fase kotiledon dan regenerasi menjadi planlet pada media MS yang mengandung 2.5 mg L-1 GA3 setelah kultur

selama 2 minggu. Regeneran diploid didapatkan dalam penelitian ini. Protokol yang dikembangkan ini menjanjikan berkembangnya embriogenesis somatik pada pamelo.

File: biji namb Date: 18-09-2014 Time: 10:13:15 Particles: 2316 Acq.-Time: 135 s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co u n ts 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - co u n ts RN1 partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml%Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y% RN1 <None> 1815 1815 - 78.37 202.33 5.43 - - File: SE pita Date: 18-09-2014 Time: 10:22:06 Particles: 1642 Acq.-Time: 159 s

0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - c o unt s 0 200 400 600 800 1000 0 20 40 60 80 100 FL1 - c o unt s RN1 partec CyFlow

Region Gate Ungated Count Count/ml%Gated Mean-x CV-x% Mean-y CV-y% RN1 <None> 981 981 - 59.74 179.45 6.15 - -

MIKROPROPAGASI PAMELO (Citrus maxima (Burm.)

Dokumen terkait