• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKROPROPAGASI PAMELO ( Citrus maxima (Burm.) Merr.), SISTEM REGENERASI DAN SAMBUNG MIKRO

DENGAN BATANG BAWAH JAPANSCHE CITROEN

Abstrak

Mikropropagasi merupakan metode in vitro yang penting untuk perbanyakan tanaman buah berkayu tahunan seperti jeruk. Kendala yang ditemui yaitu jumlah tunas yang dihasilkan masih sedikit dan rendahnya planlet yang hidup selama proses aklimatisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan perbanyakan pamelo ‘Nambangan’ melalui multiplikasi tunas, induksi akar dan aklimatisasi dari eksplan yang berbeda serta untuk mengetahui kompatibilitas pamelo dengan batang bawah Japansche Citroen (JC) melalui sambung mikro. Tunas pucuk, buku dan buku kotiledon dari kecambah in vitro biji matang, digunakan sebagai eksplan. Media multiplikasi tunas terdiri atas media dasar MS dengan atau tanpa penambahan 0.5 mg L-1 BAP atau 0.5 mg L-1 Kinetin yang dipadatkan dengan gellan gum dan media cair. Induksi perakaran in vitro dilakukan pada media ½ MS tanpa atau dengan penambahan 0.5 mg L-1 IBA atau 0.5 mg L-1 NAA. Sambung mikro dengan batang bawah JC dilakukan pada media RMAN dengan penambahan sukrosa sebanyak 25 dan 30 gL-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbanyakan tunas terbaik diperoleh pada media padat dengan eksplan buku kotiledon, menghasilkan 2.5 tunas, jumlah daun mencapai 4.4 dan tinggi tanaman mencapai 3.8 cm. Jenis media perlakuan tidak berpengaruh terhadap parameter pertumbuhan tunas. Media cair tidak berhasil meningkatkan multiplikasi tunas dengan ketiga jenis eksplan yang digunakan dan semua jenis media perlakuan. Media induksi perakaran in vitro terbaik adalah ½ MS, 75% tanaman dapat bertahan hidup sampai umur 4 minggu dalam proses aklimatisasi. Tunas pamelo berhasil disambungkan dengan batang bawah JC menggunakan teknik sambung mikro. Sayatan melintang pada daerah persambungan batang menunjukkan bahwa pamelo ’Nambangan’ kompatibel dengan batang bawah JC.

Kata kunci: aklimatisasi, induksi akar, pamelo, perbanyakan tunas, sambung mikro

Abstract

Micropropagation is an important method for in vitro propagation of annual woody fruit crops including citrus. However, the application of this technique faces some limitations such as production of a few number of shoots and planlets have low survival rate at acclimatization processes. The aim of this research was to establish micropropagation technique for pummelo ’Nambangan’ through shoot multiplication, root induction and acclimatization using different explants and to observed its compatibility with Japansche Citroen (JC) rootstock via micrografting. Shoots tip, nodes and cotyledonary nodes from in vitro seedling of mature fruit were used as explants. Shoot multiplication medium used was MS basic medium supplemented with or without 0.5 mg L-1 BAP or 0.5 mg L-1 Kinetin, solidified with gellan gum or liquid medium. In vitro rooting induction was conducted using ½ MS medium with or without 0.5 mgL-1 IBA or 0.5 mgL-1 NAA. Micrografting with JC rootstock was conducted on RMAN medium containing 25 and 30 gL-1 of sucrose. The results showed that the best shoot

46

micropropagation medium was solid medium using cotyledonary node explants, produced 2.5 shoots, 4.4 leaves and 3.8 cm shoot height. Treatment of medium compositions did not affected the shoot growth. Treatment with liquid medium did not increase shoot multiplication rate using different explants. Medium ½ MS was the best for rooting, resulted in 75% plants survived for 4 weeks during acclimatization processes. Pummelo shoot tip was successfully micrografted with JC rootstock. Transversal dissection of stem on union area showed that pummelo ‘Nambangan’ was compatible with JC rootstock.

Keywords: acclimatization, root induction, pummelo, shoot multiplication, micrografting

Pendahuluan

Kultivar pamelo yang telah dikenal masyarakat berjumlah sekitar 24 jenis, namun hanya beberapa yang sudah diproduksi secara komersial. Produksi pamelo masih rendah dibandingkan dengan total produksi jeruk di Indonesia karena daerah pengembangannya juga terbatas (Susanto et al. 2013). Untuk meningkatkan produksi pamelo, maka ketersediaan bibit unggul, seragam dan tersedia dalam waktu singkat menjadi kebutuhan mutlak. Secara konvensional pamelo diperbanyak dengan cangkok, stek atau penyambungan dengn batang bawah. Salah satu teknik alternatif yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan bibit pamelo untuk budidaya adalah teknik perbanyakan in vitro.

Perbanyakan in vitro pada tanaman berkayu tahunan masih mengalami beberapa kendala yaitu memiliki pertumbuhan lambat, daya multiplikasi tunas rendah dan induksi perakaran masih sulit dan keberhasilan dalam aklimatisasi juga masih rendah. Kendala tersebut disebabkan oleh adanya siklus musiman dan siklus hidup yang komplek yang umum dimiliki tanaman tahunan berkayu (McCown 2000). Pertumbuhan lambat dan daya multiplikasi tunas rendah dapat diatasi dengan penambahan zat pengatur tumbuh seperti sitokinin (Tavano et al. 2009; Tallon et al. 2012; Tallon et al. 2013). Sitokinin memiliki fungsi utama untuk menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksilar. Termasuk jenis sitokinin diantaranya BAP (6-benzylaminopurine) dan Kinetin (N6-furfuryladenine).

Perbanyakan pamelo secara organogenesis langsung telah dilakukan oleh Goh et al. (1995), Paudyal dan Haq (2000), Begum et al. (2004), Ibrahim (2012), Tyas (2012) dan Iswari et al. (2013). Peningkatan pertumbuhan dan tingkat multiplikasi tunas dapat dilakukan juga dengan menggunakan media cair sebagai media tumbuhnya. Media cair mampu diserap dengan lebih baik oleh eksplan meskipun beberapa kelemahan penggunaan media cair juga telah diketahui (Cabbason et al. 1997).

Induksi perakaran yang sulit dapat diatasi dengan penambahan auksin pada media pertunbuhan. Auksin yang biasa digunakan adalah IBA (Indole Butyric Acid) dan NAA (Naftalen Acetic Acid). Setelah akar terbentuk, planlet siap untuk diaklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses adaptasi tanaman dari kondisi in vitro ke kondisi ex vitro. Proses ini merupakan proses yang sangat penting karena menentukan jumlah bibit yang siap ditanam di lapang.

Tunas hasil manipulasi secara in vitro biasa diperbanyak melalui multiplikasi tunas. Pembentukan planlet dapat dilakukan melalui pengakaran atau

47

dengan teknik lain seperti sambung mikro. Sambung mikro merupakan penyambungan batang atas hasil perbanyakan in vitro dengan batang bawah hasil perkecambahan biji secara in vitro. Sambung mikro dilakukan untuk mengetahui lebih dini tingkat kompatibilitas batang atas dan batang bawah (Mathius et al 2006), mempersingkat masa juvenil, tunas batang atas dapat langsung diaklimatisasi tanpa melalui proses induksi akar secara in vitro (Ollitrault 1990). Sambung mikro pada pamelo hasil induksi tetraploid dengan perlakuan kolkisin dilakukan oleh Kainth dan Grosser (2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode perbanyakan tunas secara in vitro, induksi akar dan aklimatisasi untuk pamelo ‘Nambangan’ dari jenis eksplan yang berbeda, serta mengetahui kompatibilitas tunas pamelo dengan batang bawah JC melalui teknik sambung mikro.

Dokumen terkait