• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jeruk

2.2 Embriogenesis Somatik

Perbanyakan tanaman jeruk secara in vitro dapat menggunakan teknik embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah proses di mana sel-sel somatik (non-zigotik) mengalami diferensiasi membentuk suatu struktur bipolar yang mengandung aksis tunas dan akar. Embriosomatik tersebut sama dengan embrio zigotik dan dapat menjadi matang dan berkecambah (Smith 2000). Embriogenesis somatik merupakan cara perbanyakan dan sistem regenerasi tanaman yang paling cepat (Mattjik 2005), metode yang efisien dari regenerasi tanaman untuk produksi cepat dalam jumlah besar tanaman sehat dalam waktu yang singkat (Gholami et al. 2013), alat untuk mendapatkan tanaman jeruk bebas virus bila menggunakan eksplan ovule (El-Sawy et al. 2006), eliminasi penyakit sistemik, seperti huanglongbing dan virus Citrus Tristeza, melalui pembentukan embriosomatik yang berasal dari eksplan nuselus (Widyaningsih et al. 2013).

Tanaman yang berasal dari embrio somatik adalah tanaman yang true-to- type, sama dengan induknya, karena berasal dari jaringan somatik (Devy et al.

2012). Pada tanaman jeruk, bagian yang sering digunakan untuk menghasilkan tanaman yang true-to-type adalah jaringan nuselus (Gambar 2) sebagai bahan eksplan untuk kultur nuselus. Selain dapat menghasilkan tanaman yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya, kultur nuselus juga dapat menghasilkan tanaman bebas penyakit (Widyaningsih et al. 2013).

Embrio zigotik berkembang dalam gametofit betina dengan atau tanpa pembelahan (Zulkarnain 2009) yang terbentuk dari zigot hasil fertilisasi gamet jantan dan betina, sedangkan embrio somatik adalah embrio yang terbentuk dari jaringan non-zigotik, seperti jaringan nuselus pada jeruk. Proses pembentukan embrio somatik dapat dilakukan secara tidak langsung melalui tahapan pembentukan kalus (Rianawati et al. 2009). Embrio somatik yang dihasilkan selanjutnya ditumbuhkan pada media perkecambahan dan perakaran agar dapat berkembang menjadi plantlet. Embrio somatik yang sudah berkecambah adalah embrio yang sudah mencapai fase kotiledon. Meskipun demikian, tidak semua embrio dapat berkembang menjadi kecambah normal, karena sebagian embrio menunjukkan perkembangan yang abnormal (tidak berkembang menjadi tunas, atau membentuk tunas baru namun tidak tumbuh akar. Hanya embrio dewasa yang berkecambah normal yang dapat berkembang menjadi planlet, artinya dapat membentuk tunas dan akar hingga menjadi tanaman sempurna. Kecambah normal yang telah berakar artinya telah berhasil membentuk planlet, dan selanjutnya planlet yang telah membentuk minimal 2 ruas tunas siap dikeluarkan dan diaklimatisasi (Avivi et al. 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi embriogenesis somatik adalah genotipe, komposisi medium kultur, tipe dan tahap perkembangan eksplan (Carimi 2001). Genotipe yang berbeda bila dikulturkan dalam media perlakuan yang sama dapat menghasilkan jenis kalus yang berbeda. Grapefruit membentuk kalus rata-rata paling rendah sekitar 3,0% dalam semua media perlakuan. Sedangkan rata-rata tertinggi pembentukan kalus adalah pada genotipe sour orange (jeruk asam), sekitar 50,7% (El-Sawy et al. 2006). Medium kultur untuk induksi embrio somatik langsung maupun tidak langsung akan berbeda bagi setiap genotipe. Medium terbaik untuk induksi kalus embriogenik, pematangan embrio dan regenerasi planlet dari biji jeruk immature Citrus limon ‘Eureka’ adalah medium

dengan ekstrak malt 500 mg/l, sukrosa dengan konsentrasi tinggi 50 g/l, dan dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP 3 mg/l (Gholami et al. 2013). Kalus ditempatkan pada medium yang mengandung auksin untuk menginduksi terjadinya proses embriogenesis somatik. Setelah itu massa sel ditempatkan pada medium bebas zat pengatur tumbuh untuk perkembangan embrio (Smith 2000). Kalus embriogenik yang dihasilkan remah dan berwarna kuning mengkilap, berpotensi untuk menghasilkan embrio somatik.

Optimasi regenerasi tanaman yang melibatkan embriogenesis somatik tidak langsung membutuhkan penambahan sukrosa dalam medium Murashige dan Tucker (MT) untuk induksi embrio somatik dari kalus “Ponkan” mandarin (C. reticulata, Blanco), ‘Cravo’ mandarin (C. reticulata), ‘Itaborai’ sweet orange (C. sinensis L. Osbeck), ‘Valencia’ sweet orange (C. sinensis) dan ‘Kinnow’

mandarin (C. nobilis Loureiro x C. deliciosa Tenore). Sukrosa penting sebagai sumber karbon untuk perkecambahan embrio dan pembentukan planlet untuk semua jenis jeruk di atas (Ricci et al. 2002).

Beberapa spesies jeruk ditemukan responsif untuk dikultur pada medium dasar yang ditambahkan dengan ekstrak malt, tapi embriogenesis harus diperkaya dengan penambahan bahan pertumbuhan lainnya (El-Sawy et al. 2006). Tipe dan tahap perkembangan eksplan seperti pada perbanyakan in vitro jeruk Citrus limonia Osbeck adalah dengan menggunakan eksplan dari embrio nuselar (Jajoo 2010), sebagai pertimbangan bahwa kultur nuselus dapat menghasilkan tanaman

yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya dan bebas penyakit sistemik (Widyaningsih et al. 2013).

Di Indonesia, penelitian mengenai embriogenesis somatik tanaman jeruk telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti: Kosmiatin et al. (2014) melakukan induksi embriogenesis somatik dari jaringan triploid endosperm jeruk siam (Citrus nobillis Lour) cv Simadu umur 11-13 minggu setelah antesis, menghasilkan formulasi media terbaik untuk induksi kalus embriogenik pada media MS modifikasi dengan penambahan 3 mg L-1 BA dan 500 mg L-1 casein hydrolisat (CH) atau malt ekstrak (ME). Merigo (2011) studi regenerasi tanaman jeruk keprok Batu 55 melalui proses embriogenesis somatik yang mana eksplan terbaik untuk induksi kalus embriogenik adalah nuselus pada media dasar MT yang ditambahkan BAP 3 mg L-1, 1 mg L-1 2,4-D dan 500 mgL-1 ME, media proliferasi kalus terbaik adalah media MS ditambah vitamin Morel and Weitmore (MW), 3 mg L-1 BAP dan 300 mg L-1 ME, media pendewasaan terbaik adalah media dasar MS ditambah vitamin MW, ABA 2.5 mg L-1 dan 50 mg L-1 ME, media perkecambahan terbaik adalah media dasar MS ditambah vitamin MW, GA3 2.5 mg L-1. Agisimanto et al. (2005) menggunakan eksplan nuselus jeruk siam pontianak dan jeruk manis pacitan yang ditanam pada media MS dengan 500 mg L-1 malt ekstrak, 13,3 uM BAP, 146 mM sukrosa dan 10 g agar, memberikan respon positif terhadap pertumbuhan kalus dan regenerasi embrio somatik dari kedua jenis jeruk tersebut; hasil regenerasi kedua jeruk tersebut diharapkan bebas terhadap penyakit sistemik. Husni et al. (2010) meregenerasikan jeruk siam melalui proses embriogenesis somatik menggunakan eksplan nuselus dan embrio zigotik dari buah muda berumur 30-90 hari setelah anthesis dan dikulturkan pada tiga jenis media dasar (MS, MW dan MT) untuk induksi kalus embriogenik, yang mana media dasar MW merupakan media terbaik untuk induksi kalus embriogenik dari nuselus jeruk Siam Simadu dan Pontianak.

Perbanyakan vegetatif tanaman pada prinsipnya menghasilkan klon-klon tanaman dengan sifat yang seragam atau identik sama dengan tanaman induk, baik secara in vivo dan in vitro (Mariska 2002). Nuselus sebagai bahan eksplan untuk kultur nuselus dapat menghasilkan tanaman yang memiliki kesamaan karakter dengan tanaman induknya dan bebas penyakit sistemik (Widyaningsih et al. 2013). Dalam proses kultur in vitro, sering ditemukan keragaman somaklonal (Mariska 2002). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keragaman somaklonal dalam proses kultur in vitro seperti; penambahan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin dan sitokinin, frekuensi sub kultur, periode (lama) kultur (Yulianti et al. 2012).