• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam budidaya tanaman jeruk keprok SoE (JKS) sering dihadapkan dengan beberapa masalah, seperti serangan penyakit. Penyakit yang dapat menyerang tanaman jeruk salah satunya adalah penyakit Huanglongbing atau di Indonesia disebut dengan citrus vein phloem degeneration (CVPD). Masalah penyakit tersebut dapat ditangani dengan menggunakan teknik pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit.

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan tanaman tahan terhadap penyakit Huanglongbing melalui perpaduan beberapa metode dalam pemuliaan tanaman non-konvensional (Bioteknologi), seperti teknik produksi tanaman secara

in vitro melalui sistem regenerasi embriogenesis somatik menghasilkan keturunan yang true-to-type dalam jumlah relatif banyak, dan peningkatan keragaman genetik tanaman dengan teknik mutasi untuk perbaikan sifat-sifat tanaman (IAEA 1991; Majd et al. 2009), khususnya sifat tahan terhadap penyakit Huanglongbing.

Penelitian diawali dengan proses menghasilkan kalus embriogenik secara in vitro dari biji matang (mature seed) JKS. Kalus embriogenik yang telah diperbanyak, sebagian diregenerasikan membentuk planlet melalui sistem embriogenesis somatik, dan sebagian diiradiasi dengan sinar gamma untuk mendapatkan kalus embriogenik M1. Kalus embriogenik M1 selanjutnya diregenerasikan juga melalui embriogenesis somatik untuk mendapatkan individu- individu tanaman MV1.

Biji matang (mature seed) tanaman jeruk memiliki bakal biji yang telah berkembang, terdiri atas integument yang telah mengeras membentuk seed coat

(kulit biji), embrio nuselar (yang terdegenerasi dari jaringan nuselus), dan kantung embrio yang membesar dan endosperm yang semakin berkurang sesuai ukuran kotiledon embrio zigotik jeruk. Biji matang (mature seed) berbeda dengan biji yang masih muda (immature seed). Biji muda tanaman jeruk (kelas dikotil) memiliki bakal biji (ovule) yang terdiri atas integumen yang masih lunak, jaringan nuselus (megasporofit) yang masih melingkupi kantung embrio, dan kantung embrio (embryo sac/megagametofit) yang ukurannya masih kecil dan lunak (Zimmerman 1993; Koltunow et al. 1995).

Embrio somatik JKS diinduksi pembentukannya dari biji matang secara tidak langsung melalui pembentukan kalus embriogenik. Dalam penelitian ini, media induksi kalus embriogenik tersebut menggunakan media dasar MS yang dimodifikasi dengan vitamin MW dengan penambahan zat pengatur tumbuh BAP dengan konsentrasi 3 mg L -1. Kalus embriogenik terbentuk dalam waktu tiga bulan setelah inokulasi eksplan pada media tersebut.

Kalus embriogenik (KE) diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran

lensa obyektif 20-40 kali. KE terdiri atas massa/kompleks pro-embrio (PEM: pro-

embryo mass) dan globular-globular muda (early globular). Massa pro-embrio yang berupa sel-sel atau individu-individu sel dalam jumlah yang sangat banyak

tersebut seperti gumpalan awan atau kapas berwarna putih. Struktur berbentuk

awan atau kapas tersebut bila dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali maka akan terlihat penyusunnya adalah individu-individu dengan jumlah sel yang bervariasi, satu, dua, empat, delapan atau enambelas sel.

PEM kemudian terus bertumbuh dan berkembang melalui pembelahan sel

secara mitosis membentuk apa yang disebut dengan sel yang kompeten (1 sel),

pro-embrio tahap tetrad (2 sel), kuadran (4 sel), oktan (8 sel) dan globular muda (early globular) (16 sel) (Zimmerman 1993). Struktur globular muda belum dapat dilihat dengan mata telanjang tapi dapat menggunakan mikroskop dengan pembesaran 20 kali.

Dalam penelitian ini, pro-embrio berkembang menjadi globular muda (early

globular) dan akan terus bertumbuh menjadi globular transisi (late globular) berupa globular dewasa yang dapat dilihat dengan mata telanjang dengan ukuran

sekitar 10 mm2 dan telah memiliki dua kutub (bipolar). Globular transisi

selanjutnya bertumbuh menjadi embrio somatik fase jantung dan torpedo; kemudian membentuk embrio somatik dewasa fase kotiledon, pada akhirnya berkecambah dan bisa membentuk planlet lengkap daun dan akar.

Pro-embrio (PEM) dan embrio somatik (ES) dalam proses embriogenesis somatik, pada awal terbentuknya, memiliki suspensor yang terbentuk dari pembelahan sel mitosis secara asimetris (Zimmerman 1993). Pertumbuhan dan perkembangan PEM dan ES selanjutnya (proliferasi ES) tidak lagi memiliki suspensor. Suspensor seperti yang dimiliki oleh embrio zigotik berfungsi dalam menyalurkan makanan dan membantu embrio zigotik masuk ke dalam endosperm.

Kalus dinyatakan embriogenik apabila dilihat dengan mata telanjang nampak remah, terpisah-pisah, tidak menyatu, berwarna putih, putih kekuningan, kuning mengkilap, putih kehijauan atau kuning kehijauan. Dalam penelitian ini, tipe kalus embriogenik JKS bila dilihat di bawah mikroskop adalah campuran struktur pro-embrio (PEM) dan globular muda berwarna putih, putih kehijauan dan putih kekuningan. KE yang telah diiradiasi dengan sinar gamma dosis LD50 (75 Gy), setelah disubkultur, tipe kalus yang nampak di bawah mikroskop hanya memperlihatkan struktur PEM saja, sehingga butuh banyak KE yang dikulturkan untuk mendapatkan planlet melalui embriogenesis somatik.

Hasil di atas dapat dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Husni et al. 2010) pada jeruk Siam Simadu dan Pontianak yang dikulturkan pada media MW dan MT. Tipe kalus jeruk Siam Simadu dan Pontianak memiliki struktur PEM dan globular

Regenerasi KE membentuk planlet terdiri dari dua proses, yaitu proses pendewasaan KE membentuk ES dewasa; dan proses perkecambahan ES dewasa membentuk kecambah. Proses pendewasaan dan perkecambahan ES dapat terjadi pada medium MW tanpa penambahan zat pengatur tumbuh apapun. Namun, untuk mempersingkat waktu pembentukan dan meningkatkan jumlah, biasanya dapat ditambahkan zat pengatur tumbuh ABA untuk pendewasaan ES dan GA3 untuk perkecambahan ES (Purnamaningsih 2002; Husni et al. 2010; Merigo 2011; Wulansari 2013).

Dalam penelitian ini, selain ditambahkan ABA dan GA3 pada masing- masing proses pendewasaan dan perkecambahan, percobaan juga dilakukan dengan memanfaatkan air kelapa. Air kelapa dimanfaatkan karena selain mudah diperoleh di mana saja, juga karena harganya yang relatif lebih murah, dan yang terutama, air kelapa mengandung sejumlah besar kandungan kimia yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu calon tanaman. Kandungan kimia dalam air kelapa seperti vitamin C, gula, mineral kalium, natrium, kalsium (Mandang 1993).

Perkembangan kalus embriogenik dipengaruhi oleh kondisi hormon endogen dan eksogen. Konsentrasi auksin lebih tinggi daripada sitokinin maka pertumbuhan akar lebih dominan, apabila konsentrasi sitokinin lebih tinggi daripada auksin maka yang dominan terbentuk adalah tunas. Dengan demikian apabila konsentrasi ZPT endogen dan eksogen dalam kondisi seimbang, pada komposisi media yang sesuai, maka akan dapat menghasilkan kalus ataupun kalus embriogenik.

Kalus embriogenik JKS yang diperoleh pada tahap pertama penelitian ini, dipaparkan dengan iradiasi sinar gamma dengan tujuan untuk menginduksi terjadinya mutasi dari individu-individu masing-masing sel KE awal sehingga keragaman genetik menjadi lebih tinggi. KE adalah massa sel-sel, sehingga diharapkan iradiasi yang diterapkan dapat menjangkau sampai ke dalam genom secara keseluruhan. Berbeda dengan bila iradiasi yang dipaparkan pada bagian tanaman atau jaringan dengan ukuran yang lebih besar, akan memunculkan sifat kimera, apalagi sifat yang muncul adalah sifat yang tidak diinginkan, bahkan dapat merugikan disebabkan iradiasi tidak totalitas menjangkau keseluruhan genom tanaman.

Sinar gamma digunakan karena memiliki kelebihan yaitu daya tembusnya yang lebih besar dan homogen dalam waktu yang singkat. Iradiasi gamma merupakan pilihan yang paling efisien dan efektif dalam proses induksi mutasi suatu bahan. Induksi mutasi dengan sinar gamma tersebut, bukan dimaksudkan untuk mengubah bentuk tanaman, tapi tujuannya hanya untuk mengubah atau memanipulasi sifat-sifat tertentu dari suatu jenis tanaman (Sastrosumarjo et al.

2006; Pardal 2014). Sifat-sifat tersebut misalnya dari kurang tahan menjadi tahan atau sangat tahan terhadap serangan penyakit, atau mungkin akan muncul juga sifat-sifat ketahanan yang lain seperti, tahan terhadap kekeringan, naungan, lahan salin, dan sebagainya.

Dosis iradiasi gamma yang diterapkan pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE ini yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan genetik pada individu tanamannya adalah pada dosis LD50 75 Gy. Dosis ini sebelumnya telah diterapkan oleh (Karyanti 2013) untuk induksi terjadinya mutasi pada tanaman jeruk keprok Garut.

Sel-sel kalus embriogenik yang telah diiradiasi dengan sinar gamma tersebut pada akhirnya, setelah diregenerasikan melalui proses embriogenesis somatik, dapat menghasilkan tanaman mutan harapan (mutan putatif) generasi MV1 yang solid. Individu tanaman mutan harapan tersebut merupakan mutan harapan yang solid, bukan kimera, karena satu tanaman berasal dari satu sel tunggal yang teriradiasi gamma. Perubahan yang terjadi pada genotipe tanaman akibat mutasi dapat menyebabkan perubahan fenotipe/sifat tanaman. Sifat-sifat tanaman tersebut selanjutnya dapat diseleksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Perubahan-perubahan sifat/karakter individu-individu sampel uji yang mencerminkan perubahan secara genotipe, dapat dibuktikan baik secara morfologi maupun molekuler. Pembuktian secara molekuler dapat menggunakan penanda ISSR ataupun RAPD. Hasil analisis menggunakan penanda-penanda molekuler terhadap individu-individu sampel uji tersebut dikatakan berbeda apabila pola pita-pola pita yang dihasilkan adalah polimorfik. Dengan demikian, proses induksi mutasi dengan penerapan iradiasi gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE dengan dosis LD50 75 Gy telah berhasil menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan susunan genetik pada individu-individu selnya tanpa mengabaikan adanya diplontic selection ataupun silent mutation pada individu- individu mutan harapan generasi MV1 yang dihasilkan tersebut.

Individu-individu tanaman mutan harapan yang telah diregenerasikan melalui proses embriogenesis somatik, dan dilakukan proses aklimatisasi untuk mendapatkan tanaman yang telah beradaptasi dengan lingkungan alami, maka selanjutnya dapat dilakukan pengujian/deteksi terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tanaman jeruk khususnya penyakit Huanglongbing. Penyakit Huanglongbing dapat dideteksi dengan beberapa cara, seperti: dengan melihat gejala yang muncul (Chung & Brlansky 2005), deteksi molekuler (Chohan et al.

2007; Sagaram et al. 2009), ataupun dengan biokimiawi dengan uji pati-yodium (ACIAR 2010), analisis jaringan tulang daun menggunakan mikroskop cahaya ataupun mikroskop elektron (TEM) (Aubert 2008; Luis et al. 2009), analisis Serological (ELISA) (Folimonova et al. 2009). Karakterisasi biokimia menggunakan GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawa sekunder yang dihasilkan akibat dari adanya penyakit HLB (Dagulo et al. 2010).

Dalam penelitian ini, pengujian ada tidaknya penyakit Huanglongbing pada tanaman mutan yang telah diperoleh, dilakukan dengan melihat gejala eksternal yang muncul, gejala internal uji pati-iodine dan mikroskopis histopatologi, dan deteksi menggunakan teknik PCR. Di lapang, gejala-gejala penyakit Huanglongbing akan muncul dalam waktu yang lama, dari beberapa bulan hingga 2 tahun setelah tanaman terjangkiti oleh penyebab penyakit Huanglongbing.

Gejala penyakit Huanglongbing nampak kuning seperti tanaman sedang kekurangan unsur hara Mg, Fe, Zn, dan Mn, sehingga gejala yang muncul sering salah didiagnosa. Beberapa gejala tambahan yang dapat menunjukkan bahwa tanaman jeruk tersebut terserang Huanglongbing adalah: helai daun terkesan transparan, tulang daun terlihat jelas dan berwarna hijau tua, bentuk daun tidak simetris, warna kuning pada daun muncul dari arah pangkal daun bukan dari ujung daun (Aubert 1987). Pada penelitian ini, gejala-gejala eksternal tersebut tidak nampak. Daun tetap berwarna hijau medium, tulang daun tidak nampak jelas, bentuk daun simetris, ukuran rata-rata daun hampir sama.

Pengujian dengan menggunakan uji pati-yodium dan secara mikroskopis histopatologi diterapkan pada irisan tipis tulang daun tanaman jeruk. Pengujian dikatakan positif mengandung penyakit bila pengamatan di bawah mikroskop, untuk uji pati-iodine: bagian tulang daun berwarna gelap atau hitam pada bagian berkas pembuluh angkut floem, bahkan secara total keseluruhan jaringan akan berwarna hitam akibat pengaruh dari penumpukan pati yang menyebar pada jaringan sekitar; dan untuk analisis mikroskopis histopatologi, jaringan pembuluh nampak tidak teratur, seperti berdesak-desakan, tidak bisa dibedakan antara barisan floem dan xilem. Berkas pembuluh floem terkesan mendorong berkas pembuluh xilem ke arah atas (upper side) dari daun. Pada penelitian ini, jaringan/berkas pembuluh negatif atau tidak mengandung bakteri penyebab Huanglongbing. Hal tersebut dibuktikan dengan melihat gejala-gejala internal yang ada pada jaringan floem pada tulang daun. Berkas pembuluh floem pada irisan tulang daun pada uji akumulasi pati-iodine berwarna cerah atau merah bata, dan tidak berwarna hitam total. Sedangkan untuk pengamatan secara mikroskopis histopatologi: berkas pembuluh angkut terlihat nampak teratur untuk tulang daun yang sehat.

Deteksi secara molekuler dapat menggunakan penanda spesifik A2/J5 ataupun OI1/OI2c (Jagoueix et al. 1996; Putra et al. 2013). Dalam penelitian ini digunakan penanda OI1/OI2c. Penanda spesifik OI1/OI2c menghasilkan pita pada ukuran 1160 bp (Teixeira et al. 2005; Ruangwong & Akarapisan 2006; Wang et al.

2006; Sagaram et al. 2009). Tanaman jeruk yang positif terserang Huanglongbing memperlihatkan adanya pita DNA produk PCR hasil amplifikasi OI1/OI2c pada gel elektroforesis, sedangkan untuk sampel tanaman uji dan kontrol negatif HLB tidak terbaca adanya pita.

Deteksi ada tidaknya penyakit Huanglongbing menggunakan teknik PCR dirasa lebih menghemat waktu untuk pengujian. Pengujian dengan teknik ini tidak perlu menunggu munculnya gejala eksternal Huanglongbing yang diketahui membutuhkan waktu yang lama. Sebaliknya dengan gejala internal, pengujian membutuhkan waktu yang lama sampai bakteri penyebab penyakit tersebut dapat memperlihatkan terjadinya kerusakan pada jaringan berkas pembuluh angkut dan sekitarnya.

Pengamatan juga dilakukan terhadap perkembangan jumlah serangga vektor

Diaphorina citri. Serangga vektor tidak mengalami pertambahan jumlah dalam satu siklus dengan kurun waktu satu bulan pertama. Satu siklus hidup serangga yang membutuhkan waktu sekitar 16-18 hari untuk kondisi cuaca yang panas, 45- 48 hari dalam kondisi cuaca dingin. Kondisi cuaca pada saat pengujian dilakukan adalah panas dan tidak pernah hujan. Serangga vektor dapat diamati dan tercatat berdasarkan pengamatan seperti yang ada pada Lampiran 8. Perkembangan jumlah serangga vektor dapat diamati hanya sampai hari ke 10.

Hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa serangga vektor lebih menyukai daun baru yang masih muda, lebih lunak, berwarna hijau muda, daripada daun yang sudah tua, berwarna hijau tua dan tidak lunak. Daun muda yang lunak lebih disukai karena serangga vektor dapat dengan mudah menusukkan alat pengisap (stilet) sari makanannya dan dapat mempertahankan hidupnya.

Dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa: 1) vektor tidak atau belum beradaptasi dengan tanaman sampel uji sebagai tanaman inangnya yang baru; 2) adanya sifat-sifat tanaman yang menyebabkan tanaman terhindar dari keinginan serangga untuk mendapatkan makanannya (escape), seperti adanya lapisan lilin pada daun tanaman yang membuat serangga vektor mendapat hambatan untuk menusukkan alat pengisapnya untuk mengisap sari tanaman dari jaringan floem; 3) belum sempat serangga vektor beradaptasi dan mendapatkan makanannya dari tanaman yang baru, siklus hidupnya telah berakhir, sedangkan pembentukan keturunan yang baru belum ada.

Penelitian yang dimulai dari proses menghasilkan kalus embriogenik dan sistem regenerasi tanaman dalam jumlah banyak melalui embriogenesis somatik, peningkatan keragaman genetik tanaman dengan iradiasi gamma untuk memperoleh mutan harapan yang diharapkan dapat memperlihatkan sifat tahan terhadap penyakit Huanglongbing, dan evaluasi ketahanan individu-individu mutan harapan terhadap penyakit Huanglongbing, diharapkan nantinya dapat menghasilkan tanaman jeruk keprok SoE yang benar-benar tahan terhadap penyakit tersebut dan mampu memberikan produktivitas yang tinggi dan benar- benar menjadikan jeruk keprok SoE andalan nasional yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan dapat bersaing di pasaran nasional maupun internasional.

7

SIMPULAN DAN SARAN