• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAL NTT

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.4 Perkecambahan Embrio Somatik Jeruk Keprok SoE

Tabel 5 memperlihatkan hasil analisis varian (Anova) percobaan penambahan GA3 dengan kisaran 0 – 4 mg L-1 dan air kelapa (AK) 0 - 20% adalah

tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap perkecambahan embrio somatik matang.

Tabel 5 Analisis varian rata-rata jumlah kecambah normal dan abnormal jeruk keprok SoE yang dihasilkan dari media perlakuan dengan penambahan asam giberelin (GA) dan air kelapa (AK) pada 6 MSPr.

Perlakuan Taraf Kecambah Normal Kecambah Abnormal Total Jumlah Kecambah Persentase Jumlah Kecambah Normal (mg L-1) ……….…… Rataan ……… (%) Gibberelic acid (GA3) 0 0.9 0.5 1.4 64.3 0.5 1.5 0.3 1.8 83.3 1 0.5 0.4 0.9 55.6 2 0.5 0.1 0.6 83.3 4 0.1 0.6 0.7 14.2 Nilai F 1.20 tn 0.91 tn (%) …………..…… Rataan ……….……. (%) Air Kelapa (AK) 0 0.875 0.25 1.125 77.8 5 1.125 0.25 1.375 81.8 10 0.125 0.75 0.875 14.3 15 0.5 0.625 1.125 44.4 20 0.5 0.875 1.375 36.4 Nilai F 2.23 tn 1.00 tn

tn: perlakuan penambahan GA3 dan air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap perkecambahan pada α 0.05.

Gambar 7 Pengaruh perbedaan konsentrasi zat pengatur tumbuh GA3 dan air kelapa terhadap penampilan kecambah/tunas dalam tahap perkecambahan kultur in vitro jeruk keprok SoE (6 MSPr).

ES nampak mulai merespon media perlakuan GA3 pada minggu ke 4 setelah perlakuan (4 MSPr). Sedangkan ES merespon media perlakuan air kelapa (AK) pada minggu ke 2 setelah perlakuan (2 MSPr), 2 minggu lebih cepat daripada media perlakuan GA3. Sujarwati et al. (2011) menyatakan bahwa biji palem putri yang direndam dengan air kelapa lebih cepat berkecambah daripada yang tidak direndam.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat dilihat pada Gambar 7, kecambah normal yang dihasilkan pada media perlakuan yang ditambahkan GA3 lebih baik dibandingkan kecambah pada media perlakuan AK. Perlakuan GA3 2 mg L-1 dan GA3 4 mg L-1 memperlihatkan beberapa kecambah dengan bentuk yang

normal, tapi ukurannya lebih tinggi daripada kecambah dari media perlakuan GA3 yang lain. Kecambah dari media perlakuan GA3 yang lain bentuk kecambahnya normal namun ukurannya yang lebih kecil. Persentase pembentukan kecambah normal, untuk perlakuan GA3 0.5 mg L-1 memberikan hasil paling baik yaitu

83.3%. Hasil tersebut mirip dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Husni et al. (2010) yaitu GA3 kisaran 0 hingga 0.5 mg L-1 yang ditambahkan dalam media

MW dapat mendorong perkecambahan embrio dewasa menjadi planlet dan konsentrasi GA3 yang paling baik digunakan adalah 0.5 mg/L. Air kelapa dengan konsentrasi 0-20%, walaupun reaksi media dengan inokulan lebih cepat, tapi jumlah kecambah normal yang dihasilkan sedikit dan ukurannya nampak lebih kecil (Gambar 7, AK0-AK20).

3.3.5 Pembesaran dan Aklimatisasi Planlet Jeruk Keprok SoE

Tahap selanjutnya yang juga menjadi hal penting dalam proses perbanyakan tanaman adalah pembesaran dan aklimatisasi planlet. Kecambah dipindahkan ke media MW tanpa penambahan zat pengatur tumbuh untuk proses pembesaran planlet. Kecambah bertumbuh dan berkembang membentuk planlet yang lengkap deengan akan dan daun (Gambar 8).

Planlet yang dihasilkan dari proses embriogenesis somatik tersebut bisa merupakan planlet hasil dari proses perkecambahan normal ataupun abnormal. Untuk planet yang dihasilkan dari proses perkecambahan abnormal, bila dibiarkan tumbuh, maka akan tumbuh planlet abnormal tersebut tunas atau bakal tunas. Tunas atau bakal tunas tersebut dapat disubkultur kembali dan akan dapat tumbuh dan berkembang membentuk planlet normal (Gambar 8.c). Proses aklimatisasi

Gambar 8 Planlet hasil proses perkecambahan jeruk keprok SoE (a) normal, dan (b) abnormal, (c) bakal tunas baru normal, (d) planlet dalam proses aklimatisasi.

planlet membutuhkan media tumbuh, air, cahaya, suhu dan kelembaban udara yang cukup agar planlet yang dalam proses tersebut mampu untuk beradaptasi dan akhirnya tumbuh menjadi tanaman yang tahan dengan lingkungan sekitar.

3.3.6 Studi Embriogenesis Somatik Jeruk Keprok SoE

Biji matang (mature seed) tanaman jeruk telah memiliki biji (seed) yang terdiri atas: integument yang telah mengeras membentuk kulit biji (seed coat); embrio nuselar, yaitu embrio hasil degenerasi jaringan nuselus: dan kantung embrio (embryo sac) yang membesar sesuai ukuran embrio zigotik. Biji tanaman jeruk yang masih muda (immature seed) memiliki integument yang masih lunak. Jaringan nuselus yang berada di bagian dalam dari integument dengan ukuran volume yang lebih besar dan melingkupi embryo sac yang masih berukuran kecil. Bakal biji (ovule) jeruk yang semakin matang, embrio membesar mencapai fase kotiledon, seiring dengan itu jaringan endosperm berkurang, embrio sac semakin membesar, maka jaringan nuselus akan semakin mengecil dan kemudian berdegenerasi membentuk embrio nuselar (Koltunow et al. 1995). Menurut Kosmiatin (2016, komunikasi pribadi), jaringan nuselus (2n) seakan-akan menyediakan tempat untuk jaringan endosperm (3n) berkembang yang merupakan sumber makanan bagi embrio zigotik.

Dalam kultur in vitro jeruk keprok SoE, embrio nuselar mengalami proliferasi melalui proses embriogenesis somatik membentuk embrio somatik primer (heart dan torpedo). Embrio somatik primer selanjutnya dapat memperbanyak diri lagi dengan menghasilkan embrio somatik sekunder. Embrio somatik primer jeruk keprok SoE dapat membentuk embrio somatik sekunder melalui proses embriogenesis somatik secara tidak langsung (indirect somatic embryogenesis) melalui tahap pembentukan kalus; dan atau proses embriogenesis somatik langsung (direct somatic embryogenesis) membentuk embrio somatik dari bagian terluar eksplan/inokulan (Gambar 9).

Gambar 9 Proses pembentukan embrio somatik (ES) sekunder melalui proses embriogenesis tidak langsung (I) dan embriogenesis somatik langsung (II). 1, 2) ES primer; 3) pembentukan kalus embriogenik; 4) pembentukan globular awal (early globular); 5) globular transisi (late globular); 6) pembentukan pro-embrio; 7) pertumbuhan pro- embrio dan embrio pada eksplan/inokulan;

Kalus embriogenik kultur in vitro jeruk keprok SoE terdiri dari massa/kompleks pro-embrio (PEM: pro embryo mass) dan pro-embrio fase globular awal (early globular) (Gambar 11.1, 2 dan 3). Globular awal kemudian akan berkembang menjadi globular fase transisi (late globular/globular akhir) (Gambar 11.4). Globular akhir/transisi memiliki dua kutub (bipolar) yaitu polar 1 yang merupakan bakal tunas dan polar 2 sebagai bakal akar (Gambar 10).

Gambar 10 Globular dewasa berwarna hijau dengan dua kutub (bipolar) Globular akhir berwarna hijau, tumbuh dan berkembang ke tahap berikutnya membentuk embrio (somatik) fase heart dan torpedo (Gambar 11. 5, 6).

Fase kotiledon dalam proses embriogenesis somatik tidak lagi dikelompokkan pada embrio somatik karena tidak dapat mengalami masa istirahat (dorman) seperti fase kotiledon dari embrio zigotik yang masih terlindung dalam biji karena biji yang telah berkembang masih memiliki seed coat (integument) dan sedikit jaringan endosperm. Embrio somatik fase kotiledon selanjutnya akan dapat berkembang membentuk kecambah - planlet (Gambar 11.7 dan 8). Hal ini seperti yang dijelaskan juga oleh (Zimmerman 1993).

Demikian pula dengan suspensor, massa/kompleks pro-embrio dan embrio somatik dalam proses embriogenesis somatik jeruk keprok SoE Gambar 11) tidak memperlihatkan adanya suspensor seperti yang ada pada embrio zigotik dalam proses embriogenesis zigotik. Seperti yang dijelaskan dalam Zimmerman (1993) suspensor berfungsi sebagai penyalur bahan makanan untuk embrio zigotik melalui funiculus, juga berfungsi untuk membantu embrio zigotik fase kotiledon sebagai penguat untuk masuk ke dalam jaringan endosperm.

Kalus embriogenik yang terdiri atas massa pro-embrio (PEM) dan early globular pun akan tumbuh berkembang menjadi banyak. Sebagian membentuk kalus embriogenik baru dan sebagian yang lain membentuk, tumbuh dan berkembang menjadi embrio somatik dewasa fase selanjutnya. Tahap akhir dari pertumbuhan ES adalah terbentuknya kotiledon dan pada akhirnya membentuk kecambah dan menghasilkan tanaman utuh bertunas dan berakar karena sifat bipolarnya.

3.4 Simpulan

1. Kalus embriogenik jeruk keprok SoE dapat diinduksi dari biji matang (mature seed) dengan penambahan BAP konsentrasi 3 mg L-1 dalam medium MW. 2. Penambahan ABA hingga 0 – 4 mg L-1 tidak menunjukkan pengaruh yang

nyata pada proses proliferasi dan sinkronisasi kalus embriogenik membentuk embrio somatik fase globular transisi.

3. Penambahan air kelapa menunjukkan pengaruh yang nyata pada proses sinkronisasi kalus embriogenik membentuk embrio somatik fase globular transisi.

4. Penambahan ABA 1 mg L-1 dapat meningkatkan pendewasaan embrio somatik sebesar 98.5% dari kontrol, sedangkan penambahan air kelapa belum dapat meningkatkan pendewasaan embrio somatik melebihi perlakuan kontrol. 5. Penambahan GA3 dan air kelapa tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda

nyata pada perkecambahan embrio somatik membentuk kecambah.

6. Embrio somatik berawal dari individu sel yang kompeten yang membelah membentuk pro-embrio (PEM) fase tetrad, kuadran, oktan, dan fase globular muda; fase globular transisi dengan ciri bipolar; embrio somatik fase hati dan torpedo; dan embrio dewasa fase kotiledon.

Gambar 11 Proliferasi embrio somatik melalui proses embriogenesis somatik jeruk keprok SoE: Pro-embrio: (1) kalus embriogenik, (2) massa/kompleks pro-embrio dan globular awal, (3) globular awal (early globular); (4) globular transisi (globular akhir/late globular); Embrio (somatik): (5) hati, (6) torpedo; (7) kotiledon; (8) kecambah; Pembelahan sel somatik (a) 1 sel, (b) 2 sel (tetrad), (c) 4 sel (kuadran), (d) 8 sel (oktan), (e) early globular.