• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk periode 1990 -2019

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2.4 Emisi dan Pertumbuhan Emisi Gas CO 2

Beberapa gas rumah kaca terjadi di atmosfir secara alamiah sedangkan gas rumah kaca lainnya terjadi sebagai akibat dari hasil kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alamiah tersebut seperti uap air, karbon dioksida, metan, oksida nitrogen dan ozon. Dengan adanya kegiatan manusia maka level dari konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir meningkat. Menurut UNFCC, gas rumah

kaca yang utama adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4), oksida nitrogen

(N2O), perflouorocarbon (PFCs), Hydrofluorocarbons(HFCs) dan sulfur

heksaflorida (SF6). Menurut IPCC konsentrasi CO2 pada tahun 2100 akan berada

pada kisar 650 sampai 970 ppm jauh melebihi pada tingkat pra-industri (280 ppm). Pada 200 tahun terakhir lebih dari 2.3 bilyar ton CO2 telah dilepaskan ke atmosfir yang disebabkan oleh kegiatan manusia melalui konsumsi bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan ( Baumert,Kevin et al 2005 ). Lima puluh persen dari jumlah emisi tersebut telah dilepaskan dalam periode 30 tahun mulai dari 1974 sampai 2004. Menurut laporan World Resources Institute (2005), peningkatan absolut CO2 terjadi pada tahun 2004 dengan lebih dari 28 milyar ton dilepaskan ke atmosfir bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil.

Peningkatan konsentrasi ini akan berdampak pada kenaikan suhu permukaan bumi pada kisar 1,4 dan 5,8 derajat Celcius antara tahun 1990 dan 2100. Protokol Kyoto, jika diimplementasikan hanyalah merupakan langkah awal dan menurut IPCC

untuk menstabilkan atmosfir dari CO2 ketingkat 450 ppm haruslah menurunkan CO2 pada level dibawah tahun 1990 dalam beberapa dekade yang akan datang. 17)

Dampak dari peningkatan suhu pemanasan global tersebut adalah perubahan akan produksi pertanian, suplai air, hutan dan ketidakpastian pengembangan sumberdaya manusia. Dampak kerusakan akan mempengaruhi populasi sebagian besar penduduk dunia, terutama penduduk pada negara-negara

berkembang termasuk Indonesia. Gambar 8 dapat dilihat kenaikan emisi gas CO2

yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Pada gambar 9 dapat dilihat pertumbuhan gas rumah kaca mulai tahun 1990 – 2002.

Korea Selatan, Iran, Indonesia, Saudi Arabia dan Pakistan mengalami pertumbuhan cukup besar dalam kontribusi gas rumah kaca. Pada gambar 10 dapat dilihat persentasi dari gas rumah kaca menurut sektor, dimana sebanyak lebih kurang 61.4% gas rumah kaca berasal dari produksi dan pembakaran bahan bakar fosil ( batubara, minyak dan gas )

Gambar 8. Emisi gas CO2 global dari pembakaran BBF 1900-2004

Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute

17) Menurut IEA ( International Energy Agency ) .OECD/IEA, 2002 level proyeksi global emisi global tahun 2015 adalah 9 GtC sedikit lebih tinggi dari perkiraan IPCC. Untuk kembali ke level tahun 1990 – pada 5.8 GtC perlu pengurangan sebesar 36% dari level tahun 2015.

Gambar 9. Pertumbuhan emisi gas rumah kaca, 1990 – 2002

Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute

Sektor Energi

Bukan Energi

Gambar 10. Persentasi emisi gas rumah kaca global menurut sektor Sumber : Baumert,Kevin. et al 2005, Navigating the numbers. greenhouse

gas data and international climate policy, World Resources Institute

Tabel 4 menunjukkan faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan CO2 dari 25

negara penghasil gas rumah kaca terbesar. Pertumbuhan emisi CO2 mengalami

peningkatan yang cukup tinggi pada negara-berkembang pada periode 1990-2002 yaitu Indonesia 97%, Korea Selatan 97%, Iran 93% dan Saudi Arabia 91%. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Pada gambar 11 dapat dilihat negara yang berkontribusi terhadap gas rumah kaca utama.

Listrik dan pemanasan 24,6% Transportasi 13,5% Industri 10,4% Pembakaran lainnya 9,0% Fugitative dan proses industri 7,3% Perubahan penggunaan lahan 18,2% Pertanian 13,5% Limbah 3,6%

Tabel 4. Faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan emisi gas CO2, 1990-2002

MtCO2 % GDP per kapita

(GDP/Pop) Populasi Intensitas Energi (E/GDP) Fuel Mix (CO2/E) China 1.247 49 122 15 -96 8 Amerika Serikat 863 18 23 16 -20 -1 India 457 70 55 28 -31 19 Korea Selatan 246 97 84 15 12 -15 Iran 178 93 44 26 24 -1 Indonesia 164 97 44 25 2 26 Saudi Arabia 148 91 -7 46 52 0 Braxil 125 57 17 21 7 13 Sepanyol 98 44 31 6 7 -1 Jepang 96 9 12 3 0 -7 Meksiko 87 28 17 22 -12 1 Kanada 87 20 24 13 -18 0 Australia 73 28 31 16 -19 -1 Afrika Selatan 69 23 -2 28 -2 -1 Turki 59 39 16 25 0 -2 Pakistan 40 60 18 38 -1 5 Itali 33 8 17 2 -6 -5 Argentina 10 9 17 13 -9 -11 Perancis 2 0 17 5 -6 -15 Inggris -36 -6 24 3 -20 -13 Polandia -60 -17 35 0 -46 -6 EU-25 -70 -2 21 3 -14 -12 Jerman -127 -13 15 4 -21 -10 Ukraina -129 -48 -32 -5 40 -51 Federasi Rusia -453 -23 5 -3 -12 -3

Catatan : CO2 termasuk perubahan penggunaan lahan dan hutan

% Kontribusi terhadap perubahan CO2 Negara

Perubahan CO2 1990-2002

Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the numbers. greenhouse gas data and international climate policy, World Resources Institute

Gambar 11. Kontribusi agregat gas rumah kaca utama

Sumber : Baumert,Kevin et.al 2005, Navigating the Numbers. Greenhouse Gas Data and International Climate Policy, World Resources Institute

Berdasarkan proyeksi BPPT-KFA ( Environmental Impacts of Energy for

Indonesia 1993) 18) permintaan –penawaran ( demand-supply) emisi CO2 Indonesia

akan meningkat dari 219.68 juta ton pertahun (pertengahan tahun 1996) menjadi 1076,16 juta ton per tahun ( tahun 2021). Perbandingan/komposisi konsumsi energi akan berubah dimana batubara menjadi sumber energi penting dan emisi

CO2 pada tahun 2021 naik menjadi 54% berasal dari batubara, 35% dari minyak

dan 11% dari gas. Kenaikan jumlah emisi CO2 menurut tipe energi dapat dilihat

pada tabel 5

Tabel 5. Baseline emisi gas CO2 menurut tipe energi

Juta ton/

tahun % Juta ton/

tahun % Juta ton/

tahun % Juta ton/

tahun % Juta ton/

tahun % Juta ton/

tahun % Batubara 37,35 17 68,46 27 150,17 40 233,42 45 374,39 50 581,13 54 Minyak 127,41 58 150,61 51 163,20 43 188,03 36 269,26 36 375,66 35 Gas 54,92 25 68,46 22 65,28 17 97,26 19 105,13 14 118,38 11 Total 219,68 100 287,53 100 378,65 100 518,71 100 748,78 100 1076,17 100 2016 2021 1996 2001 2006 2011

Sumber : BPPT-KFA yang dimuat dalam laporan UNEP sebagai country report. Economics of greenhouse gas limitation

Studi yang dilakukan oleh PIE ( Centre for Energy Information) yang

dimuat dalam laporan FIIEE (2004) mengestimasi emisi CO2 akan meningkat

sebesar dua kali dari nilai tahun 2000 dan BAPENAS mengestimasi bahwa CO2,

NOx dan SOx akan meningkat sebesar dua kali lipat pada tahun 2020 dibandingkan

dengan tahun 2003 dan penyebab utamanya adalah bahan bakar fosil. Studi tersebut merekomendasi untuk mengurangi subsidi, promosi sumber energi terbarukan dan insentip fiskal untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan.19)

18) Country Report dengan judul “Economics of Greenhouse Gas Limitations” yang diterbitkan oleh UNEP,Denmark 1999.Studi dilakukan oleh KLH, BPPT-KFA ( Nuclear Research Centre ) Jerman dan PPLH-IPB.

19) Sumber dikutip dari paper yang ditulis oleh Wattimena B.T and Soejono A.R. Indonesia Energy Planning : A Concept Based on Some Energy Models. The Foundation of Indonesia Institute for Energy Economics. Paper yang disampaikan pada 6 th Annual IAEE Europan Meeting at ETH Zurich, Sep 02-03, 2004. Studi memberikan rekomendasi bahwa subsidi harus dikurangi. Subsidi energi yang ada pada saat ini menyebabkan inefisiensi dalam semua penggunaan energi disemua sektor. Insentif fiskal dibutuhkan untuk mengembangkan energi terbarukan di Indonesia.

2.5 Elastisitas

Seperti yang diuaraikan pada bab pendahuluan bahwa konsumsi bahan bakar fosil Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan cukup signifikan. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan dari sektor transportasi, industri, rumah tangga dan listrik. Kenaikan tingkat konsumsi tersebut berkisar antara 6- 9% per tahun. Permintaan akan konsumsi bahan bakar sudah barang tentu berhubungan dengan harga bahan bakar tersebut. Metode untuk mengukur bagaimana satu variabel bereaksi terhadap perubahan variabel lainnya adalah elastisitas. Artinya kita akan melihat intensitas reaksi konsumen terhadap perubahan harga bahan bakar setelah adanya perubahan harga (misalnya kenaikan dengan adanya pajak). Efektivitas dari suatu pajak lingkungan sangat tergantung dari berapa besarnya koefisien elastisitas. Untuk tujuan meningkatkan pendapatan, pemerintah biasanya mengenakan pajak terhadap komoditas yang memiliki permintaan yang tidak elastis seperti tembakau, alkohol dan bensin, sedangkan untuk tujuan lingkungan biasanya terhadap komoditas yang memiliki permintaan yang elastis. Gambar 13 adalah kurva fungsi permintaan komoditas yang menunjukkan bahwa kurva permintaan yang tidak atau kurang elastis baik untuk tujuan meningkatkan pendapatan dan kurva yang elastis baik untuk mengurangi dampak lingkungan.

Permintaan yang kurang elastis-baik untuk pendapatan pemerintah Harga

Permintaan yang elastis-baik untuk tujuan pajak lingkungan

Kuantitas

Gambar 12. Tipe fungsi permintaan

Pada gambar 13 dan 14 dapat dilihat pengaruh elastisitas harga terhadap perubahan permintaan. Kemiringan kurva permintaan sangat menentukan akan perubahan kuantitas dari bahan bakar yang diminta oleh konsumen.

Harga suplai y1 yo Harga suplai y1 BBF BBF yo p1 B pajak p1 pajak po A po Suplai yo p2 C permintaan do p2 permintaan do x1 x2 Liter x1 x2 Liter Gambar 13. Inelastis suplai Gambar 14. Inelastis permintaan

Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa perubahan harga memiliki dampak relatif kecil terhadap kuantitas BBF yang diminta. Elastisitas harga dari suplai lebih kecil dari elastisitas permintaan. Perubahan harga memiliki dampak yang kecil terhadap kuantitas suplai dari pada kuantitas permintaan. Pada gambar 14 dimana permintaan tidak elastis dibandingkan dengan suplai dan konsumen menjadi kurang responsif terhadap perubahan harga dibandingkan dengan penjual.

Koefisien elastisitas harga bahan bakar untuk negara OECD dapat dilihat pada tabel 6

Tabel 6. Tipikal elastisitas harga permintaan pada negara OECD

Bahan bakar Elastisitas jangka pendek

(short run elasticity)

Elastisitas jangka panjang (long run elasticity) Gasoline

Hampir semua negara OECD -0,15 ~ -0,38 - 1,05 ~ - 1,40

Eropa - 0,15 - 1,24

Listrik perumahan

(residential electricity) - 0,05 ~ -0,90 -20 ~ 4,6

Perjalanan dengan kendaraan

(car travel) -0,09 ~ 0,24 -0,22 ~ 0,31

Perjalanan dengan udara (air travel)

Perjalanan dengan kereta api (rail travel)

- 0,36 ~ - 1,81 - 0,37 ~ - 1,50

Sumber: Economic instrument for the reduction of carbon dioxide emission, Nov 2002. The Royal Society. Policy documents 26/02

Dokumen terkait