• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk periode 1990 -2019

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.5 Elastisitas Dan Kalibrasi

3.5.1 Perhitungan Elastisitas

Sebagai informasi tambahan, maka dalam penelitian ini akan dilihat elastisitas harga bahan bakar terhadap konsumsi dan output nasional. Elastisitas yang akan dilihat adalah bagaimana respon dari konsumsi bensin dan minyak diesel terhadap perubahan harga . Analisis akan menggunakan model dari Pitafi,Basharat.30)

ln TC = α + 1ln CP + 2 ln GDP + 3 ln LTC

GC adalah konsumsi bensin (gasoline) per kapita; DC adalah konsumsi diesel per kapita; TC adalah GC+DC ; LTC adalah single lagged TC; CP adalah (DC*DP + GC*GP)/TC ; dimana GP adalah harga premium (gasoline) dan DP adalah harga minyak diesel dan GDP adalah real GDP per kapita. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data konsumsi minyak premium dan solar pada periode tahun 1990 – 2005. Harga premium dan solar digunakan harga tertinggi tanpa subsidi. Pada gambar 46 (lampiran 21) dapat dilihat tren elastisitas konsumsi BBF terhadap GDP untuk periode 1990 - 2020

Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 19901992 199419961998 20002002 200420062008 20102012 201420162018 2020 Tahun E las ti si ta s Elastisitas GDP

Gambar 46. Elastisitas konsumsi energi terhadap GDP

30) Hasil studi dapat dilihat paper Pitafi,Basharat . Elasticity of fuel Consumption in Pakistan : An Econometric Study. University of Hawai. Menyimpulkan bahwa kenaikan harga cenderung untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan peningkatan penggunaan kendaraan umum/public.

3.5.2 Kalibrasi

Kalibrasi dalam model hanya akan dilakukan terhadap variabel total faktor produktifitas (A). Hal ini disebabkan karena kisar dari nilai faktor A yang didapat dari beberapa referensi sangat besar. Variabel A adalah variabel eksogen yang akan mempengaruhi nilai dari variabel yang lain. Dalam model ini nilai A yang akan dipakai dalam persamaan akan dicari melalui kalibrasi. Parameter lain didalam persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan kalibrasi karena diambil dari model DICE . Model DICE telah dikalibrasi terhadap tiga

model climate yaitu Schneider-Thomson untuk feedback parameter, model

Stouffer,Manabe dan Bryan untuk atmospheric-ocean model dan model

atmospheric & six-layer ocean dari Schlesinger dan Jiang (lampiran 31). Parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 11. Nilai α1 atau coefficient inertia

sebenarnya merupakan nilai T2xCO2 sebesar 2 dan dari model yang ada berkisar

antara 1 dan 2

Tabel 11. Parameter model DICE

Notasi Deskripsi Nilai

= α2 Feedback parameter 1,41

α1 = 1/R1 Parameter inersia dengan one and two-equation model 0,02

1/τ12 = α4 Coefficient 0,002

α3= R2/12 Coefficient 0,44

A Faktor produktivitas total 0,5 - 3,1

3.6 Deskripsi Model

Model DICE and FREE adalah model pada tingkat agregat (Aggregation

level ) yang bersifat top-down dimana model menjelaskan mengenai hubungan kuantitas-harga dan umpan balik terhadap kondisi ekonomi pada tingkat nasional

maupun global. Model top-down pada umumnya berangkat dari persamaan fungsi

produksi untuk setiap sektor ekonomi. Fokus dari pendekatan model adalah melihat hubungan dan interaksi antara pasar dan sektor ekonomi. Sedangkan model

bottom-up melihat bagaimana suatu kebijakan penggunaan energi dengan menggunakan perubahan teknologi pada tingkat terinci seperti penggunaan studi

enjinering untuk mengurangi biaya energi. Penelitian ini akan menggunakan

pendekatan top-down karena bertitik tolak dari model DICE. 31) Hubungan antar

sektor dari model dapat dilihat pada gambar 47.

Gambar 47. Hubungan antar sektor dari model

Persamaan model dari DICE akan dipakai dalam menentukan pajak emisi optimal melalui beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.. Dalam gambar 47 menunjukkan bahwa akumulasi kapital akan mendorong pertumbuhan ekonomi atau GDP, hal ini akan ditentukan oleh variabel eksogen yaitu pertumbuhan populasi dan produktivitas. Kegiatan ekonomi memerlukan energi

yang akan menimbulkan dampak terhadap timbulnya emisi gas CO2.

Meningkatnya emisi akan berkontribusi dalam kerusakan iklim global. Dampak akan dirasakan secara tidak langsung seperti meningkatnya permukaan laut dan

31) ) McFarland,J.R et.al (2004).Representing energy technology in top-down economic models using bottom-up information.Energy Economic 26. Menyatakan bahwa faktor paling kritis terhadap emisi sebagai akibat tindakan manusia untuk masa yang akan datang adalah laju (rate) dan besarnya perubahan teknologi terhadap pengurangan emisi. Ada dua pendekatan model untuk melihat interaksi antara energi, ekonomi dan system lingkungan dan teknologi yaitu top-down dan bottom –up. E Enneerrggii + Harga energi K Keebbiijjaakkaann Pajak emisi CO2 + + D Daammppaakk k keerruussaakkaann Kerusakan Iklim + E EmmiissiiCCOO22 ddaarrii B BBBFF + Emisi E Ekkoonnoommii - Konsumsi energi + Kapital + - GDP + W Waallffaarree + Utiliti + - P Pooppuullaassii Populasi I Ikklliimm Suhu + - + Pemindahan Panas S Siikklluuss KKaarrbboonn CO2 di atmos + - + Deep ocean

adanya perubahan iklim yang akan berdampak pada sektor pertanian. Dampak kerusakan ini akan mengurangi pertumbuhan ekonomi karena adanya pengeluaran sektor pendapatan nasional yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam sektor energi akan terjadi peningkatan produksi energi sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi pada sektor ekonomi.

Eksploitasi dan explorasi sumber daya energi akan mengakibatkan terjadinya deplesi sumberdaya energi yang akan meningkatkan harga energi.

Pajak emisi gas CO2 akan mengakibatkan naiknya harga energi dan akan

berintegrasi dengan laju eksploitasi dan explorasi sumber daya energi yang menyebabkan terjadinya deplesi sumberdaya energi dan akhirnya meningkatkan harga energi. Dalam model pajak karbon dapat dikenakan pada energi primer, energi sekunder ataupun pada energi akhir. Model DICE mengenakan pajak pada energi primer, hal ini disebabkan karena model menggunakan data makro yang bersifat global ataupun regional, bukan pada skala nasional.

Dalam analisis ini pajak emisi gas CO2 akan dibebankan pada sisi produsen

(supply) dan konsumen (demand) namun perhitungan dilakukan berdasarakan pada data dari energi primer dan sekunder, artinya akan dikenakan pada energi final dan demand. Hal ini dilakukan agar sisi supply dan demand mendapatkan insentif yang sama. Pajak optimal akan didapat berdasarkan biaya marjinal yang minimum dalam satuan unit rupiah per satuan unit berat emisi. Proses ini dapat dilihat pada

bondari dari sistem energi pada gambar 48 dan gambar 49.

Pajak Suplai Energi Primer

Secondary Gasoline Listrik

Final Gasoline Listrik

Penggunaan Kinetik Panas

Demand

Gambar 48. Bonderi sistem energi Konversi

Distribusi

Pengolahan Pem Listrik

Truk Kabel

Pemakai akhir

Pelayanan

Kendaraan peralatan

Resources Energi Primer Energi Sekunder Energi Final Demand

Pajak emisi gas CO2 Pajak emisi gas CO2

Gambar 49. Sistem referensi energi

Dokumen terkait