• Tidak ada hasil yang ditemukan

Empat Kategori Peranan Humas dalam Organisasi

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Empat Kategori Peranan Humas dalam Organisasi

Menurut Dozier & Broom peranan Public Relation dalam suatu organisasi dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu :

1. Penasehat Ahli (Expert Prescriber)

Seorang praktisi PR yang sudah berpengalaman dan mempunyai kemampuan yang tinggi dapat membantu menyelesaikan masalah yang timbul dan berkaitan dengan publik suatu organisasi. Dalam hal ini, pihak management bersifat pasif, artinya tinggal menerima, mempercayai dan menjalankan apa yang sudah diusulkan oleh penasehat ahli tersebut untuk mengatasi permasalahan yang timbul.

2. Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator)

Dalam hal ini, PR bertindak sebagai seorang mediator yang membantu pihak manajemen mengetahui apa yang diinginkan publiknya sekaligus juga bisa bertindak yang sebaliknya, yaitu untuk bisa menjelaskan tujuan dari pihak manajemen kepada publiknya, agar tercipta saling pengertian antara kedua belah pihak.

3. Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator) Dalam proses pemecahan masalah, praktisi PR adalah bagian dari tim manajemen, yang bertugas untuk membantu pimpinan, baik sebagai penasehat hingga proses pengambilan keputusan. Biasanya dalam menghadapi krisis yang menimpa suatu perusahaan atau organisasi, akan dibentuk suatu tim yang dikoordinir oleh praktisi PR yang melibatkan berbagai departemen dan berbagai keahlian.

4. Teknisi Komunikasi (Communication Technician)

Peranan PR sebagai teknisi komunikasi ini berbeda dengan tiga peranan lainnya. Peranan ini hanya menjadikan PR sebagai journalist in resident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi.

(Rosady Ruslan, 1999:13)

Dengan menggunakan penjelasan dari Dozier & Broom diatas tentang pengkategorian peranan PR atau Humas dalam suatu organisasi, Peneliti mencoba menerapkannya untuk melihat bagaimana peranan Humas Kraton Surakarta, baik pihak PB XIII Hangabehi maupun PB XIII Tedjowulan, dijalankan selama ini.

Dibawah ini tabel tentang peranan Humas Kraton Surakarta, yang akan Peneliti coba analisis dengan penjelasan Dozier & Broom berdasarkan wawancara dengan narasumber dan hasil pengamatan di lapangan. Tanda (+) berarti peranan tersebut dijalankan pada lembaga kehumasan yang bersangkutan, sedangkan tanda (-) berarti peranan tersebut tidak dijalankan atau kurang dijalankan pada lembaga kehumasan yang bersangkutan.

Humas Kraton Surakarta Kategori peranan PR dalam

organisasi PB XIII Hangabehi PB XIII Tedjowulan Penasehat Ahli (Expert

Prescriber)

- +

Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator)

+ +

Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator)

- +

Teknisi Komunikasi (Communication Technician)

+ +

Gambar 4. 1

(Tabel Kategori Peranan Humas)

Tabel diatas menunjukkan bagaimana Humas Kraton Surakarta, dari kedua pihak raja menjalankan peranannya di dalam struktur organisasi Kraton. Peranan yang pertama yaitu sebagai Penasehat Ahli (Expert Prescriber), penjelasannya :

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi

Dari tabel diatas untuk peranan yang pertama ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi, mendapatkan tanda (-) yang berarti peranan tersebut tidak dijalankan atau kurang dijalankan. Terkait dengan peranan ini, fakta yang berhasil diperoleh Peneliti menunjukkan bahwa Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi memang tidak berperan secara aktif terkait konflik perebutan kekuasaan antara 2 raja ini. Keadaan tersebut dipicu oleh alasan tertentu yang membuat Humas

Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi tidak bisa berperan aktif. Diantara alsan tersebut adalah kesibukan Petugas Humas yang lebih banyak tersita oleh kegiatan di luar konflik Kraton dan juga akibat dari konflik yang semakin melebar ke masalah keluarga serta melibatkan individu yang lebih intens. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 3 berikut :

“E.. Begini memang e.. itu juga salah satu alasan mengapa kami tidak terlalu aktif. Itu karena saya masih bekerja disini jadi saya tidak mempunyai cukup waktu untuk involve secara penuh waktu disana. Dan itu menyebabkan memang kontribusi saya sangat sedikit… Humas terutama itu akan sangat sulit berperan karena tidak bisa kita masuk ke pribadinya, begitu. E.. dalam konteks misalnya permasalahan antara keluarga Gusti Mung dalam arti adik-adiknya Sinuhun, dan kemudian e.. Tedjowulan dan adik-adik-adiknya. Itu kemudian muncul statement-statement yang itu sangat pribadi, yang sebetulnya tidak terkait dengan kehumasan…”

Selain itu, juga ada faktor tugas dan peranan “turunan” dari Humas atau Juru Penerang Kraton yang terdahulu. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 5 berikut :

“Ya yang penting memberikan penjelasan tentang keberadaan Kraton. Mungkin melayani siapapun yang datang meminta penjelasan tentang keberadaan Kraton gitu. Penjelasan tentang bangunan-bangunan, tentang sejarah Kraton secara singkat dan lain sebagainya… Kami mengarahkan kesana. Itu fungsinya sepert itu sebenarnya.”

Mengenai faktor tugas dan peranan “turunan” ini, Informan 4 juga memberikan penjelasan seperti berikut :

“He’em, tidak diberdayakan. Karena itu memang turunan dari dulu. Jadi Humas itu ya mung di-nggo wong sing nerangke yen ono wong takon tentang gunungan itu apa. Jadi masih tradisional.”

Selain berdasarkan wawancara dengan narasumber, pengamatan yang dilakukan selama proses penelitian juga memberikan fakta bahwa peranan Humas sebagai Penasehat Ahli dalam kaitannya dengan konflik ini ternyata memang sudah

dilakukan oleh pihak kerabat Kraton Surakarta yang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 7 berikut :

“…Lebih dominan para pengagengnya daripada Humas. Malah disini saya tahu persis Humas yang, Humasnya pihak yang dalam ini malah mengeluh. Artinya tidak difungsikan. Jadi lebih dominant kepada pengagengnya-pengagengnya.”

Kurang berperan dan difungsikannya Humas dalam peranannya sebagai Penasehat Ahli dalam konflik ini, bisa jadi sebagai imbas dari semakin berkembangnya konflik ke arah konflik individu dan keluarga. Jika Humas ikut berperan aktif, yang dikhawatirkan adalah akan munculnya anggapan bahwa Humas tersebut adalah juru bicara-nya mereka yang berkonflik dan kemungkinan akan munculnya statement dari Humas sendiri yang keluar dari fungsi kehumasan akan semakin besar jika Humas benar-benar berperan aktif sebagai Penasehat Ahli.

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Tedjowulan

Dari tabel diatas untuk peranan yang pertama ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Tedjowulan mendapatkan tanda (+) yang berarti peranan tersebut sudah dijalankan, walaupun juga belum bisa dikatakan maksimal.

Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, Humas memang dibentuk untuk mengatasi konflik ini. Dilihat dari alasan dibentuknya Lembaga Kehumasan yang memang dari awal diposisikan sebagai pihak yang bisa me-manage konflik sekaligus me-manage pencitraan yang positif bagi keberadaan PB XIII Tedjowulan sebagai raja diluar tembok Kraton. Sehingga siap atau tidak siap, Humas memang

harus menjalankan peranan sebagai Penasehat Ahli dengan baik, karena di tangan Humas-lah, PB XIII Tedjowulan menyerahkan pencitraan diri beliau sekaligus upaya penyelesaian konflik. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 1 berikut :

“…bahwa bicara konflik maka bicara manajemen konflik. Maka tugas saya sebagai PR adalah bagaimana me-manage konflik itu dengan sebaik-baiknya, tentu untuk kepentingan kelompok kami gitu ya, tidak bisa tidak. Tapi sebetulnya tidak berpikir pada kelompok kami, bagaimana ke-PR-an yang kami munculkan itu bisa memberi pengaruh yang positif bagi masyarakat juga. Jadi selama ini kita mencoba untuk mengkonsep bagaimana gerak langkah Kraton yang ada di luar, atau raja yang ada di luar Kraton ini itu memberi nilai yang positif… Jadi yang pasti kan kita berusaha untuk memberikan pencitraan yang positif kepada masyarakat terhadap peranan atau keberadaan raja yang di luar. Banyak lah yang bisa kita lakukan, salah satu diantaranya, sebetulnya konsep ini munculnya dari Sinuhun sendiri, PB XIII Tedjowulan, bagaimana Kraton ke depan itu mampu menjawab semua permasalahan dan tantangan di masyarakat. Lha ini yang kami sebagai PR itu mengolah keinginan dari PB XIII Tedjowulan...”

Fakta yang berhasil dikumpulkan Peneliti di lapangan memang menunjukkan bahwa Humas sudah cukup menjalankan peranannya sebagai Penasehat Ahli pada khususnya dan sebagai PR pada umumnya. Dapat dilihat dari usaha Humas yang selalu berusaha mengkonsep pencitraan positif bagi PB XIII Tedjowulan, mulai dari press release kegiatan PB XIII Tedjowulan hingga evaluasi bagaimana seharusnya PB XIII Tedjowulan bersikap di hadapan publik. Namun, terkadang apa yang dilakukan Humas juga keluar dari koridor kehumasan, sehingga terkadang lebih condong menjadi juru bicara-nya orang yang sedang berkonflik bukan Humas Kraton. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 7 berikut :

“…Karena gini e.. kapasitas Humas ini sebagai juru penerang budaya apa kehumasannya? Menyuarakan kraton? Karena ini tidak jelas… Yang di luar pun sebatas kalau itu ada kegiatan. Ya misalnya menjelang kegiatan apa, Humas baru menyampaikan. Kalau tidak ya udah, vakum.”

Peranan yang kedua adalah PR sebagai Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator), penjelasannya :

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi

Dari tabel diatas untuk peranan yang kedua ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi, mendapatkan tanda (+) yang berarti peranan tersebut sudah dijalankan.

Hasil wawancara dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa peranan yang kedua ini memang bisa relatif berjalan, walaupun sebagian besar secara teknis tidak dilakukan oleh Humas. Walaupun pihak PB XIII Hangabehi tidak mau mengakui kondisi konflik, tetapi kerabat Kraton khususnya para Pengageng di Kraton, tetap berusaha untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana yang sebenarnya terjadi dan apa yang benar menurut adat dan angger-angger.

Peranan sebagai mediator, dijalankan dengan usaha menerbitkan buku yang diterbitkan khusus untuk kalangan internal Kraton, baik Sentana Dalem ataupun Abdi Dalem. Buku yang berjudul “Yang Sah & Yang Resmi Susuhunan Paku Buwono XIII” tersebut menjadi alat bagi pihak PB XIII Hangabehi untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar konflik perebutan kekuasaan 2 raja tersebut. Sehingga walaupun tidak mengakui konflik, pihak PB XIII Hangabehi tetap merasa perlu untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 3 berikut :

“Ya sebetulnya begini, kalau itu kan jelas. Jadi apa yang sudah berjalan e.. mulai ada Sinuhun baru tahun 2004 itu kan karena terjadi permasalahan yang memerlukan penerangan yang sejelas-jelasnya dari Kraton kepada

masyarakat tentang apa yang terjadi dan tentang apa yang harus di e.. dilakukan oleh lembaga Kraton ini sendiri kan akhirnya kan kita butuh untuk menyampaikan kepada masyarakat sesuai dengan keadaan yang ada di dalam Kraton ngaten… Lha ini bentuk sebetulnya juga e.. pertanggungjawaban lembaga ini khususnya memberi penerangan kepada kekerabatan kita sendiri dan kepada pihak lain itu karena kita sampaikan kepada ulang tahun kenaikan tahta raja itu kepada tamu undangan, yang notabenenya adalah masyarakat umum gitu.”

Hal menarik adalah, walaupun fungsi ini berjalan tetap saja bukan Humas yang berperan besar dan dominan. Peranan seperti ini dijalankan oleh Pengageng dan juga Sasana Wilapa secara umum, karena memang selama ini Humas berada di bawah struktur lembaga Sasana Wilapa.

- Humas Kraton Surakarta XIII Tedjowulan

Dari tabel diatas untuk peranan yang kedua ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Tedjowulan, juga mendapatkan tanda (+) yang berarti peranan tersebut sudah dijalankan.

Pihak manajemen dalam hal ini adalah PB XIII Tedjowulan pribadi yang memerlukan keterangan dari Humas bagaimana sebaiknya bertindak untuk menciptakan image positif di mata publik. Sebaliknya Humas juga bertindak sebagai mediator untuk memfasilitasi pihak luar yang memang menawarkan diri untuk membantu penyelesaian konflik ini. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 1 berikut :

“…bulan-bulan sekitar Juni, saya malah dipanggil langsung oleh pak Yusuf Kalla, Wakil Presiden. Jadi, apa namanya, tentu salah satu peran Humas itu adalah menjaga hubungan atau menjalin relasi dengan semua pihak ya, semua unsur ya.”

Humas juga berperan sebagai mediator ketika PB XIII Tedjowulan merasa perlu untuk ikut memberikan kontribusinya pada berbagai masalah yang timbul yang menyangkut Kraton, kebudayaan, dan masyarakat. Seperti pada kasus Pasar Cinderamata dan Radya Pustaka. Karena seperti yang dijelaskan oleh Informan 1 bahwa Humas ingin memperlihatkan keunggulan PB XIII Tedjowulan, serta mendorong agar PB XIII Tedjowulan untuk berperan aktif di masyarakat. Seperti penjelasan Informan 1 berikut :

“Ya budaya. Ya karena memang kraton kan budaya. Tapi budaya itu kan sekarang luas ya. Tidak hanya bicara tarian ya, tapi juga masalah kehidupan. Ya termasuk system, system kemasyarakatan itu kan bagian dari budaya. System pemerintahan juga budaya, system politik juga budaya. Pernah mendengar negoro mowo tata, deso mowo cara. Ini kan sebetulnya menjadi focus kita… “

Upaya-upaya yang dilakukan Humas terkait peranannya sebagai fasilitator komunikasi membuat Humas mencanangkan program kerja yang memungkinkan PB XIII Tedjowulan berinteraksi dengan banyak pihak untuk tetap mempertahankan citra positifnya. Seperti penjelasan Informan 1 berikut :

“Ya, setidak-tidaknya keterwakilan ya. Jadi keterwakilan itu kita masih berusaha untuk menangkap apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat, memang kita coba tangkap. Contoh ketika keprihatinan masalah hilangnya arca-arca Museum Radya Pustaka ya, kita mencoba untuk tanggap. Ikut serta secara tidak langsung, ini sebetulnya bagian dari program kerja. E… untuk mengembalikan barang-barang yang hilang itu, apa namanya di Museum Radya Pustaka dan bagaimana membangun image terhadap museum itu menjadi lebih baik. Kan sekarang ini lagi terpuruk. Salah satu diantaranya. Dan sebetulnya masih banyak lagi persoalan-persoalan yang kemarin kita masuk secara langsung di tengah-tengah masyarakat.”

Dengan program kerja yang seperti itu, diharapkan dapat membuat PB XIII Tedjowulan semakin dekat dengan publiknya sekaligus dapat menampilkan pencitraan yang positif terhadap diri raja di luar Kraton tersebut di mata masyarakat Solo pada khususnya.

Peranan yang ketiga adalah sebagai Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator), penjelasannya :

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi

Dari tabel diatas untuk peranan yang ketiga ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi, mendapatkan tanda (-) yang berarti peranan tersebut tidak dijalankan atau kurang dijalankan. Terkait dengan konflik ini dan dihubungkan dengan peranan PR yang ketiga sebagai fasilitator proses pemecahan masalah, yang secara jelas menyebutkan bahwa dalam peranan ini, Humas adalah bagian dari tim yang bertugas untuk menghadapi krisis serta turut dalam proses pengambilan keputusan, maka dapat dilihat bahwa Humas tidak berhasil menjalankan peranannya dengan maksimal.

Seperti yang diungkapkan Informan 4, Humas tidak diberdayakan untuk hal-hal semacam ini. Segala macam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan konflik tidak melibatkan Humas di dalamnya. Humas hanya difungsikan dalam artian teknis, yang hanya menjalankan apa yang sudah ditetapkan. Berikut pernyataan Informan 4 :

“Kalau Kraton menjalankan e.. apa namanya menjalin kerjasama dengan lembaga lain, iya. Banyak sekali, tetapi dalam konteks Humas itu

diberdayakan ikut di dalam apa namanya negoisasi, ikut dalam e.. pembuatan kontrak, ikut dalam pengambilan keputusan itu tidak.”

Jika berbicara mengenai tim yang bertugas untuk menghadapi konflik ini, Humas ataupun Pengageng yang menjalankan peran Humas di dalam Kraton juga tidak membentuk tim khusus, karena kembali lagi ke awal pemikiran pihak PB XIII Hangabehi yang sejak awal tidak mengakui adanya konflik. Sehingga untuk menghadapi konflik ini hanya menekankan pada kerja individu-individu kerabat Kraton.

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Tedjowulan

Dari tabel diatas untuk peranan yang ketiga ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Tedjowulan mendapatkan tanda (+) yang berarti peranan tersebut sudah dijalankan, walaupun juga belum bisa dikatakan maksimal.

Melihat maksud dan tujuan awal dibentuknya Humas oleh PB XIII Tedjowulan, maka sudah jelas peranan ketiga ini juga termasuk salah satu diantara program kerja yang dibuat oleh Humas. Yang perlu diketahui, Humas PB XIII Tedjowulan sebenarnya ada dua. Yang pertama memang ditempatkan di Surakarta, untuk me-manage konflik dan kondisi di Surakarta. Sedangkan yang kedua ditempatkan di Jakarta, sebagai penyeimbang mobilitas PB XIII Tedjowulan sekaligus difungsikan sebagai penghubung Kraton dengan kerabat-nya yang ada di Jakarta. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 2 berikut :

“Nah kemudian pada tahun 2005, karena sesuai dengan e.. apa.. aksesibilitasnya dari PB XIII Tedjowulan itu semakin e.. berkembang untuk

mempertahankan eksistensinya maka dibuat dua e.. lokasi yang pertama ada di Jakarta dan di Solo… Di Solo dijabat oleh KRHT Bambang Pradotonagoro, SH yang itu memfungsikan Humas secara definitif untuk Solo dan definitif untuk Jakarta dipegang oleh GPH Suryowicaksono. Keduanya melakukan koordinasi dalam bidang kehumasan yang fungsi dan tugasnya sama e.. untuk apa kegiatan-kegiatan menjaga eksistensi dan citra PB XIII Tedjowulan…”

Humas yang berada di Solo pun, bertindak sebagai penasehat. Walaupun untuk proses pengambilan keputusan juga tidak bisa sepenuhnya di-jalankan oleh Humas, karena bagaimanapun Kraton tetaplah lembaga adat yang masih menggunakan sistem kepemimpinan yang tradisional. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 1 berikut :

“Ini perbedaannya antara PR sebuah instansi dengan PR di Kraton… Apalagi di tempat kami, bagaimanapun juga akar budaya masih kuat, bahwa yang namanya raja itu sabda pandita ratu tan keno wola-wali, apa yang sudah diucapkan oleh raja itu adalah sebuah sabda yang harus dilakukan, hukumnya wajib. Nah ini yang membedakan mbak, walaupun sekarang sudah nggak seperti itu lagi, kita nggak mungkin seperti itu ‘harus ikut apa yang kita konsep’. Tentu apa yang kita konsepkan, apa yang persiapkan, kita rancang itu harus kita komunikasikan. Ketika kita komunikasikan, itu kan kita mencoba menyesuaikan juga sehingga unsur keselarasan dan keharmonisan itu yang kita kedepankan. Raja maunya apa, kita punya apa. Bisa ngga ini dipadukan, kalau ndak bisa, ya bisa kita mengalah atau mungkin kita bisa memberi masukan. Maka disini manajemen modern kita pakai juga.”

Dari data dan fakta yang ada, Humas memang memegang peranan sentral di dalam konsep pemerintahan yang digunakan oleh PB XIII Tedjowulan. Karena alasan utama awal pembentukan Humas yang memang difokuskan untuk me-manage konflik ini, sehingga walaupun peranan yang ketiga ini juga belum dapat berjalan maksimal tetapi paling tidak Humas masih memegang kendali atas arus informasi

yang berkaitan dengan konflik dan eksistensi PB XIII Tedjowulan. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 2 berikut :

“…Alasannya dibentuk kehumasan itu karena untuk memberikan informasi, untuk menjalin hubungan komunikasi dengan berbagai pihak terutama koordinasi dan konsolidasi secara internal di pihak PB XIII Tedjowulan agar dapat memberikan satu citra bahwa eksistensi PB XIII Tedjowulan itu didukung oleh 3 Lembaga Pengageng. Yaitu, Pengageng Putra Sentana, Pengageng Parentah Kraton dan Pengageng Keputren. Sehingga fungsi Humas disini itu memberikan justifikasi terutama terhadap eksistensi PB XIII Tedjowulan sebagai raja yang dinobatkan di luar tembok Kraton. Sehingga fungsi Humas disini sangat sentral sekali.”

Peranan yang keempat adalah sebagai Teknisi Komunikasi (Communication Technician), penjelasannya :

- Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi

Dari tabel diatas untuk peranan yang keempat ini, berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan oleh Peneliti, Humas Kraton Surakarta PB XIII Hangabehi, mendapatkan tanda (+) yang berarti peranan tersebut sudah dijalankan.

Selama ini, mulai sebelum Humas secara resmi dilembagakan hingga sekarang pada masa PB XIII Hangabehi yang sudah resmi dilembagakan, tugas utama yang selalu dijalankan oleh Humas memang sebagai teknisi komunikasi yang bertugas untuk memberikan penerangan dan layanan kepada masyarakat seputar Kraton dan budaya-nya. Seperti yang diungkapkan oleh Informan 4 berikut :

“Ya tadi sebagai juru penerang. Kadang-kadang di Kraton diundang untuk memberikan penerangan dimana-mana. Seminar dimana gitu. Ya seperti itu, sekedar kebudayaan seperti itu.”

Seperti Humas di lembaga yang lain pada umumnya, peranan sebagai teknisi komunikasi sebenarnya juga meliputi kegiatan Humas untuk mengkliping atau mendokumentasikan kegiatan Kraton atau berita seputar Kraton. Tetapi hingga saat ini yang menjalankan peran tersebut bukan Humas, tetapi Badan Pengelola Kraton dan beberapa kerabat Kraton yang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Informan 4 berikut :

“Dulu fungsi dokumentasi itu biasanya dilakukan oleh Sasana Pustaka, perpustakaan Kraton. Tapi kenyataannya yang mendokumentasikan Kraton ini adalah Kantor Badan Pengelola Kraton, ya. Jadi sekarang ini Humas Kraton tidak melakukan fungsi kliping koran dsbnya itu. Karena fungsi itu ada sudah dilakukan oleh Badan Pengelola Kraton… Jadi itu dilakukan sendiri oleh Kantor Badan Pengelola Kraton atau orang yang disitu. Gusti Mung dan Mas Edi Wirabumi sebagai salah satu pengurus atau ketua di Badan Pengelola Kraton itu.”

Jadi memang sudah jelas kenyataannya, bahwa kegiatan mendokumentasikan Kraton dan mengkliping berita seputar Kraton ternyata memang tidak dijalankan oleh Humas, karena sejak dulu memang sudah di pegang oleh Badan Pengelola Kraton beserta Pengageng-nya. Selain itu, peranan sebagai journalist in resident yang