• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3. Humas dalam Manajemen Krisis

Seperti yang dijelaskan oleh Jim Mcnamara, ada 6 langkah dalam manajemen krisis yang bisa dilakukan oleh Humas jika organisasi yang menaunginya sedang

berada dalam kondisi konflik atau mengalami krisis. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Scenario development

Pada tahap yang pertama ini, yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan memperkirakan kemungkinan yang dapat terjadi dan dampak yang mungkin akan timbul.

- Humas PB XIII Hangabehi

Pada tahap ini yang dilakukan oleh pihak PB XIII Hangabehi adalah menyangkal adanya konflik. Karena dalam kasus perebutan kekuasaan ini Humas tidak diberdayakan secara aktif, maka pihak Kraton yang menjalankan fungsi kehumasan menyatakan bahwa pihak PB XIII Hangabehi tidak mau menyebut kondisi tersebut sebagai sebuah konflik. Sehingga, menurut penjelasan narasumber, mereka pun tidak melakukan proses identifikasi permasalahan.

- Humas PB XIII Tedjowulan

Berkebalikan dengan apa yang dilakukan oleh pihak lawan, Humas PB XIII Tedjowulan mengakui dan menyadari bahwa kondisi perebutan kekuasaan tersebut akan berpotensi menimbulkan konflik. Sehingga mulai awal dibentuknya Humas oleh PB XIII Tedjowulan sudah dipersiapkan strategi untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik ini.

b. Preparation

Pada tahap ini yang bisa dilakukan oleh Humas adalah : 1. Mempersiapkan petunjuk layanan telepon 24 jam untuk semua pihak yang berkepentingan. 2. Memiliki dan melatih beberapa orang untuk menghadapi media massa sehingga selalu siap untuk memberikan informasi jika dibutuhkan. 3. Mendirikan ruangan tertentu yang digunakan sebagai crisis center bagi tim penanggulangan krisis. 4. Mempersiapkan segala informasi selengkap mungkin yang berkaitan dengan krisis.

- Humas PB XIII Hangabehi

Walaupun selama ini tidak menganggap bahwa apa yang terjadi yaitu perebutan kekuasaan 2 raja ini sebagai suatu konflik, tetapi pihak PB XIII Hangabehi tetap melakukan beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan untuk menghadapi adanya konflik. Dari empat poin di atas, yang sejauh ini telah dilakukan oleh pihak PB XIII Hangabehi adalah poin kedua dan keempat. Untuk memberikan keterangan atau informasi seputar kondisi perebutan kekuasaan yang terjadi di Kraton, pihak PB XIII Hangabehi memang menempatkan beberapa Pengageng Kraton yang memang mengetahui dengan jelas apa yang terjadi. Sehingga jika media atau masyarakat umum ingin penjelasan, maka yang berwenang untuk menjawab dan memberikan statement ke media adalah para Pengageng yang ditunjuk untuk memberikan keterangan. Untuk poin yang keempat, pihak PB XIII Hangabehi mempersiapkan informasi seputar suksesi dan konflik ini dengan menerbitkan buku. Buku yang berjudul “Yang Sah & Yang Resmi Susuhunan Paku Buwono XIII” tersebut diterbitkan oleh Kraton untuk menjawab pertanyaan seputar suksesi dan

konflik yang terjadi. Namun sayang, buku tersebut hanya diterbitkan untuk kalangan dalam Kraton saja. Sementara untuk memberi pengertian dan informasi bagi masyarakat luas, pihak PB XIII Hangabehi memilih mengeluarkan statement di media massa yang isinya secara garis besar sama dengan buku “Yang Sah & Yang Resmi Susuhunan Paku Buwono XIII” tersebut.

- Humas PB XIII Tedjowulan

Yang dilakukan oleh Humas PB XIII Tedjowulan sebenarnya juga tidak berbeda jauh dengan pihak lawannya. Humas PB XIII Tedjowulan membuat persiapan untuk poin pertama dan keempat. Kondisi tersebut bisa dilihat dari upaya untuk mengoptimalkan fungsi Humas yang ada. Untuk itulah, pihak Tedjowulan mempunyai dua Humas yang berada di Solo dan Jakarta. Namun untuk tugas-tugas kehumasan, sejauh ini diberikan kepada Humas yang ada di Solo. Untuk memberikan segala informasi tentang konflik, semuanya adalah tanggung jawab Humas. Begitu juga dengan langkah dan usaha pencitraan melalui media massa, juga merupakan tanggung jawab Humas.

c. Monitoring

Dalam hal ini yang dilakukan adalah pemantauan. Pemantauan yang efektif diperlukan untuk mendapatkan peringatan atau data-data awal krisis. Termasuk di dalamnya adalah pemantauan terhadap berita-berita yang muncul di media massa.

- Humas PB XIII Hangabehi

Sejauh ini, peran Humas juga kurang berperan dalam fungsi mendokumentasikan peristiwa yang terjadi Kraton. Untuk monitoring terkait konflik yang terjadi, pihak PB XIII Hangabehi memanfaatkan keberadaan kliping. Kliping tersebut merupakan inisiatif pribadi seorang putra dhalem (anak Alm. PB XII) yang pengerjaannya diberikan kepada Kantor Badan Pengelola Kraton. Kliping tentang krisis yang terjadi, digunakan sebagai bahan evaluasi sekaligus bahan yang akan dibawa ke rapat besar para putra dhalem.

- Humas PB XIII Tedjowulan

Untuk melakukan monitoring, Humas PB XIII Tedjowulan juga mengandalkan keberadaan kliping dan dokumentasi dalam bentuk yang lain. Dokumentasi tersebut tidak hanya berasal dari kegiatan PB XIII Tedjowulan, tetapi juga dari pihak PB XIII Hangabehi. Dokumentasi kegiatan dan peristiwa Kraton tersebut, selain digunakan sebagai evaluasi internal juga berguna untuk menyusun strategi bagaimana mengahadapi konflik yang terjadi. Menurut Informan 1, kegiatan mendokumentasikan ini juga berguna untuk melihat apa dan bagaimana langkah yang diambil pihak lawan. Jika di pihak Hangabehi yang menjalankan fungsi ini adalah salah satu putra dhalem dibantu oleh Badan Pengelola Kraton, maka di pihak Tedjowulan yang menjalankan fungsi ini adalah Humas sendiri.

d. Networking

Pada saat terjadi krisis, tidak dapat dipungkiri bahwa diperlukan adanya mitra yang dapat memberikan dukungan. Dukungan yang datang dari mitra tersebut dapat

membantu suatu organisasi untuk memulihkan kembali kredibilitasnya. Hubungan dengan pihak luar tersebut harus sudah terjalin dengan baik sebelum adanya krisis. Sehingga memang sudah seharusnya suatu organisasi mempunyai program untuk membangun jalinan hubungan dengan pihak luar.

- Humas PB XIII Hangabehi

Sejauh ini berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan, belum terlihat usaha maksimal dari pihak Hangabehi untuk mempunyai program kehumasan yang mengarah pada pembentukan jaringan, karena memang secara umum belum ada penataan fungsi kehumasan yang jelas. Sehingga selama ini bentuk kerjasama yang terjalin dengan pihak luar hanyalah untuk tujuan yang berada di luar konflik yang terjadi. Dukungan dari lembaga lain atau mitra yang dimiliki oleh pihak Hangabehi dalam konflik ini juga tidak diketemukan datanya.

- Humas PB XIII Tedjowulan

Pihak Tedjowulan merupakan kebalikan dari Hangabehi, dalam konflik ini terlihat bahwa Humas Tedjowulan berupaya untuk mencari dukungan sebagai upaya pengakuan dari pihak lain. Hal ini memang menjadi salah satu program kehumasan pihak Tedjowulan yang berkeinginan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lembaga lain maupun dengan individu-individu. Hubungan yang terjalin pun tidak hanya seputar konflik tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang lain, seperti sosial kemasyarakatan, kebudayaan, dan lain-lain.

e. Focusing

Pada saat krisis akan muncul banyak sekali tekanan dan isu yang berkembang di masyarakat. Organisasi tentu saja tidak bisa memberikan perhatian kepada semua pihak yang berusaha menarik perhatian. Sehingga kunci dari manajemen krisis adalah memusatkan perhatian pada isu utama yang berkembang.

- Humas PB XIII Hangabehi

Yang dilakukan pihak Hangabehi memang hanya terfokus pada isu utama perebutan kekuasaan dengan tetap memberikan statement dan pengertian kepada publik bahwa tidak pernah terjadi konflik di dalam Kraton. Namun yang terjadi belakangan, konflik ini semakin melebar ke arah konflik keluarga yang mulai menyangkut ke individu yang ada di dalamnya. Sehingga tidak lagi bisa terfokus untuk penyelesaian konflik yang sebenarnya.

- Humas PB XIII Tedjowulan

Sama seperti yang dilakukan pihak Hangabehi, Humas Tejowulan juga focus pada persoalan yang utama yaitu bagaimana menyelesaikan konflik ini. Usaha yang ditempuh antara lain dengan mengusahakan islah atau perdamaian dan mengajak berunding pihak Hangabehi. Namun, dengan semakin melebarnya konflik ini maka perhatian dan statement yang dikeluarkan oleh Humas juga menjadi tidak terfokus hanya pada konflik perebutan kekuasaan saja.

f. Implement a plan

Diperlukan rencana dan langkah yang tepat untuk menjalankan manajemen krisis agar tidak berimbas pada citra organisasi yang bersangkutan. Yang harus dilakukan adalah penanggulangan dan penanganan kerusakan; manajemen yang proaktif; pemulihan citra. Tiga langkah tersebut belum sepenuhnya bisa diterapkan dalam organisasi Kraton, karena faktor kepemimpinan dan struktur organisasi serta iklim organisasi yang jelas berbeda dengan organisasi modern. Tetapi yang jelas, usaha untuk kembali menaikkan citra atau dalam hal ini bisa disebut pamor Kraton, sudah dilakukan oleh masing-masing Humas walaupun belum optimal mengingat yang dihadapi dan di-manage bukan sekedar konflik tetapi manusia dan adat.