• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat DPD dalam

1. Faktor Pendukung dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk

Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

Faktor pendukung DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar karena hubungan kelembagaan DPR RI, DPD RI, dan MPR RI. Pembentukan DPD tentu saja menghadirkan beberapa macam pandangan akan sistem ketatanegaraan Indonesia. Menurut salah seorang anggota DPD RI menyatakan sebagai berikut:

Sistem parlemen Indonesia sudah berubah dari sistem parlemen tunggal (unikameral) menjadi sistem parlemen dua kamar (bikameral). (H. Bahar Itung, Anggota DPD RI).

Hasil wawancara dengan salah seorang camat sebagai berikut:

Sebenarnya dengan kehadiran DPD sebagai kamar kedua di parlemen tetap tidak mengubah system parlemen Indonesia yang bersifat unikameral sebab pada dasarnya DPD bukan merupakan lembaga legislatfi sepenuhnya dan menjadi satu dengan DPR dalam bingkai kelembagaan MPR. (H. Hamzah, Camat Galesong Utara Kabupaten Takalar, wawancara di Takalar, tanggal 12 September 2013).

Menurut Bupati Takalar bahwa:

Pada perinsipnya Indonesia malah telah menganut sistem parlemen tiga kamar (trikameral), karena kedudukan MPR yang tetap dipertahankan sebagai bagian dari system parlemen Indonesia dengan tetap mempunyai Sekretariat Jenderal sendiri. (Burharuddin Kepala Daerah Kabupaten Takalar, wawancara di Takalar, tanggal 13 September 2013).

Dalam system pemerintahan parlementer, ada dua alas an utama digunakannya sistem bikameral ini, yaitu: (a) adanya kebutuhan untuk menjamin keseimbangan yang lebih stabil antara pihak eksekutif dan legislatif, dan (b) keinginan untuk membuat system pemerintahan benar-benar berjalan lebih efisien

dan lancer. Oleh karena itu, apabila melihat konsep di atas, maka perbedaan kedua kamar parlemen Indonesia (DPR RI dan DPD RI) dapat ditentukan, salah satunya melalui pembagian kewenangan di antara keduanya dalam menjalankan tugas-tugas parlemen.

Secara teori, lembaga legislative mempunyai tiga jenis fungsi yaitu fungsi pengaturan (legislasi), fungsi pengawasan . Pengawasan khusus DPD dalam bidang otonomi daerah tersebut sebenarnya juga tidak bersifat mengikat baik kepada DPR maupun pemerintah pusat. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia (kontrol), dan fungsi perwakilan (representasi).

Dalam fungsi perwakilan, terdapat tiga sistem perwakilan yang dipraktikkan sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang anggota DPD RI, yaitu:

(1) Sistem perwakilan politik (political representation); (2) Sistem perwakilan teritorial (territorial representation atau regional representation);

dan (3) Sistem perwakilan fungsional (functional representation). Sistem perwakilan politik menghasilkan wakil-wakil politik, sistem perwakilan teritorial menghailkan wakil-wakil daerah, sedangkan system perwakilan fungsional menghasilkan wakil-wakil golongan fungsional. (H. Bahar Itung, Anggota DPD RI, wawancara di Makassar, tanggal 03 September 2013).

Berdasarkan hasil wawancara di atas DPD RI merupakan perwujudan system perwakilan teritorial dan DPR sebagai perwakilan politik. Dianutnya ketiga sistem perwakilan di atas menentukan bentuk dan struktur kelembagaan system perwakilan tersebut di setiap negara. Pilihan sistem perwakilan itu selalu tercermin dalam struktur kelembagaan parlemen yang dianut suatu negara. Melihat ketiga fungsi tersebut, memang dapat dinyatakan bahwa kedudukan DPD RI bukanlah lembaga legislatif sepenuhnya sebab DPD RI belum mempunyai fungsi pengaturan (legislasi).

Terlepas dari pandangan tersebut setidaknya dapat dikatakan bahwa sistem parlemen

Indonesia sudah sangat berbeda dibandingkan dengan format lama pada UUD’45 sebelum amandemen.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa tugas dan fungsi DPD berkisar pada pengawasan dan pengusulan realisasi hubungan pusat dan daerah berserta kepentingan yang ada di dalamnya ke dalam produk perundang-undangan. Ruang lingkup tugas dan fungsi tersebut berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 22D UUD’45 Amandemen. Secara lebih rinci, UUD’45 mengatur kewenangan DPD sebagai berikut: pertama, DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kedua, Dewan Perwakilan Daerah (DPD): (a) ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan (b) memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, RUU yang berkaitan dengan pendidikan, dan RUU yang berkaitan dengan agama. Ketiga, DPD dapat melakukan pengawasan atas: (a)

pelaksanaan undangundang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama; dan (b) menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dengan demikian, harus dibedakan antara fungsi DPD RI dalam bidang legislatif dan bidang pengawasan. Meskipun dalam bidang pengawasan, keberadaan DPD RI bersifat utama yang sederajat dan sama penting dengan DPR RI, tetapi dalam bidang legislasi, fungsi DPD RI hanya menunjang tugas konstitutional DPR RI. Atau Dengan kata lain, DPD RI hanya memberikan masukan, sedangkan yang memutuskan adalah DPR RI, sehingga DPD RI ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR RI, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR RI.

2. Faktor Penghambat dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

Meskipun pada kenyataannya peran dan keberadaan DPD RI dalam penyelenggaraan hubungan pemerintah daerah dan pusat serta representasinya sebagai wakil daerah belum mampu menjawab tantangan tersebut secara maksimal.

Pada dasarnya DPD RI sengaja didesain hampir atau memang hendak menyerupai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

DPD RI merupakan representasi langsung rakyat di daerah yang menjadi konstituten perwakilannya. Tugas dan tanggung jawab DPD RI berkisar pada pengawasan dan pengusulan realisasi hubungan pusat dan daerah berserta

kepentingan yang ada di dalamnya ke dalam produk perundang-undangan. Dalam hal ini, sebenarnya peran DPDRI sangat strategis dalam mengakomodasi kepentingan masyrakat untuk pembangunana daerah, karena dengan begitu pemerintah pusat sebenarnya mempunyai rekan kerja yang seimbang dalam hal penyelenggaraan hubungan pemerintah pusat dan daerah. Ide pembentukan DPD RI dalam kerangka sistem legislatif Indonesia memang tidak terlepas dari ide pembentukan struktur dua kamar parlemen atau bikameral. Dengan struktur bikameral itu diharapkan proses legislasi dapat diselenggarkan dengan istem double check yang memungkinkan representasi seluruh rakyat secara relatif dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas.

DPR RI merupakan representasi politik (political representation) sedangkan DPD RI mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation). Meskipun pada kenyataannya, ide dasar pembentukan tersebut tidak

terealisasi sebab dalam UUD 45 Amandemen disebutkan bahwa DPD RI tidak mempunyai kewenangan membuat undang-undang dan hanya mempunyai kewenangan pengawasan khusus dalam bidang otonomi daerah. Oleh karena itu, kedudukannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR RI di bidang legislasi, atau disebut sebagai co-legislator. Dalam hal ini, DPD RI dapat lebih berkonsentrasi di bidang pengawasan, sehingga keberadaannya dapat dirasakan efektifitasnya oleh masyarakat di daerah-daerah dalam upaya pembangunan daerah.

Menurut salah seorang anggota DPD RI sebagai berikut bahwa namun dalam implementasinya, muncul sejumlah kekecewaan dari kalangan anggota DPD RI mengingat peran konstitusional yang strategis di atas belum dapat diwujudkan

sebagai bentuk kekuatan politik nyata DPD RI. Anggota DPD RI menilai kedudukan DPD RI secara politik riil di bawah DPR RI. DPR RI merasa lebih dominan dan superior dibanding dengan posisi DPD RI. Dalam proses politik riil, seperti pembahasan RUU di DPR RI, dirasakan peran DPD RI kurang maksimal atau acapkali tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU bersama DPR RI. Terdapat situasi politik, DPR RI tidak harus wajib mengundang atau mengajak DPD RI untuk melakukan pembahasan suatu rancangan undang-undang. (H. Bahar Itung, Anggota DPD RI).

Peran-peran konstitusional DPD dilihat hanya pada aspek konsultatif dengan DPR namun tidak harus mengikat secara politik. Dalam Undang -Undang No 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 44 dan 45, fungsi dan tugas DPD nampak lebih sebagai lembaga konsultatif yang hanya memberikan sekedar pertimbangan dan pengusulan kepada DPR. Posisi demikian hanya memberi suatu legitimasi bahwa peran politik DPD memang tidak sejajar dengan DPR. Perdebatan politik lantas berlanjut menuju perdebatan konstitusio-nal bahwa terdapat kesalahan substansi da -lam amandemen undang-undang dasar sehingga mendesak diadakan amandemen UUD 1945 kelima guna mengembalikan naskah UUD 1945 ke naskah sebelum diadakan amandemen pertama sampai ke empat. Termasuk di dalam konteks perde -batan tersebut adalah keinginan sejumlah anggota DPD RI untuk mengajukan usul amandemen pasal 22C UUD 1945 hasil amandemen keempat ya ng menyangkut fungsi dan kedudukan DPD yang dianggap telah mengeliminasi peran strategic DPD RI sebagai mitra politik sejajar dengan DPR. UU No. 22/2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan

DPRD juga diusulkan untuk diadakan amandemen karena UU tersebut dinilai juga membelenggu hak-hak politik DPD.

Sebetulnya, peluang untuk memaksimalkan fungsi dan peran politik DPD terletak pada pengembangan pasal 46 yaitu kerangka kerja DPD dalam memfasilitasi aspek -aspek pelaksanaan undang-undang otonomi daerah yang mampu membawa perbaikkan kondisi daerah. Misalnya, memperjuangkan masalah anggaran daerah, pemekaran daerah dan maksimalisasi hubungan pusat dan daerah. Namun dengan realitas politik bahwa anggota DPD bukanlah orang partai dan tidak memiliki ikatan/basis konstituen yang jelas sebagaimana anggota DPR yang mewakili daerah pemilihannya, anggota DPD menghadapi kendala dalam membentuk kepercayaan politik dengan daerah yang menjadi wilayah yang diwakilinya.

DPRD dan kalangan politisi partai belum tentu mau menerima ide-ide anggota DPD RI yang mewakili daerah tertentu. Dalam realitas politiknya, yang bermain adalah kepen -tingan partai atau elite yang memiliki jalinan dengan partai politik. Investasi politik jangka panjang akan lebih menjanjikan jika seseorang berkawan baik dengan partai dari pada dengan anggota DPD RI yang basis politiknya tidak mengakar.

68 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar mengacu kepada visi pemerintahan daerah melalui pelaksanaan misi yang telah ditetapkan. Dalam prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar tahun 2013 memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, juga dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2012 Daerah Kabupaten Takalar.

2. Kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar dilihat dari fungsi dan peran DPD RI yang memiliki hak untuk mengajukan RUU kepada DPR RI dan legitimasi konstitusional DPD RI sebagai lembaga politik yang mewakali kepentingan daerah untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat.

3. Faktor-faktor yang mendukung DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu diberikannya kewenangan pengawasan atas penggabungan daerah.

Sedangkan yang menghambat DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu keberadaan DPD RI kedudukannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR RI di bidang legislasi, atau disebut sebagai co-legislator.

B. Saran-saran

1. Untuk lebih meningkatkan efektifitas program pembangunan daerah, dalam perencanaan harus dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Rakyat akan berpartisipasi bila suatu program mempunyai daya tarik dan merasa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Daya tarik masyarakat akan timbul dan mereka akan merasa memiliki bila mereka ikut terlibat dalam menentukan proyek yang diperlukan. Oleh karena itu masyarakat harus terlibat dalam pemilihan proyek. Pada pertemuan harus diusahakan hadir tokoh-tokoh masyarakat (tokoh agama, adat, politik, pengusaha, pendidik maupun lainnya). Dengan menggunakan teknik

“sumbang saran” (brain storming).

2. Ketergantungan pembangunan daerah pada bantuan pemerintah tingkat atas, perlu diusahakan dikurangi secara bertahap. Untuk itu prioritas pembangunan di daerah perlu diberikan pada pembangunan prasarana dan sarana desa yang hasilnya dapat merupakan sumber dana untuk membiayai kegiatan pembangunan yang tidak tercakup dalam program yang mendapat bantuan pemerintah.

3. Pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga perlu lebih ditingkatkan. Peran-serta masyarakat dalam pembangunan daerah hendaklah tidak diartikan hanya bentuk swadaya gotong-royong dalam pelaksanaan melainkan peran-serta dalam semua tahap pembangunan daerah. Dalam hal program pembangunan desa, berarti kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat, dan antara pimpinan pemerintahan dengan aparataparat pemerintahan yang membantunya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. Kadir. 2003. Dasar-dasar Metode Penelitian Kuantitatif. Makassar: CV.

Indobis Media Centre, 2003.

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jilid II. Yogyakarta:

UII Press.

, 2005. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945. FH UII Press, Cet. Kedua, Yogyakarta.

, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press, Jakarta, 2005.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta.

A.Mallarangeng ,dkk. 2001. Otonomi Daerah Prospektif, Teoritis dan Praktis.

BIGRAF, Publishing, Yogyakarta.

Bachri, Syamsul. 1999. Otonomi Daerah dalam Prospektif Struktur dan Fungsi Struktur dan Fungsi Birokrasi Daerah. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Otoda Dalam Prospektif Indonesia Baru, Makassar.

Christian, David. 2008. Kedudukan DPD dalam Pembangunan Ketatanegaraan. PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Hadjon, Philipus M. 1992. Lembaga Tertinggi dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan. PT Bina Ilmu, Surabaya.

Koesoemahatmadja. 1997. Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya, Makassar.

Nugroho, Kris. 2005. Pembangunan Daerah, Desa dan Kota. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Manan, Bagir. 1995. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut Undang-undang Dasar 1945. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdkarya, Bandung.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rahman, Abd. 2006. Kedudukan Dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dalam Sistem Perwakilan Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

70

Sugiono. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cet. X;

Alfabeta, Bandung.

Sumintarsih. 2010. Problematika Dewan Perwakilan Daerah: Antara Fungsi Konstitusional dan Realitas Politik. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Suwarno, Yogi. 2009. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Cet. III; Alfabeta, Bandung.

Teguh, Muhammad. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. Ed.

1-3; PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.

PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005.

Zoelva, Hamdan. 2007. Paradigma Baru Ketatangeraan Pasca Perubahan UUD 1945. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.

PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Syaukani HR. 2001. Seminar Otonomi Daerah Starategi Pemberdayaan Daya Saing Daerah. Jurnal Otda, Nomor 3.

Perundang-Undangan

UU RI. No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan DPD

PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAKOMODASI

KEPENTINGAN MASYARAKAT UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR

Oleh

NASRUN

Nomor Stambuk : 105 64521 09

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional sampai melahirkan solusi pembangunan di daerah yang konkrit

Secara umum tema pembangunan daerah pada tahun 2013 adalah: “Penanggulangan kemiskinan melalui penguatan

ekonomi masyarakat yang didukung oleh kualitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur wilayah serta pelayanan birokrasi yang optimal. Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar diarahkan pada (1) Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk penciptaan lapangan kerja; (2)

penanggulangan kemiskinan; (3) peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik; (4) menjaga kualitas kesehatan; (5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik; (7) menjaga

stabilitas ketahanan pangan; (8) menjaga kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; (9) pengelolaan bencana dan

percepatan pemulihan pasca bencana (10) menjaga stabilitas

keamanan dan ketertiban (11) peningkatan kesetaraan gender

dalam pembangunan.

kepentingan masyarakat membutuhkan penanganan dari berbagai pihak agar program tersebut dapat

terlaksana dengan baik. Untuk dapat mensukseskan program pembangunan selain dibutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan

pemimpin yang bersedia tampil dalam setiap

pembangunan. Seorang pemimpin harus memiliki sikap pelopor, berani, memberikan contoh dan teladan yang baik serta rela mengorbankan

kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat.

Sehingga keberhasilan pembangunan pedesaan ditentukan oleh beberapa hal di antaranya adalah keterlibatan masyarakat dan kemampuan serta

keterampilan pemimpinnya dan dukungan DPD dalam

menggerakkan semangat pembangunan.

Kabupaten Takalar?

Bagaimana kontribusi DPD dalam mengakomodasi

kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat

DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat

untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

Daerah Kabupaten Takalar

Untuk mengetahui kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah

Kabupaten Takalar.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan

masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk

pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya selama kuliah.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang

pembangunan daerah dan sumber daya manusia.

konstitusional dalam Pasal 22 C dan Pasal 22 D UUD 1945. Dalam pasal tersebut mengatur tentang

eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Pasal 22 C menyebutkan bahwa: (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya

sekali dalam setahun. (4) Susunan dan kedudukan

Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan

undang-undang.

Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaa sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan

pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas

pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,

pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu

kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk

ditindaklanjuti.

dan keanegaragaman daerah.

Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung-jawab.

Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah

kabupaten/kota, sedangkan daerah propinsi menunjukkan otonomi yang terbatas.

Otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom oleh sebab itu daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administratif.

Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah.

Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan

kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Tugas pembantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah maupun dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan dengan melaporkan pelaksanaan dan

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Waktu dan Lokasi Penelitian

•penelitian dilaksanakan selama dua bulan atau disesuaikan

dengan surat izin penelitian.

Sedangkan lokasi penelitian

skripsi ini dilaksanakan di

Kabupaten Takalar

• Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang

diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat informan, apa adanya sesuai dengan

pertanyaan penelitiannya, direduksi dan

disimpulkan (diberi makna oleh peneliti) dan dikonsultasikan kembali kepada informan dan teman sejawat. Penelitian ini memberikan

gambaran sistematik, cermat dan akurat

•Peran Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk

pembangunan Daerah Kabupaten Takalar. Karena itu, maka dalam teknik pengambilan data digunakan

informan, adapun informan dalam penelitian ini adalah

•Anggota Dewan Perwakilan Daerah 1 Orang

•Anggota DPRD Kabupaten Takalar 4 Orang

•Kepala Daerah Kabupaten Takalar 1 Orang

•Camat 1 Orang

Sumber Data

• Data primer; yaitu diperoleh dari hasil penelitian lapangan secara langsung

•Data sekunder; yaitu diperoleh dari referensi dari berbagai hasil

penelitian yang relevan

• Observasi; dengan cara mengadakan

pengamatan secara langsung pada objek penelitian

• Wawancara; dengan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

informan

• Dokumentasi mencatat dokumen yang

relevan dengan penelitian

• Reduksi data: adalah proses pemilihan,

pemutusan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakkan data dan transformasi data kasar yang diperoleh

• Verifikasi data yaitu pengambilan kesimpulan terhadap data yang sudah disajikan, baik dari hasil dokumentasi, observasi, maupun

wawancara

Keabsahan Data

• Uji trianggulasi dimaksudkan untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu secara berulang-ulang.

• Mengadakan observasi secara tekun

• Mengadakan pengecekan untuk membuktikan

data yang telah ditemukan peneliti.

Tahap dan Jadwal Penelitian

•Tahap perencanaan

•Tahap Tindakan

•Tahap Pengamatan dan

•Tahap Penyelesaian

1. Prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar mengacu kepada visi

pemerintahan daerah melalui pelaksanaan misi yang telah ditetapkan. Dalam prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar tahun 2013 memperhatikan prioritas

pembangunan nasional dan prioritas

pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, juga dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi

pencapaian kinerja tahun 2012 Daerah

Kabupaten Takalar.

2. Kontribusi DPD dalam mengakomodasi

kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar dilihat dari fungsi dan peran DPD RI yang memiliki hak untuk mengajukan RUU kepada DPR RI dan

legitimasi konstitusional DPD RI sebagai

lembaga politik yang mewakali kepentingan

daerah untuk mengakomodasi kepentingan

masyarakat.

mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu diberikannya kewenangan pengawasan atas

penggabungan daerah. Sedangkan yang

menghambat DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan

Daerah Kabupaten Takalar yaitu keberadaan DPD RI kedudukannya hanya bersifat penunjang

terhadap fungsi DPR RI di bidang legislasi, atau

disebut sebagai co-legislator .

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) yang lahir pada saat proses amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan. Kelahiran DPD tentu saja semakin mewarnai ide dan gagasan ketatangeraan Indonesia yang memang semakin bergema sejak era reformasi dimulai. Menurut Asshiddiqie (2006: 160) bahwa reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 telah menyebabkan banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktek ketatanegaraan. Setiap gagasan akan perubahan tersebut sudah dituangkan dalam amandemen pertama sampai keempat dari UUD 1945. Apabila dilihat ke belakang, setidaknya ada empat gagasan fundamental berkaitan dengan proses amandemen di atas, yaitu: Pertama, anutan prinsip pemisahan kekuasaan dengan segala implikasinya sebagai ganti dari prinsip pembagian kekuasaan; kedua, diterapkannya kebijakan nasional yang menyangkut penyelenggaraan otonomi daerah yang seluasluasnya; ketiga, gagasan pemilihan Presiden secara langsung; keempat, gagasan pembentukan DPD yang akan melengkapi keberadaan DPR selama ini”.

Kelahiran DPD sangat didasari oleh keinginan semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran kepentingan antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini, DPD juga diharapkan hadir sebagai lembaga yang mampu membantu untuk mengatasi kesenjangan antara pusat dan daerah sesuai semangat otonomi daerah yang menjamin keadilan, demokrasi, dan jaminan keutuhan integritas wilayah Negara.

Kelahiran DPD RI telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional sampai melahirkan solusi pembangunan di daerah yang konkrit. Untuk memenuhi harapan daerah yang besar tersebut, menurut Christian (2008: 34), bahwa DPD RI menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yaitu, fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Fungsi legislasi yaitu, mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR dan ikut membahas RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Menurut Nugroho (2005: 29), bahwa permasalahan mendasar di daerah adalah keterbatasan infrastruktur fisik dan non fisik di daerah yang memiliki dampak luas terhadap pembangunan daerah mulai dari pengembangan ekonomi lokal, pelayanan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia (SDM), investasi, dan masalah lainnya. Spirit pembangunan daerah yang berkelanjutan harus menjadi agenda utama seorang anggota DPD untuk terus diperjuangkan sampai di pusat.

Sangat disayangkan kalau potensi daerah yang beraneka ragam dengan ciri khasnya masing-masing belum sama sekali tersentuh dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah.

Zoelva (2007: 4) menyatakan bahwa pembentukan DPD sebagai salah satu institusi negara yang baru, adalah dalam rangka memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah, termasuk mengakomodasi

pembangunan yang berorientasi pada berkepentingan masyarakat. Pembentukan ini diharapkan akan lebih memperkuat integrasi nasional serta semakin menguatnya perasaan kebersamaan sebagai sebuah bangsa yang terdiri dari daerah-daerah.

Namun, peran dan kedudukan DPD sebagai lembaga parlemen juga sangat terbatas.

Peran dan kewenangan DPD hanya sebatas pengusulan RUU yang terkait dengan otonomi daerah, pengawasan khusus untuk bidang otonomi daerah, serta turut serta dalam pembahasan RUU yang terkait dengan otonomi daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut ditunjang oleh visi dan misi DPD yaitu visi:

terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan Misi DPD-RI., Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI disepakati sebagai berikut:

1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.

2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.

3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.

4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945

5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat. (www. Visi Misi DPD RI. di Akses Tanggal 19/02/2013:11).

Berdasarkan visi dan misi DPD RI. Menurut Suwarno (2009: 30) bahwa prioritas pembangunan daerah yang hendak dicapai mencakup lima bidang sasaran utama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia dan yang berdampak terhadap aspek pembangunan lainnya, yaitu: Pertama terbangunnya infrastruktur daerah yang memadai; kedua terwujudnya pembangunan perekonomian rakyat yang kuat; ketiga meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang terjangkau;

keempat terlaksananya pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi seluruh

masyarakat luas; kelima terhimpunnya investasi modal bagi pembangunan daerah.

Aspek penting dari sasaran prioritas di atas yang perlu mendapat perhatian secara khusus menurut Suwarno (2009: 37) adalah: pertama terbangunya infrastruktur jaringan air bersih bagi masyarakat; kedua tercapainya perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk ekonomi lemah/miskin di pemukiman kumuh dan daerah pinggiran; ketiga terkendalinya penyebaran penyakit HIV/AIDS serta menurunya angka kematian ibu dan balita; keempat mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang melalui penghijauan; kelima terbangunya tata kepemerintahan yang baik dan bersih dan keenam meningkatnya kualitas pelayanan publik oleh apartur pemerintah.

Secara umum tema pembangunan daerah pada tahun 2013 adalah:

“Penanggulangan kemiskinan melalui penguatan ekonomi masyarakat yang didukung oleh kualitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur wilayah serta pelayanan birokrasi yang optimal. Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar diarahkan pada (1) Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk penciptaan lapangan kerja; (2) penanggulangan kemiskinan; (3) peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik; (4) menjaga kualitas kesehatan;

(5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik;

(5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik;

Dokumen terkait