• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAKOMODASI KEPENTINGAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAKOMODASI KEPENTINGAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

i

DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR

NASRUN

Nomor Stambuk: 105 64521 09

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

(2)

ii

Pembimbing II

Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd.

PERSETUJUAN

Judul Skripsi :

Nama Mahasiswa : Nomor Stambuk : Program Studi :

Menyetujui:

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

Dr. H. Muhlis Madani, M.S.i A. Luhur Prianto, S.Ip.

Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat dalam Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

Nasrun 105 64521 09 Ilmu Pemerintahan

Pembimbing I

Dr. H. Mappamiring, M.Si.

(3)

iii

Sekretaris

Drs. H. Muhammad Idrus, M.Si.

PENERIMAAN TIM

Telah diterimah oleh TIM Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat Keputusan/undangan menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor:

3443/FSP/A.I-VIII/XI/34/2013 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Pemerintahan di Makassar pada hari Sabtu tanggal 23 bulan November tahun 2013.

TIM PENILAI

Penguji

1. Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd. (………)

2. Samsir Rahim, S.Sos., M.Si. (………)

3. Dra. Hj. St. Nurmaeta, MM. (………)

4. Hj. Andi Nuraeni Aksa, SH, MH. (………) Ketua

Dr. H. Muhlis Madani, M.S.i

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIYAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama Mahasiswa : Nomor Stambuk : Program Studi :

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipin itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 18 September 2013 Yang Menyatakan

Nasrun Nasrun

105 64521 09 Ilmu Pemerintahan

(5)

v ABSTRAK

Nasrun. Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat dalam Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar (dibimbing oleh H. Mappamiring dan H. Ansyari Mone).

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar; (2) Untuk mengetahui kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar; (3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar. Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk menggambarkan dan menjelaskan Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat dalam Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Sumber perolehan data melalui data primer yaitu dari Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yaitu Bahar Ngitung, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Camat dan Kepala Daerah Kabupaten Takalar, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai referensi dan hasil penelitian yang relevan. Teknik pengunpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Data tersebut dianalisis dengan reduksi data, verifikasi data, dan penarikan kesimpulan. Agar keabsahan data akurat peneliti menggunakan teknik uji trianggulasi, mengadakan observasi secara tekun dan mengadakan wawancara secara berulang dan mengadakan pengecekan untuk membuktikan data yang telah ditemukan peneliti.

Adapun tahap penelitian meliputi tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap penyelesaian.

Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar mengacu kepada visi pemerintahan daerah melalui pelaksanaan misi yang telah ditetapkan. Dalam prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar tahun 2013 memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, juga dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2012 Daerah Kabupaten Takalar; kedua kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar dilihat dari fungsi dan peran DPD RI yang memiliki hak untuk mengajukan RUU kepada DPR RI dan legitimasi konstitusional DPD RI sebagai lembaga politik yang mewakali kepentingan daerah untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat; ketiga faktor-faktor yang mendukung DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu diberikannya kewenangan pengawasan atas penggabungan daerah.

Sedangkan yang menghambat DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu keberadaan DPD RI kedudukannya hanya bersifat penunjang terhadap fungsi DPR RI di bidang legislasi, atau disebut sebagai co-legislator.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis penjatkan kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat dalam Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. Muhlis Madani, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Unismuh Makassar.

3. Bapak Dr. H. Mappamiring, M.Si. dan Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd.selaku dosen sekaligus pembimbing dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan, arahan, kritikan, pemikiran dan petunjuk menuju kesempurnaan skipsi ini.

4. Ayahanda dan Ibunda yang tulus dan ikhlas membesarkan, mendidik dan membiayai seingga penulis dapat berhasil mencapai cita-cita yang diharapkan.

5. Istri dan anak serta mertua yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menjalani tugas akademik dengan baik.

6. Para karyawan dan karyawati Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol Unismuh Makassar yang selalu proaktif memberikan pelayanan administrasi untuk memperlancar proses studi.

7. Segenap sahabat mahasiswa yang telah berbuat baik kepada penulis.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsi yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 18 September 2013

Nasrun

(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Penerimaan ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kedudukan DPD dalam Pembangunan Daerah ... 8

B. Kewenangan Konstitusional DPD dalam Pembangunan Daerah... 13

C. Esensi Kewenangan Otonomi Daerah ... 21

D. Kerangka Pikir ... 28

E. Deskripsi Fokus Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 31

C. Informan Penelitian ... 31

D. Sumber Data ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 34

G. Keabsahan Data ... 34

(8)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar .. 35

B. Kontribusi DPD dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar ... 53

C. Faktor-faktor yang Mendukung dan Menghambat DPD dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar ... 61

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(9)

ix

DAFTAR TABEL

1. Skema Kerangka Pikir... 29 2. Deskripsi Fukus Penelitian ... 29 3. Tabel 3. 1 Informan penelitian ... 32 4. Tabel 4.1. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar Tahun 2013 36 5. Tabel 4.2.Penjelasan Program Prioritas Pembangunan Daerah ... 39 6. Tabel 4.3.Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten

Tajalar ... 50

(10)

x

PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAKOMODASI KEPENTINGAN MASYARAKAT

DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh NASRUN

Nomor Stambuk: 105 64521 09

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

(11)

xi

Sekretaris

Samsir Rahim, S.Sos., M.Si.

PENERIMAAN TIM

Telah diterimah oleh TIM Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat Keputusan/undangan menguji ujian skripsi Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor:

3443/FSP/A.I-VIII/XI/34/2013 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Pemerintahan di Makassar pada hari Sabtu tanggal 23 bulan November tahun 2013.

TIM PENILAI

Penguji

1. Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd. (………) 2. Samsir Rahim, S.Sos., M.Si. (………) 3. Dra. Hj. St. Nurmaeta, MM. (………) 4. Hj. Andi Nuraeni Aksa, SH, MH. (………)

Ketua

Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd.

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) yang lahir pada saat proses amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan. Kelahiran DPD tentu saja semakin mewarnai ide dan gagasan ketatangeraan Indonesia yang memang semakin bergema sejak era reformasi dimulai. Menurut Asshiddiqie (2006: 160) bahwa reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 telah menyebabkan banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktek ketatanegaraan. Setiap gagasan akan perubahan tersebut sudah dituangkan dalam amandemen pertama sampai keempat dari UUD 1945. Apabila dilihat ke belakang, setidaknya ada empat gagasan fundamental berkaitan dengan proses amandemen di atas, yaitu: Pertama, anutan prinsip pemisahan kekuasaan dengan segala implikasinya sebagai ganti dari prinsip pembagian kekuasaan; kedua, diterapkannya kebijakan nasional yang menyangkut penyelenggaraan otonomi daerah yang seluas-luasnya; ketiga, gagasan pemilihan Presiden secara langsung; keempat, gagasan pembentukan DPD yang akan melengkapi keberadaan DPR selama ini”.

Kelahiran DPD sangat didasari oleh keinginan semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran kepentingan antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini, DPD juga diharapkan hadir sebagai lembaga yang mampu membantu untuk mengatasi kesenjangan antara pusat dan daerah sesuai semangat otonomi daerah yang menjamin keadilan, demokrasi, dan jaminan keutuhan integritas wilayah Negara.

(13)

Kelahiran DPD RI telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional sampai melahirkan solusi pembangunan di daerah yang konkrit. Untuk memenuhi harapan daerah yang besar tersebut, menurut Christian (2008: 34), bahwa DPD RI menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yaitu, fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Fungsi legislasi yaitu, mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR dan ikut membahas RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Menurut Nugroho (2005: 29), bahwa permasalahan mendasar di daerah adalah keterbatasan infrastruktur fisik dan non fisik di daerah yang memiliki dampak luas terhadap pembangunan daerah mulai dari pengembangan ekonomi lokal, pelayanan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia (SDM), investasi, dan masalah lainnya. Spirit pembangunan daerah yang berkelanjutan harus menjadi agenda utama seorang anggota DPD untuk terus diperjuangkan sampai di pusat.

Sangat disayangkan kalau potensi daerah yang beraneka ragam dengan ciri khasnya masing-masing belum sama sekali tersentuh dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah.

Zoelva (2007: 4) menyatakan bahwa pembentukan DPD sebagai salah satu institusi negara yang baru, adalah dalam rangka memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah, termasuk mengakomodasi

(14)

pembangunan yang berorientasi pada berkepentingan masyarakat. Pembentukan ini diharapkan akan lebih memperkuat integrasi nasional serta semakin menguatnya perasaan kebersamaan sebagai sebuah bangsa yang terdiri dari daerah-daerah.

Namun, peran dan kedudukan DPD sebagai lembaga parlemen juga sangat terbatas.

Peran dan kewenangan DPD hanya sebatas pengusulan RUU yang terkait dengan otonomi daerah, pengawasan khusus untuk bidang otonomi daerah, serta turut serta dalam pembahasan RUU yang terkait dengan otonomi daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut ditunjang oleh visi dan misi DPD yaitu visi:

terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setara dan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan Misi DPD-RI., Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI disepakati sebagai berikut:

1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.

2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.

3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.

(15)

4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945

5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat. (www. Visi Misi DPD RI. di Akses Tanggal 19/02/2013:11).

Berdasarkan visi dan misi DPD RI. Menurut Suwarno (2009: 30) bahwa prioritas pembangunan daerah yang hendak dicapai mencakup lima bidang sasaran utama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia dan yang berdampak terhadap aspek pembangunan lainnya, yaitu: Pertama terbangunnya infrastruktur daerah yang memadai; kedua terwujudnya pembangunan perekonomian rakyat yang kuat; ketiga meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang terjangkau;

keempat terlaksananya pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi seluruh

masyarakat luas; kelima terhimpunnya investasi modal bagi pembangunan daerah.

Aspek penting dari sasaran prioritas di atas yang perlu mendapat perhatian secara khusus menurut Suwarno (2009: 37) adalah: pertama terbangunya infrastruktur jaringan air bersih bagi masyarakat; kedua tercapainya perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk ekonomi lemah/miskin di pemukiman kumuh dan daerah pinggiran; ketiga terkendalinya penyebaran penyakit HIV/AIDS serta menurunya angka kematian ibu dan balita; keempat mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang melalui penghijauan; kelima terbangunya tata kepemerintahan yang baik dan bersih dan keenam meningkatnya kualitas pelayanan publik oleh apartur pemerintah.

(16)

Secara umum tema pembangunan daerah pada tahun 2013 adalah:

“Penanggulangan kemiskinan melalui penguatan ekonomi masyarakat yang didukung oleh kualitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur wilayah serta pelayanan birokrasi yang optimal. Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar diarahkan pada (1) Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk penciptaan lapangan kerja; (2) penanggulangan kemiskinan; (3) peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik; (4) menjaga kualitas kesehatan;

(5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik;

(7) menjaga stabilitas ketahanan pangan; (8) menjaga kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; (9) pengelolaan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana (10) menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban (11) peningkatan kesetaraan gender dalam pembangunan.

Program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat membutuhkan penanganan dari berbagai pihak agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik. Untuk dapat mensukseskan program pembangunan selain dibutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan pemimpin yang bersedia tampil dalam setiap pembangunan.

Seorang pemimpin harus memiliki sikap pelopor, berani, memberikan contoh dan teladan yang baik serta rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat. Sehingga keberhasilan pembangunan pedesaan ditentukan oleh beberapa hal di antaranya adalah keterlibatan masyarakat dan kemampuan serta keterampilan pemimpinnya dan dukungan DPD dalam menggerakkan semangat pembangunan.

(17)

Dewan Perwakilan Daerah, selain memberi kontribusi kepada pembangunan daerah Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan serba- tanggung sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif.

Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul skripsi tentang “Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya dapat disusun sebagai berikut:

1. Bagaimana prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

2. Bagaimana peran anggota DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

3. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

(18)

2. Untuk mengetahui peran Anggota DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat Anggota DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna sebagai berikut:

1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya selama kuliah.

3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang pembangunan daerah dan sumber daya manusia.

(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pembangunan Daerah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22 C dan Pasal 22 D UUD 1945. Dalam pasal tersebut mengatur tentang eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Pasal 22 C menyebutkan bahwa: (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (2005: 92) dijelaskan bahwa kehadiran DPD tersebut, dalam sistem perwakilan Indonesia, DPR didukung dan diperkuat oleh DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga DPD merupakan upaya menampung prinsip perwakilan daerah.

Asshiddiqie (2005: 38) mengemukakan unsur anggota DPR didasarkan atas prosedur perwakilan politik (political representation), sedangkan anggota DPD yang merupakan cerminan dari prinsip regional representation dari tiap-tiap daerah provinsi. Dalam pandangan MPR, pengaturan keberadaan DPD dalam struktur

(20)

ketatanegaraan Indonesia menurut Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (2005: 93), antara lain dimaksudkan untuk:

1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;

2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah- daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;

3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.

Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang- undang”. Berdasarkan Pasal 22 C ayat (4) inilah, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang mengatur lebih jelas berkaitan dengan susunan dan kedudukan DPD.

Pasal 221 menegaskan bahwa “DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum”. Kemudian dalam Pasal 222 menegaskan bahwa “DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Hal ini apabila dikaitkan dengan Pasal 67 dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, maka DPD dan DPR memiliki kedudukan yang sama sebagai lembaga negara, sedangkan tingkat keterwakilan yang berbeda sebagai lembaga perwakilan, dimana DPD merupakan lembaga perwakilan daerah, sedangkan DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat. Kedudukan DPD sebagai lembaga negara berkaitan dengan makna kedudukan dari suatu lembaga negara.

(21)

Oleh Philipus M. Hadjon, (1992: X) yang dimaksudkan dengan kedudukan lembaga negara, pertama kedudukan diartikan sebagai posisi suatu lembaga negara dibandingkan dengan lembaga negara lain, dan aspek kedua dari pengertian kedudukan lembaga negara adalah posisi suatu lembaga Negara didasarkan pada fungsi utamanya. Untuk itu, analisis dalam penulisan ini menyangkut kedudukan DPD sebagai lembaga negara, yang dikaitkan dengan pengertian lembaga negara baik dari aspek posisi DPD yang dibandingkan dengan lembaga negara lainnya, terutama MPR. Selain itu pula, kedudukan DPD yang berkaitan dengan fungsi utama dari DPD.

Menurut Asshidiqie, (2006: 45) lembaga negara dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pertama, organ negara paling luas mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law-creating dan law-applying; kedua, organ negara dalam arti luas tetapi lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu mencakup individu yang menjalankan fungsi law-creating atau law-applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan; ketiga, organ negara dalam arti yang lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan; keempat, organ atau lembaga negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Negara Republik Indonesia, atau oleh peraturan yang lebih rendah; dan kelima, untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga negara yang berada di pusat yang pembentukannya ditentukan dan diatur oleh UUD 1945, atau disebut sebagai lembaga tinggi negara.

(22)

Menggunakan konsep-konsep di atas, maka DPD dalam kedudukannya merupakan lembaga negara yang pengaturan dan kewenangannya langsung diatur oleh UUD 1945. Untuk memahami kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah maka dapat dilihat dari hubungan konstitusional kedudukan DPD dengan MPR termasuk di dalamnya pula hubungan antara DPD dengan DPR.

Hubungan konstitusional antara kedudukan DPD dengan MPR dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

Hubungan antara DPD dan MPR berdasarkan Pasal 2 ayat (1) merupakan hubungan struktural dimana pengaturannya berkaitan dengan kedudukan anggota DPD sebagai anggota MPR. Pengaturan ini memiliki makna konstitusional bahwa DPD memiliki peran yang sama dengan DPR dalam melaksanakan wewenang MPR. Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 37 nampak adanya sinkronisasi antara DPD dan DPR dalam menjalankan wewenang MPR.

Gagasan pembentukan DPD pada hakikatnya untuk memperkuat integrasi bangsa. Alasan keberadaan DPD yang dimaksudkan untuk meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dalam konteks perumusan kebijakan nasional bagi kepentingan negara dan daerah-daerah sekaligus merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan pemberdayaan daerah dan masyarakat yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

Gagasan pembentukan DPD pun merupakan bagian dari reformasi struktur parlemen Indonesia. Menurut Asshiddiqie (2005: 186) bahwa semula, reformasi struktur parlemen Indonesia yang disarankan oleh banyak kalangan ahli hukum dan politik supaya dikembangkan kewenangan yang sama kuat dan saling mengimbangi

(23)

satu sama lain. Untuk itu masing-masing kamar diusulkan, dilengkapi dengan hak veto. Usulan semacam ini berkaitan erat dengan sifat kebijakan otonomi daerah yang cenderung luas dan hampir mendekati pengertian sistem federal.

Namun demikian, Perubahan Ketiga UUD 1945 hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 justru dewan perwakilan tersebut tidak dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat, yang lebih kuat tetap DPR, sedangkan kewenangan DPD hanya bersifat tambahan dan terbatas pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Kedudukan DPD sebagaimana telah dikemukakan di atas, pada hakikatnya tidak sesuai dengan gagasan pembentukan DPD dalam proses reformasi struktur parlemen Indonesia. DPD sebagai lembaga negara tidak memiliki wewenang mandiri berkaitan dengan pengambilan keputusan hukum dalam menjalankan fungsi legislasi.

Pengaturan dalam Pasal 2 ayat (1) ini tidak memberikan ketegasan terhadap pemberlakuan sistem perwakilan dua kamar, dimana MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Berbicara mengenai kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan, hal ini tidak mungkin dilepaskan dari konsepsi demokrasi. Dalam konsepsi demokrasi terkandung asas dasar, yakni kedaulatan rakyat menentukan jalannya pemerintahan.

Perwujudan asas ini dalam kehidupan pemerintahan sehari-hari tergambar dari keikutsertaan rakyat memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintahan. DPD selaku lembaga perwakilan daerah yang memiliki karakter keterwakilan berdasarkan daerah-daerah pada hakikatnya memiliki karakter keterwakilan yang lebih luas dari DPR, karena dimensi keterwakilannya berdasarkan seluruh rakyat yang terdapat pada

(24)

daerah-daerah tersebut. Untuk itu, pengaturan kedudukan DPD yang merupakan lembaga perwakilan daerah dan berkedudukan sebagai lembaga negara, sebagai perwujudan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, hendaknya merupakan dasar perumusan kedudukan DPD.

B. Kewenangan Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pembangunan Daerah

Dasar normatif pengaturan kewenangan konstitusional DPD diatur dalam Pasal 22 D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945. Adapun Pasal 22 D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) menyebutkan bahwa:

1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaa sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya

(25)

alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dasar pengaturan kewenangan konstitusional DPD di atas, DPD memiliki 3 (tiga) fungsi, fungsi legislasi, pertimbangan, dan pengawasan. Ketiga fungsi DPD ini bersifat terbatas, karena pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut terbatas pada bidang- bidang tertentu saja yang menjadi kewenangan DPD. Pengaturan fungsi DPD ini pun dijabarkan dalam Pasal 223 ayat (1) Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009, yang mengatur bahwa DPD mempunyai fungsi:

1. Pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

2. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; dan

(26)

4. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,pendidikan, dan agama.

Selanjutnya pengaturan wewenang DPD diatur secara beriringan dengan tugas DPD yang diatur dalam Pasal 224 sampai dengan Pasal 226, adalah merupakan bagian dari fungsi DPD. Sebagai kelanjutan dari ketiga fungsi tersebut di atas, DPD memiliki tugas dan wewenang secara umum sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009, Pasal 224 ayat (1) yang menegaskan sebagai berikut:

1. Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

2. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

3. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

4. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

(27)

5. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;

6. Menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak,pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti;

7. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan Negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN;

8. Memberikan memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan

9. Ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

10. Kemudian dilanjutkan pada ayat (2)-nya yang menegaskan: Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur masyarakat di daerah pemilihannya.

(28)

Berdasarkan fungsi DPD sebagaimana diuraikan di atas, DPD memiliki kewenangan konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan pengaturan lebih lanjut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Sebagai lembaga negara, DPD memiliki kedudukan yang sangat penting berkaitan dengan fungsinya. DPD yang dapat melaksanakan fungsinya merupakan eksistensi DPD sebagai lembaga negara, karena dari fungsi tersebut, menggambarkan adanya suatu lembaga negara tertentu.

Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi DPD, menurut Rahman (2006: 33) yaitu wewenang mandiri atau fungsi sepenuhnya dan atau fungsi yang menentukan dari lembaga perwakilan (DPD), baik dari segi perencanaan, penyusunan, pembahasan, sampai pengambilan keputusan. Hal ini dengan sendirinya berkaitan pula dengan kewenangan DPD dalam menjalankan fungsi legislasi, fungsi pertimbangan, dan fungsi pengawasan. Untuk itu, pengkajian terhadap zelfstandigheid DPD ini berkaitan dengan fungsi legislasi termasuk di dalamnya

fungsi pertimbangan dan fungsi pengawasan.

Fungsi legislasi DPD berdasarkan Pasal 223 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 apabila dibandingkan dengan pengaturan secara substansi norma yang sama sebagaimana dirumuskan Pasal 41 huruf (a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 hanya berkaitan dengan bidang legislasi tertentu. Dalam Penjelasan Pasal 41 huruf (a) menyatakan bahwa: “Yang dimaksud bidang legislasi tertentu dalam hal fungsi pengajuan usul dan ikut membahas rancangan undang-undangan adalah menyangkut rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta

(29)

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan dalam hal fungsi pemberian pertimbangan atas rancangan undang-undang adalah menyangkut anggaran pendapatan dan belanja negara, dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama”.

Memperhatikan pengaturan sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 terdapat fungsi legislasi, fungsi pertimbangan, dan fungsi pengawasan. Menurut Rahman (2006: 34) bahwa fungsi legislasi DPD berkaitan dengan 3 (tiga) bidang tugas, yaitu: 1) mengajukan usul rancangan undang-undang;

2) ikut membahas rancangan undang-undang; dan 3) memberi pertimbangan atas rancangan undang-undang. Fungsi pengawasan berkaitan dengan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, sedangkan terhadap fungsi anggaran berkaitan dengan pemberian pertimbangan terhadap rancangan APBN, rancangan undang-undang yang berakaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Pengaturan sebagaimana diuraikan di atas menunjukan bahwa ruang lingkup bidang tugas pertama dan kedua mencakup rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan ruang lingkup bidang tugas ketiga adalah terbatas pada memberikan pertimbangan atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Semua bidang tugas DPD tersebut di atas diajukan kepada DPR sebagai pengambil keputusan terakhir.

(30)

Menurut Sumintarsih, (2010: 29) bahwa ruang lingkup fungsi pengawasan DPD dilakukan terhadap menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dengan demikian hasil pengawasan yang dilakukan oleh DPD diteruskan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan akhir.

Di samping itu pula, DPD hanya dapat mengajukan rancangan undang- undang pada bidang-bidang tertentu yang berkaitan dengan daerah kepada DPR. Di samping itu pula, DPD pun tidak memiliki kewenangan pembentukan undang- undang, tetapi hanya sebagai perancang undang-undang. Bidang tugas DPD dalam fungsi legislasi yaitu ikut membahas rancangan undang-undang merupakan kewenangan konstitusional berdasarkan Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945. Pengaturan kewenangan konstitusional tersebut berkaitan dengan ayat (1) yang merupakan kewenangan DPD untuk mengajukan usul rancangan undang-undang pada bidang- bidang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dasar konstitusional kewenangan DPD ini dalam penjabarannya melalui Pasal 223 ayat (1) dan Pasal 224 ayat (1) Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tidak sesuai dengan norma pengaturan dalam UUD 1945 dan terjadi tumpang tindih kewenangan.

(31)

Rumusan Pasal 223 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 menyebutkan bahwa: “DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah”. Rumusan Pasal 224 ayat (1) huruf a, b dan c menyebutkan bahwa:

1. Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

2. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

3. Ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Dari rumusan Pasal 223 ayat (1) huruf b di atas jo Pasal 224 ayat (1) huruf b dan c di atas, makna “ikut membahas” diartikan membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang bersumber (diajukan) sendiri oleh DPD DPR, dan Presiden. Sedangkan rancangan undang-undang yang bersumber dari DPR dan Presiden, seperti RAPBN, Pajak, Pendidikan, dan Agama dan DPD dalam hal ini diikutkan dalam memberi pertimbangan (Pasal 22 D ayat (2) UUD NRI 1945).

(32)

C. Esensi Kewenangan Otonomi Daerah

Kewenangan daerah otonom secara jelas disebutkan dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam Pasal 7 Ayat (1) yaitu: “Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain”. Pada Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 diatur pada Pasal 10.

1. Kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.

2. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

Dalam Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 hal tersebut secara rinci telah disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk daerah kabupaten/kota meliputi 16 kewenangan dan pada Ayat (2) urusan pemerintahan ada juga bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Menurut Koesoemahatmadja, (1997: 23) istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari atas penggalang dua kata yakni : autos dan nomos, autos bararti sendiri, nomos berarti Undang-undang. Jadi Otonomi berarti membuat

(33)

Undang-undang sendiri. Dalam perkembangannya konsep Otonomi Daerah, selain mengandung arti membuat Peraturan Daerah juga utamanya mencakup pemerintahan sendiri.

Pengertian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa otonomi daerah mempunyai kewenangan untuk merumuskan pokok-pokok hukum berupa peraturan daerah, khususnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Menurur Syamsul Bachri, (1999: 31) bahwa pemberian otonomi bukan hanya sekedar persoalan penambahan jumlah urusan atau persoalan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, akan tetapi yang penting adalah : (1) Adanya otoritas (authority) yang secara esensial menimbulkan hak untuk mengatur dan mengurus otonomi daerah, (2) Tak ada lagi problem birokrasi klasik dan pemerintahan sentralistik.

Rumusan daerah otonom dan otonomi daerah kita dapat menemukan dalam berbagai referensi di bidang pemerintahan, namun pengertian atau definisi yang akan dikemukakan dalam pembahasan ini, adalah menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1974, pada Pasal 1 Huruf e daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(34)

Pengertian sebagaimana dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa suatu wilayah tertentu sebagai daerah otonom memiliki kriteria atau syarat tertentu yang tidak selalu dapat dipahami oleh wilayah lainnya, misalnya dengan adanya status kesatuan masyarakat hukum, batas wilayah tertentu dan sebagainya.

Menurut Syaukani HR, (2001: 10) pada bahwa kebijkan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan revormasi dan demokratisasi hubungan pusat dan daerah serta upaya pemberdayaan daerah.

Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan. Otonomi daerah sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat, daerah dan daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan, kebutuhan dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi dan kepentingan daerah mendapat perhatian dalam setiap pengambilan kebijakan oleh pusat, sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah merupakan suatu proses pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola kepentingan dan aspirasi masyarakat sendiri.

Pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar inilah Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk mengatur dan melaksanakan

(35)

kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya. Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan pemerintah daerah dan kewenangan pemerintah propinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah Propinsi hanya diberi kewenangan sebatas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Kewenangan pemerintah daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan.

Kewenangan otonomi luas adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah”.

Otonomi nyata adalah “Keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah”. Sedangkan otonomi yang bertanggungjawab adalah “berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

(36)

Dasar pemikiran Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tersebut di atas, menunjukkan bahwa prinsip pemberian otonomi dalam pelaksanaan pemerintahan daerah meliputi beberapa hal yaitu:

1. Mengutamakan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanegaragaman daerah.

2. Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung-jawab.

3. Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah kabupaten/kota, sedangkan daerah propinsi menunjukkan otonomi yang terbatas.

4. Otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom oleh sebab itu daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administratif.

6. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah.

7. Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

8. Tugas pembantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah maupun dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan dengan melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

(37)

Memperhatikan prinsip otonomi yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, maka tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, maupun antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk mengantar masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik melalaui kegiatan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayananan kepada masyarakat yang semakin dekat.

Penyelenggaraan urusan pemerintah dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antara susunan pemerintahan, sehingga ada keterkaitan, ketergantungan dan sinergis sebagai satu system pemerintahan oleh sebab itu urusan pemerintahan ada yang wajib dan ada pilihan yang nantinya dalam pelaksanaannya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara Propinsi dan Kabupaten/Kota yang merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut Bagir Manan, (1995: 208) mengatakan bahwa:

“Desentralisasi khususnya otonomi dimanapun tidak dapat dipisahkan dari masalah

(38)

keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri menyiratkan makna membelanjai diri sendiri. Membelanjai diri sendiri atau pendapatan sendiri menunjukkan bahwa daerah (harus) mempunyai sumber pendapatan sendiri”.

Hal senada dikemukakan juga oleh Andi Mallarangeng dkk., (2001: 132) bahwa:” Tidak ada masalah yang lebih besar dalam pemerintahan lokal selain kelangkaan sumber daya keuangan. Keuangan inilah yang sering menjadi pengahalang mengimplementasikan beberapa program pembangunan penting.

Dengan demikian peningkatan aministrasi pemerintahan dalam pembangunan ditingkat lokal tidak akan ada artinya tanpa adanya peningkatan keuangan daerah”.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pemerintahan daerah tidak terlepas dari masalah keuangan daerah, sehingga pemerintah daerah harus memacu upaya menggali sumber-sumber pendapatan karena seluruh kegiatan pemerintah daerah harus dibiayai oleh pemerintah daerah sendiri sesuai dengan kewenangan yang telah diserahkan. Oleh karena itu untuk memungut pendapatan yang legal harus dibuat instrumen hukumnya yaitu Peraturan Daerah yang pada penetapannya harus mendapat persetujuan secara konstitusioanl dari lembaga legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan.

Penyelenggaraan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan serta pemberian pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang semakin meningkat dan kompleks, yang membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu pemerintah daerah senantiasa melakukan upaya-upaya untuk menggali dan meningkatkan penerimaan

(39)

secara kontinyu dan berkelanjutan agar konstribusinya semakin dominan dalam pembiayaan pemerintah daerah.

Peraturan daerah sebagai bagian dari hukum tertulis mempunyai fungsi antara lain sebagai alat pengendali sosial, sebagai sarana rekayasa masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, sebagai simbol pemerintahan yang demokratis, karena dibuat bersama antara eksekutif dan legislatif. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah untuk mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pendapatan asli daerah adalah usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana atau bantuan dari pemerinntah pusat. Di dalam masyarakat terdapat berbagai kepentingan dan diantara kepentingan tersebut ada yang saling bertentangan, agar tidak menjadi konflik maka hukum harus mencegahnya.

D. Kerangka Pikir

Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut berangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkan ketimpangan dan rasa ketidakadilan.

Menurut pasal 22 D UUD 1945 hasil amandemen ke tiga, fungsi dan kedudukan DPD di antaranya mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pemekaran daerah dan masalah yang berkaitan dengan sumber alam daerah. Selanjutnya juga dinormakan bahwa DPD memiliki

(40)

peran untuk membahas bersama-sama DPR rancangan undang-undang. Peluang- peluang konstitusional tersebut merupakan peran strategis yang dapat dilakukan DPD dalam proses politik nasional yang mengembang amanat suara pemilih. Fungsi dan kedudukan DPD yang dianggap telah mengeliminasi peran strategis dalam membangun daerah, DPD sebagai mitra politik sejajar dengan DPR.

Skema Kerangka Pikir

E. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini yaitu:

1. Kontribusi Anggota DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat yaitu mengakomodasi aspirasi daerah dan memperjuangkan aspirasi rakyat.

Kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

Faktor-faktor Pendukung - Adanya Otonomi Daerah - Sumber Daya Alam di Daerah - Dukungan Pemerintah Setempat

dan Dukungan Masyarakat -

Faktor-faktor Penghambat - Kurang Sosialisasi

- Kurang Komunikasi - Kurang Pertemuan - Tupoksi DPD

- Mengakomodasi aspirasi daerah

- Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah

-

Efektivitas Peranan Anggota DPD dalam Pembangunan Daerah

(41)

2. Peran Anggota DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar telah mengakomodasi kepentingan masyarakat.

3. Faktor-faktor yang mendukung adalah adanya otonomi daerah, sumber daya alam di daerah dan dukungan pemerintah setempat dan dukungan masyarakat.

Sedangkan faktor yang menghambat dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat adalah kurang sosialisasi, kurang komunikasi dan kurang pertemuan.

(42)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan atau disesuaikan dengan surat izin penelitian. Sedangkan lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Takalar. Dipilihnya Kabupaten Takalar sebagai lokasi penelitian ini dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa di Kabupaten Takalar telah melaksanakan otonomi daerah dan implementasi pembangunan daerah berorientasi dan memperhatikan kepentingan masyarakat.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat informan,apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya. Penelitian ini memberikan gambaran sistematik, cermat dan akurat. Penelitian ini menitikberatkan pada proses pengumpulan data supaya dapat menggambarkan keadaan obyek penelitian apa adanya berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.

Tipe penelitian ini adalah penelitian studi kasus yang merupakan penelitian terinci tentang keseluruhan personalitas khususnya yang berkaitan dengan Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat Daerah Kabupaten Takalar.

C. Informan Penelitian

Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka peneliti tidak menggunakan populasi dan sampel penelitian sebagai sasaran, akan tetapi digunakan istilah informan penelitian. Dengan demikian, yang menjadi informan penelitian

(43)

adalah bagaimana peran Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar. Karena itu, maka dalam teknik pengambilan data digunakan informan, adapun informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tebel berikut:

Tabel 3. 1 Informan penelitian

No Informan Penelitian Informan Kunci 1

2 3 4 5

Anggota Dewan Perwakilan Daerah Anggota DPRD Kabupaten Takalar Kepala Daerah Kabupaten Takalar Camat

Tokoh Masyarakat

1 Orang 4 Orang 1 Orang 1 Orang 1 Orang

Berdasarkan tabel di atas, yang menjadi informan penelitian adalah salah seorang Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yaitu Bahar Ngitung, penulis membatasi satu orang Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) karena keterbatasan waktu, dan dana, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Camat dan Kepala Daerah Kabupaten Takalar.

D. Sumber Data

Sumber perolehan data atau dari mana data tersebut berasal secara umum dalam penelitian dikenal ada dua jenis data, yaitu data primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Kedua jenis data ini selalu dipakai oleh para peneliti dalam usaha membuat solusi atau menemukan jawaban terhadap pokok persoalan yang diteliti, baik digunakan secara bersama-sama maupun secara terpisah.

1. Data primer yang diperoleh dan digali dari sumber utamanya yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan secara langsung dari informan.

2. Data sekunder yang diperoleh dan digali melalui hasil pengolahan pihak kedua dari hasil penelitian lapangan. Data sekunder diperoleh referensi, baik berupa

(44)

majalah, jurnal, artikel dan berbagai hasil penelitian yang relevan. Data sekunder merupakan data yang mendukung data primer, yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti. Sumber ini merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala yang diteliti yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis.

2. Interviu (wawancara)

Wawancara untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi.

Tujuan wawancara untuk memperoleh keterangan secara langsung dari informan.

Oleh sebab itu, perlu diketahui terlebih dahulu sasaran, maksud dan masalah yang dibutuhkan oleh peneliti.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah mencari data dalam penelitian dengan cara mencatat buku-buku, arsip atau dokumen, daftar tabel dan hal-hal yang terkait dengan penelitian ini.

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelusuran melalui observasi, wawancara dan dokumentasi akan diolah dan disajikan dengan sistematis sejalan dengan pertanyaan

(45)

penelitian yang selanjutnya akan dilakukan analisis secara kualitatif berupa kalimat- kalimat yang menggambarkan kondisi nyata dari subyek peneitian sehingga realita di lapangan dapat tergambar dalam pelukisan tersebut. Untuk menguji kredibilitas data, dilakukan reduksi data, verifikasi data, dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data yaitu data yang sudah dikumpulkan kemudian dirangkum, memilih hal-hal yang diperlukan dan hal-hal yang tidak diperlukan. Reduksi data dalam penelitian ini adalah proses pemilihan, pemutusan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakkan data dan transformasi data kasar yang diperoleh.

Verifikasi data yaitu pengambilan kesimpulan terhadap data yang sudah disajikan. Adapun dalam penarikan kesimpulan, penulis membuat kesimpulan yang sifatnya longgar dan terbuka, baik dari hasil dokumentasi, observasi, dan wawancara.

Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan tekhnik analisis induktif, yaitu data yang diperoleh atau ditemukan di lapangan dianalisis kemudian menarik suatu kesimpulan.

G. Keabsahan Data

Agar data penelitian ini terjamin keabsahannya peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Uji trianggulasi dimaksudkan untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu secara berulang-ulang.

2. Mengadakan observasi secara tekun

3. Mengadakan pengecekan untuk membuktikan data yang telah ditemukan peneliti.

(46)

35 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar 1. Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar

Prioritas pembangunan Kabupaten Takalar untuk tahun 2013 merupakan tindak lanjut atau dalam rangka mendukung program pembangunan daerah.

Sebagaimana diatur dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa perencanaan pembangunan nasional merupakan satu kesatuan. Oleh karenanya perencanaan pembangunan di daerah juga mengacu dan berpedoman pada perencanaan pembangunan pemerintah di tingkat atasnya.

Prioritas pembangunan nasional yang harus disinergikan dengan prioritas pembangunan daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Takalar sebagai berikut:

Pertama, Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; Kedua, Pendidikan; Ketiga, Kesehatan; Keempat, Penanggulangan Kemiskinan; Kelima, Ketahanan Pangan; Keenam, Infrastruktur; Ketujuh, Iklim Investasi dan Usaha;

Kedelapan, Energi; Kesembilan, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; Kesepuluh, Kebudayaan, Ekonomi Kreativitas, dan Inovasi Teknologi; Kesebelas, tiga bidang lainnya yaitu (1) bidang Politik, Hukum dan Keamanan, (2) bidang Perekonomian, dan (3) bidang Kesejahteraan Rakyat. (H. Abd. Muis Sarro. Anggota DPRD Kabupaten Takalar, wawancara di Takalar, tanggal 20 Agustus 2013).

Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar tahun 2013 selain memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, juga dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2012 masalah dan tantangan pembangunan Daerah Kabupaten Takalar,

(47)

rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan dan hasil musrenbang RKPD tahun anggaran 2013.

Prioritas pembangunan Kabupaten Takalar tahun 2013 sebagaimana yang dikemukakan oleh salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Takalar sebagai berikut:

Pertama penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat; kedua peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan; ketiga peningkatan aksesibilitas dan kualitas kesehatan; keempat peningkatan kualitas sumberdaya aparatur; kelima peningkatan ketahanan pangan; keenam pembangunan perkotaan (kota berkelanjutan/kota yang bersih dan hijau);

ketujuh pengembangan infrastruktur wilayah. (M. Darwis Anggota DPRD Kabupaten Takalar, wawancara di Takalar, tanggal 23 Agustus 2013).

Adapun sasaran yang ingin dicapai untuk masin-masing prioritas pembangunan Daerah Kabupaten Takalar dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1.

Prioritas Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar Tahun 2013 Prioritas

Pembangunan

Sasaran 1. Penanggulangan

Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat

1. Meningkatnya kapasitas sumberdaya masyarakat 2. Meningkatnya rumah layak huni dan sanitasi

lingkungan

3. Meningkatnya cakupan layanan jaringan listrik di daerah terpencil

4. Meningkatnya cakupan layanan air bersih (minum) 5. Penciptaan dan perluasan lapangan kerja

6. Meningkatnya infrastruktur (Jalan dan jembatan) Perdesaan

7. Peningkatan dan pengadaan sarana transportasi penumpang dan barang di perdesaan

8. Meningkatnya penerapan teknologi tepat guna 9. Meningkatnya pelestarian budaya dan

pengembangan pariwisata

10. Membaiknya iklim investasi dan usaha

(48)

2. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan

1. Menurunnya angka buta huruf usia 15 - 45 tahun 2. Menurunnya angka putus sekolah usia 7 - 12 tahun

dan 13 -15 tahun (Wajar 9 tahun)

3. Meningkatnya layanan pendidikan anak usia dini 4. Meningkatnya sarana dan prasarana pendidikan 5. Meningkatnya mutu tenaga pendidik dan

kependidikan, serta pemerataan penempatan tenaga pendidik.

6. Meningkatnya mutu siswa 3. Peningkatan

Aksesibilitas dan Kualitas Kesehatan

1. Menurunnya prevalensi kekurangan gizi pada balita 2. Menurunnya angka kematian bayi, balita dan anak 3. Menurunnya angka kematian ibu dan meningkatnya

kesehatan ibu

4. Peningkatan dan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (DBD, malaria, TBC, dan Filariasis)

5. Meningkatnya angka partisipasi KB pasangan usia subur

6. Meningkatnya sarana dan prasarana kesehatan (meliputi pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan kefarmasian)

7. Pemerataan distribusi tenaga kesehatan (medis dan paramedis)

8. Meningkatnya Mutu Layanan Kesehatan 4. Peningkatan Kualitas

Sumberdaya Aparatur

1. Meningkatnya kapasitas/kemampuan aparatur pemerintah daerah (melalui pelatihan/diklat tehnis dan fungsional)

2. Meningkatnya kinerja aparatur pemerintah daerah (melalui Evaluasi kinerja SKPD, Evaluasi

kelembagaan, Penegakan disiplin aparatur, Analisis jabatan, Peningkatan kesejahteraan bagi aparatur)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan melakukan karakterisasi aktivitas bakteri denitrifikasi yang berasal dari kolam ikan air tawar di Provinsi Riau dan Jambi dalam mereduksi

Sebaliknya, hubungan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah bisa saja berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri dan menggunakan mata uang asing

Karena garis tegak lurus ditarik dari tepi atas dan tepi bawah setiap interval, maka diperoleh gambar persegi panjang-persegi panjang yang saling berimpit pada salah satu

Untuk dapat menciptakan program acara yang berkualitas dan dapat diterima oleh pemirsa, sebuah stasiun televisi harus mampu membaca tren, isu dan polemik yang

*) Semua dokumen adalah softcopy dari dokumen asli atau fotocopy legalisir (discan dalam bentuk JPEG maksimal ukuran 1000 kb/1 MB) yang diunggah di akun

Berdasarkan uji t yang telah dilakukan, maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Nilai Ekspor Intra-ASEAN (X 1 ) terhadap

Setiap santri telah memiliki tingkat keterampilan membaca teks bahasa Arab klasik yang cukup baik, dilihat dari sistem pembelajaran yang focus pada kajian kitab

Langkah awal dalam menerapkan Activity Based Costing System ( ABC system ) adalah dengan mengidentifikasi berbagai macam biaya yang terjadi pada Perusahaan Rokok