• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

1. Untuk lebih meningkatkan efektifitas program pembangunan daerah, dalam perencanaan harus dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Rakyat akan berpartisipasi bila suatu program mempunyai daya tarik dan merasa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Daya tarik masyarakat akan timbul dan mereka akan merasa memiliki bila mereka ikut terlibat dalam menentukan proyek yang diperlukan. Oleh karena itu masyarakat harus terlibat dalam pemilihan proyek. Pada pertemuan harus diusahakan hadir tokoh-tokoh masyarakat (tokoh agama, adat, politik, pengusaha, pendidik maupun lainnya). Dengan menggunakan teknik

“sumbang saran” (brain storming).

2. Ketergantungan pembangunan daerah pada bantuan pemerintah tingkat atas, perlu diusahakan dikurangi secara bertahap. Untuk itu prioritas pembangunan di daerah perlu diberikan pada pembangunan prasarana dan sarana desa yang hasilnya dapat merupakan sumber dana untuk membiayai kegiatan pembangunan yang tidak tercakup dalam program yang mendapat bantuan pemerintah.

3. Pelaksanaan fungsi lembaga-lembaga perlu lebih ditingkatkan. Peran-serta masyarakat dalam pembangunan daerah hendaklah tidak diartikan hanya bentuk swadaya gotong-royong dalam pelaksanaan melainkan peran-serta dalam semua tahap pembangunan daerah. Dalam hal program pembangunan desa, berarti kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat, dan antara pimpinan pemerintahan dengan aparataparat pemerintahan yang membantunya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. Kadir. 2003. Dasar-dasar Metode Penelitian Kuantitatif. Makassar: CV.

Indobis Media Centre, 2003.

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jilid II. Yogyakarta:

UII Press.

, 2005. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945. FH UII Press, Cet. Kedua, Yogyakarta.

, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press, Jakarta, 2005.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta.

A.Mallarangeng ,dkk. 2001. Otonomi Daerah Prospektif, Teoritis dan Praktis.

BIGRAF, Publishing, Yogyakarta.

Bachri, Syamsul. 1999. Otonomi Daerah dalam Prospektif Struktur dan Fungsi Struktur dan Fungsi Birokrasi Daerah. Makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Otoda Dalam Prospektif Indonesia Baru, Makassar.

Christian, David. 2008. Kedudukan DPD dalam Pembangunan Ketatanegaraan. PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Hadjon, Philipus M. 1992. Lembaga Tertinggi dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Suatu Analisa Hukum dan Kenegaraan. PT Bina Ilmu, Surabaya.

Koesoemahatmadja. 1997. Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar dan Lokakarya, Makassar.

Nugroho, Kris. 2005. Pembangunan Daerah, Desa dan Kota. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Manan, Bagir. 1995. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut Undang-undang Dasar 1945. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdkarya, Bandung.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rahman, Abd. 2006. Kedudukan Dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dalam Sistem Perwakilan Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

70

Sugiono. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Cet. X;

Alfabeta, Bandung.

Sumintarsih. 2010. Problematika Dewan Perwakilan Daerah: Antara Fungsi Konstitusional dan Realitas Politik. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Suwarno, Yogi. 2009. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Cet. III; Alfabeta, Bandung.

Teguh, Muhammad. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi. Ed.

1-3; PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.

PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2005.

Zoelva, Hamdan. 2007. Paradigma Baru Ketatangeraan Pasca Perubahan UUD 1945. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.

PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Syaukani HR. 2001. Seminar Otonomi Daerah Starategi Pemberdayaan Daya Saing Daerah. Jurnal Otda, Nomor 3.

Perundang-Undangan

UU RI. No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan DPD

PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGAKOMODASI

KEPENTINGAN MASYARAKAT UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR

Oleh

NASRUN

Nomor Stambuk : 105 64521 09

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional sampai melahirkan solusi pembangunan di daerah yang konkrit

Secara umum tema pembangunan daerah pada tahun 2013 adalah: “Penanggulangan kemiskinan melalui penguatan

ekonomi masyarakat yang didukung oleh kualitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur wilayah serta pelayanan birokrasi yang optimal. Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar diarahkan pada (1) Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk penciptaan lapangan kerja; (2)

penanggulangan kemiskinan; (3) peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik; (4) menjaga kualitas kesehatan; (5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik; (7) menjaga

stabilitas ketahanan pangan; (8) menjaga kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; (9) pengelolaan bencana dan

percepatan pemulihan pasca bencana (10) menjaga stabilitas

keamanan dan ketertiban (11) peningkatan kesetaraan gender

dalam pembangunan.

kepentingan masyarakat membutuhkan penanganan dari berbagai pihak agar program tersebut dapat

terlaksana dengan baik. Untuk dapat mensukseskan program pembangunan selain dibutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan

pemimpin yang bersedia tampil dalam setiap

pembangunan. Seorang pemimpin harus memiliki sikap pelopor, berani, memberikan contoh dan teladan yang baik serta rela mengorbankan

kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat.

Sehingga keberhasilan pembangunan pedesaan ditentukan oleh beberapa hal di antaranya adalah keterlibatan masyarakat dan kemampuan serta

keterampilan pemimpinnya dan dukungan DPD dalam

menggerakkan semangat pembangunan.

Kabupaten Takalar?

Bagaimana kontribusi DPD dalam mengakomodasi

kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat

DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat

untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

Daerah Kabupaten Takalar

Untuk mengetahui kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah

Kabupaten Takalar.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan

masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk

pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya selama kuliah.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang

pembangunan daerah dan sumber daya manusia.

konstitusional dalam Pasal 22 C dan Pasal 22 D UUD 1945. Dalam pasal tersebut mengatur tentang

eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Pasal 22 C menyebutkan bahwa: (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya

sekali dalam setahun. (4) Susunan dan kedudukan

Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan

undang-undang.

Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaa sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan

pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas

pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,

pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu

kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk

ditindaklanjuti.

dan keanegaragaman daerah.

Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung-jawab.

Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah

kabupaten/kota, sedangkan daerah propinsi menunjukkan otonomi yang terbatas.

Otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom oleh sebab itu daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administratif.

Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah.

Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan

kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Tugas pembantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah maupun dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan dengan melaporkan pelaksanaan dan

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Waktu dan Lokasi Penelitian

•penelitian dilaksanakan selama dua bulan atau disesuaikan

dengan surat izin penelitian.

Sedangkan lokasi penelitian

skripsi ini dilaksanakan di

Kabupaten Takalar

• Jenis penelitian ini adalah kualitatif yang

diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat informan, apa adanya sesuai dengan

pertanyaan penelitiannya, direduksi dan

disimpulkan (diberi makna oleh peneliti) dan dikonsultasikan kembali kepada informan dan teman sejawat. Penelitian ini memberikan

gambaran sistematik, cermat dan akurat

•Peran Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk

pembangunan Daerah Kabupaten Takalar. Karena itu, maka dalam teknik pengambilan data digunakan

informan, adapun informan dalam penelitian ini adalah

•Anggota Dewan Perwakilan Daerah 1 Orang

•Anggota DPRD Kabupaten Takalar 4 Orang

•Kepala Daerah Kabupaten Takalar 1 Orang

•Camat 1 Orang

Sumber Data

• Data primer; yaitu diperoleh dari hasil penelitian lapangan secara langsung

•Data sekunder; yaitu diperoleh dari referensi dari berbagai hasil

penelitian yang relevan

• Observasi; dengan cara mengadakan

pengamatan secara langsung pada objek penelitian

• Wawancara; dengan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada

informan

• Dokumentasi mencatat dokumen yang

relevan dengan penelitian

• Reduksi data: adalah proses pemilihan,

pemutusan perhatian untuk menyederhanakan, mengabstrakkan data dan transformasi data kasar yang diperoleh

• Verifikasi data yaitu pengambilan kesimpulan terhadap data yang sudah disajikan, baik dari hasil dokumentasi, observasi, maupun

wawancara

Keabsahan Data

• Uji trianggulasi dimaksudkan untuk mengecek data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu secara berulang-ulang.

• Mengadakan observasi secara tekun

• Mengadakan pengecekan untuk membuktikan

data yang telah ditemukan peneliti.

Tahap dan Jadwal Penelitian

•Tahap perencanaan

•Tahap Tindakan

•Tahap Pengamatan dan

•Tahap Penyelesaian

1. Prioritas dan sasaran pembangunan Daerah Kabupaten Takalar mengacu kepada visi

pemerintahan daerah melalui pelaksanaan misi yang telah ditetapkan. Dalam prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar tahun 2013 memperhatikan prioritas

pembangunan nasional dan prioritas

pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, juga dirumuskan berdasarkan hasil evaluasi

pencapaian kinerja tahun 2012 Daerah

Kabupaten Takalar.

2. Kontribusi DPD dalam mengakomodasi

kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar dilihat dari fungsi dan peran DPD RI yang memiliki hak untuk mengajukan RUU kepada DPR RI dan

legitimasi konstitusional DPD RI sebagai

lembaga politik yang mewakali kepentingan

daerah untuk mengakomodasi kepentingan

masyarakat.

mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar yaitu diberikannya kewenangan pengawasan atas

penggabungan daerah. Sedangkan yang

menghambat DPD RI dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan

Daerah Kabupaten Takalar yaitu keberadaan DPD RI kedudukannya hanya bersifat penunjang

terhadap fungsi DPR RI di bidang legislasi, atau

disebut sebagai co-legislator .

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) yang lahir pada saat proses amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan. Kelahiran DPD tentu saja semakin mewarnai ide dan gagasan ketatangeraan Indonesia yang memang semakin bergema sejak era reformasi dimulai. Menurut Asshiddiqie (2006: 160) bahwa reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 telah menyebabkan banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktek ketatanegaraan. Setiap gagasan akan perubahan tersebut sudah dituangkan dalam amandemen pertama sampai keempat dari UUD 1945. Apabila dilihat ke belakang, setidaknya ada empat gagasan fundamental berkaitan dengan proses amandemen di atas, yaitu: Pertama, anutan prinsip pemisahan kekuasaan dengan segala implikasinya sebagai ganti dari prinsip pembagian kekuasaan; kedua, diterapkannya kebijakan nasional yang menyangkut penyelenggaraan otonomi daerah yang seluasluasnya; ketiga, gagasan pemilihan Presiden secara langsung; keempat, gagasan pembentukan DPD yang akan melengkapi keberadaan DPR selama ini”.

Kelahiran DPD sangat didasari oleh keinginan semua pihak termasuk pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki hubungan kerja dan penyaluran kepentingan antara kedua level pemerintahan tersebut. Dalam hal ini, DPD juga diharapkan hadir sebagai lembaga yang mampu membantu untuk mengatasi kesenjangan antara pusat dan daerah sesuai semangat otonomi daerah yang menjamin keadilan, demokrasi, dan jaminan keutuhan integritas wilayah Negara.

Kelahiran DPD RI telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional sampai melahirkan solusi pembangunan di daerah yang konkrit. Untuk memenuhi harapan daerah yang besar tersebut, menurut Christian (2008: 34), bahwa DPD RI menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yaitu, fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Fungsi legislasi yaitu, mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR dan ikut membahas RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Menurut Nugroho (2005: 29), bahwa permasalahan mendasar di daerah adalah keterbatasan infrastruktur fisik dan non fisik di daerah yang memiliki dampak luas terhadap pembangunan daerah mulai dari pengembangan ekonomi lokal, pelayanan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia (SDM), investasi, dan masalah lainnya. Spirit pembangunan daerah yang berkelanjutan harus menjadi agenda utama seorang anggota DPD untuk terus diperjuangkan sampai di pusat.

Sangat disayangkan kalau potensi daerah yang beraneka ragam dengan ciri khasnya masing-masing belum sama sekali tersentuh dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah.

Zoelva (2007: 4) menyatakan bahwa pembentukan DPD sebagai salah satu institusi negara yang baru, adalah dalam rangka memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait dengan kepentingan daerah, termasuk mengakomodasi

pembangunan yang berorientasi pada berkepentingan masyarakat. Pembentukan ini diharapkan akan lebih memperkuat integrasi nasional serta semakin menguatnya perasaan kebersamaan sebagai sebuah bangsa yang terdiri dari daerah-daerah.

Namun, peran dan kedudukan DPD sebagai lembaga parlemen juga sangat terbatas.

Peran dan kewenangan DPD hanya sebatas pengusulan RUU yang terkait dengan otonomi daerah, pengawasan khusus untuk bidang otonomi daerah, serta turut serta dalam pembahasan RUU yang terkait dengan otonomi daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut ditunjang oleh visi dan misi DPD yaitu visi:

terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat, setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan Misi DPD-RI., Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI disepakati sebagai berikut:

1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.

2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.

3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.

4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945

5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan di pusat. (www. Visi Misi DPD RI. di Akses Tanggal 19/02/2013:11).

Berdasarkan visi dan misi DPD RI. Menurut Suwarno (2009: 30) bahwa prioritas pembangunan daerah yang hendak dicapai mencakup lima bidang sasaran utama yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia dan yang berdampak terhadap aspek pembangunan lainnya, yaitu: Pertama terbangunnya infrastruktur daerah yang memadai; kedua terwujudnya pembangunan perekonomian rakyat yang kuat; ketiga meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang terjangkau;

keempat terlaksananya pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi seluruh

masyarakat luas; kelima terhimpunnya investasi modal bagi pembangunan daerah.

Aspek penting dari sasaran prioritas di atas yang perlu mendapat perhatian secara khusus menurut Suwarno (2009: 37) adalah: pertama terbangunya infrastruktur jaringan air bersih bagi masyarakat; kedua tercapainya perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk ekonomi lemah/miskin di pemukiman kumuh dan daerah pinggiran; ketiga terkendalinya penyebaran penyakit HIV/AIDS serta menurunya angka kematian ibu dan balita; keempat mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang melalui penghijauan; kelima terbangunya tata kepemerintahan yang baik dan bersih dan keenam meningkatnya kualitas pelayanan publik oleh apartur pemerintah.

Secara umum tema pembangunan daerah pada tahun 2013 adalah:

“Penanggulangan kemiskinan melalui penguatan ekonomi masyarakat yang didukung oleh kualitas kesehatan, pendidikan dan infrastruktur wilayah serta pelayanan birokrasi yang optimal. Prioritas pembangunan daerah Kabupaten Takalar diarahkan pada (1) Peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat untuk penciptaan lapangan kerja; (2) penanggulangan kemiskinan; (3) peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik; (4) menjaga kualitas kesehatan;

(5) menjaga kualitas pendidikan; (6) peningkatan kualitas sarana prasarana publik;

(7) menjaga stabilitas ketahanan pangan; (8) menjaga kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; (9) pengelolaan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana (10) menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban (11) peningkatan kesetaraan gender dalam pembangunan.

Program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat membutuhkan penanganan dari berbagai pihak agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik. Untuk dapat mensukseskan program pembangunan selain dibutuhkan dukungan dan partisipasi masyarakat juga dibutuhkan pemimpin yang bersedia tampil dalam setiap pembangunan.

Seorang pemimpin harus memiliki sikap pelopor, berani, memberikan contoh dan teladan yang baik serta rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat. Sehingga keberhasilan pembangunan pedesaan ditentukan oleh beberapa hal di antaranya adalah keterlibatan masyarakat dan kemampuan serta keterampilan pemimpinnya dan dukungan DPD dalam menggerakkan semangat pembangunan.

Dewan Perwakilan Daerah, selain memberi kontribusi kepada pembangunan daerah Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan serba-tanggung sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif.

Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Peranan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya dapat disusun sebagai berikut:

1. Bagaimana kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk Pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

2. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kontribusi DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat DPD dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna sebagai berikut:

1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif dan membangun, yang dapat diterapkan dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk pembangunan Daerah Kabupaten Takalar.

2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah dan memperluas wawasan penulis dalam mengimplementasikan ilmu yang diperolehnya selama kuliah.

3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengetahuan di bidang pembangunan daerah dan sumber daya manusia.

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pembangunan Daerah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki dasar konstitusional dalam Pasal 22 C dan Pasal 22 D UUD 1945. Dalam pasal tersebut mengatur tentang eksistensi, kedudukan dan fungsi DPD. Pasal 22 C menyebutkan bahwa: (1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. (2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. (4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (2005: 92) dijelaskan bahwa kehadiran DPD tersebut, dalam sistem perwakilan Indonesia, DPR didukung dan diperkuat oleh DPD. DPR merupakan lembaga perwakilan berdasarkan aspirasi dan paham politik rakyat sebagai pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga DPD merupakan upaya menampung prinsip perwakilan daerah.

Asshiddiqie (2005: 38) mengemukakan unsur anggota DPR didasarkan atas prosedur perwakilan politik (political representation), sedangkan anggota DPD yang merupakan cerminan dari prinsip regional representation dari tiap-tiap daerah provinsi. Dalam pandangan MPR, pengaturan keberadaan DPD dalam struktur

ketatanegaraan Indonesia menurut Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (2005: 93), antara lain dimaksudkan untuk:

1. Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;

2. Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah- daerah dalam perumusan kebijaksanaan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;

3. Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.

Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang”. Berdasarkan Pasal 22 C ayat (4) inilah, maka Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang mengatur lebih jelas berkaitan dengan susunan dan kedudukan DPD.

Pasal 221 menegaskan bahwa “DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum”. Kemudian dalam Pasal 222 menegaskan bahwa “DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Hal ini apabila dikaitkan dengan Pasal 67 dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, maka DPD dan DPR memiliki kedudukan yang sama sebagai lembaga negara, sedangkan tingkat keterwakilan yang berbeda sebagai lembaga perwakilan, dimana DPD merupakan lembaga perwakilan daerah, sedangkan DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat. Kedudukan DPD sebagai lembaga negara berkaitan dengan makna kedudukan dari suatu lembaga negara.

Oleh Philipus M. Hadjon, (1992: X) yang dimaksudkan dengan kedudukan lembaga negara, pertama kedudukan diartikan sebagai posisi suatu lembaga negara dibandingkan dengan lembaga negara lain, dan aspek kedua dari pengertian kedudukan lembaga negara adalah posisi suatu lembaga Negara didasarkan pada fungsi utamanya. Untuk itu, analisis dalam penulisan ini menyangkut kedudukan DPD sebagai lembaga negara, yang dikaitkan dengan pengertian lembaga negara baik dari aspek posisi DPD yang dibandingkan dengan lembaga negara lainnya, terutama MPR. Selain itu pula, kedudukan DPD yang berkaitan dengan fungsi utama dari DPD.

Menurut Asshidiqie, (2006: 45) lembaga negara dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pertama, organ negara paling luas mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law-creating dan law-applying; kedua, organ negara dalam arti luas tetapi lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu mencakup individu yang menjalankan fungsi law-creating atau law-applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan; ketiga, organ negara dalam arti yang lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan; keempat, organ atau lembaga negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Negara Republik Indonesia, atau oleh peraturan yang lebih rendah; dan kelima, untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga negara yang berada di pusat yang pembentukannya ditentukan dan diatur oleh UUD 1945, atau disebut sebagai lembaga tinggi negara.

Dengan menggunakan konsep-konsep di atas, maka DPD dalam kedudukannya merupakan lembaga negara yang pengaturan dan kewenangannya langsung diatur oleh UUD 1945. Untuk memahami kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah maka dapat dilihat dari hubungan konstitusional kedudukan DPD dengan MPR termasuk di dalamnya pula hubungan antara DPD dengan DPR.

Hubungan konstitusional antara kedudukan DPD dengan MPR dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

Hubungan antara DPD dan MPR berdasarkan Pasal 2 ayat (1) merupakan hubungan struktural dimana pengaturannya berkaitan dengan kedudukan anggota DPD sebagai anggota MPR. Pengaturan ini memiliki makna konstitusional bahwa DPD memiliki peran yang sama dengan DPR dalam melaksanakan wewenang MPR. Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 37 nampak adanya sinkronisasi antara DPD dan DPR dalam menjalankan wewenang MPR.

Gagasan pembentukan DPD pada hakikatnya untuk memperkuat integrasi bangsa. Alasan keberadaan DPD yang dimaksudkan untuk meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dalam konteks perumusan kebijakan nasional bagi kepentingan negara dan daerah-daerah sekaligus merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan pemberdayaan daerah dan masyarakat yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

Gagasan pembentukan DPD pun merupakan bagian dari reformasi struktur parlemen Indonesia. Menurut Asshiddiqie (2005: 186) bahwa semula, reformasi struktur parlemen Indonesia yang disarankan oleh banyak kalangan ahli hukum dan

politik supaya dikembangkan kewenangan yang sama kuat dan saling mengimbangi satu sama lain. Untuk itu masing-masing kamar diusulkan, dilengkapi dengan hak veto. Usulan semacam ini berkaitan erat dengan sifat kebijakan otonomi daerah yang cenderung luas dan hampir mendekati pengertian sistem federal.

Namun demikian, Perubahan Ketiga UUD 1945 hasil Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001 justru dewan perwakilan tersebut tidak dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat, yang lebih kuat tetap DPR, sedangkan kewenangan DPD hanya bersifat tambahan dan terbatas pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Kedudukan DPD sebagaimana telah dikemukakan di atas, pada hakikatnya tidak sesuai dengan gagasan pembentukan DPD dalam proses reformasi struktur parlemen Indonesia. DPD sebagai lembaga negara tidak memiliki wewenang mandiri berkaitan dengan pengambilan keputusan hukum dalam menjalankan fungsi legislasi.

Pengaturan dalam Pasal 2 ayat (1) ini tidak memberikan ketegasan terhadap pemberlakuan sistem perwakilan dua kamar, dimana MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Berbicara mengenai kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan, hal ini tidak mungkin dilepaskan dari konsepsi demokrasi. Dalam konsepsi demokrasi terkandung asas dasar, yakni kedaulatan rakyat menentukan jalannya pemerintahan.

Perwujudan asas ini dalam kehidupan pemerintahan sehari-hari tergambar dari keikutsertaan rakyat memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintahan. DPD selaku lembaga perwakilan daerah yang memiliki karakter keterwakilan berdasarkan daerah-daerah pada hakikatnya memiliki karakter keterwakilan yang lebih luas dari

DPR, karena dimensi keterwakilannya berdasarkan seluruh rakyat yang terdapat pada daerah-daerah tersebut. Untuk itu, pengaturan kedudukan DPD yang merupakan lembaga perwakilan daerah dan berkedudukan sebagai lembaga negara, sebagai perwujudan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, hendaknya merupakan dasar perumusan kedudukan DPD.

B. Kewenangan Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pembangunan Daerah

Dasar normatif pengaturan kewenangan konstitusional DPD diatur dalam Pasal 22 D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945. Adapun Pasal 22 D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) menyebutkan bahwa:

1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaa sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dari dasar pengaturan kewenangan konstitusional DPD di atas, DPD memiliki 3 (tiga) fungsi, fungsi legislasi, pertimbangan, dan pengawasan. Ketiga fungsi DPD ini bersifat terbatas, karena pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut terbatas pada bidang-bidang tertentu saja yang menjadi kewenangan DPD. Pengaturan fungsi DPD ini pun dijabarkan dalam Pasal 223 ayat (1) Undang- Undang Nomor 27 Tahun

Dari dasar pengaturan kewenangan konstitusional DPD di atas, DPD memiliki 3 (tiga) fungsi, fungsi legislasi, pertimbangan, dan pengawasan. Ketiga fungsi DPD ini bersifat terbatas, karena pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut terbatas pada bidang-bidang tertentu saja yang menjadi kewenangan DPD. Pengaturan fungsi DPD ini pun dijabarkan dalam Pasal 223 ayat (1) Undang- Undang Nomor 27 Tahun

Dokumen terkait