• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dan Penyempurnaan Peraturan dan Kebijakan

Dalam dokumen Laporan Tahunan MA Tahun 2013 (Halaman 132-136)

ENGAWASAN INTERNALP

E. Evaluasi dan Penyempurnaan Peraturan dan Kebijakan

Pada tahun 2013 Badan Pengawasan telah merumuskan rancangan regulasi dan melakukan evaluasi terhadap aturan yang berkaitan dengan pengawasan rancangan peraturan tersebut yang meliputi:

1. Rancangan penegakan disiplin hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Yang Berada di Bawah Mahkamah Agung, maka SK KMA Nomor 071/KMA/SK/V/2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim Dan Pegawai Negeri Pada Mahkamah Agung RIdan Badan Peradilan Yang Berada di Bawahnya tidak berlaku lagi untuk Hakim. Untuk itu diperlukan peraturan baru guna mewujudkan peningkatan kinerja, integritas dan disiplin hakim.

2. Rancangan perubahan terhadap SK KMA Nomor 076/KMA/SK/ VI/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Penanganan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan. Penyempurnaan SK KMA Nomor 076/KMA/SK/VI/2009 pada intinya mengenai masa kadaluarsa pengaduan dan susunan tim pemeriksa yang berkaitan dengan pelanggaran Hakim, non Hakim, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan penyesuaian dasar hukum penetapan hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan terbaru.

3. Rancangan perubahan atas SK KMA Nomor 216/KMA/SK/XII/2011 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan melalui Layanan Pesan Singkat (SMS).

Penyempurnaan SK KMA Nomor 216 Tahun 2011 dimaksudkan untuk menampung dan mempermudah penyampaian pengaduan berkaitan

dengan whistleblower / justice collabulator melalui aplikasi sistem web

Badan Pengawasan dengan alamat http://bawas.mahkamahagung. go.id/ portal/whistleblowing-system/wbs-login.

Whistleblowing System / justice collabulator system adalah aplikasi yang disediakan oleh Badan Pengawasan bagi Pelapor yang merupakan aparatur Mahkamah Agung RIdan badan peradilan di bawahnya yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung RI dan badan peradilan dibawahnya.

Dalam pengisian aplikasi whistleblowing / justice collaborator system

dikenal istilah 4W+1H yang terdiri dari:

What : Perbuatan berindikasi pelanggaran yang diketahui

Where : Dimana pelanggaran dilakukan

When : Kapan pelanggaran dilakukan

Who : Siapa saja yang terlibat dalam pelanggaran

Aplikasi whistleblowing system akan merahasiakan identitas pribadi

Pelapor sebagai whistleblower karena Badan Pengawasan Mahkamah

Agung RI hanya fokus pada informasi yang dilaporkan. E. Survei Pengguna Layanan Pengadilan 2013

Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) telah menyelenggarakan survei kepuasan pengguna layanan pengadilan. Survei ini dimaksudkan untuk memantau sejauhmana pelaksanaan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI SK KMA Nomor 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan. Kerjasama ini merupakan wujud komitmen Mahkamah Agung RI dalam meningkatkan pelayanan publik di pengadilan, sejalan dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Reformasi Birokrasi Peradilan, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden

Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-

2025.

Survey ini juga merupakan bagian dari strategi monitoring dan evaluasi pelayanan publik, sekaligus untuk memetakan situasi pelayanan publik pengadilan dan memberikan rekomendasi perbaikan. Dalam pelaksanaannya, pendekatan yang dipilih dalam survei ini adalah mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan pengadilan.

Survei kepuasan ini dilakukan pada empat jenis layanan pengadilan, meliputi Pelayanan Administrasi Pengadilan, Pelayanan Bantuan Hukum, Pelayanan Informasi, dan Pelayanan Sidang Tilang. Aspek pelayanan dalam survei ini terdiri atas:

• Pengalaman (experience) : pengalaman yang dirasakan oleh individu terhadap suatu hal;

• Pengharapan (expectation) : harapan dari individu terhadap suatu hal; dan

• Kepuasan (satisfaction) : kepuasan terhadap suatu hal. Setiap aspek diukur berdasarkan skala 1-5 sebagai berikut.

• Skala Likert; digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan. Skala

itu menggunakan 5 items pilihan jawaban yang dimulai dari angka 1

(sangat tidak puas) sampai dengan angka 5 (sangat puas). Berikut pembagian skala itu.

Tabel 3-9 :Score Kepuasan Skala Likert

Score Kepuasan Nilai Kepuasan

1 Sangat Tidak Puas

2 Tidak Puas

3 Kurang Puas

4 Puas

5 Sangat Puas

• Skala performance; digunakan untuk mengukur performance dalam suatu aspek. Ada 5 pilihan skala dimulai dari angka 1 (sangat tidak baik) sampai dengan 5 (sangat baik).

Tabel 3-10 :Skala Performance

Score Kinerja Nilai Kinerja

1 Sangat Tidak Baik

2 Tidak Baik

3 Kurang Baik

4 Baik

5 Sangat Baik

• Skala experience; menggambarkan pilihan experience berupa lamanya waktu, jumlah uang yang harus dibayarkan, dan lain sebagainya. Berdasarkan skala tersebut, survei dilakukan terhadap 1.585 responden pengguna layanan peradilan di empat wilayah pengawasan pengadilan. Jumlah itu terbagi dalam empat wilayah pengawasan sebagai berikut.

Tabel 3-11 :Wilayah Survei Pengawasan

Wilayah I : Peradilan di Pulau Sumatra Wilayah II : Peradilan di Pulau Jawa dan Bali

Wilayah III : Peradilan di Pulau Kalimantan dan Sulawesi

Wilayah IV : Peradilan di Pulau Ambon, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur

Teknik pengumpulan data dilakukan secara random sampling dengan

kenetralan data sebanyak 68 responden per wilayah pengawasan dengan tingkat kepercayaan 95%. Selain pendekatan kuantitatif, juga dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dan observasi sehingga memperoleh

informasi kualitatif. Informasi kuantitatif dan kualitatif dianalisis dengan

melakukan cross analysis terhadap informasi yang dihimpun.

Analisis kuantitatif menghasilkan dua hal. Pertama, gambaran kinerja kepuasan empat lingkungan peradilan di tiap wilayah. Kedua, dengan melakukan analisis regresi terhadap faktor-faktor dekomposisi, berhasil

ditemukan faktor yang paling signiikan untuk perbaikan dan peningkatan

kepuasan layanan peradilan.

Berdasarkan hasil survei jenis pelayanan yang memiliki kinerja kepuasan terendah adalah layanan sidang tilang. Pada layanan sidang tilang, tingkat kepuasan mencapai 29% dengan tingkat ketidakpuasan, yaitu mencapai 22%. Jenis pelayanan dengan nilai kepuasan tertinggi adalah pelayanan administrasi pengadilan dengan kepuasan responden sebanyak

63% dan ketidakpuasan sebanyak 7%. Pada jenis layanan informasi

mendapatkan kepuasan responden sebanyak 50% dengan ketidakpuasan 10% sedangkan pada jenis layanan bantuan hukum mendapatkan kepuasan responden sebanyak 49% dengan ketidakpuasan 14% yang digambarkan

dalam graik sebagai berikut:

Dalam dokumen Laporan Tahunan MA Tahun 2013 (Halaman 132-136)