• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sorgum (Sorghum bicolor L Moench) 2.1 Sorgum (Sorghum bicolor L Moench)

4.5 Evaluasi Keberadaan Penanda Permukaan Sel T Helper (CD4) dan En zim Kaspase-3 pada Kolon Mencit Balb/c dengan Pewarnaan Imuno-

4.5.2 Evaluasi Keberadaan Penanda Enzim Kaspase-

Selain keberadaan penanda permukaan CD4, keberadaan enzim apoptosis juga penting diamati untuk melihat kemampuan suatu bahan pangan sebagai pencegah kanker kolon. Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram, yang merupakan proses fisiologis penting dalam perkembangan normal untuk menjaga homeostasis sel. Peningkatan apoptosis dari sel-sel kanker dapat digunakan sebagai salah satu metode representatif untuk mencari potensi antikanker dari suatu bahan. Adapun β-glukan dilaporkan memiliki efek apoptosis terhadap sel kanker kolon melalui jalur kaspase-3 (Kim et al. 2009). Oleh karena itu, keberadaan β-glukan pada sorgum menjadi sangat menarik untuk diteliti dalam kaitannya dengan keberadaan enzim ini.

Kaspase-3 merupakan salah satu jenis kaspase efektor yang berperan dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis, dengan sasaran morfologis berupa perubahan ukuran inti sel (Foitzik et al. 2009). Adanya ekspresi kaspase-3 pada jaringan kolon dapat diamati pada Gambar 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sorgum mampu meningkatkan ekspresi kaspase-3 pada kolon mencit. Hal ini dapat dilihat dari skor penanda kaspase-3 pada kelompok S50 dan S100 yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok K+ (Tabel 16, Lampiran 10).

Tabel 16 Skor penanda kaspase-3 pada kolon dengan pewarnaan IHK

Kelompok Skor penanda Kaspase-3

K- 1,00± 0,71a

K+ 1,20± 0,45a

S50 2,80± 0,84b

S100 2,80± 1,10b

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%

Meskipun telah banyak dilaporkan efek anti-tumor dari β-glukan, namun mekanisme antikanker kolon melalui jalur kaspase masih belum diketahui secara pasti. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2009) menunjukkan bahwa β-glukan dari hasil fermentasi strain mutan spesies Aureobasidum mampu menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker kolon manusia SNU-C4. Penambahan β-glukan pada kultur sel mampu menghambat proliferasi sel, menyebabkan apoptosis, perubahan morfologi sel, dan ekspresi gen apoptosis, serta meningkatkan aktivitas enzim kaspase- 3. Aktivitas enzim kaspase-3 pada kultur sel SNU-C4 yang diberikan 50 dan 100µg/mL secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada sel SNU-C4 tanpa β-glukan, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi β-glukan 50 dan 100µg/mL.

Gambar 19 Fotomikrograf kolon mencit dengan histopatologi IHK menggunakan antibodi anti-Kaspase-3. K- (Kelompok kontrol negatif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 (Ke- lompok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum 100% + AOM-DSS). = positif Kaspase-3 ditandai warna coklat.

K- K+

Induksi terjadinya apoptosis sel-sel tumor oleh butirat sebagai hasil fermentasi serat pangan di dalam kolon juga dikatakan sebagai salah satu mekanisme penting dalam perlindungan terhadap kanker kolon. Butirat diketahui merupakan inhibitor histone deacetylase yang menyebabkan relaksasi kromatin dan merubah ekspresi gen, sehingga dapat menginduksi terjadinya apoptosis melalui derepresi gen kematian sel yang spesifik. Adanya perubahan struktur kromatin tersebut menyebabkan ekspresi protein yang memfasilitasi jalur dimana mitokondria akan mengaktifkan kaspase-3 dan memicu apoptosis sel-sel kanker. Struktur kromatin yang lebih terbuka menyebabkan daerah internukleosomal DNA lebih mudah dipotong oleh endonuklease apoptotik (Medina et al. 1997).

Ruemmele et al. (2003) juga melaporkan peranan butirat dalam mekanisme apoptosis melalui jalur mitokondria. Aktivasi kaspase dimediasi oleh kelompok protein Bcl-2 yang berperan sebagai anti-apoptosis dan kelompok protein Bax yang berperan sebagai pro-apoptosis. Pada jalur aoptosis melalui mitokondria, rasio ekpresi dari kelompok protein pro- apoptosis dan anti-apoptosis dapat menunjukkan pertahanan atau kematian sel.

Adanya butirat dapat menurunkan kadar Bcl-2 dan meningkatkan kadar Bax. Meningkatnya kadar Bax akan merubah permeabilitas membran mitokondria dan membentuk saluran ion. Perubahan pada bagian terluar membran ini menyebabkan keluarnya molekul apoptosis mitokodria, seperti sitokrom c atau apoptosis inducing factor (AIF). Di dalam sitosol, sitokrom c dengan keberadaan ATP akan bergabung dengan APAF-1 (Apoptotic Protease Activating Factor - 1) dan proenzim kaspase-9 membentuk apoptosom. Hal ini menyebabkan aktivasi kaspase-9 dan turunannya, kaspase-3, yang menyebabkan kematian sel melalui apoptosis (Ruemmele et al. 2003).

Adapun konsentrasi millimolar butirat yang dibutuhkan untuk menginduksi terjadinya apoptosis adalah sama dengan yang dibutuhkan untuk diferensiasi dan pertumbuhan (McIntyre et al. 1993). Namun konsentrasi butirat intraseluler yang efektif belum diketahui karena butirat dimetabolisme

dengan sangat cepat di mitokondria melalui β-oksidasi. Akibatnya sel-sel yang memiliki laju metabolisme butirat yang tinggi menjadi lebih tidak rentan terhadap efek apoptosis. Oleh karena itu, hal ini dapat menjelaskan mengapa sel kolonosit normal menggunakan butirat menjadi sumber energi utama tanpa terpengaruh efek apoptosis, meskipun konsentrasi butirat dalam kolon tinggi (150mM) (Roediger 1982).

Terjadinya apoptosis selain diduga karena adanya efek dari asam butirat juga diduga merupakan akibat komponen bioaktif terdapat pada biji sorgum. Komponen bioaktif seperti asam fenolat berperan dalam mencegah kanker dan antigenotoksik karena langsung berinteraksi dengan reseptor aril hidrokarbon (Kampa et al. 2003). Senyawa bioaktif yang terdapat pada sorgum diduga berinterkalasi dengan DNA sehingga secara langsung akan mempengaruhi transkripsi dan replikasi. Polifenol dilaporkan mampu membentuk komplek tripartit dengan topoisomerase II dan DNA. Topoisomerase II adalah suatu enzim tergantung ATP yang bekerja mengikat DNA dan menyebabkan pemutusan rantai ganda (double-strand break) pada ujung 3’fosfat sehingga memungkinkan penukaran rantai dan pelurusan superkoil DNA. Pelurusan rantai ini diikuti dengan penyambungan rantai DNA oleh topoisomerase II. Topoisomerase ini sangat penting fungsinya dalam replikasi dan perbaikan DNA. Pembentukan kompleks tripartit tersebut akan menghambat penyambungan kembali rantai DNA, menyebabkan penghambatan daur sel terhenti di fase G1 dan G2 serta memacu terjadinya apoptosis. Adanya gangguan pada sistem perbaikan rantai ganda DNA akan memicu kematian sel secara apoptosis (Bandele et al. 2008).

Pengujian secara in vitro yang dilaporkan oleh Shih et al. (2007) menunjukkan bahwa 3-deoksiantosianidin yang diisolasi dari sorgum dapat menghambat proliferasi sel kanker leukemia HL60 sebesar 90% dan sel kanker hepatoma HepG2 sebesar 50%. Ekstrak sorgum yang mengandung tanin juga mampu menghambat proliferasi sel kanker esophagus OE33 dan kolon HT-29 (Awika et al. 2009). Yang et al. (2009) melaporkan bahwa 3- deoksiantosianidin yang terdapat dalam sorgum merah, hitam dan putih

mampu menghambat proliferasi sel kanker kolon HT-29 lebih tinggi dibandingkan ekstrak pigmen cabe merah.

Ekstrak etil asetat dan etanol dari sorgum juga mampu menunjukkan kemampuan dalam menghambat proliferasi sel kanker serviks HeLa, sel kanker kolon HCT 116, sel kanker paru-paru A549, dan sel kanker limfoma Raji. Ekstrak etil asetat terlihat lebih mampu menghambat sel HeLa dengan nilai penghambatan 25.4% pada konsentrasi 2440 µg/ml ekstrak etil asetat sorgum non sosoh (Salimi 2012). Pelarut etil asetat dapat mengekstrak senyawa alkaloid, aglikon dan glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid (Cowan 1999).

Sebaliknya, penghambatan sel kanker HCT 116, A549, dan Raji diketahui lebih disebabkan karena ekstrak etanol. Nilai penghambatan sel HCT 116 adalah sebesar 22.3 % pada konsentrasi 5200 µg/ml ekstrak sorgum dengan derajat sosoh 50%. Pada sel A549, nilai penghambatan adalah sebesar 23.7 % pada konsentrasi 4020 µg/ml ekstrak sorgum non sosoh. Nilai penghambatan yang tertinggi diketahui terjadi pada sel Raji yakni sebesar 80,08% pada konsentrasi 2600µg/ml ekstrak sorgum dengan derajat sosoh 50% (Salimi 2012). Etanol dapat melarutkan komponen polifenol yang telah terbukti bersifat toksik terhadap sel kanker. Kemampuan ekstrak etanol sorgum menghambat sel kanker karena ekstrak ini mengandung senyawa polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida fenolik dengan berat molekul rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon, antosianin, terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon, dan polifenol (Dehkharghanian et al. 2010).