• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Dominan Penyebab Perubahan Tutupan Lahan di Kota Medan

Semak Belukar Rawa

B. Faktor Dominan Penyebab Perubahan Tutupan Lahan di Kota Medan

Menurut Malingreau (1979), penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya. Penggunaan lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping sebagai faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan kota adalah perencanaan penggunaan lahan.

Kota Medan merupakan ibukota provinsi dimana pertumbuhan dan perkembangan kota terjadi sangat pesat yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama dalam hal penggunaan lahan. Alih fungsi lahan selalu terjadi terutama dalam hal pemenuhan aktivitas sosial ekonomi yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan suatu kota. Menurut Soetomo (2002:19) dalam Yusran (2006) bahwa Kota tidak akan pernah lepas dari dua aspek penting yang saling mengisi yaitu aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen-elemen pembentuk di dalamnya, serta aspek manusia sebagai subyek dan pengguna ruang kota.

Keberadaan Kota Medan sebagai daerah perkotaan akan menjadi pusat konsentrasi penduduk dimana pertambahan penduduk akan jauh lebih pesat dibandingkan dengan wilayah disekitarnya sesuai dengan pernyataan Pontoh dan Kustiawan ( 2009) bahwa Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya. Hal itu akan mengakibatkan adanya peningkatan kebutuhan akan lahan untuk pemenuhan

kesejahteraan penduduk. Keadaan tersebut akan menimbulkan terjadinya perubahan tutupan lahan yang kadangkala tidak mengikuti kaedah konservasi alam. Oleh karena itu, faktor dominan yang menyebabkan perubahan tutupan lahan di Kota Medan perlu diketahui sehingga dampak positif dan negatif dari perubahan dapat direspon dengan baik.

Faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan di Kota Medan dapat diketahui dengan menggunakan metode analisis AHP yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan dari setiap responden maka diperoleh pembobotan hasil rekapitulasi bobot kriteria setiap responden adalah pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Rataan Geometrik per responden untuk tingkat alternatif Sosial Ekologi Ekonomi

M. Zaini 0,311 0,196 0,493 Ilham 0,493 0,196 0,311 Reonald 0,416 0,126 0,458 Didim 0,416 0,126 0,458 Sri Rezeki 0,258 0,105 0,637 Willy 0,229 0,075 0,696 M.Ludfi 0,649 0,072 0,279 Selamat Panjaitan 0,286 0,143 0,571 Simbolon 0,493 0,196 0,311 Sumiati 0,558 0,32 0,122 Rataan Geometrik 0,389 0,141 0,392 Kriteria Responden

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa setiap responden memiliki penilaian dan pandangan masing- masing terhadap setiap kriteria yang telah disimpulkan pada struktur hierarki permasalahan (Gambar 2). Penilaian terbesar terhadap criteria sosial adalah penilaian dari M. Ludfi yang merupakan salah satu responden ahli dari Kantor camat Medan Helvetia dengan bobot nilai sebesar 0,649, untuk ekologi 3 (tiga) responden ahli memiliki pandangan yang sama dan menjadi bobot tertinggi, yaitu M. Zaini ( camat Marelan), Ilham ( dosen ) dan

Simbolon ( Mahasiswa) sedangkan untuk criteria ekonomi penilaian tertinggi oleh Willy (BAPPEDA). Rekapitulasi bobot kriteria setiap responden ahli setelah dilakukan perhitungan rataan geometric maka hasil akhirnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rekapitulasi hasil akhir perhitungan kriteria Kriteria Rataan

Geometrik Prioritas Ranking

Sosial 0,389 0,422 2

Ekologi 0,141 0,153 3

Ekonomi 0,392 0,425 1

Total 0,922 1

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa para responden lebih memilih kriteria ekonomi yang dijadikan sebagai faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan dan menjadi prioritas terpenting (0,425) dan menempati ranking 1 dalam hubungannya dengan sasaran atau goal pada struktur hierarki (Gambar 2). Selanjutnya, diikuti oleh kriteria sosial (0,422) yang menempati ranking 2 dan kriteria ekologi yang menempati ranking 3.

Kriteria ekonomi yang dipilih sebagai prioritas terpenting oleh responden karena dianggap bahwa aktivitas di pusat kota tidak lepas dari kegiatan perekonomian yang memiliki keselarasan dengan perkembangan spasial. Hal ini juga ditegaskan dalam penelitian Gani (2004) mengenai Perubahan Pola Penggunaan Lahan Kota Binjai Berdasarkan Hubungan Penggunaan Lahan Dengan Pertumbuhan yang menyatakan bahwa perkembangan penduduk dan peningkatan perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota. Oleh karena itu, kriteria ekonomi dapat dijadikan faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya

Berdasarkan hasil perhitungan expert choice dalam metode analisis AHP, dengan cara yang sama dengan perhitungan kriteria maka rakapitulasi perhitungan tingkat alternatif setiap responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rekapitulasi Rataan Geometrik per responden untuk tingkat alternatif Penataan Ruang Penetapan Tata Batas Penegakan Kebijakan Pembebasan Lahan untuk RTH Jumlah APBD Aktivitas Masyarakat M. Zaini 0,083 0,05 0,21 0,133 0,258 0,265 Zulham 0,211 0,094 0,188 0,111 0,218 0,179 Reonald 0,124 0,131 0,189 0,169 0,239 0,147 Didim 0,185 0,164 0,196 0,11 0,137 0,207 Sri Rezeki 0,217 0,061 0,164 0,159 0,255 0,145 Willy 0,231 0,079 0,154 0,173 0,196 0,166 M.Ludfi 0,052 0,145 0,249 0,174 0,102 0,279 Selamat Panjaitan 0,174 0,135 0,159 0,061 0,16 0,311 Simbolon 0,231 0,274 0,138 0,228 0,091 0,037 Sumiati 0,116 0,3 0,219 0,171 0,11 0,083 Rataan Geometrik 0,148 0,123 0,184 0,141 0,165 0,157 Responden Alternatif

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat alternatif dari setiap responden bervariasi satu dengan yang lainnya. Berdasarkan perhitungan rataan geometric, maka rataan geometric terbesar ada pada alternatif penegakan kebijakan. Hasil akhir dari rekapitulasi perhitungan alternatif yang sesuai dengan sasaran atau goal dalam struktur hierarki (Gambar 2) menurut responden dijelaskan dalam Tabel 10. Tabel 10. Rekapitulasi hasil akhir perhitungan alternatif

Alternatif Rataan

Geometrik Prioritas Ranking

Penataan Ruang 0,148 0,161 4

Penetapan Tata Batas 0,123 0,134 6

Penegakan Kebijakan 0,184 0,2 1

Pembebasan Lahan untuk RTH 0,141 0,154 5

Jumlah APBD 0,165 0,18 2

Aktivitas Masyarakat 0,157 0,171 3

Total 0,918 1

penegakan kebijakan (0,2) yang menempati ranking 1. Alternatif Jumlah APBD dengan skala prioritas 0,18 menempati ranking 2, kemudian berturut- turut yang menempati ranking ke 3, 4, 5 dan 6 adalah aktivitas masyarakat (0,171), penataan ruang (0,161), pembebasan lahan untuk RTH (0,154) dan penetapan tata batas (0,134).

Alternatif penegakan kebijakan dipilih dan menjadi prioritas paling penting yang sesuai dengan sasaran struktur hierarki karena mereka beranggapan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap setiap ruang yang menyusun kota bahkan pengaruh manusia yang ada di dalamnya sangat berpengaruh terhadap perubahan tutupan lahannya. Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 juga menegaskan pentingnya penegakan kebijakan yang menjelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Pengaruh kurangnya penegakan kebijakan terhadap perubahan tutupan lahan di Kota Medan juga dapat dilihat dari hasil penelitian Nababan (2012) mengenai Kajian Tata Guna Lahan di Kelurahan Bagan Deli yang menyimpulkan bahwa kurangnya sosialisasi tentang RTRW sehingga masyarakat kurang memahami dan mengetahui arahan dan kebijakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan menjadi salah satu faktor terjadinya perubahan tata guna lahan. Dan rekomendasi dari penelitian Nababan (2012) adalah apabila perumahan dan permukiman yang sudah sempat terbangun telah memiliki IMB

maupun tanpa IMB, ternyata tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan 2011-2030, maka Pemerintah kota harus mengeluarkan kebijakan yang berhubungan hal tersebut, misalnya penggusuran, ganti rugi, ataupun relokasi.

Kota Medan didominasi oleh tutupan lahan pemukiman yang menunjukkn bahwa pmbangunan dan pemanfaatan di kota Medan lebih kepada pengadaan bangunan baik untuk berbagai bidang maupun untuk tempat tinggal. Hal ini tentu dipengaruhi atas dasar pertimbangan ekonomi atau financial sehingga banyak lahan pertanian dikonversi menjadi penggunaan non pertanian baik untuk permukiman, perkantoran, dan sarana lainnya. Oleh sebab itu dibutuhkan peranan kebijakan pemerintah untuk memberikan ketegasan baik melalui sosialisasi RTRWK ataupun dalam hal IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Seperti halnya penelitian Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah salah satunya adalah aspek regulasi yang dikeluarkan.

Hubungan yang erat antara kriteria dengan alternative yang menjadi faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan di kota Medan adalah ekonomi dan penegakan kebijakan. Menurut Sitorus (2004) , hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat keputusan tentang

penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi

Pemerintah dan masyarakat diharapkan tidak melihat fungsi lahan semata- mata hanya untuk kegiatan perekonomian melainkan dari segi sosial dan lingkungan Oleh karena itu, masyarskat dan pemerintah harus dapat bekerja sama dalam melaksanakan pemanfaatan lahan sesuai dengan yang diperuntukkan sehingga kebijakan yang dibuat dan ditetapkan dapat ditegakkan dan dilakukan sebagaimana halnya. Peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak akan tercapai apabila masyarakat tidak ikut berpartisipasi baik dalam hal pelaksanaan maupun pengadaannya. Hal ini ditegaskan oleh penelitian Panjaitan (2013) mengenai Alih Fungsi Lahan Di Perkotaan, Kel.Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang yang menyimpulkan bahwa pengendalian alih fungsi lahan yang sudah terjadi tidak akan tercapai jika tidak ada partisipasi atau kepedulian masyarakat itu tanpa adanya sosialisasi dan advokasi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Selama periode tahun 2000- 2011 tutupan lahan di kota Medan yang mengalami perubahan luas adalah pertanian lahan kering campur semak menjadi pertanian lahan kering, sawah menjadi pemukiman, hutan mangrove sekunder menjadi tambak, semak belukar menjadi tambak dan perkebunan. 2. Faktor dominan penyebab perubahan tutupan lahan di kota Medan

berdasarkan hasil penelitian para responden melalui metode analisis AHP adalah penegakan kebijakan yang dilihat dari segi ekonomi.

B. Saran

Penelitian mengenai perubahan tutupan lahan dengan periode tertentu sebaiknya selalu dilakukan agar memberikan informasi terbaru dan memudahkan dilakukannya pemantauan. Faktor dominan perubahan tutupan lahan juga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kebijakan pemerintah berdasarkan kriteria ekonomi yang telah diteliti sebelumnya.

Dokumen terkait