• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Rusa Timor

2) Faktor Eksternal (Lingkungan) Rusa

Kondisi Habitat.Secara umum hasil penelitian ini juga telah menunjukkan bahwa sesungguhnya rusa timor memiliki preferensi terhadap suatu habitat tertentu. Selain unsur-unsur fisik habitat seperti air, kondisi tanah, suhu

dan kelembaban udara, maka komponen penting dari unsur biotik suatu habitat yang menentukan preferensi rusa adalah tutupan tajuk dan kerapatan vegetasinya. Hasil penelitin tentang pola distribusi spasial dan habitat preferensial membuktikan bahwa meskipun pola persebaran rusa timor jantan dan betina di Pulau Peucang adalah sama yakni mengelompok (λ2

2

0.025) namun distribusi dan preferensi habitat rusa berbeda. Rusa jantan dewasa lebih menyukai daerah tengah (Calingcing) yang memiliki indeks keragaman pakan sedang dan lebih bersifat browser (pemakan semak), sedang rusa betina bersama anak dan jantan remaja lebih menyukai daerah padang rumput (Pasanggrahan) dan cenderung bersifat grazer (pemakan rumput). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara spesifik, komponen habitat yang paling penting dalam menentukan kualitas produk ranggah muda rusa timor adalah kondisi vegetasi pakan preferensialnya. Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa ada perbedaan antara jenis-jenis vegetasi pakan yang disukai dengan kualitas produk ranggah muda rusa timor, terutama dilihat dari kandungan mineral dan asam aminonya, meskipun secara statistik diketahui tidak berbeda nyata (P>0.05). Fakta ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas habitat yang ditandai oleh tinggi keragaman jenis vegetasi pakan yang disukai memberikan pengaruh positif terhadap potensi produk ranggah muda yang baik. Kondisi kualitas dan keragaman jenis vegetasi pakan di habitat-habitat rusa di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon baik jenis rumputan, herba dan tumbuhan tingkat sema ternyata memberikan dampak yang baik pada kandungan asam amino ranggah muda terutama asam amino esensial. Artinya untuk menghasilkan rusa timor dengan produk ranggah muda yang baik, maka keragaman vegetasi pakan di areal padang rumput (grazing area) harus diperhatikan dan dikelola dengan baik agar ketersediaannya sebagai sumber pakan bagi rusa terpenuh dengan optimal. Secara spesifik untuk rusa timor pada fase ranggah muda, perhatian terhadap pengelolaan vegetasi pakannya harus lebih ditingkatkan karena secara spesifik mereka membutuhkan pakan yang banyak mengandung sumber energi, protein dan mineral Ca dan P yang tinggi untuk menunjang perkembangan ranggahnya. Diantara jenis-jenis vegetasi pakan tersebut di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum adalah tongtolok (bunga), kanyere laut (daun), dan waru. Rusa betina sangat jarang memakan jenis-jenis ini dan lebih dominan mengkonsumsi rumput dan herba, sehingga dari segi manajemen habitat prlu diperhatikan.

Kualitas Pakan dan tingkat asupan (konsumsi). Hasil penelitian di habitat alami maupun di penangkaran kembali membuktikan dan memperkuat banyak hasil penelitian terdahulu bahwa kualitas produk ranggah muda rusa sangat ditentukan oleh kualitas pakan dan tingkat konsumsinya. Tiga paket ransum yang disusun dari 12 jenis pakan disukai (preferensial) masing-masing terdiri dari empat jenis bahan penyusun kemudian diberikan pada rusa timor jantan, menunjukkan ada perbedaan kualitas produk ranggah muda yang dihasilkannya, meskipun secara statistik dinyatakan tidak berbeda nyata (P>0.05). Namun fakta ini jelas menunjukkan bahwa perbedaan kualitas pakan yang diberikan dan tingkat konsumsinya memberikan pengaruh berbeda terhadap kualitas produk ranggah mudanya. Fenomena yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian di habitat alami, dimana dari 11 jenis vegetasi pakan disukai (preferensial) yang dikonsumsi rusa diketahui mempunyai pengaruh berbeda terhadap kualitas produk ranggah

muda baik dari segi ukuran (panjang dan diameter) maupun kandungan mineral dan asam aminonya.

Kualitas pakan yang diberikan di penangkaran pada ke tiga paket ransum yang diberikan kepada rusa timor di penangkaran dipandang masih rendah, sehingga belum secara signifikan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kualitas produk ranggah muda yang dihasilkan. Sebagai perbandingan pada Tabel 5.1 di bawah ini disajikan gambaran kondisi kualitas pakan yang diberikan di penangkaran rusa timor Pusat Konservasi Hutan Darmaga Bogor dengan penangkaran rusa di Korea.

Tabel 5.1 Perbandingan ransum rusa di Penangkaran Pusat Konservasi Hutan (Puskonserhut) dan di Korea

Ransum BK* PK LK SK Abu Ca P ---%--- Penangkaran (Puskonser) 71.1 2.4 0.3 8.1 2.0 0.2 0.1 Korea (Formula B) 89.0 16.3 2.3 5.5 5.3 0.67 0.5

*BK (Bahan kering) merupakan Ransum A pada percobaan yang terdiri atas Rumput gajah, Gewor, Sulanjana dan Sorgum. PK (protein Kasar), LK (lemak kasar), SK (serat kasar), Abu, Ca (kalsium) dan P (fosfor) rerata dari empat jenis pakan tersebut.

Tabel 5.1 di atas jelas menunjukkan bahwa kualitas pakan yang diberikan di penangkaran rusa yang menjadi obyek penelitian ternyata masih jauh dari pakan yang diberikan di penangkaran rusa di Korea. Dengan demikian jelas bahwa pengaruhnya terhadap produk ranggah muda tentu saja juga tidak signifikan.

Salah satu unsur penting dari komposisi pakan yang perlu diperhatikan adalah kandungan serat kasar. Pakan dengan kandungan serat kasar tinggi umumnya akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsinya, artinya semakin tinggi kandungan serat kasat suatu pakan maka semakin rendah tingkat konsumsinya, sehingga secara teknis didalam manajemen pakan komponen serat kasar perlu mendapat perhatian disamping kandungan protein dan mineral seperti Ca dan P. Menurut Toharmat et al. (2006) tingginya serat kasar pada pemberian pakan akan berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, karena sifat serat kasar yang tinggi menyebabkan rasa mudah kenyang pada ruminansia. Akibatnya tingkat konsumsi menurut, dan akan berdampak pada kualitas produk ranggah mudanya.

Standar Kualitas Ranggah Muda Rusa Timor

Secara umum paling tidak ada dua peubah penting yang digunakan sebagai standar penentuan kualitas produk ranggah muda rusa, yakni morfometri atau ukuran ranggah muda (diameter, berat dan panjang), dan kandungan bahan kimia atau bioaktif ranggah muda. Standar ini terutama terkait dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku obat atau neutraceutical. Rincian rataan kualitas produk ranggah muda rusa timor, sebagai berikut:

a) Dari segi ukuran morfometri, sebagai berikut : 1. Rataan panjang : 35 ± 8 cm

3. Rataan berat : 1.032 ± 0.249 kg 4. Rataan lingkar ranggah : 9.7 cm

Secara ukuran antara rusa timor dengan rusa merah baik dari Australia maupun New Zealand, maka rusa timor masih berada pada Grade E (baik dari segi berat < 1,8 kg dan lingkar ranggah <11.5 cm). Hal ini terjadi karena dari sisi ukuran rusa timor lebih kecil dari rusa merah, sehingga untuk penentuan grade bagi rusa timor perlu ditetapkan tersendiri.

b) Dari segi kandungan asam amino, sebagai berikut:

Perbandingan kualitas ranggah muda rusa timor di penangkaran dengan di habitat alami menunjukkan gambaran bahwa rusa di penangkaran memiliki kecenderungan kadar asam amino esensial (berasal dari konsumsi pakan) lebih tinggi dibandingkan dengan rusa di habitat alami, hal ini menandakan bahwa di penangkaran dengan perlakuan pakan hasilnya lebih baik dari habitat alami.

Perbandingan kualitas (kadar asam amino pada ranggah muda) dari rerata kadar asam amino esensial dari ranggah utama bagian atas, tengah dan bawah pada rusa timor (Rusa timorensis) tidak berbeda jauh dengan rusa sika (Cervus nippon), ini menandakan bahwa dengan kondisi alam yang biasa relatif sama hasilnya, jika kondisi pakan di penangkaran dan habitat alami ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya maka peluang mendapatkan hasil kualitas ranggah muda rusa timor lebih baik sangat dimungkinkan.

Tabel 5.2 Perbandingan kadar asam amino pada ranggah muda utama (rerata bagian atas, tengah dan bawah dalam % BK) rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran dan habitat alami dengan rusa Sika (Cervus nippon) Asam amino (% BK) Hasil penelitian di Penangkaran Hasil penelitian di Habitat alami Hasil penelitian Jeon et al.2008**) Asp 2,91 ± 0.80 3,27 ± 0,27 3,70 ± 0,58 Thr*) 1,24 ± 0.58 1,15 ± 0,13 2,12 ± 0,34 Ser 1,27 ± 0,51 1,16 ± 0,11 2,32 ± 0,38 Glu 4,83 ± 1,58 6,02 ± 0,39 5,79 ± 0,86 Pro 1,56 ± 0,33 1,89 ± 0,09 5,02 ± 0,21 Gly 1,49 ± 0,68 1,47 ± 0,20 5,35 ± 0,18 Ala 1,10 ± 0,67 0,89 ± 0,05 3,66 ± 0,24 Val*) 1,11 ± 0,56 0,83 ± 0,06 1,54 ± 0,39 Met*) 1,19 ± 0,64 0,85 ± 0,05 0,55 ± 0,26 Leu*) 1,87 ± 0,51 1,91 ± 0,07 3,24 ± 0,55 Tyr 1,16 ± 0,64 0,97 ± 0,07 1,20 ± 0,37 Phe*) 1,20 ± 0,49 1,06 ± 0,06 1,96 ± 0,38 His*) 1,30 ± 0,54 1,01 ± 0,10 1,47 ± 0,34 Lys*) 1,40 ± 0,58 1,16 ± 0,05 2,84 ± 0,49 Arg*) 1,37 ± 0,48 1,30 ± 0,16 1,64 ± 0,31

*)asam amino esensial **) Ranggah muda Rusa Sika (Cervus nippon.)

Secara spesifik kandungan mineral dan asam amino tidak disyaratkan bagi ranggah muda komersial jika ranggah muda telah memenuhi syarat waktu panen 60 hari. Beberapa hasil penelitian (Jeon et al. 2006: Jeon et al. 2008; Jeon et al.

berbagai jenis rusa dan kelas umur relatif sama, dengan demikian hasil penelitian ini memperkuat dugaan bahwa jenis rusa kurang berpengaruh terhadap kandungan mineral dan asam aminonya, namun perbedaan jenis rusa sangat berpengaruh terhadap ukuran bobot dan panjang ranggah muda yang memiliki konsekuensi kandungan mineral dan asam amino lebih banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan suplemen.

Implikasi Hasil Penelitian terhadap Strategi Pengelolaan Rusa Timor untuk Pemanfaatan Ranggah Muda

Strategi dan Kebijakan Umum

Pengambilan ranggah muda pada rusa dewasa dominan di habitat alami (in situ) memiliki dua implikasi yakni: Pertama, terkait dengan ranggah muda itu sendiri, yakni dapat dimanfaatkan sebagai komoditas ekonomi dan bahan baku obat untuk keperluan supplemen atau untuk bahan nutraceutical. Hal ini dapat memberikan nilai ekonomi bagi pengelola kawasan. Pengambilan ranggah lebih aman bagi pengelola jika dilakukan pada saat ranggah masih muda (lunak) dibandingkan pengambilan pada saat ranggah sudah keras karena sifat agresifitas rusa dalam masa rutting (peningkatan libido) dapat berdampak negatif terhadap keselamatan rusa itu sendiri maupun terhadap pengelolanya. Kedua, terkait dengan manajemen perkawinan rusa dalam suatu populasi. Melalui pemanenan ranggah muda, terutama pada rusa-rusa bertua dan dominan, maka secara manajemen kita memberikan kesempatan kepada rusa-rusa yang lebih muda untuk mengawini betina super yang menjadi harem dari rusa tua dominan. Tanpa adanya pengambilan ranggah pada rusa tua dominan, maka rusa yang lebih muda tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk mengawini betina-betina kelompok jantan tua dominan tersebut karena selalu kalah bersaing. Rusa tua dominan umumnya memiliki ranggah dengan ukuran yang lebih besar yang menjadi andalan utama untuk “mengusir” rusa dengan ukuran ranggah yang lebih kecil. Kesempatan rusa jantan untuk mengawini beberapa rusa betina biasanya diawali dengan perubutan dengan jantan lain yang memiliki keinginan yang sama. Jika kondisi fisik cukup berimbang akan beradu satu dengan lainnya. Jika “pertempuran” cukup berimbang dapat berlangsung lama dan dapat berakibat menimbulkan luka pada salah satu atau keduanya dan bahkan dapat menimbulkan kematian pada salah satu jantan. Kematian salah satu jantan dewasa adalah sebuah kerugian karena tidak dapat termanfaatkan sama sekali, mengurangi populasi, dan mengurangi peluang terjadinya pertambahan populasi karena berkurangnya perkawinan dengan betina lain. Kondisi pengaturan pemanenan ranggah muda di habitat alami tersebut sebenarnya memiliki kegunaan yang sama dengan pengelolaan rusa di penangkaran (ex situ).

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka salah satu implikasi penting dari hasil penelitian ini yang perlu dipertimbangkan adalah pengaturan kebijakan terkait pengelolaan rusa timor khususnya di dalam kawasan konservasi seperti taman nasional maupun suaka margasatwa. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pengaturan kebijakan pengelolaan pemanfaatan ranggah muda rusa secara terencana dengan baik sebagai bagian dari pengelolaan populasi (population management) dan manajemen kawasan, maka diyakini pada satu sisi akan berkontribusi positif terhadap nilai ekonomi kawasan dan sumberdayanya, juga

dapat berdampak positif pada peningkatan populasi rusa timor di kawasan-kawasan konservasi secara signifikan.

Manajemen yang baik, konsisten dan bertanggungjawab, dan mendasarkan pada pemikiran bahwa rusa timor merupakan salah satu spesies yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik sehingga potensi dan peluang peningkatan populasinya akan baik, maka impian untuk meninjau status konservasi rusa timor yakni dari Vulnerable (rentan) oleh IUCN (Hedges 2008) dan dilindungi di Indonesia (UU No. 5 tahun 1990) agar menjadi tidak dilindungi merupakan suatu kebutuhan penting. Apabila hal ini dapat dilakukan maka langkah berikutnya adalah mendorong parapihak, pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat untuk mengembangkan penangkarannya secara luas dan mulai diarahkan lebih nyata menjadi hewan budidaya (ternak) sehingga akan berdampak sangat luas dan positif terhadap perlakuan rusa timor pada masa yang akan datang. Penetapan rusa timor sebagai satwa harapan oleh pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertanian pada beberapa waktu yang lalu untuk lebih dikembangkan sebagai salah satu satwa sumber protein hewani baru tentu akan semakin mendapat dukungan nyata melalui peninjauan status konservasinya.

Berkenaan dengan pemikiran tersebut di atas, maka perlu dilakukan beberapa langkah (skema) penting sebagai berikut :

1. Perumusan kebijakan tentang ijin pengambilan ranggah muda di kawasan konservasi sebagai bagian dari pengelolaan populasi rusa timor di kawasan-kawasan konservasi hutan.

2. Pembentukan komisi pengawas velveting nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan RI, antara lain berfungsi dalam menetapkan dan pengendalian standar kualitas velvet.

3. Pendistribusian rusa timor ke seluruh pulau kecil/terluar Indonesia yang potensial sebagai habitat rusa timor dalam rangka pengembangan pemanfaatannya sebagai salah satu sumber protein hewani baru sekaligus pengembangan manfaat produk ikutan lainnya.

Strategi ini diharapkan akan memberikan dampak positif berupa: (1) peningkatan populasi rusa timor secara cepat, (2) peluang mendapatkan temuan baru dari penelitian ekstrak ranggah muda rusa timor bagi kesehatan manusia, dan (3) meningkatnya nilai ekonomi rusa timor ataupun nilai ekonomi suatu kawasan hutan konservasi yang dapat menyokong pendanaan secara mandiri bagi setiap unit pengelola kawasan konservasi yang mempunyai populasi rusa timor, serta (4) peluang penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Secara lebih lengkap tata urutan taknis strategi pencapaian percepatan pertambahan populasi digambarkan dalam diagram pada Gambar 5.1.

Implikasi Teknis Konservasi Rusa Timor Berbasis Produk

Selain strategi dan kebijakan umum seperti diuraikan di atas, maka diperlukan langkah-langkah teknis konservasi rusa timor khususnya di kawasan konservasi seperti Taman Nasional Ujung Kulon terkait dengan pengembangan pemanfaatannya. Diantara langkah teknis yang harus segera dilakukan adalah perbaikan kondisi kualitas habitatnya khususnya perbaikan areal padang rumput sebagai sumber pakan utama rusa timor. Hal ini dipandang penting dan mendesak karena berdasarkan hasil analisis potensi hijauan pakan rusa di areal-areal padang

rumput di Pulau Peucang dan Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon, ternyata diketahui bahwa produktivitas dan daya dukungnya masih sangat rendah. Sebagai contoh, untuk areal padang rumput Pasanggrahan di Pulau Peucang dengan luas areal sekitar 0.5 ha maka produktivitas hijauan pakannya diperkirakan hanya sekitar 7.88 – 15 kg per hari. Jumlah populasi rusa yang ada sekitar 30 ekor, dengan asumsi kebutuhan minimal per ekor rusa per hari sekitar 15% dari rataan bobot badan rusa dewasa (45 kg) atau setara dengan 6.75 kg per ekor per hari, maka potensi produktivitas dan daya dukungnya tidak/belum mencukupi. Meskipun sebagian dari kebutuhan rusa dipenuhi dari areal hutan, namun secara umum diketahui masih belum mencukupi.

Kebijakan terkait pemanfaatan rusa timor sebagai bagian penting dari manajemen kawasan dan konserva rusa timor berbasis produk, maka langkah teknis utama yang perlu segera dilakukan adalah perluasan areal padang rumput (grazing area) sebagai tempat mencari makan (feeding ground) utamanya, disamping upaya perbaikan kualitas vegetasi pakan dan produktivitasnya. Implikasi positip yang diyakini akan diperoleh adalah perkembangan populasi yang lebih baik karena dari segi daya dukung pakannya dapat terpenuhi, sekaligus juga dapat meningkatkan kualitas produk ranggah muda yang dihasilkannya. Sebagaimana diketahui pakan merupakan salah satu faktor pembatas (limiting factor) bagi kelangsungan hidup, pertumbahan dan perkembangan populasi satwa

di habitat alaminya, dan memiliki korelasi kuat terhadap kualitas produk-produk yang dihasilkannya.

Selain implikasi teknis konservasi rusa timor di habitat alaminya khususnya di Taman Nasional Ujung Kulon, dari hasil penelitian ini juga membawa implikasi teknis pada keharusan perbaikan pengelolaan rusa di penangkaran (ex situ). Pengembangan standar pakan rusa timor untuk menghasilkan produk ranggah muda rusa timor yang berkualitas merupakan langkah penting yang perlu segera dilakukan, terutama oleh Pusat Konservasi Hutan Kementerian Kehutanan yang sedangkan mengembangkan suatu model penangkaran rusa. Langkah penting lain yang perlu dilakukan adalah sosialisasi dan perbanyakan pilot-pilot proyek penangkaran rusa sebagai bagian dari kebijakan konservasi rusa berbasis produk baik daging, ranggah muda, ataupun produk ikutan lainnya (kulit, ranggah keras), serta pengembangan jasa wisata penangkaran rusa.

Terkait dengan pemanfaatan ranggah muda rusa sebagai bahan obat, maka langkah-langkah penelitian dan pengembangan potensi biofarmaka dari ranggah muda rusa timor juga perlu dirintis. Hal ini dimaksudkan agar kita memiliki informasi dasar yang akurat tentang potensi kandungan bahan aktif serta manfaatnya bagi kesehatan manusia, sekaligus mengetahui standar kualitas ranggah muda sebagai bahan baku obat yang diterima di pasaran lokal maupun internasional.

Secara umum konsep maupun praktek konservasi rusa timor ataupun rusa-rusa Indonesia lainnya yang dilakukan selama ini, baik in situ maupun ex situ

dengan kurang menempatkan potensinya sebagai salah satu komoditas ekonomi yang prospektif sudah selayaknya dirubah. Konsekwensinya kebijakan dan praktek pengelolaan rusa harus mulai lebih dimaksimalkan. Paradigma pembatasan pengelolaan pemanfaatan produk rusa timor khususnya di kawasan konservasi karena keterbatasan kapasitas sumber daya manusia, peraturan perundangan ataupun kebijakan lainnya perlu ditinjau dan diperbaiki, sehingga dapat diselaraskan dengan pandangan bahwa rusa timor merupakan salah satu satwa harapan yang mampu mendukung pemenuhan permintaan sumber protein hewani baru nasional maupun alternatif pemenuhan kebutuhan bahan baku obat-obatan dari satwa. Kemauan baik (good will) dari pemangku kepentingan utama yakni pemerintah cq Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Pertanian untuk secara sinergis bersama-sama dengan sektor lainnya untuk mengembangkan potensi rusa timor sebagai bagian dari kebijakan bioprospeksi (bioprospecting) nasional menjadi penting. Kebijakan nasional yang terkait dengan penguatan ketahanan pangan dan peningkatan kesehatan nasional serta penyiptaaan lapangan kerja baru pada prinsipnya mengharuskan pemerintah dan seluruh komponen nasional untuk bersinergi mengembangkan aneka bioprospeksi nasional, dimana rusa timor dan aneka jenis rusa lainnya maupun satwaliar yang secara umum diketahui banyak dimiliki Indonesia. Pernyataan bahwa Indonesia adalah salah satu negara megabiodiversity mengharuskan pembuktian pengembangan pemanfaatannya melalui kebijakan biosprospeksi nasional (national bioprospecting policy) bagi sebesar-besar kesejahteraan masyarakat.

6. SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait