• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.4 Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Penyakit Bawaan Makanan

lain:

a. mengolah makanan dan minuman dengan tangan kotor,

b. mamasak sambil bermain dengan hewan piaraan,

c. menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan

lainnya,

d. dapur yang kotor,

e. alat masak yang kotor,

f. memakan makanan yang sudah jatuh ke tanah,

g. makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat

menjangkau, makanan yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu tempat,

h. makanan dicuci dengan air kotor,

i. pengolah makanan yang menderita penyakit menular.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Penyakit Bawaan Makanan

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit bawaan makanan, yaitu sebagai berikut:

a. Peranan Mikroba dalam Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit bawaan makanan disebabkan akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba merupakan jasad hidup yang ukurannya kecil sering hal ini karena ukurannya yang kecil, digolongkan menjadi yaitu: (1)Jasad

prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera); (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan

protozoa (Divisio Protista); dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan

multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia.

Berbagai jenis mikroba pathogen dapat mencemari makanan yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang sudah tercemar mikroba. Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba tumbuh pada makanan dan memproduksi toksin, jika makanan tertelan, maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan patogennya (Ames, 1994).

Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola penyebarannya yaitu:

a) Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan

laut) seperti kerang-kerangan mentah.

b) Virus yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak

langsung dengan orang yang terinfeksi atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi

c) Jamur yaitu melalui makanan yang berasal dari tumbuhan seperti sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara maksimal.

b. Peranan Bakteri dalam Penyakit Bawaan Makanan

1. Salmonella

Salmonelosis adalah penyakit pada saluran gastrointestine yang mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon. Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak

berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5

-0,8 μm. Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur dari Smith. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anerob, pada

suhu 15–41C (suhu pertumbuhan optimum 37oC dan pH

pertumbuhan 6–8). Beberapa spesies dari Salmonella antara lain

adalah Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis.

a) Sifat Patogenitas Salmonella

Masuknya Salmonela typhi dan Salmnella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya menuju ke pembuluh darah (mengakibatkan bakteremia) kemudian menuju hati dan limpa.

Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam lumen usus.

Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu kemudian menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.

b) Epidemiologi infeksi oleh Salmonella

Salmonellosis disebarkan pada orang-orang dengan

(mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun

perjangkitan-perjangkitan dari penyakit baru-baru ini

melibatkan telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi yang digiling dan daging-daging lain yang dimasak dengan buruk), produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air yang tercemar. Pencemaran dapat datang dari feses hewan atau manusia yang berhubungan dengan makanan selama pemrosesannya. Feses dari orang-orang yang terinfeksi akan mencemari sumber air atau makanan dari orang-orang yang tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang berpotensi dari Salmonella adalah hewan seperti kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan hewan ternak, dan manusia yang terinfeksi.

Pola penyebaran penyakit ini pada tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, kepembuluh darah,

dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari.

c) Gejala dari infeksi Salmonella

Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam setelah makan makanan yang tercemar oleh Salmonella. Gejala awal yaitu timbulnya rasa sakit perut yang mendadak disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan lendir atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan muntah

kemudian terjadi demam dengan suhu 38–39o Celcius.

Gejala-gejala ini disebabkan oleh endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut biasanya

akan hilang dalam waktu 2–5 hari.

d) Pencegahan Salmonelosis

Kebanyakan kasus Salmonelosis disebabkan karena memakan makanan yang tercemar. Oleh karena itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut: Memasak dengan baik makanan yang dibuat dari daging; menyimpan makanan pada suhu lemari es yang sesuai; melindungi makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain; penggunaan metode produksi dan pengolahan

makanan yang semestinya, serta kebersihan pribadi yang baik serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat kesehatan.

Begitu ditemukan adanya kasus infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang sesuai untuk melindungi masyarakat dari suatu perjangkitan keracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.

2. Clostridium

Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan keracunan makanan oleh bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin bakteri paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan kaleng yang tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum.

a) Sifat patogenitas Clostridium

Toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium adalah racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal (mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat syaraf,

menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf lewat di sepanjang syaraf tepi.

b) Epidemiologi botulisme

Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan perairan. Jika sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum pada bayi.

c) Gejala dari keracunan botulisme

Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48

jam setelah mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar, penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada kantung kemih dan semua otot yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya

gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan.

d) Pencegahan botulisme

Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya

pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam,

pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik

penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan

madu.

Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan

pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.

3. Staphylococcus

Keracunan makanan oleh Staphylococcus, keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada makanan

yang tercemar. Salah satu contoh spesiesnya adalah

Staphylococcus aureus yaitu merupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Gram-positif.

Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan.

a) Sifat patogenitas Staphylococcus

Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus bersifat tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit. Makanan yang telah tercemar jika dibiarkan dalam suhu kamar selama delapan sampai sepuluh jam dapat menghasilkan

mengakibatkan keracunan makanan.Sekalipun makanan ini kemudian disimpan di dalam lemari es selama berbulan-bulan, toksinnya tidak akan musnah.

Pemasakan kembali makanan tersebut juga tidak akan mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati keracunan makanan oleh Staphylococcus.

b) Epidemiologi keracunan makanan oleh Staphylococcus

Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya keracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur yang sama antara makanan yang tercemar dengan yang ada pada tangan orang yang menangani makanan tersebut.

Adapun makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus antara lain adalah kue dengan saus yang terbuat dari telur, susu, dan daging olahan. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang cukup banyak biasanya memiliki penampilan, bau, dan rasa yang normal

c) Gejala keracunan makanan oleh Staphylococcus

Gejala keracunan Staphylococcus akan segera terlihat

setelah mengkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan akan menentukan waktu timbulnya

gejala serta parah atau tidaknya infeksi tersebut. Biasanya gejala akan timbul sekitar 2 sampai 6 jam setelah makan makanan tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas.

d) Pencegahan Keracunan Makanan oleh Staphylococcus

Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi (misalnya alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun.

Dokumen terkait