• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Coping

2.1.4. Faktor-Faktor Coping

Kemampuan seseorang untuk melakukan coping yang efektif

tergantung pada jenis stressor dan coping yang digunakan. Lazarus dan

Folkman (dalam Huffman, Vernoy, & Vernoy, 2000) membagi

a. Health and energy

Semua stres menyebabkan beberapa jenis perubahan fisiologis.

Oleh karena itu, kesehatan individu secara signifikan berpengaruh

terhadap kemampuan individu untuk mengatasi masalah.

Orang-orang yang lebih kuat dan sehat, semakin baik mereka mengatasi

suatu masalah dan semakin lama mereka tetap pada posisi bertahan

tanpa memasuki tahap kelelahan.

b. Positive beliefs

Citra diri yang positif dan sikap positif dapat menjadi sangat

signifikan mengatasi sumber daya. Menurut Lazarus dan Folkman,

berharap bisa datang dari kepercayaan diri sendiri, yang dapat

memungkinkan kita untuk merancang strategi coping yang dimiliki

oleh diri sendiri; kepercayaan pada orang lain, seperti dokter yang

membuat kita merasakan pengaruh dari hasil yang positif; atau

keyakinan pada pertolongan Tuhan.

c. Problem-solving skills

Ketika orang-orang memiliki internal lokus kontrol, perasaan

yang dimiliki oleh individu secara signifikan telah mengontrol setiap

peristiwa dalam kehidupannya, dalam mengatasi masalah mereka

lebih berhasil daripada orang-orang yang merasa tidak memiliki

kontrol, bahwa mereka tidak mampu menangani peristiwa dalam

dengan lokus kontrol eksternal merasa bahwa mereka tidak berguna

dan tidak berdaya untuk mengubah keadaan mereka.

d. Social Skills

Seseorang dengan keterampilan sosial seperti mengetahui

perilaku yang sesuai untuk situasi tertentu, mampu memulai

percakapan dan mengekspresikan diri dengan baik memiliki

kecemasan yang lebih rendah daripada mereka yang tidak

memilikinya. Keterampilan yang efektif dapat membantu seseorang

tidak hanya berinteraksi dengan yang lainnya tetapi juga

mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan yang dimiliki,

meminta bantuan ketika sedang membutuhkan, dan mengurangi

permusuhan saat menghadapi situasi yang tegang.

e. Social Support

Dukungan sosial bisa mencegah efek stres akibat perceraian,

kehilangan orang yang dicintai, penyakit kronis, kehamilan,

kehilangan pekerjaan, dan kelebihan beban kerja. Ketika berhadapan

dengan situasi stres, teman-teman dan keluarga dapat membantu

menjaga kesehatan seseorang, mendengarkan dan memeluk,

membuat seseorang merasa penting bagi mereka, mencegah

seseorang melakukan tindakan yang menimbulkan penyesalan, dan

f. Material Resources

Kita sering mendengar uang bukan segalanya, tetapi saat

mengatasi stress, uang dan hal-hal lain yang bisa dibeli dengan uang

dapat menjadi sumber daya yang nyata. Uang meningkatkan jumlah

pilihan yang tersedia untuk menghilangkan sumber stres atau

mengurangi efek stres.

2.2. Rambu solo’ pada Polisi yang menghadapi masa pra pensiun 2.2.1. Pengertian Rambu solo’

Adat merupakan merupakan norma-norma yang sah dan berfungsi

mengatur ketertiban dan keserasian hidup masyarakat (Tallulembang,

2012). Salah satu adat yang wajib dilakukan oleh masyarakat Toraja yaitu upacara Rambu solo’. Rambu solo’ atau upacara pemakaman adalah salah satu rangkaian budaya adat istiadat di Toraja. Masyarakat

Toraja mengadakan upacara pemakaman yang telah diwariskan secara

turun-temurun oleh leluhur. Tangdilintin (2014) mengatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan pada upacara rambu solo’ yang dilakukan menurut Aluk Todolo, yaitu upacara rambu solo’ ditentukan oleh kedudukan sosialnya dan kemampuan keluarganya

mengadakan kurban pada upacara tersebut.

Menurut hasil penelitian Tim Peneliti dari Departemen Pendidikan

mengapa begitu banyak kerbau yang dikorbankan dalam upacara

pemakaman, yaitu:

a. Faktor religi

Menurut Aluk Todolo, roh dari kerbau-kerbau yang

dikorbankan akan menjadi harta kekayaan dari roh orang yang meninggal di “dunia sana”.

b. Faktor Prestise (Harga Diri)

Hal ini disebabkan karena susunan kasta yang ada dalam

masyarakat Toraja, sehingga kalau yang meninggal orang kelas

tinggi dan jumlah kerbau yang dikorbankan tidak sesuai dengan statusnya, maka anggota masyarakat akan “menertawakan” (menghina atau memandang rendah) keluarganya yang masih hidup.

c. Faktor Ekonomi

Faktor ini ikut menentukan, karena jumlah kerbau yang

dikorbankan, menunjukkan bahwa keluarga itu mampu.

Pada penelitian Tumirin & Abdurahim (2015) memaparkan bahwa perngorbanan biaya yang besar untuk rambu solo’ memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Tana Toraja karena berdampak jangka

panjang. Walaupun dari perspektif ekonomi pengorbanan biaya tersebut

dapat dipandang sebagai pemborosan namun ternyata tidak dianggap

sebagai beban yang berat, terbukti dengan tetap lestarinya upacara rambu solo’ hingga saat ini.

Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Marwing (2011) mengenai “dinamika psikologis dengan cara memahami faktor motivasional individu dari tana’ bulaan miskin dalam melaksanakan upacara rambu solo’” mengungkapkan bahwa para informan dari berbagai tingkatan upacara tidak hanya menghadapi dampak langsung beban keuangan rambu solo’ melainkan juga harus menghadapi berbagai dampak jangka panjang atau dampak tidak langsung sebagai implikasi

dari ketidakmampuannya dalam mengatasi dan mengontrol permasalahan asal beban keuangan rambu solo’ sebagai sumber tekanan. Menurut Paranoan (1990, dalam Guntara dan Ruja, 2016),

motivasi sosio-kultural memainkan peranan penting dalam memberi

perlakuan pada orang yang meninggal di suku Toraja antara lain:

a. Sebagai wadah pemersatu keluarga, artinya melalui ritus rambu solo’, relasi kekeluargaan disegarkan kembali. Ritual ini menjadi ajang reuni para kaum kerabat, bahkan dengan semua handai tolan

atau kenalan biasa. Orang bertamu, duduk bercerita massalu nene’ (menelusuri garis keturunan) sambil ma’ panggan (siri-pinang) sehingga hubungan kekerabatan antara keluarga besar kembali

erat.

b. Sebagai tempat membagi warisan, artinya suatu kebiasaan yang

dilakukan keluarga si mati dalam ritus rambu solo’ adalah ma’ tallang atau mangrinding (membagi warisan). Ma’tallang artinya

mendapatkan harta warisan “orang yang meninggal” lewat mantunu (mengorbankan kerbau dan babi pada saat upacara kematian si mati. Yang berhak ikut ma’tallang ialah anak kandung dari orang yang meninggal, kalau orang yang meninggal tersebut

tidak mempunyai anak, maka saudaranya berkewajiban

menyelenggarakan upacara kematian dan berhak atas harta benda

orang yang meninggal dengan jalan ma’tallang.

c. Sebagai tempat menyatakan martabat, artinya dalam setiap ritus rambu solo’ martabat dan harga diri orang Toraja dinyatakan lewat ma’tallang. Anak dan keluarga “orang yang meninggal” akan berlomba mencari kerbau yang nilainya tinggi dalam konteks

budaya Toraja. Sehingga banyaknya kerbau dan babi serta

keberhasilan dan kemeriahan penyelenggaraan ritus rambu solo’ akan meningkatkan martabat keluarga dan menciptakan nilai

budaya tinggi. Di sinilah letak keunikan orang Toraja dalam

menghadapi upacara kematian karena tidak berhitung ekonomis,

tetapi yang ditonjolkan ialah karapasan (kedamaian).

d. Sebagai tempat bergotong royong, artinya salah satu ciri khas

orang Toraja adalah gotong-royong, hal ini terlihat dalam tradisi

sembangan ongan (bantuan keluarga atau kenalan sebagai ungkapan belasungkawa) yang ditujukan untuk membantu

kerbau dan babi tidak boleh ditolak oleh keluarga “orang yang meninggal”. Pada waktu si pemberi sembangan ongan mengalami kedukaan, barulah bantuan sembangan ongan-nya dikembalikan

yang disebut umbaya’ indan (membayar utang). Utang sembangan ongan tidak boleh ditagih, walaupun begitu setiap kelurga yang berhutang akan menggantinya dan membayarnya kembali sesuai

dengan prinsip saling mempercayai dengan penuh tanggung jawab.

e. Sebagai wadah pengembangan seni, artinya dalam ritus rambu solo’, kesenian orang Toraja dipertunjukkan. Hal ini terlihat pada balun (kain kafan) berwarna merah dan kuning diukir dengan corak matahari yang bahannya bergantung pada status sosial “orang yang meninggal”. Selama upacara berlangsung secara berganti-ganti ditampilkan berbagai kesenian hingga lagu duka

yang mengungkapkan keberanian, kebaikan hati atau riwayat hidup “orang yang meninggal”.

f. Sebagai wadah berdonasi; Sebelum hewan kurban disembelih

sebagian disisihkan untuk sumbangan pembangunan, seperti

pendidikan, kesehatan, jalanan, rumah ibadat, pengairan, dan

fasilitas umum lainnya.

Dokumen terkait