• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Uji Multikolinearitas

6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Tingkat Petan

Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di tingkat petani digunakan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan dalam menentukan model tersebut merupakan data primer hasil wawancara langsung yang dilakukan peneliti pada bulan juli sampai september 2013. Peneliti mengolah data-data tersebut menggunakan program Statistical Program Service Solution 16.0.

Penelitian ini merupakan survei pada tingkat mikro yaitu pada tingkat rumah tangga yang pernah menjual lahannya atau mengkonversikan lahannya secara langsung pada kurun waktu tahun 2005 hingga 2011. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan dalam penelitian ini dengan cara memasukkan beberapa variabel bebas. Variabel yang digunakan dalam model adalah jumlah tanggungan, jarak dari CBD, harga lahan per/meter persegi, pendapatan dari sektor pertanian, dan luas lahan yang dimiliki petani sebelum transaksi atau konversi lahan. Setelah dilakukan pengolahan data maka didapat model terbaik secara ekonomi dan statistik. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka didapat model untuk faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan oleh petani. Berikut model hasil analisis regresi linier berganda yang merupakan fungsi luas lahan yang dikonversi.

� = + , − , + , �� − , � � + , + �

dimana:

Y = Luas lahan pertanian yang terkonversi (m²) α = Intersep

βi = Koefisien regresi

JT = Jumlah tanggungan (jiwa) JCBD = Jarak dari pusat CBD (m)

HLPP = Harga lahan permeter persegi (Rp/m²)

PDSP = Pendapatan dari sektor pertanian (dalam seribu Rp/bulan) LLDS = Luas lahan dimiliki sebelumnya (m²)

55

Berdasarkan hasil intrepretasi dari model regresi pada Tabel 6.4 dibawah ini, besarnya adjusted R2 sebesar 0,652, hal ini berarti 65,2% konversi lahan dapat dijelaskan oleh variasi dari lima variabel independen jumlah tanggungan, jarak dari CBD, harga lahan permeter persegi, pendapatan dari sektor pertanian, dan luas

lahan dimiliki sebelumnya. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model. Taraf nyata yang digunakan dalam model ini adalah 15 %. Model yang digunakan ini merupakan model yang paling baik.

Konstanta bernilai negatif (-1.442,725) menyatakan bahwa dengan mengasumsikan ketiadaan variabel JT, JCBD, HLPP, PDSP, dan LLDS maka konversi lahan cenderung mengalami penurunan.

Tabel 6.4 Hasil interpretasi koefisien determinasi faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani

Model Unstandardized Coefficients Sig. Collinearit y Statistics B Std. Error VIF (Constant) -1.442.725 972.261 .151 JT 415.544 261.881 *.126 1.193 JCBD -.800 .272 **.007 1.077 HLPP .003 .001 **.000 1.138 PDSP -.026 .108 .808 1.431 LLDS .349 .075 **.000 1.485 R-square 71.2 persen

R-square adj. 65.2 persen

Durbin-Watson 1,656

Sig. F 0.000

Asymp. Sig. (2-

tailed) 0,992

Sumber : Data primer diolah, 2013

keterangan : ** : nyata pada taraf (α=1%) * : nyata pada taraf (α=15%)

Dari lima variabel independen pada tabel 6.4 diketahui bahwa variabel- variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap model regresi pada α=15% adalah JT, JCBD, HLPP, dan LLDS. Masing masing variabel ini memiliki nilai signifikasnsi atau P-value 0,126, 0,007, 0,000, dan 0,000. Keempat variabel tersebut memiliki signifikansi atau P-value < 0,15. Hal ini menyatakan bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap faktor-faktor pendorong konversi lahan pada taraf nyata α = 15 %.

56

Model regresi yang baik tidak diperbolehkan melanggar asumsi klasik, yaitu tidak terjadi multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji asumsi normalitas. Hasil uji tersebut dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan ditingkat petani adalah sebagai berikut :

1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas didasarkan pada nilai VIF yang terdapat pada model yang telah diregresikan. Nilai VIF yang kurang dari 10 (VIF < 10) menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Hasil regresi dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinearitas karena semua variabel VIF nya kurang dari 10 (VIF < 10). Tabel 6.4 menunjukkan tidak terjadi masalah multikolinearitas pada nilai VIF.

2 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplots dan uji gletser. Berdasarkan grafik scatterplot pada Lampiran 5 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Selain itu, pada Lampiran 5 merupakan hasil uji gletser yang menunjukkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas karena semua variabel bebas atau independent, Sig. (2-tailed) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α=0.15).

3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi didasarkan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai DW antara 1.55 dan 2.46 menunjukkan tidak ada autokorelasi (Firdaus 2004). Hasil pengolahan data didapat nilai DW sebesar 1.656. Dapat disimpulkan tidak terjadi masalah autokorelasi dalam model regresi. Nilai DW dalam model ditunjukkan dalam Tabel 6.4 dan Lampiran 2.

4 Uji Normalitas

Uji normalitas berdasarkan pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan software SPSS 16. Tabel 6.4 dan Lampiran 5 menunjukkan nilai signifikansi 0.992, yang artinya data terdistribusi normal pada taraf (α=0.15). Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0.992 lebih besar dari (α=0.15) maka asumsi residual menyebar normal terpenuhi.

Tidak terjadi pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi, hal ini menunjukkan model layak untuk digunakan. Beberapa variabel yang secara nyata

57

dan tidak nyata berpengaruh terhadap luas lahan yang dikonversi adalah sebagai berikut:

1. Jumlah tanggungan

Hasil regresi menunjukkan bahwa jumlah tanggungan mempunyai hubungan positif dengan nilai koefisien 415,544. Artinya, jika jumlah tanggungan dalam keluarga bertambah 1 jiwa maka diduga rata-rata luas lahan yang dijual akan meningkat 415,544 m2 sesuai dengan hipotesis. Variabel jumlah tanggungan memiliki sig 0.12,6 yang berarti variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dengan taraf nyata (α=0.15).

Hasil regresi berpengaruh karena semakin banyak jumlah tanggungan yang ada dalam suatu keluarga maka kebutuhan yang harus terpenuhi akan semakin meningkat sehingga pemilik lahan akan tertarik menjual lahannya dikarenakan tidak memiliki sumber lain, sehingga semakin tinggi jumlah tanggungan maka luas lahan yang dikonversi akan semakin meningkat seiring dengan kebutuhan yang diperlukan.

Jumlah tanggungan yang terus meningkat menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Hal ini sejalan dengan pertambahan penduduk di Kabupaten Kediri yang terus meningkat dari tahun ketahun. Laju pertumbuhan tertinggi adalah pada tahun 2001 yaitu sebanyak 5,094 persen atau meningkat sebanyak 76,392 penduduk. Jumlah pertumbuhan penduduk Kabupaten Kediri pada tahun 2001-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.5 berikut ini.

Tabel 6.5 Jumlah penduduk Kabupaten Kediri Tahun 2001-2011 dengan laju pertumbuhannya

tahun Jumlah penduduk (jiwa) Pertambahan penduduk laju penduduk (%)

2001 1.401.130 2002 1.407.921 6.791 0,485 2003 1.415.500 7.579 0,538 2004 1.423.234 7.734 0,546 2005 1.438.783 15.549 1,093 2006 1.445.695 6.912 0,480 2007 1.453.619 7.924 0,548 2008 1.461.566 7.947 0,547 2009 1.475.815 14.249 0,975 2010 1.499.768 23.953 1,623 2011 1.576.160 76.392 5,094

58

2. Jumlah dari pusat CBD

Hasil regresi menunjukkan bahwa jarak dari pusat CBD mempunyai hubungan negatif dengan nilai koefisien -0,008. Artinya, jika jarak dari pusat CBD bertambah 1 meter maka diduga rata-rata luas lahan yang dikonversika atau di transaksikan akan menurun seluas 0,008 m2 sesuai dengan hipotesis. Variabel jarak dari pusat CBD memiliki sig 0.007 yang berarti variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dengan taraf nyata (α=0.01).

Hasil regresi berpengaruh karena semakin jauh dari pusat CBD maka biaya transportasi semakin mahal sehingga land rent semakin turun sejalan dengan semakin meningkatnya biaya transportasi. Hal ini sesuai dengan teori lokasi Von Thunen, menurut Von Thunen bahwa biaya transportasi dari lokasi suatu lahan ke kota (pasar) merupakan input produksi yang penting, makin dekat lokasi suatu lahan ke kota maka makin tinggi aksesibilitasnya atau biaya transport makin rendah, oleh karena itu sewa lahan akan semakin mahal berbanding terbalik dengan jarak. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin jauh jarak dari pusat CBD maka semakin berkurang luas lahan yang dikonversikan.

3. Harga lahan per/meter persegi

Hasil regresi menunjukkan bahwa harga lahan per/meter persegi mempunyai hubungan yang positif dengan nilai koefisien 0.003, artinya, jika harga lahan per/meter persegi meningkat 1 000 rupiah maka diduga rata-rata luas lahan yang dikonversi akan meningkat 3 m2. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya. Variabel harga lahan per/meter persegi memiliki sig 0.000 yang berarti harga lahan memberikan pengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dengan taraf nyata (α=0.01).

Harga lahan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keputusan penduduk dalam mengkonversi lahan. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Sihaloho (2004) bahwa konversi lahan pada aras mikro dipengaruhi oleh faktor pola nafkah rumah tangga (struktur ekonomi rumah tangga), kesejahteraan rumah tangga (orientasi nilai ekonomi rumah tangga), dan strategi bertahan hidup rumah tangga. Hal tersebut membuktikan bahwa harga lahan berpengaruh terhadap keputusan pemilik lahan dalam menjual lahannya.

59

Apabila dalam rumah tangga responden terjadi masalah dalam hal keuangan maka penjualan lahan menjadi salah satu strategi untuk bertahan hidup.

4. Pendapatan dari sektor pertanian

Hasil regresi menunjukkan bahwa pendapatan dari sektor pertanian mempunyai hubungan yang negatif dengan nilai koefisien -0,026. Artinya, jika pendapatan meningkat 1.000.000 rupiah maka diduga rata-rata luas lahan yang dikonversi akan menurun sebesar 26 m2. Variabel pendapatan memiliki sig 0.808 yang berarti variabel pendapatan dari sektor pertanian tidak memberikan pengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dengan taraf nyata (α=0.15). Hal ini disebabkan oleh beragamnya jenis pekerjaan yang dimiliki responden meskipun jumlah responden terbesar adalah petani.

Hasil regresi ini sesuai dengan hipotesis bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan dari sektor pertanian maka konversi lahan juga akan semakin rendah. Pemilik lahan mengurangi luas lahan yang ditransaksikan dengan adanya peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan rumah tangga responden yang tercukupi jika pendapatan dari sektor pertanian mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong responden untuk menjaga lahan mereka yang merupakan aset utama bagi pekerjaannya sebagai petani.

5. Luas lahan yang dimiliki sebelumnya

Hasil regresi menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki saat menjual mempunyai hubungan yang positif dengan nilai koefisien 0.349. Artinya, jika luas lahan yang dimiliki meningkat 1000 meter persegi maka diduga rata-rata luas lahan yang dikonversi akan meningkat 349 m2, hal ini sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya bahwa luas lahan berpengaruh positif pada luas lahan yang dikonversi.Variabel luas lahan yang dimiliki sebelum menjual memiliki sig 0.000 yang berarti variabel memberikan pengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dengan taraf nyata (α=0.01).

Hasil regresi berpengaruh karena semakin luas ukuran lahan yang dimiliki sebelumnya kemampuan untuk mengelola seluruh lahan pertanian yang dimiliki akan berkurang. Mentransaksikan sebagian lahannya dianggap jalan pintas untuk mengurangi luas lahan yang dimiliki petani selain karena motivasi mendapatkan karena motivasi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi. Hasil penelitian

60

ini relevan dengan hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Utomo et al. (1992) bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan.

Berdasarkan sejumlah variabel yang telah dijelaskan di atas, pada tingkat mikro keinginan seseorang untuk mengkonversi lahan dipengaruhi oleh empat faktor, jumlah tanggungan, jarak dari CBD, harga lahan permeter persegi,

pendapatan dari sektor pertanian, dan luas lahan dimiliki sebelumnya. Berry (1987) dalam Yunus (2006) menyatakan bahwa pesatnya perkembangan suatu kota dan tingginya laju pertumbuhan jumlah penduduk, secara langsung membuat kebutuhan lahan akan menjadi tinggi. Ketersediaan lahan yang terbatas dan jumlah relatif tetap membuat nilai lahan akan meningkat.

61

VII.

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Simpang Lima Gumul diharapkan menjadi pusat pertumbuhan baru di Kabupaten Kediri. Rencanaan kawasan yang mendorong pertumbuhan daerah belum dapat diapliakasikan sepenuhnya.

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola dan karakteristik konversi lahan di Kabupaten Kediri secara spontan atau langsung masih sangat sedikit dibandingkan dengan yang direncanakan. Bahkan pemerintah melalui program-programnya berhasil mengatasi masalah defisit lahan pertanian melalui program ekstensifikasi berupa percetakan sawah.

2. Secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian pada taraf nyata ditingkat petani di Kecamatan Ngasem adalah :

a. Jumlah tanggungan. Dikaitkan dengan fakta yang dibahas pada bagian pendahuluan yang menunjukkkan pertumbuhan pesat pasca pembukaan kawasan maka konversi lahan akan masih akan terus terjadi.

b. Jarak lahan dari central business district. Hal ini sesuai dengan apa yangg diharapkan pada perencanaan simpang lima gumul.

c. Harga lahan pertanian per/meter persegi. Harga lahan mengikuti mekanisme pasar atau tidak ditentukan oleh pemerintah. Sehinggga untuk melakukan pengendalian konversi lahan dengan cara melakukan pencandangan lahan pertanian. Misalnya dari tanah negara yang habis masa konversinya.

d. Luas lahan yang dimiliki sebelumnya. Implikasi dari hal ini pemda perlu berkoordinasi dengan para pemilik tanah yang luas agar konversi dapat terkendali.

62

7.2 Saran

Berdasarkan hasil, pembahasan dan simpulan yang diperoleh maka terdapat beberapa saran yang sebaiknya dipertimbangkan:

1. Perlu intensif dalam untuk menggalakkan konversi lahan pertanian di daerah yang direncanakan pembangunan. Bisa berupa infrastuktur atau kemudahan dalam administrasi.

2. Kendali pemerintah dalam mempertahankan luas lahan pertanian dengan program ekstensifikasi lahan perlu dipertahankan, selain dengan upaya peningkatan produksi lahan pertanian.

3. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengahi konversi lahan secara empiris diperlukan kebijakan

a. Menggalakkan lagi program keluarga berencana untuk mengendalikan jumlah penduduk.

b. Harus ada aturan dalam tata ruang untuk mengendalikan jarak lahan maksimal dari pusat CBD untuk dikonversi.

c. Perlu program pertanian untuk revitalisasi lahan pertanian agar petani tidak mudah tergoda tawaran harga lahan yang tinggi dari pembeli.

63

VIII.DAFTAR PUSTAKA

Anugerah F. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Skripsi, Sarjana. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Press.

Astuti D. 2011. Keterkaitan Harga Lahan Terhadap Laju Konversi Lahan di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Skripsi, Sarjana. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2012.‘Kabupaten Kediri Dalam AngkaTahun 2012’. Kabupaten Kediri (ID). BPS.

Badan Pusat Statistik. 2011.‘Kecamatan Ngasem Dalam AngkaTahun 2011’. Kecamatan Ngasem (ID). BPS.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2000. Statistika Indonesia. [internet], [diacu 2013 juni 5]. Tersedia dari : http://www.datastatistik-indonesia.com.

Bappeda Kabupaten Kediri. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Kediri nomor 14 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri, Kediri (ID). BAPPEDA.

Bappeda Kabupaten Kediri. 2003. Rencana Tata RuangWilayah (RTRW) Kabupaten Kediri 2003-2010. Kabupaten Kediri (ID). Bappeda.

Barlowe R. 1978. Land Resources Economics: The Economics of Real Estate. New Jersey. Prentice-Hall.

[Bupati Kediri], 2005. Penetapan Nama dan Peta serta Batas-batas wilayah Calon Ibukota Kabupaten Kediri. Kediri (ID).

Fandeli C, Retno Nur Utami, dan Soifudin Nurmansyah. 2008. Audit lingkungan. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press.

Gujarati D.N. 2007a. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta (ID): Erlangga.

Gujarati D.N. 2007b. Dasar-dasar Ekometrika Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.

Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Hardjowigeno, S., Widiatmaka dan A. S. Yogaswara. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indafa`a N. 2006. Perencanaan dan Perancangan CBD simpang Lima Gumul di Kabupaten Kediri Dengan Penekanan pada Pemanfaatan Dan Pengolahan

64

Tata Guna Lahan. Skripsi. Surakarta (ID). Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Jayadinata JT. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah Edisi Ketiga. Bandung (ID). Institut Teknologi Bandung. Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID). IPB Press. Juanda B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis, edisi kedua. Bogor (ID).

IPB Press.

McCann, Philip. 2001. Urban and Regional Economics. United States. Oxford University Press.

Mulyawan I. 2010. Central Business District (CBD) [internet]. [diacu 2013 juni 2]. Tersedia dari: http://moeljawan.blogspot.com/2010/03/central-business- district-cbd.html.

Nuryati, L. 1995. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Kepenggunaan Non Sawah. Skripsi, Sarjana. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Pakpahan A, N Sumaryanto, Syafa'at. 1993. Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Bogor (ID). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Prasetyo B, L.M. Jannah. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada.

[Presiden Negara Republik Indonesia]. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemenrintah Daerah. Jakarta (ID).

[Presiden Negara Republik Indonesia]. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID).

Rustiadi E. dan A. Anwar. 2000. Permasalahan Pembangunan Wilayah Riau Menyongsong Otonomi Wilayah. Makalah Konsultasi Regional PDRB se- Provinsi Riau. Tanggal 21 September 2000. Pekanbaru (ID).

Saefulhakim, R. S. dan L. I. Nasoetion. 1996. Kebijakan Pengendalian Sawah Beririgasi Teknis dalam Proseding Penelitian Tanah No.12 Tahun 1996. Pusat Penelitian Tanah. Bogor (ID).

Santoso D. 2013. Sejarah Kabupaten Kediri [internet]. [diacu 2013 juni 2]. Tersedia dari: http://digdyo.blogspot.com/2013/05/sejarah-kabupaten-kediri.html Sihaloho M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria di

Kelurahan Mulyoharjo Kecamatan Bogor Selatan. Tesis. Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor.

Sitorus, S. R. P. , O. Haridjaja, A. Iswati, dan D. R. Panuju. 2010. Pengembangan Metodologi untuk Identifikasi Tingkat Degradasi Lahan di Lahan Kering Mendukung Pendayagunaan Lahan Terlantar untuk Keperluan Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

65

Sumaryanto et al (2005). Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke. Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun II. Bandar Lampung (ID). Universitas Lampung.

Sumaryo S Tahlim. 2005. Pemahaman Dampak Negatif Konversi Lahan Sawah Sebagai Landasan Perumusan Strategi Pengendaliannya. Prosiding Seminar Penanganan Konversi Lahan dan Pencapaian Pertanian Abadi. Bogor (ID). LPPM IPB.

Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Suatu Pendekatan Teoritis. Yogyakarta(ID). PAU-UGM.

Utama D. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan non Sawah di Kabupaten Cirebon. Skripsi. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Utomo. 1992. Alih Fungsi Lahan: Tinjauan Analisis dalam Makalah Seminar Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Bandar Lampung (ID). Universitas Lampung.

Winoto J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Funsi Tanah Pertanian dan Implementasinya. Prosiding Seminar Penanganan Konversi Lahan dan Pencapaian Pertanian Abadi. Bogor (ID). LPPM IPB.

Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2009. SPSS Complete : Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta (ID). Salemba Infotek.

66

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN

LINGKUNGAN

Jl. Kamper level 5 wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor (16680)

KUISIONER PENELITIAN Hari/Tanggal : ... Nomor Responden : ... Nama Responden : ... Alamat Responden : ... ... No. Telepon/ HP : ...

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan wawancara untuk narasumber dalam skripsi mengenai “Keterkaitan Konversi Lahan Pertanian dengan Keberadaan Central Bussines District (CBD) Simpang Lima Gumul, Kabupaten Kediri" oleh As Ad Ali Mutakin (H44080034). Kami memohon partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaanya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk digunakan dalam kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Saudara, Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis kelamin : L/P 2. Umur : ... tahun 3. Status pernikahan : belum/sudah menikah 4. Pendidikan formal terakhir □ Tidak Sekolah □ Lulus SMA □ Tidak Lulus SD □ Lulus PT □ Lulus SD □ Lainnya ... □ Lulus SLTP 5. Pendidikan non-formal a. ... Lamanya : ... bulan/tahun b. ... Lamanya : ... bulan/tahun c. ... Lamanya : ... bulan/tahun 6. Status kependudukan □ Penduduk asli □ Pendatang □ Lainnya ... 7. Lama tinggal : ... tahun

8. Jumlah tanggungan keluarga ... orang 9. Pekerjaan Anda saat ini

a. PNS/Swasta c. Pedagang e. Wirawasta

67

10.Pekerjaan sampingan □ Ada

a. sebagai ... penghasilan Rp.../bulan b. sebagai ... penghasilan Rp.../bulan c. sebagai ... penghasilan Rp.../bulan □ Tidak ada

Dokumen terkait