• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Uji Multikolinearitas

6.1 Pola dan Karakteristik Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian di Kabupaten Kediri terjadi hampir setiap tahun. Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Kediri umumnya menjadi industri, pemukiman, maupun sarana dan prasarana seperti jalan raya, sekolah, dan perkantoran. Perubahan luas lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Kediri dapat dilihat pada Gambar 6.1 berikut ini.

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kediri 2012 (diolah)

Gambar 6.1. Luas Lahan Sawah di Kabupaten Kediri Tahun 2001-2011

Gambar tersebut menunjukan pola luas lahan sawah yang relatif menurun dari tahun 2003 sampai tahun 2011, namun pada tahun 2005 dan 2006 penurunan tersebut dapat ditekan dengan pertambahan luas sawah yang luasnya lebih besar dari pada jumlah lahan yang terkonversi. Hal ini menyebabkan luas lahan pertanian selama periode 2003 sampai 2011 mengalami peningkatan. Perubahan luas lahan pertanian pada tahun 2003 sampai dengan 2011 didominasi oleh peran pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan luasan lahan pertanian. Pemerintah Daerah melakukan kebijakan pencetakan lahan sawah baru dari lahan kering seperti kebun, tanah kosong, rawa, dan hutan yang ada. Pembukaan lahan ini dilakukan untuk mempertahankan kondisi wilayah Kabupaten Kediri yang berbasis pertanian. Laju

46800 46900 47000 47100 47200 47300 47400 Lu as La h an Sawah (h a) Tahun Luas Lahan Sawah

48

pernyusutan dan pertambahan luas sawah tiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Luas alih fungsi lahan sawah tahun 2003-2009 di Kabupaten Kediri

Tahun Luas sawah pencetakan sawah

baru (Ha) Luas Sawah Terkonversi (Ha) laju penyusutan luas sawah (%) 2003 47000 2004 46981 0 19 -0,04 2005 47188 207 0 0,441 2006 47330 142 0 0,301 2007 47327 0 3 -0,006 2008 47320 0 7 -0,015 2009 47311 0 9 -0,019 Total 349 38 Rata-rata 58 6 0,110

Sumber: Badan Pusat Statistik diolah, 2013

Pada table 6.1 selama periode tahun 2003-2009 terjadi peningkatan luas lahan pertanian sebesar 349 hektar. Peningkatan itu terjadi pada tahun 2005 dan 2006. Penurunan luas lahan terjadi terus menerus namun terjadi pada jumlah yang kecil. Penurunan luas lahan selama periode 2003-2009 adalah sebesar 43 hektar. Luas lahan baru dan luas lahan terkonversi merepresentasikan perubahan lahan di Kabupaten Kediri selama periode tahun 2003-2009. Konversi lahan terjadi secara kontinu namun pada jumlah yang kecil namun peran pemerintah dalam mempertahankan luas lahan pertanian sangat dominan.

Pembukaan lahan baru merupakan wujud implementasi RTRW tahun 2003, pada bab III mengenai sektor prioritas. Kebijaksanan dasar pembangunan dalam sektor prioritas menempatan seluruh Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) mendorong sektor pertanian sebagai sektor utama karena berperan sebagai penggerak utama perekonomian daerah Kabupaten Kediri. Kebijaksaan dasar pembangunan daerah Kabupaten Kediri yang mendukung pertanian dalam RTRW 2003 yaitu:

1. Menjaga keberadaan potensi produk unggulan daerah dengan segala sumberdaya yang dipunyai.

2. Mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang pernah dicapai sebelum krisis, menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan.

49

3. Mempertahankan keberadaan sektor pertanian, perdagangan dan industri sebagai penggerak utama perekonomian daerah.

Kebijakan RTRW tahun 2003 berlaku hingga 2010. Kebijakan RTRW yang baru adalah RTRW 2011 yang berlaku dari tahun 2010 hingga 2030. RTRW 2011 menekankan pembangunan Kabupaten Kediri pengembangan fasilitas kawasan perkotaan. Pengembangan kawasan perkotaan identik dengan pembangunan kawasan industri, kawasan perdagangan, dan kawasan perkantoran.

Wujud dari implementasi dari pengeloaan tata ruang yang baru dalam RTRW 2011 adalah dibukanya kawasan industri yang berada di Kecamatan Badas. Terdapat enam Kecamatan yang di proyeksikan untuk kawasan industri yaitu Kecamatan Pare, Kunjang, Badas, Gampeng Rejo, Kandat dan Wates namun untuk Kecamatan Pare dan Gampeng Rejo sudah dibangun sebelum RTRW tersebut ditetapkan. Peta mengenai struktur ruang wilayah Kabupaten Kediri terdapat pada Lampiran 3.

Perkembangan laju luas lahan sawah setelah berlakunya RTRW 2011 dianalisis dalam perubahan penggunaan lahan pada tingkat kecamatan. Luas konversi lahan pada setiap kecamatan dihitung berdasarkan data BPS Kabupaten Kediri setelah terjadi pemekaran wilayah dari 23 kecamatan pada tahun 2000 menjadi 26 kecamatan pada tahun 2009. Tahun 2009 sampai tahun 2011 dari 26 Kecamatan yang ada di Kabupaten Kediri terdapat satu Kecamatan yang mengalami konversi lahan cukup besar yaitu Kecamatan Badas (6,05 persen). Lahan yang terkonversi di Kecamatan Badas sebagian besar digunakan untuk kawasan industri dan pemukiman. Luas dan laju alih fungsi lahan sawah 2009-2011 di setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6.2.

50

Tabel 6.2 Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah 2009-2011 di Setiap Kecamatan

luas penggunaan lahan (Ha) pertumbuhan

(%) No Kecamatan tahun 2009 tahun 2011 pertumbuhan

1 Mojo 1.530 1.530 0 0,00 2 Semen 1.474 1.474 0 0,00 3 Ngadiluwih 1.171 1.171 0 0,00 4 Kras 1.966 1.966 0 0,00 5 Ringinrejo 1.381 1.377 4 0,29 6 Kandat 1.654 1.655 -1 -0,06 7 Wates 2.365 2.366 -1 -0,04 8 Ngancar 917 917 0 0,00 9 Plosoklaten 2.143 2.174 -31 -1,45 10 Gurah 2.555 2.555 0 0,00 11 Puncu 413 413 0 0,00 12 Kepung 2.252 2.252 0 0,00 13 Kandangan 1.892 1.860 32 1,69 14 Pare 1.949 1.947 2 0,10 15 Badas 2.281 2.143 138 6,05 16 Kunjang 2.365 2.365 0 0,00 17 Plemahan 3.503 3.503 0 0,00 18 Purwoasri 2.579 2.644 -65 -2,52 19 Papar 2.472 2.472 0 0,00 20 Pagu 1.711 1.661 50 2,92 21 Keyenkidul 2.365 2.353 12 0,51 22 Gampengrejo 995 995 0 0,00 23 Ngasem 1.262 1.262 0 0,00 24 Banyakan 1.166 1.166 0 0,00 25 Grogol 1.260 1.255 5 0,40 26 TArokan 1.690 1.690 0 0,00 Total 47311 47166 145 0,31

Sumber: Badan Pusat Statistik diolah, 2013

Luas lahan sawah yang terkonversi pada tahun 2009-2011 pada tabel 6.2 menunjukkan jumlah terkonversi tertinggi adalah Kecamatan Badas. Konversi di kecamatan Badas adalah bentuk dari intervensi pemerintah dalam rangka penetapan RTRW 2011. Dipilihnya Kecamatan Badas berdasarkan pertimbangan lokasi kecamatan yang berdekatan dengan pusat pertumbuhan ekonomi yaitu Kecamatan Pare dan merupakan jalur transportasi utama antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Jombang untuk menuju Kota Surabaya.

Dari dua pola konversi yaitu pada waktu 2003-2010 dan 2010-2011, pola dan kharakteristik konversi lahan di Kabupaten Kediri didominasi oleh peran dan

51

intervensi Pemerintah Daerah dalam rangka penetapan tata ruang dengan dasar RTRW.

Menurut Sumaryo dan Tahlim (2005), ada dua pola alih fungsi lahan. Pertama, alih fungsi lahan yang dilakukan secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan, seperti membuat rumah untuk keluarganya. Kedua, alih fungsi lahan yang diawali dengan alih penguasaan lahan. Pemilik lahan menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non pertanian. Pada studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Ngasem, umumnya petani tidak mengalihfungsikan lahan secara langsung. Petani yang mengkonversi lahan secara langsung umumnya adalah petani kecil yang hanya punya lahan sawah yang dikonversi itu saja, lahan itu umumnya hasil dari pembagian warisan. Wilayah sawah tersebut tabu jika diubah menjadi rumah. Umumnya mereka menggunakan lahan kering seperti kebun jika ingin membuat rumah. Hal itu karena bertani merupakan penghasilan utama. Pola konversi lahan pertanian di Kecamatan Ngasem dapat dilihat pada gambar 6.2 dan lampiran 4.

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 6.2 Pola Konversi Lahan di Kecamatan Ngasem

Gambar tersebut menunjukkan pola konversi lahan di Kecamatan Ngasem berdasarkan hasil wawancara kuisioner dengan tiga puluh responden. Sebanyak 37 persen responden menjual lahannya kepada pembeli namun lahan belum diubah fungsinya. Responden yang telah menjual lahannya dan sudah dikonversi oleh

beli 13% beli - konversi 7% jual 37% jual - konversi 33% konversi 10%

52

pembeli sebanyak 33 persen jumlah ini lebih besar dari pada responden yang mengkonversikan lahannya sendiri sebanyak 10 persen.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kediri membangun berbagai infrastruktur untuk mendorong pegembangan CBD Simpang Lima Gumul. Seperti jalan, Perkantoran, arena hiburan, dan rumah sakit. Implikasi dari pembangunan ini adalah minat kepemilikan lahan di kawasan ini meningkat dan harga lahan disekitar kawasan CBD meningkat secara tajam. Hal ini mengakibatkan petani tergoda untuk menjual lahan sawah mereka kepada pihak pengembang atau perorangan. Menurut persepsi mereka, mereka dapat membeli lagi lahan baru dengan luas dua kali lipat dari luas lahan yang mereka jual sebelumnya, tetapi jaraknya lebih jauh dari pusat CBD yaitu monumen Simpang Lima Gumul.

Pihak pengembang atau perorangan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi pemukiman atau industri. Sebagian petani di Desa Gogorante, Desa Paron dan Desa Tugurejo telah menjual lahan kepada pengembang atau perorangan, menurut informasi dari aparatur desa setempat lahan tersebut nantinya akan dijadikan pemukiman dan industri. Namun ada sebagian petani yang tidak menjual lahannya karena mereka sudah merasa nyaman dengan keseharian sebagai petani. Dapat disimpulkan bahwa pola alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Kediri adalah pola yang kedua, dimana alih fungsi lahan diawali dengan adanya alih penguasaan lahan dari petani kepada pengembang.

Dokumen terkait