• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi

2.6. Penyakit Kulit Akibat Kerja 1. Definisi

2.6.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Dermatitis

Menurut Adams (1982: 335-336) penyebab penyakit kulit akibat kerja sebagai berikut:

1. Bahan bahan kontak iritan (akut dan kronis), alergen.

2. Faktor fisik dan mekanis : panas, dingin, vibrasi, friksi, tekanan. 3. Faktor biologik: infeksi (bakteri, virus, jamur), insek, kutu. 4. Dan lain-lain: perubahan pigmmen (tumor, granuloa, ulserasi).

Menurut Mathias (2001: 119-120) faktor penyebab terjadinya penyakit kulit akibat kerja dapat digolongkan atas:

1. Faktor Mekanik

Gesekan, tekanan, trauma menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit seperti kuli-kuli pelabuhan.

2. Faktor Fisik

a. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliaria, combustio, intertrigo excoreasi.

b. Suhu terlalu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, frosbite.

c. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran pernapasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi perdarahan pada kulit dan selaput lendir.

d. Radiasi electromagnetic non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.

e. Kelembaban yang tinggi menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan macerasi, paronychia dan penyakit jamur.

f. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut atau fume menjadi lebih besar.

3. Faktor Biologik

Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit kulit pada karyawan perkebunan, rumah potong, peternakan, pertambangan, tukang cuci, dan lain-lain.

Dijumpai pada pekerja-pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau, pekerja perkayuan dan perusahaan meubel.

5. Mental psikologis

Seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan faktor-faktor psikis lainnya.

6. Faktor kimia (penyebab terbanyak).

Penyakit kulit akibat kerja menurut Hetler (2002) dapat disebabkan antara lain:

A. Iritasi Primer

Bahan-bahan yang bersifat perangsang primer menyebabkan kelainan kulit dengan cara:

1. Melarutkan lapisan sebum dipermukaan kulit sehingga kulit banyak kehilangan air, akibatnya keseimbangan kulit terganggu menyebabkan timbulnya penyakit kulit, misalnya sabun dan detergen.

2. Pengeringan permukaan kulit oleh bahan-bahan perangsang yang mudah menguap menyebabkan kulit retak-retak (fissure). Hal ini menyebabkan mudahnya masuk kuman sehingga terjadi dermatitis, misalnya oleh asam-asam kuat atau pelarut organik.

3. Bahan kimia merusak lapisan corneum/lapisan keratin sehingga fungsi pelindung kulit menurun dengan segala akibat-akibatnya, misalnya oleh bahan alkali dan detergen kuat.

4. Merangsang lapisan keratin, keratin formation menyebabkan terjadinya hyperkeratosis atau pertumbuhan ganas pada kulit, misalnya oleh arsen, teradiasi ultraviolet.

5. Mengendapkan protein kulit sehingga terjadi koagulasi protein, misalnya oleh logam-logam berat dan asam kuat.

6. Bahan perangsang bersifat photo sensitivity, sehingga apabila sesudah kontak lalu kena sinar matahari, maka kerusakan kulit akan menjadi lebih berat, misalnya oleh bahan-bahan parfum, dan senyawa hidrokarbon lainnya.

Sebanyak 70-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh perangsang primer yang menimbulkan dermatitis kontak iritasi. Berat ringannya iritasi kulit tergantung pada: konsentrasi bahan kimia, lama pemaparan, sifat-sifat bahan iritasi, pemakaian alat pelindung diri.

B. Sanitasi Tempat Kerja

a. Sebanyak 15-20% dari penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat alergen yang menyebabkan dermatitis kontak alergi apabila pekerja kontak dengan bahan-bahan tersebut. Bahan-bahan alergen menyebabkan kelainan kulit pada orang-orang yang sensitif berdasarkan reaksi immunologik tipe IV yang berjalan lambat, biasanya gejala-gejala klinis timbul 5 sampai 14 hari atau lebih lama setelah kontak pertama, oleh karena itu bisa diragukan dengan reaksi iritasi lemah. Menurut Olishifski (2001:47) reaksi alergik timbul antara beberapa hari sampai beberapa bulan.

b. Sedangkan menurut Rutherford (1999: 117) reaksi sensitasi terhadap chrom dan nikel kebanyakan timbul pada tahun pertama pemaparan, tetapi pernah ditemui kasus dermatitis kontak alergi sesudah kontak atau terpapar 10 tahun. Menurut WHO, 3 sampai 4 minggu setelah pemaparan atau dapat lebih lama. Menurut Ganong (2006: 402-403) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja/predisposing factor:

1. Ras : Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena kulitnya kaya akan melanin. Mereka jarang menderita tumor kulit oleh radiasi ultraviolet, kurang peka terhadap debu kimia, bahan pelarut dan alkali.

2. Tipe kulit : kulit yang berminyak lebih tahan terhadap sabun, bahan pelarut dan zat-zat yang larut dalam air, sedangkan kulit kering kurang tahan terhadap chemical dehydration seperti asam, basa, detergen dan bahan pelarut lemak, misalnya terpentine, benzol dan sabun. Kulit yang banyak rambutnya mudah terkena folliculitis bila kontak dengan minyak, gemuk, coklat ataupun debu.

3. Umur: Pekerja muda lebih sering menderita dermatitis kontak akut karena lalai dalam bekerja, sering keluar perusahaan sehingga terkena sinar matahari,

lingkungan basa, dan panas tinggi. Umumnya keterampilan mereka juga kurang. 4. Pengeluaran keringat : Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan

menghanyutkan bahan-bahan iritan. Hyperhidrosis menyebabkan miliaria dan macerasi kulit di lipatan ketiak, pangkal paha atau pusat, dan mudah terjadi sekunder infeksi. Keringat dapat juga merubah bahan-bahan yang larut dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbsi melalui pori-pori kulit. Gas-gas

yang mudah larut dalam air seperti hydrogen chlorida dan ammonia bila dihisap akan segera larut dalam cairan mucosa saluran napas bagian atas yang selalu basah sehingga sering menyebabkan iritasi dan lesi seperti rhinitis dan infeksi saluran napas bagian atas lainnya.

5. Iklim/musim : Occupational dermatoses banyak dijumpai pada musim panas karena pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang memakai alat pelindung diri bahkan lebih suka pakai celana pendek, kaus singlet atau tanpa baju sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia. Cuaca dingin menyebabkan pekerja malas mandi atau mencuci tangan.

6. Terdapat penyakit kulit lainnya : Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational cenderung lebih mudah mendapat occupational dermatoses, seperti pekerja-pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan cutting oil dan ter, sering menderita dermatitis. Pekerja dengan riwayat atopic dermatitis bila bekerja di lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan pengaruh faktor psikis, akan kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan psoriasis atau dermatitis kronik akan menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenai bahan kimia atau terjadi penekanan. Pekerja dengan hyperhidrosis mudah mendapat penyakit kulit bila kontak dengan bahan yang larut dalam air.

7. Personel hygiene : pekerja yang kurang bersih misalnya tidak membersihkan badan sehabis bekerja, tidak memakai alat pelindung atau memakai pakaian yang telah terkontaminer akan lebih mudah dermatoses akibat kerja.

8. Neurosis: antara lain karena faktor kerja yang berat dan kurangnya pengaturan jam istirahat di rumah.

9. Pengalaman kerja

Pekerja-pekerja baru biasanya belum beradaptasi dengan pekerjaannya dan belum beraklimitasi dengan lingkungan tempatnya bekerja serta keterampilannya kurang.

Beberapa jenis penyakit kulit akibat kerja menurut Suryadi (2004: 217-218) antara lain:

1. Dermatitis kontak : merupakan kelainan kulit yang terbanyak dijumpai. Sukar dibedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis kontak alergi. Untuk membedakannya diperlukan anamnese yang teliti dan dengan uji tempel.

2. Chlor acne : dijumpai pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan persenyawaan chlor seperti chlornaphtalene, chlordiphenyl, persenyawaan brom atau ter terutama bentuk uapnya. Dapat juga disebabkan oleh cutting oil dan waxes/lilin. 3. Follikulitis: adalah perdagangan pada folikel rambut, bisa superficial atau dalam. 4. Hyper/hypopigmentasi disebabkan: garukan–garukan atau penekanan kulit karena gatal

misalnya pada dermatitis kronik, pemaparan lama pada tempat kerja yang panas tinggi.

Photosensitizer dermatitis, radiodermatitis karena radiasi elektromagnetik, bahan-bahan kimia: arsenik, perak, emas, petrolatum keras, coal tar, bismuth, dan creosote yang merangsang pembentukan melanin

2.7. Alat Pelindung Diri

Dokumen terkait