PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN
MABAR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2011
TESIS
OLEH:
ERNASARI 087033025/ IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASAYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
THE INFLUENCE OF EXTENSION ON CONTACT DERMATITIS ON THE KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF TOFU MAKERS IN
VILLAGE MABAR, MEDAN DELI SUBDISTRICT IN 2011
TESIS
BY
ERNASARI 087033025/IKM
PUBLIC HEALTH SCIENCE MAGISTER STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN
MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes.) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERNASARI 087033025/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI
KELURAHAN MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
Nama Mahasiswa : Ernasari Nomor Induk Mahasiswa : 087033025
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komosi Pembimbing
(Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK) (
Ketua Anggota
Drs. Amir Purba, M.S,Ph.D)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama. M. S)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 5 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D
PERNYATAAN
PENGARUH PENYULUHAN DERMATITIS KONTAK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAJIN TAHU DI KELURAHAN
MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2012
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dari hasil pengamatan di pabrik tahu di Kelurahan Mabar ditemukan 9 (sembilan) orang pekerja yang mengalami dermatitis kontak. Data dari puskesmas Medan Deli diperoleh kasus dermatitis kontak sebanyak 93,42 % dan jumlah seluruh jenis penyakit kulit yang ada.
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan rancangan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi di mana sebelumnya pengrajin sudah diberikan intervensi penyuluhan. Analisis data dengan menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode kegiatan penyuluhan (diskusi, ceramah, tanya jawab, praktik) terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu. Isi penyuluhan juga berpengaruh terhadap sikap pengrajin tahu. Metode penyuluhan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengetahuan dan sikap dibandingkan dengan isi kegiatan penyuluhan.
Disarankan kepada pihak pengelolah pabrik tahu untuk melakukan upaya dalam meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja untuk menggunakan sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, seperti sepatu boat dan celemek . Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara terus menerus agar terjadi perubahan perilaku khususnya peningkatan pengetahuan dan sikap pada pengrajin tahu.
ABSTRACT
Contact dermatitis resulted from work is one of the skin disorder often found in the industry such as tofu industry that can reduce workers’ productivity. From the observation done in a tofu factory in Kelurahan Mabar, 9 (nine) workers werw found to have developed contact dermatitis. The data obtained from Medan Deli Health center showed that the case of contact dermatitis was 93,42% of the whole existing skin disorders.
The main purpose of this analytical survey study quasi-experimental design was to analyze the influence of extension on contact dermatitis on the knowledge and attitude of the 76 tofu makers in Kelurahan Mabar, Medan Deli Subdistrict, The data for this study were obtained through questionnaire distribution and observation where the tofu makers have previously been an extension intervention. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests
The result of study showed that extension method (discuccion, lecturing, question and answer, practice) had influence on the attitude of tofu makers. The content of extension also had influence on the attitude of tofu makers. The extension meyhod had the most dominant influence on the knowledge and attitude compared to the content of extension activity.
The management of tofu factory is suggested to attempt to minimize contact dermatitis by improving the awareness of the workers to wear gloves and the other self-protection devices related to their type of work such as boots or galoshes and apron. The management of Medan Health District office, expecially the health workers. Is suggested to keep providing extension that the behavior of tofu makers expecially their knowledge and attitude can change and be improved.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas segala Rahmat
dan Karuni-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
tesis ini yang berjudul “ Pengaruh Penyuluhan Dermatitis kontak terhadap
Pengetahuan dan Sikap Perajin Tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli “.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp. A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
4. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto, Sp.KK, selaku komisi pembimbing yang
telah memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini.
5. Drs. Amir Purba, M.S, Ph.D. selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini.
6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S. dan Drs. Tukiman, M.K.M. selaku penguji
tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Ibu camat Kecamatan Medan Deli beserta lurah Kelurahan Mabar, Kepala
Lingkungan dan para kader di Kelurahan Mabar yang telah menerima
penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.
8. Suamiku tercinta dan tersayang H. Zainal Arifin Tambunan serta ananda
Linda Hasianny Tambunan, Fahkrur Razy Ahkyar Tambunan dan
Yulfanny Arifin Tambunan yang penuh pengertian, kesabaran, motivasi
dan do’a dalam memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan
pendidikan ini tepat waktu.
9. Ibu Kepala Puskesmas Medan Deli beserta para staf yang telah membantu
penulis dalam proses berlangsungnya penelitian ini.
10. Para pengusaha tahu beserta para perajin tahu yang telah menerima penulis
11. Para Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
12. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2008, khususnya Minat Studi Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku atas dukungannya dan kebersamaan yang
diberikan selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Akhirnya hanya kepada Allah AWT yang senantiasa dapat memberikan
balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Penulis menyadari atas segala
keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan tesis ini
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lanjutan.
Medan, Maret 2012
Penulis
Ernasari 087033025
RIWAYAT HIDUP
Ernasari lahir di Medan pada tanggal 8 Mei 1964, merupakan anak kelima dari
6 bersaudara dari Ayahanda Abdul Haq Hasibuan (Alm) dan Ibunda Siti Arus
Pulungan (Alm), saat ini bertempat tinggal di Jalan Gurilla gg. Teruna No. 5 kel. Sei
Kera Hilir kec. Medan Perjuangan Kota Medan.
Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar Negeri No.
114 Medan tamat tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri No. XII Medan
tamat tahun 1983, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara tamat 1995.
Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjut S2 di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis menikah pada tanggal 31 Desember 1991 dengan H. Zainal Arifin
Tambunan dan sampai saat ini telah dikaruniai 3 orang anak yang bernama Linda
Hasianny Tambunan, Fakhrur Razy Akhyar Tambunan, dan Yulfanny Arifin
Tambunan.
Saat ini penulis bekerja sebagai staf di Puskesmas Medan Denai sejak tahun
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 63
4.2. Karakteristik Responden ... 64
4.3. Hasil Statistik ... 67
BAB 5. PEMBAHASAN ... 79
5.1. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Perubahan Pengetahuan Perajin Tahu tentang Pencegahan Dermatitis Kontak ... 79
5.2. Pengaruh Metode Penyuluhan terhadap Perubahan Sikap tentang Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu 82
5.3. Pengaruh Isi Penyuluhan terhadap Perubahan Sikap tentang Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu ... 85
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
6.1. Kesimpulan ... 88
6.2 Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 91
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner Variabel Independen... 53
3.2. Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner Variabel Dependen ... 54
3.3. Depenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Independen... 60
3.4. Depenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Dependen... 61
4.1. Distribusi Jumlah Pengrajin Tahu di Sembilan Pabrik Tahu ... 64
4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Perajin Tahu ... 65
4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Perkawinan ... 65
4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 66
4.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lama Kerja ... 67
4.6. Distribusi Frekuensi Penerimaan metode Penyuluhan dalam Peningkatan Pengetahuan dan Sikap untuk Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu di Kelurahan Mabar ... 68
4.7. Distribusi Frekuensi Penerimaan Metode Penyuluhan dalam Pencegahan Pengetahuan dan Sikap untuk Pencegahan Dermatitis Kontak pada Perajin Tahu di Kelurahan Mabar ... 69
4.8. Distribusi Frekuensi Peningkatan Pengetahuan Perajin Tahu dalam Pencegahan Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 70
4.9. Distribusi Frekuensi Sikap tentang Dermatitis pada Perajin Tahu Kontak Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di Kelurahan Mabar ... 71
4.10.Hubungan Metode Penyuluhan dengan Pengetahuan Perajin tentang Pencegahan Dermatitis Kontak di kelurahan Mabar ... 73
4.12.Hubungan Metode Penyuluhan dengan Sikap Perajin tentang
Pencegahan Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 75
4.13. Hubungan Isi Penyuluhan dengan Sikap Perajin tentang Pencegahan
Dermatitis Kontak di Kelurahan Mabar ... 76
4.14. Hasil Regresi Metode dan Isi Penyuluhan terhadap Pengetahuan
Perajin dalam Pencegahan Kontak Dermatitis di Kelurahan Mabar . 77
4.15. Hasil Regresi Metode dan Isi Penyuluhan terhadap Sikap Perajin
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Proses Komunikasi ... 12
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Materi Penyuluhan ... 102
2. Kuesioner Penelitian ... 120
3. Gambar pabrik tahu dan cara kerjanya ... 126
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas pekerja. Dari hasil pengamatan di pabrik tahu di Kelurahan Mabar ditemukan 9 (sembilan) orang pekerja yang mengalami dermatitis kontak. Data dari puskesmas Medan Deli diperoleh kasus dermatitis kontak sebanyak 93,42 % dan jumlah seluruh jenis penyakit kulit yang ada.
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan menggunakan rancangan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli yang berjumlah 76 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi di mana sebelumnya pengrajin sudah diberikan intervensi penyuluhan. Analisis data dengan menggunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh metode kegiatan penyuluhan (diskusi, ceramah, tanya jawab, praktik) terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu. Isi penyuluhan juga berpengaruh terhadap sikap pengrajin tahu. Metode penyuluhan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengetahuan dan sikap dibandingkan dengan isi kegiatan penyuluhan.
Disarankan kepada pihak pengelolah pabrik tahu untuk melakukan upaya dalam meminimalisasi dermatitis kontak dengan meningkatkan kesadaran pekerja untuk menggunakan sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, seperti sepatu boat dan celemek . Dinas Kesehatan Kota Medan khususnya petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara terus menerus agar terjadi perubahan perilaku khususnya peningkatan pengetahuan dan sikap pada pengrajin tahu.
ABSTRACT
Contact dermatitis resulted from work is one of the skin disorder often found in the industry such as tofu industry that can reduce workers’ productivity. From the observation done in a tofu factory in Kelurahan Mabar, 9 (nine) workers werw found to have developed contact dermatitis. The data obtained from Medan Deli Health center showed that the case of contact dermatitis was 93,42% of the whole existing skin disorders.
The main purpose of this analytical survey study quasi-experimental design was to analyze the influence of extension on contact dermatitis on the knowledge and attitude of the 76 tofu makers in Kelurahan Mabar, Medan Deli Subdistrict, The data for this study were obtained through questionnaire distribution and observation where the tofu makers have previously been an extension intervention. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests
The result of study showed that extension method (discuccion, lecturing, question and answer, practice) had influence on the attitude of tofu makers. The content of extension also had influence on the attitude of tofu makers. The extension meyhod had the most dominant influence on the knowledge and attitude compared to the content of extension activity.
The management of tofu factory is suggested to attempt to minimize contact dermatitis by improving the awareness of the workers to wear gloves and the other self-protection devices related to their type of work such as boots or galoshes and apron. The management of Medan Health District office, expecially the health workers. Is suggested to keep providing extension that the behavior of tofu makers expecially their knowledge and attitude can change and be improved.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah sangat penting. Oleh
karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja maka pencapaian kinerja
para pekerja akan lebih maksimal.
Pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja disetiap industri dapat
dilakukan dengan penerapan penggunaan alat pelindung diri. Penggunaan alat
pelindung diri dalam Undang-Undang ketenagakerjaan juga merupakan suatu
keharusan yang harus dilakukan bagi para pekerjanya.
Pemakaian alat pelindung diri dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan instrumen yang melindungi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan
masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis.
Perlindungan tersebut merupakan hak azasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3
yang bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident) dan penyakit dermatitis. Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap
sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit dermatitis yang
menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai
bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan berlimpah pada masa yang
akan datang. Salah satu investasi yang paling penting adalah pekerja.
Sebagai sumber daya terpenting dalam organisasi, wajar apabila pekerja
dijamin kesehatannya yang setinggi-tingginya dari kemungkinan pengaruh yang
merugikan kesehatan karena pemajanan oleh bahaya potensial terhadap kesehatan di
tempat kerja. Oleh karena itu upaya perlindungan pekerja dari bahaya potensial
penyakit dermatitis juga harus didukung oleh pekerja itu sendiri. Partisipasi pekerja
untuk mau menggunakan alat pelindung diri sesuai standar kerja yang dipersyaratkan
harus benar-benar disadari oleh pekerja.
Fokus program promosi kesehatan kerja melalui upaya penyuluhan di tempat
kerja, dapat dilakukan oleh pihak pengusaha bekerjasama dengan instansi terkait untuk
dapat mensosialisasikan penggunaan alat pelindung diri. Hal ini bermanfaat selain
untuk meningkatkan pengetahuan, dan sikap pekerja (WHO, 1996).
Diketahui masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan
pelayanan kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, apalagi dari sebuah industri
informal yang masih mempekerjakan sedikit tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena
masih banyak para pimpinan perusahaan yang kurang menghubungkan antara
pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat
akan menjadikan pekerja yang produktif, yang sebenarnya sangat penting untuk
keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi
kesehatan di tempat kerja melalui penyuluhan merupakan bagian yang sangat penting
di tempat kerja terutama untuk melindungi pekerja dari berbagai potensi bahaya yang
Menurut Yudistira (2009: 21-22) bahaya potensial yang sering muncul pada pekerja adalah yang menyerang kulit. Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai
salah satu bentuk penyakit dermatitis, merupakan jenis penyakit dermatitis terbanyak
yang kedua setelah penyakit muskulo-skeletal, berjumlah sekitar 22 persen dari seluruh
penyakit dermatitis. Data di Inggris menunjukkan 129 kasus per 1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat
kerja, maka lebih dari 95 persen merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain
merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit.
Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat
pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena,
yakni 50 % dari jumlah seluruh penderita penyakit dermatitis (PAK). Dari suatu
penelitian epidemiologik di luar negeri mengemukakan, PAK dapat berdampak pada
hilangnya hari kerja sebesar 25 % dari jumlah hari kerja (Yudistira, 2009: 27-28).
Effendi (2007: 2-4) melaporkan bahwa insiden dermatitis kontak akibat kerja
sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9 persen dari seluruh kasus dermatitis kontak
yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI-RSUPN dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penyakit dermatitis juga terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang
memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya. Pengrajin tahu
misalnya, penyakit dermatitis dapat terjadi sebagai akibat dari pemaparan zat-zat kimia
dengan gejala seperti iritasi, gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah,
kemerah-merahan, dan koreng yang sulit sembuh (Depkes, 2009).
Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Maret tahun 2010,
Kecamatan Medan Deli dengan mengambil 9 orang sampel pada 9 pabrik tahu
ditemukan 9 orang atau 80 persen para pengrajin tahu umumnya mengalami gangguan
penyakit kulit berupa dermatitis kontak dengan tipe berat ringan penyakit yang
bervariasi.
Data yang diperoleh dari Puskesmas setempat menunjukkan angka kasus
penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu: 93,42 persen dengan kasus dermatitis kontak
dan 6, 58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil Puskesmas Medan Deli,
2009).
Data lain yang diperoleh peneliti pada saat survei pendahuluan juga
menunjukkan bahwa kejadian penyakit kulit disebabkan oleh karena proses
pembuatannya ternyata tidak melalui steam terlebih dahulu pada bahan kedelai
sebelum dicampurkan dengan pati kental, sehingga hal ini memungkinkan jamur lebih
mudah berkembang dan dapat menimbulkan reaksi pada kulit.
Menyangkut bahan kimia yang dicampurkan pada pembuatan tahu maka
peneliti menemukan bahwa bahan yang dicampurkan untuk menggumpalkan pati
kedelai agar menjadi tahu adalah asam cuka 90 %, CaSO4
dibakar kemudian ditumbuk menjadi tepung halus.
yaitu: sulfat kapur yang
Wawancara yang dilakukan pada pengrajin tahu menyangkut penggunaan alat
pernah memakai alat pelindung diri saat bekerja. Alasan yang diungkapkan adalah
bahwa pekerjaan ini sudah mereka lakoni dari orang tua mereka sebelumnya dan
gangguan penyakit kulit yang mengenai mereka tidak terlalu memberi kerisauan yang
cukup berarti.
Hasil wawancara juga menyebutkan bahwa mereka tidak pernah mendapat
penyuluhan dari dinas kesehatan menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
penggunaan alat pelindung diri dan bahaya potensial yang mungkin timbul berupa
penyakit dermatitis. Ketika dikonfirmasikan kepada Puskesmas setempat maka petugas
Puskesmas menyebutkan bahwa mereka melakukan program penyuluhan 2 (dua) kali
setahun, namun hanya kepada para pekerja formal. Diakui pihak Puskesmas memang
mereka belum membuat perencanaan program penyuluhan kepada para pengrajin atau
pekerja informal sampai saat ini.
Para pengrajin tahu menyebutkan bahwa kurang diperhatikannya mereka
dalam perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja mungkin disebabkan usaha
mereka adalah usaha kecil yang tidak terlalu melibatkan banyak pekerja. Ungkapan
yang sangat miris didengar dari pengrajin tahu adalah bahwa jika terjadi gangguan
kulit mereka cukup mengoleskan oli bekas pada kulit yang terkena dan bisa sembuh
dengan sendirinya.
Kasus yang sama juga terjadi di Lamongan Jawa Timur, dimana para pengrajin
tahu mengalami gatal-gatal di daerah tangannya dan kaki akibat sering kontak dengan
bahan-bahan pembuat tahu. Dari beberapa mereka juga menyebutkan bahwa penyakit
pelindung diri seperti sarung tangan pada saat melakukan proses pembuatan tahu
(Sherine, 2007: 42-44).
Penelitian yang dilakukan oleh Elisandri (2007: 46-49) kasus yang terjadi pada
pengrajin tahu di beberapa pabrik tahu, seperti yang terjadi di daerah Binjai juga
menyebutkan bahwa 72 persen dari mereka mengalami reaksi akibat kontak dengan
bahan pembuat tahu dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan
gatal-gatal yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak
menghentikan pekerjaannya dalam waktu yang lama
Kondisi ini seharusnya menjadi fokus perhatian dinas kesehatan setempat,
khususnya pemberi pelayanan pada lini terendah yaitu Puskesmas Medan Deli.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyampaikan berbagai informasi tentang
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya melalui penyuluhan langsung pada
pengrajin tahu tersebut. Sehingga diharapkan dengan penyuluhan tersebut para
pengrajin tahu dapat meningkatkan pemahaman mereka untuk mencegah terjadinya
penyakit dermatitis kontak yang mereka alami saat ini.
Dilema ini seharusnya menjadi perhatian para pemerintah setempat untuk
memberi pengayoman bagi para pengrajin tahu khususnya menyangkut kesehatan dan
keselamatan pengrajin. Dari keterangan pengrajin di atas diketahui bahwa pengetahuan
pengrajin pada perlindungan diri masih sangat kurang, belum lagi tidak adanya
perhatian dari pemberi pelayanan kesehatan setempat. Berdasarkan kenyataan di atas
tahu terhadap upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja untuk mencegah
terjadinya penyakit dermatitis melalui upaya pemberian penyuluhan kesehatan.
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pengaruh penyuluhan dermatitis
kontak terhadap pengetahuan dan sikap pengrajin tahu di Kelurahan Mabar
Kecamatan Medan Deli Tahun 2011?
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan
dan sikap para pengrajin tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011
1.4.Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap pengetahuan pengrajin
tahu di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
2. Ada pengaruh penyuluhan dermatitis kontak terhadap sikap pengrajin tahu di
Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011.
1.5.Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bahwa
alat pelindung diri lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan sangat dibutuhkan
pengrajin untuk menghindari diri dari penyakit akibat kerja seperti dermatitis
kontak. Oleh karena itu sangat diperlukan perilaku yang baik bagi setiap pekerja
seperti pengetahuan yang baik, sikap yang positif dan tindakan yang selaras dalam
melaksanakan pekerjaan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pengrajin tahu dan
merubah sikap dan tindakan yang selama ini tidak mau menggunakan alat
pelindung diri.
3. Sebagai informasi dan pengembangan untuk penelitian sejenis secara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi 2.1.1. Definisi
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang
berarti sama atau menjadikan milik bersama. Kalau kita berkomunikasi dengan orang
lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut
menjadi miliknya.
Secara terminologis, menurut Neuman (2002: 13-17) komunikasi diartikan
sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan
menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi
satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi
juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Dalam kehidupan nyata mungkin
ada yang menyampaikan pesan/ ide; ada yang menerima atau mendengarkan pesan;
ada pesan itu sendiri; ada media dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap
pesan. Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan
bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan.
Definisi komunikasi oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung
dalam kegiatan komunikasi (Astrid).
2. Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung
arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam
kegiatan komunikasi (Astrid).
3. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau
informasi tentang pikiran atau perasaan (Roben.J.G).
4. Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu
orang ke orang lain (Davis, 1981).
5. Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain
6. Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada
orang lain, komunikasi merupakan proses sosial (Modul PRT, Lembaga
Administrasi).
Menurut William (2004) manfaat yang dapat diperoleh dengan berkomunikasi
secara baik dan efektif di antaranya adalah:
1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas
sesuai dengan yang dimaksudkan.
2. Adanya kesepahaman antara komunikator dan komunikan dalam suatu
permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi.
3. Menjaga hubungan baik dan silaturahmi dalam suatu persahabatan atau
2.1.2. Unsur-Unsur Dalam Komunikasi
Unsur-unsur dalam komunikasi menurut Green (2000: 35-39) antara lain:
1. Komunikator: pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi
karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi
2. Komunikan: penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator,
kemudian memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon.
3. Media : saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa
ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya.
4. Pesan:isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat
berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi
5. Tanggapan:merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan
pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai
dengan pesan yang diterima.
2.1.3. Proses Komunikasi
Hewitt (2001: 22-27), menjabarkan proses komunikasi secara spesifik sebagai
berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu
3. Mengungkapkan perasaan
4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan dengan orang lain
6. Menyelesaian sebuah masalah
7. Mencapai sebuah tujuan
8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain
Berikut ini diagram proses komunikasi menurut Liliweri (2007):
Gambar 2.1 : Proses Komunikasi (Liliweri,2007)
1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada
seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan
sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi yang akan
disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim pesan. Pesan dapat verbal
(dilakukan secara langsung melalui tanya jawab, wawancara, sharing) atau non
verbal (melalui media poster, gambar, leafleat dan lainnya) dan pesan akan lebih
efektif (dapat lebih mudah diserap oleh penerima pesan) bila diorganisir secara
baik dan jelas melalui teknik dan metode yang dapat disesuikan dengan situasi dan
kondisi audience (lingkungan tempat sipenerima pesan berada).
Materi pesan dapat berupa :
a. Informasi
b. Ajakan
c. Rencana kerja
d. Pertanyaan dan sebagainya
2. Simbol/ isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat
dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam
bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka
lainnya).
Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap,
perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
3. Media/penghubung
Adalah alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat kabar, papan
pengumuman, telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi
4. Mengartikan kode/isyarat
Setelah pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si
penerima pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut,
sehingga dapat dimengerti /dipahaminya.
5. Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim
meskipun dalam bentuk code/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud
oleh pengirim
6. Balikan (feedback)
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan
dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan
tidak akan tahu dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi
manajer atau pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima
dengan pemahaman yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh
penerima pesan atau orang lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang
disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan balikan langsung
yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus merupakan
apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak balikan yang diberikan oleh orang
lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap perilaku maupun ucapan
penerima pesan pemberi balikan menggambarkan perilaku penerima pesan
sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat untuk
membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara
komunikan, juga balikan dapat memperjelas persepsi.
7. Gangguan
Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi
mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir
selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau
menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang
diterimanya.
2.1.4. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Bentuk Komunikasi sebagai proses memiliki bentuk menurut Monica, (2004)
sebagai berikut:
Bentuk Komunikasi berdasarkan jenisnya dapat dibedakan 2 jenis yaitu:
a. Komunikasi langsung
Komunikasi langsung tanpa menggunakan alat.
Komunikasi berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan
penggunaan isyarat, misalnya kita berbicara langsung kepada seseorang
dihadapan kita.
A------B
b. Komunikasi tidak langsung
Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah
penerima penerima pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan
Contoh : “ Buanglah sampah pada tempatnya
Bentuk komunikasi berdasarkan besarnya sasaran :
a. Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan sasarannya kelompok orang
dalam jumlah yang besar, umumnya tidak dikenal.
Komunikasi masa yang baik harus :
Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele
Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami
Bentuk gambar yang baik
Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar (radio)
b. Komunikasi kelompok
Adalah komunikasi yang sasarannya sekelompok orang yang umumnya dapat
dihitung dan dikenal dan merupakan komunikasi langsung dan timbal balik.
Perawat--- → ←---Pengunjung puskesmas
c. Komunikasi perorangan.
Adalah komunikasi dengan tatap muka dapat juga melalui telepon.
Perawat--- → ←---Pasien Bentuk komunikasi berdasarkan arah pesan :
a. Komunikasi satu arah
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran dan sasaran tidak dapat atau
tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan umpan balik atau bertanya,
misalnya radio.
A ---→ B
b. Komunikasi timbal balik.
Pesan disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan umpan balik.
Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan merupakan komunikasi timbal
balik.
2.1.5. Media Komunikasi
1. Ceramah
Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni dari
penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak memegang
peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit
memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya
(Lunandi,1993).
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi
biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta
daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi
yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim,
maka ceramah inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat.
Selain keuntungan ada juga kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya
adalah pesan terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Lunandi,1993: 110-112)
yang akan diceramahkan.Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan
mempelajari materi dengan sistematika yang baik,lebih baik lagi kalau disusun dalam
diagram atau skema serta mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.misalnya makalah
singkat, slide, transparan, sound system, dan sebagainya.
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apbila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan
hal-hal sebagai beerikut : sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh
bersikap ragu-ragu dan gelisah, suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan
harus tertuju ke seluruh peserta ceramah, berdiri di depan (di pertengahan),
seyogyanya tidak duduk, menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin
(Notoatmodjo,2007: 104-118)
2. Diskusi
Diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam proses
pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari peserta yang hadir. Diskuasi
diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningaktan
pemecahan masalah secara efisien, dan untuk mempengaruhi para peserta agar mau
mengubah sikap (Kartono, 1988: 77-79). Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir
bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada diri
sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan
(Lunandi, 1993:109-113).
Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat dan
pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan untuk
menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan (kartono,1998). Diskusi
merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,
menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang
membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai sumber
informasi yang terpercaya (Graff,1996: 41-47).
Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi, maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa
sehingga mereka dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain,
misalnya dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pimpinan diskusi juga duduk
diantara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan yang lebih tinggi. Dengan kata
lain mereka harus merasa dalam taraf yang sama sehingga tiap kelompok mempunyai
kebebasan/keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat (Notoatmodjo, 2007). Selama
berlangsungnya diskuasi, penilaian atau kritik tidak dibenarkan, sebab kritik akan
mematikan kreatifitas (Effendi, 1992: 90-91).
Keberhasilan metode diskusi banyak tergantung dari pimpinan diskusi untuk
memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta, memelihara perhatian yang
terus menerus dari para peserta, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk
mengemukakan pendapatnya dan menghindari dominasi beberapa orang saja,
membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaran dan menyusun saran-saran yang
diajukan, memberikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta sampai pada
Metode diskusi mempunyai kelemahan yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara
aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan
oleh satu atau beberapa orang saja.
Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak cara
untuk memicu dan mempersiapkan struktur yang akan membantu setiap orang untuk
berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok masalah,
sebaiknya hal yang berkontroversial (Ewless, 1994: 114-117).
Menurut Suprijanto (2008: 123-125), ada beberapa teknik yang dapat
digunakan dalam diskusi kelompok, antara lain :
1. Kelompok buzz (Buzz Groups)
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, hasil
diskusi kelompok kecil ini dilaporkan pada kelompok besar. Caranya sekretaris
kelompok kecil membuat catatan tentang ide-ide yang disarankan oleh anggota
kelompok dan menyiapkan kesimpulan yang akan disampaikan kepada kelompok
besar setelah diskusi kelompok buzz selesai. Biasanya sesi Buzz memerlukan waktu
10 – 20 menit tergantung pada topik yang dibicarakan. Kelebihan teknik ini adalah
mudah dilakukan, menjamin partisipasi semua anggota kelompok dan peserta
dihadapkan pada suasana yang tidak terlalu formal, sehingga peserta lebih mudah
mengeluarkan pendapat secara spontan, selain itu teman-teman sekitar dapat langsung
memberi sambutan.
Pada teknik ini peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dalam
dan kelompok luar. Kelompok dalam bertugas mendiskusikan sesuatu, sedangkan
kelompok luar menyaksikan jalannya diskusi, tetapi boleh juga berpartisipasi dalam
diskusi. Partisipasi tersebut dapat berupa pertanyaan atau menyumbangkan gagasan.
3. Teknik urun pendapat
Teknik ini digunakan dalam memecahkan suatu masalah dengan
mengumpulkan gagasan atau saran-saran dari semua peserta. Dalam teknik ini tidak
ada gagasan atau saran-saran dari semua peserta yang disalahkan. Semua peserta
diberikan kesempatan yang leluasa untuk berbicara, mengungkapkan gagasan maupun
saran-sarannya. Gagasan tersebut dicatat ketika mjuncul dari setiap peserta. Peserta
kemudian dibagi menjadi beberapa sub kelompok dan membahas gagasan tersebut.
Kesimpulan dari hasil diskusi ditentukan masing-masing peserta sesuai dengan
pengalaman dan menurut sudut pandang mereka.
2.2. Penyuluhan
Salah satu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi adalah penyuluhan.
Teknik pemberian penyuluhan untuk menyampaikan ide dan gagasan adalah suatu
tindakan yang paling sering dilakukan oleh komunikator untuk melakukan perubahan
perilaku. Penyuluhan juga sering dilakukan oleh petugas kesehatan untuk merubah
perilaku pola hidup sehat.
Menurut Liliweri (2007: 34-38) penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses
yang berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati
penyuluhan kesehatan dideteksi oleh petugas kesehatan, untuk selanjutnya
ditumbuhkan rasa membutuhkan pada orang yang menerima pesan. Tujuan pendidikan
kesehatan dengan metode penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan mereka.
Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku pasien dan
meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Untuk
meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan perubahan dengan memberikan
pendidikan kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2003: 56-59) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan
penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang diinginkan seseorang harus
melampui semua tahap tersebut. Enam tahap tersebut merupakan suatu proses yang
memerlukan waktu, dan lama proses tersebut tidak sama untuk setiap orang.
Untuk tercapainya proses tersebut harus terjadi perubahan sikap mengenai
materi yang disuluhkan pada mereka. Mengubah sikap pekerja bukanlah pekerjaan
mudah, bahkan lebih sulit dari pada meningkatkan pengetahuan. Sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus objek. Sikap
merupakan bagian kepribadian, sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk
berpikir, merasa dan berperilaku terhadap suatu referen atau objek kognitif.
Suatu sikap belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata, diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Sebagai contoh seorang pasien yang telah mempunyai pengetahuan dan sikap yang
baik terhadap keteraturan berolahraga, mungkin tidak dapat dijalankan perilaku
tersebut karena keterbatasan waktu. Seorang pasien yang telah berniat untuk makan
sesuai dengan rencana makan yang telah dibuatnya sendiri, kadang-kadang keluar dari
jalur tersebut karena situasi dirumah atau dikantor yang kurang mendukung. Bila
semua perilaku positif telah dilaksanakan semuanya, tentunya orang tersebut dapat
dimasukkan kedalam kelompok penerima pesan dengan kepatuhan tinggi, sehingga
sebagai dampak kepatuhannya dapat terkendali.
Apabila penerima pesan telah menjalankan perilaku yang diinginkan dan telah
digolongkan didalam kelompok dengan kepatuhan tinggi, perilaku-perilaku tersebut
harus dipertahankan. Tatap muka dengan penyuluhan tetap harus dilakukan secara
teratur, walaupun frekuensinya dapat dikurangi.
Dalam penyuluhan sebelum kegiatan dilakukan terlebih dahulu harus
ditetapkan apa tujuan yang ingin dicapai dari hasil penyuluhan tersebut, jadi disini
harus jelas mengenai tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai. Pada tujuan
umum biasanya yang menyangkut seluruh prioritas masalah yang akan dilakukan
tujuan umum, ialah tujuan yang terkandung dalam setiap penyuluhan dan setiap
masalah. Perumusan tujuan tersebut haruslah dalam bentuk tujuan perilaku atau
behavioral objectives, yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tujuan tersebut harus dapat diukur (measurable)
b. Tujuan tersebut harus dapat diamati (observable)
c. Tujuan tersebut harus dapat dicapai (reachable) yang dimaksud adalah tujuan
tersebut harus dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Pada penyuluhan yang menjadi target penyuluhan atau sasaran adalah selain
penderita, juga keluarga maupun orang-orang disekitar penderita yang sering atau
hampir setiap hari berhubungan dengan penderita. Dalam penyampaian penyuluhan
perlu dilakukan dalam beberapa tahapan, misalnya dapat dibagi dalam beberapa
kegiatan yang berkesinambungan, misalnya:
a. Lokakarya mini: untuk menyiapkan tenaga penyuluh.
b. Uji coba lapangan : mencoba ( try and error) sistem untuk metoda
penyuluhannya.
c. Pelaksanaan kegiatan : yang dapat meliputi pembuatan dan pemasangan poster,
pembuatan leaflet/booklet serta siap dibagikan, wawancara, ceramah dan
sebagainya.
Sasaran langsung penyuluhan adalah masyarakat yang membutuhkan
informasi tentang objek penyuluhan tetapi untuk mencapai program yang berdaya
terdiri dari petugas kesehatan dan berbagai komunitas dimana pasien berada di dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari.
2.3. Peran Penyuluh
Menurut Mardikanto (2002: 117) peran penyuluh diutamakan pada kewajiban
menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui metoda dan
teknik tertentu sehingga mereka sadar dan mampu mengadopsi inovasi yang
disampaikan.
Liliweri (2002: 98) menguraikan peran penyuluh sebagai berikut: menjadi
penyampai inovasi, mempengaruhi keputusan sasaran, menjadi jembatan penghubung
pemerintah dan lembaga penyuluhan dengan masyarakat, serta menggerakkan
masyarakat untuk mau berubah.
Mosher (2006: 77) menguraikan peran penyuluh, yaitu: sebagai guru,
penganalisa, penasehat, dan sebagai organisator sebagai pengembang kebutuhan
perubahan, penggerak perubahan, dan pemantab hubungan dengan masyarakat.
Kartasapoetra (2004: 90-91) menjelaskan peran penyuluh yang sangat penting
bagi terwujudnya pembangunan mental pekerja secara modern. Pembangunan modern
yaitu pembangunan berbasis rakyat. Peran penyuluh tersebut adalah: (1) sebagai
peneliti, mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi, penyuluh
menyampaikan, mendorong, mengarahkan, dan membimbing petani mengubah
kegiatan usaha tani dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi. (2) sebagai pendidik,
harus menimbulkan semangat dan kegairahan kerja agar dapat mengelola usahanya
secara lebih efektif, efisien, dan ekonomis. (3) sebagai penyuluh, menimbulkan sikap
keterbukaan bukan paksaan, penyuluh berperan serta dalam meningkatkan tingkat
kesejahteraan hidup para pekerja beserta keluarganya.
Dapat dilihat bahwa peran penyuluh sangat berat yang mengharuskannya
memiliki kemampuan tinggi, oleh karena itu, kualitas diri penyuluh harus terus
ditingkatkan sehingga selalu mampu berperan dalam memberikan penyuluhan dan
mewujudkan pembangunan.
Jarmie (2000: 23-27) menjelaskan tentang peran penyuluh yang bervariasi
dengan kadar penekanan yang berbeda, yaitu mulai dari motivator, edukator,
penghubung, dinamisator, organisator, komunikator, sampai dengan penasehat. Kadar
penerapan peran-peran tersebut tergantung pada ciri wilayah setempat, yaitu wilayah
mulai menerima ide baru, wilayah sedang berkembang maju dan wilayah maju.
Peran-peran tersebut selanjutnya akan dikaji dalam penelitian ini, dan
digunakan sebagai variabel untuk mengetahui peran penyuluh saat ini. Sesuai dengan
perubahan situasi, maka peran-peran tersebut ada yang mengalami pengurangan tetapi
ada yang makin menguat, sesuai dengan paradigma pembangunan pertanian yang
sesuai dengan sistem otonomi daerah.
2.4. Pengetahuan
Menurut Bloom yang dikutip dalam Notoadmodjo (2003: 71-73) pengetahuan
disebutkan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.
Menurut Notoadmodjo (1993: 45-47) unsur-unsur dalam pengetahuan pada diri
manusia terdiri dari :
1. Pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan.
2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat kebenaran dari apa yang
dilakukannya.
3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya.
4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang
dirasakannya.
Kedalaman pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu
rangsangan menurut Andi (2002: 20-21) dapat diklasifikasikan berdasarkan 6 (enam)
tingkatan yaitu :
1. Tahu (know) : sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk
dalam mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajarinya.
2. Memahami (comprehension) : suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (application) : kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi dan kondisi sebenarnya. Dengan kata lain pengguna
4. Analisis (Analysis) : kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis) : menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation) : berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Makmuri (2004: 206-207) menyatakan bahwa sebelum seseorang melakukan
suatu tindakan, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat yang dilakukannnya
bagi dirinya atau keluarganya. Indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit
2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat.
3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata berlaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
Menurut Prihadi (2004: 110-111), bahwa karakteristik individu ditunjukkan
dalam kemampuan yang dimilikinya berupa pengetahuan yang ada dalam dirinya.
Individu akan berperilaku berdasarkan karakteristik yang sudah melekat dalam dirinya.
Menurutnya Notoatmodjo (2003: 88-89) pengetahuan juga merupakan hasil
tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan latihan
yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan
masalah secara lebih tinggi; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja,
prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri dan
pengembangan diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi
tugas-tugas baru ( Sirait, 2006: 12-13).
2.5.Sikap
Sikap mencerminkan suatu ekspresi atau ungkapan tentang bagaimana
perasaan seseorang atau tanggapan seseorang terhadap suatu faktor tertentu. Artinya
sikap yang terungkap tersebut berguna dalam riset motivasi yang berkaitan dengan
motif pembeli (buyer motive) untuk menerima atau menolak dari faktor–faktor
penunjang komunikasi promosi sasaran, seperti advertising appeals, product
features, package design, life style,model, product image dan lain–lain. Sikap tersebut
Menurut Barbara (2002: 401) sikap dibedakan menjadi dua. yaitu, sikap sosial
dan sikap individual. Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap juga
dapat pula dibedahkan atas sikap positif dan sikap negatif. Sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan sikap ada dua. Pertama, faktor intern, sikap yang
terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri yang berupa selectivity. Kedua, faktor
ekstern. Sikap yang terdapat di luar pribadi manusia, yang berupa interaksi sosial.
Menurut Niven (2004: 77-78) sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak
semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap diantaranya adalah. 1. sikap
itu dipelajari (learnability), 2. memiliki kestabilan (stability). 3. Personal-societal
significance. 4. Berisi kognisi dan afeksi. 5. Approach-avoidance
directionality. Sedangkan fungsi sikap dibagi empat bagian yaitu: pertama, sebagai
alat menguraikan diri, kedua, sebagai alat pengatur tingkah laku, ketiga, sebagai alat
pengatur pengalaman, keempat, sebagai pernyataan kepribadian.
Bahkan menurut Liliweri (2007: 44) berpikir positip ternyata memberikan
peluang seseorang untuk membuat orang lebih sukses, oleh karenanya “berpikir
positip” merupakan materi penting yang diberikan dalam training CEO (Chief
Executive Officer) bagi orang-orang yang ingin sukses.
2.6. Penyakit Kulit Akibat Kerja 2.6.1. Definisi
Menurut Sudoyo (2006: 35-36), penyakit kulit adalah peradangan kulit yang
Penyakit kulit
Penyakit kulit menurut Ganong (2006: 27-28), merupakan peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap faktor endogen (alergi) atau eksogen
(bakteri, jamur). Gambarannya polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari
bentol-bentol, bercak-bercak merah, lepuh, basah, keropeng kering, penebalan kulit
disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama adalah gatal.
terjadi pada orang-orang yang kulitnya terlalu peka, kadang-kadang
menunjukkan sedikit gejala dan kadang-kadang dalam kondisi yang parah.
Dermatitis termasuk penyakit kulit yang menyebalkan, karena kekambuhannya, serta
penyebabnya yang sukar untuk dicari dan ditentukan. Sifat dermatitis adalah residif,
dalam artian bisa kambuh-kambuhan, tergantung dari jenisnya dan faktor pencetusnya,
maka kekambuhan bisa dihindari. Sebagai contoh Dermatitis Numularis yang
memiliki bentuk seperti koin-koin (uang logam) yang basah dan gatal, biasanya
penderita memiliki infeksi setempat berupa gigi berlubang, bila hal tersebut ditangani
dan eksim tersebut diobati, bukannya tidak mungkin kesembuhan mencapai 100%.
2.6 2. Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Menurut Roesyanto - Mahadi (1993: 57-58) berbagai macam reaksi dapat
terjadi bila kulit terpapar dengan bahan-bahan kimia, yaitu dapat terjadi urtikaria,
akne, hipopigmentasi/ hiperpigmentasi, fotosintesis, atropi, purpura dan eksema. Bila
bahan kimia berkontak atau terpapar dengan kulit dapat terjadi DK (dermatitis kontak
iritan dan dermatitis alergik).
Dikenal dengan lebih kurang 3000 bahan sebagai alergen sedang bahan iritan
dari 2 (dua) buah yaitu: DKI dan DKA (dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergik).
2.6.2.1. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak toksik/ iritan: terjadi akibat kulit terkena bahan yang bersifat
sebagai primary iritan. Terjadinya dermatitis tidak berdasarkan immunologi. DKI
sering akibat pemaparan yang berulang-ulang atau bersifat kumulatif pada kulit oleh
bahan-bahan kimia/fisis. Menurut Chew (1999: 201-202 ) pekerja yang terpapar
dengan minyak dan air serta bahan-bahan kimia seperti detergen lebih dari 2 (dua) jam
perhari akan memberi peluang besar terkena dermatitis iritan. Disebutkan juga bahwa
dalam kurun waktu 10 (sepuluh) minggu pekerja yang memiliki pemaparan dengan
bahan-bahan tersebut di atas akan mengalami gejala dan risiko yang lebih besar.
Iritasi tersebut sering terihat pada tangan, lengan dan permukaan kulit lainnya.
Dermatitis kontak iritan pada stadium mula-mula lebih cenderung adanya rasa
terbakar. Ada lima kategori bahan yang dapat menyebabkan DKI yaitu:
a. Sabun, detergen dan bahan-bahan pembersih lainnya.
b. Bahan pelarut (solvent).
c. Fiber glass
d. Produk-produk dari makanan
e. Lain-lain seperti misalnya plastik dan resin.
2.6.2.2. Dermatitis Kontak Alergik
Dermatitis kontak alergik adalah suatu reaksi immunologik dimana antibodi
terjadi bila bahan alergen pada pemaparan pertama pekerja tidak memperhatikan
reaksi atau perubahan pada kulit yang sensitif sehingga pada pemaparan berikutnya
baru terjadi dermatitis. Phase dimana kulit menjadi sensitif disebut juga dengan
sensitization phase.
Reaksi alergik kulit yang terjadi disebabkan oleh karena masuknya
bahan-bahan penyebab alergen ke dalam kulit dan menyebabkan peradangan pada cell.
Dermatitis alergen terjadi oleh karena adanya proses degradasi antibodi dan gangguan
pada HLA-DR. Proses penyerapan bahan-bahan alergen oleh cell masuk ke dalam
lymphatics melalui pori-pori dan menyebabkan interaksi yang spesifik dengan sel T
CD4+
2.6.2.3.Hand Dermatitis
. Antigen HLA-DR komplek juga berinteraksi dengan spesifik reseptor sel T
(TCR) dan CD3 komplek.
Dermatitis kontak pada tangan merupakan kasus terbanyak dibeberapa industri
di seluruh dunia. Hasil penelitian yang pernah dilakukan dermatitis kontak pada tangan
disebabkan oleh dua faktor yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergan. Tapi menurut Mayer (1938) kasus dermatitis kontak pada tangan sebanyak 32
– 77% bersifat persisten dan periodik. Dalam banyak kasus dermatitis kontak pada
tangan adalah disebabkan oleh reaksi alergik, dimana sensitifitas kulit berkurang.
Penelitian yang dilakukan di negara Eropah pada tahun 1996 dan 1992
ditemukan hasil bahwa penyebab terbanyak dermtitis kontak pada tangan disebabkan
disulphide 2 %, p-phenilenediamine 1 %, mercaptobenzothiazhole 25 %, formalin 2 %,
pottasium dichromate 0,5 %, alkohol 3 %, dan sisanya dari bahan lainnya.
Dari hasil pemeriksaan oleh beberapa dokter dijelaskan bahwa pada
pemeriksaan pertama hasil tes masih negatif. Sehingga banyak pasien yang datang
melakukan pemeriksaan sudah dalam kondisi dermatitis pada tingkat lanjut.
Dermatitis kontak pada tangan ini bersifat persistent atau menetap oleh karena
kondisi yang mengharuskan pekerja kontak langsung dengan bahan-bahan penyebab
alergi.
Untuk kondisi ini seharusnya harus ada tindakan hati-hati oleh para pekerja
dalam melakukan aktifitasnya. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, higiene
perusahaan, dan peningkatan pengetahuan pekerja dalam melakukan perlindungan diri
adalah sangat penting.
2.6.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penyakit Dermatitis
Menurut Adams (1982: 335-336) penyebab penyakit kulit akibat kerja sebagai
berikut:
1. Bahan bahan kontak iritan (akut dan kronis), alergen.
2. Faktor fisik dan mekanis : panas, dingin, vibrasi, friksi, tekanan.
3. Faktor biologik: infeksi (bakteri, virus, jamur), insek, kutu.
4. Dan lain-lain: perubahan pigmmen (tumor, granuloa, ulserasi).
Menurut Mathias (2001: 119-120) faktor penyebab terjadinya penyakit kulit
1. Faktor Mekanik
Gesekan, tekanan, trauma menyebabkan hilangnya barrier sehingga memudahkan
terjadinya sekunder infeksi. Penekanan kronis menimbulkan penebalan kulit
seperti kuli-kuli pelabuhan.
2. Faktor Fisik
a. Suhu tinggi di tempat kerja dapat menyebabkan miliaria, combustio,
intertrigo excoreasi.
b. Suhu terlalu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, frosbite.
c. Kelembaban terlalu rendah menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran
pernapasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi
perdarahan pada kulit dan selaput lendir.
d. Radiasi electromagnetic non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah.
e. Kelembaban yang tinggi menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat
menyebabkan macerasi, paronychia dan penyakit jamur.
f. Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak
dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut atau fume menjadi
lebih besar.
3. Faktor Biologik
Bakteri, virus, jamur, serangga, kutu, cacing menyebabkan penyakit kulit pada
karyawan perkebunan, rumah potong, peternakan, pertambangan, tukang cuci, dan
lain-lain.
Dijumpai pada pekerja-pekerja pengolahan karet, damar dan tembakau, pekerja
perkayuan dan perusahaan meubel.
5. Mental psikologis
Seperti hubungan kerja yang kurang baik, pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan
faktor-faktor psikis lainnya.
6. Faktor kimia (penyebab terbanyak).
Penyakit kulit akibat kerja menurut Hetler (2002) dapat disebabkan antara lain:
A. Iritasi Primer
Bahan-bahan yang bersifat perangsang primer menyebabkan kelainan kulit
dengan cara:
1. Melarutkan lapisan sebum dipermukaan kulit sehingga kulit banyak kehilangan
air, akibatnya keseimbangan kulit terganggu menyebabkan timbulnya penyakit
kulit, misalnya sabun dan detergen.
2. Pengeringan permukaan kulit oleh bahan-bahan perangsang yang mudah
menguap menyebabkan kulit retak-retak (fissure). Hal ini menyebabkan
mudahnya masuk kuman sehingga terjadi dermatitis, misalnya oleh asam-asam
kuat atau pelarut organik.
3. Bahan kimia merusak lapisan corneum/lapisan keratin sehingga fungsi pelindung
kulit menurun dengan segala akibat-akibatnya, misalnya oleh bahan alkali dan
4. Merangsang lapisan keratin, keratin formation menyebabkan terjadinya
hyperkeratosis atau pertumbuhan ganas pada kulit, misalnya oleh arsen, teradiasi
ultraviolet.
5. Mengendapkan protein kulit sehingga terjadi koagulasi protein, misalnya oleh
logam-logam berat dan asam kuat.
6. Bahan perangsang bersifat photo sensitivity, sehingga apabila sesudah kontak lalu
kena sinar matahari, maka kerusakan kulit akan menjadi lebih berat, misalnya oleh
bahan-bahan parfum, dan senyawa hidrokarbon lainnya.
Sebanyak 70-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh
perangsang primer yang menimbulkan dermatitis kontak iritasi. Berat ringannya iritasi
kulit tergantung pada: konsentrasi bahan kimia, lama pemaparan, sifat-sifat bahan
iritasi, pemakaian alat pelindung diri.
B. Sanitasi Tempat Kerja
a. Sebanyak 15-20% dari penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh
bahan-bahan yang bersifat alergen yang menyebabkan dermatitis kontak alergi
apabila pekerja kontak dengan bahan-bahan tersebut. Bahan-bahan alergen
menyebabkan kelainan kulit pada orang-orang yang sensitif berdasarkan
reaksi immunologik tipe IV yang berjalan lambat, biasanya gejala-gejala
klinis timbul 5 sampai 14 hari atau lebih lama setelah kontak pertama, oleh
karena itu bisa diragukan dengan reaksi iritasi lemah. Menurut Olishifski