• Tidak ada hasil yang ditemukan

I, I II IV, V Kepala Asisten

5.6 Faktor-faktor Risiko Produks

Risiko pada komoditi pertanian sangat rentan dalam mempengaruhi produksi yang dihasilkan, begitu pula pada komoditi perkebunan yaitu karet. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diusahakan oleh PT Socfindo. Produksi karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo setiap tahun mengalami fluktuasi yang dapat di sebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, sebagai berikut :

1) Jumlah pohon yang mati

Jumlah pohon yang mati adalah jumlah pohon yang tidak dapat berproduksi lagi di akibatkan oleh beberapa faktor, seperti jumlah pohon yang

mati akibat penyakit fomes (jamur akar putih), jumlah pohon yang sakit akibat

penyakit brown bast/bark necrosis (BB/BN), jumlah pohon yang tumbang karena

angin, dan jumlah pohon yang diremajakan pada awal tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 13.

49 Tabel 13. Jumlah Pohon yang Mati Tahun 2009-2011

Tahun Pohon yang

tumbang akibat angin Pohon yang Mati akibat Fomes Pohon yang terkena BB/BN Pohon yang diremajakan 2009 3993 1863 7645 0 2010 3777 7298 1126 43961 2011 11240 3752 4715 43961 TOTAL 19010 12913 13486 87922

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)

Jumlah pohon yang mati atau tumbang akibat angin tahun 2011 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun 2009 dan 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini mengakibatkan pada tahun 2011, perkebunan PT Socfindo Kebun Aek Pamienke mengalami bencana angin puting beliung, sehingga ± 38 Ha luas perkebunan mengalami serangan angin yang berat dan untuk serangan ringan. Angin adalah cuaca alam yang tidak dapat dikendalikan. Maka jumlah yang tumbang akibat serangan angin dapat beragam dan tidak dapat ditentukan jumlahnya. PT Socfindo dapat mengurangi permasalahan risiko tersebut dengan cara menanam klon karet yang berjenis tahan akan angin, kemudian ditanam pada daerah-daerah yang rawan karena angin, seperti daerah berbukit. Klon yang tahan akan angin adalah klon PB 260 dan PB 340, sedangkan untuk klon yang kuat akan angin adalah RRIC 100 dan PB 217. Perusahaan berharap engan adanya antisipasi ini, maka jumlah pohon yang tumbang atau mati karena angin tidak terlalu besar setiap bulan atau setiap tahunnya. Serangan angin puting beliung tahun 2011 terjadi pada tanggal 18 Juni 2011 jam 18.00–21.00 WIB. Arah angin dari arah timur menuju barat dan kecepatan angin tidak tercatat.

Hal tersebut dipastikan sangat kuat dan berputar (twister) sehingga menyebabkan

banyak pohon yang patah dan terbongkar sampai ke akarnya.

Jumlah pohon yang mati akibat fomes (jamur akar putih) tahun 2010 lebih

tinggi dibandingkan pada tahun 2009 dan 2011 pada Tabel 13. Hal ini disebabkan pada tahun 2010, manajemen PT Socfindo melakukan perubahan pada teknik perawatan fomes terkait SOP untuk persiapan lahan bekas fomes yang kebersihannya harus diperhatikan dengan baik. Sifat jamur pada umumnya menular, sehingga apabila tanah atau lahan bekas fomes terjamin kebersihannya, maka jumlah pohon yang terkena fomes dapat dikurangi seminimal mungkin.

50 Tehnik yang membedakan adalah target umur tanaman yang disensus dan

pemberian jumlah dosis fungisida. Fungisida berbentuk granular yang diberikan

ke dalam tanah merupakan langkah pencegahan terhadap penyakit fomes. Pada

tahun 2009, sensus pohon yang terkena penyakit fomes ini hanya sampai umur 10

tahun dengan dosis 10 gram per pohonnya, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011, target sensus tanaman karet sudah sampai umur 20 tahun dan dosis 30 gram per pohon dan 50 gram per pohon.

Gambar 9. Pohon yang Terkena Fomes (Jamur Akar Putih)

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012)

Besar kecilnya jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis

(BB/BN) tergantung pada sistem panel dan jenis klonnya. Sistem panel karet PT Socfindo dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sistem Panel Deres Pohon Karet

51 Klon yang rentan akan penyakit ini adalah PB 340 dan PB 260, sedangkan panel yang rentan adalah sistem panel B pada tahun deres yang ketujuh dan kedelapan dengan umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun. Pada tahun 2009 terjadi penyerangan BB/BN pada umur tanaman 9 dan 10 tahun dengan tahun deres keempat dan kelima. Luas untuk umur tanaman tersebut adalah 1.297,14 Ha, sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011 terjadi pada umur tanaman 12 tahun dan 13 tahun dengan luas 1.064,76 Ha dan 1.436,61 Ha. Walaupun luas tahun 2011 lebih luas dibandingkan tahun 2009, tetapi jumlah pohon yang terkena BB/BN tahun 2009 lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 yang dapat dilihat pada Tabel 13. Hal ini dapat disebabkan adanya jumlah pemberian rangsangan (stimulasi) yang terlalu berlebihan pada tahun 2009. Salah satu penyebab timbulnya penyakit BB/BN adalah pohon karet yang telah mengalami keletihan akibat pohon yang terus-terusan dilukai dan akibat dari rangsangan tersebut.

Gambar 11. Pohon yang Terkena Brown Bast/Bark Necrosis (BB/BN)

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012)

2) Penderes yang melakukan kesalahan

Penderes adalah nama lain tenaga kerja yang hanya bertugas untuk mengambil lateks atau disebut juga penyadap. Pada perkebunan karet, seorang penderes harus memiliki keahlian khusus dalam menderes lateks. Keahlian yang harus dimiliki adalah keahlian dalam melukai atau menderes pohon karet dengan kedalaman dan jarak yang telah ditetapkan. Tekniknya adalah penderes melakukan penderesan lateks dengan cara memotong kulit dengan kedalaman 1- 1,5 milimeter dari kambium dan jangan sampai terjadi kerusakan kambium agar kulit pulihan dapat terbentuk dengan baik. Penderes yang melakukan kesalahan dapat menyebabkan produksi atau umur produktif tanaman karet berkurang

52 sehingga tidak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Kesalahan yang sering terjadi, seperti menderes yang tidak sesuai kedalaman atau jarak yang telah ditetapkan, tidak membawa alat-alat yang lengkap, dan alat-alat yang tidak higienis. Cara untuk mengetahui bagaimana penderes melakukan kesalahan adalah dari monitor setiap mandor masing-masing penderesnya. Satu mandor membawahi 10-20 orang penderes. Setiap akhir bulan, mandor akan melaporkan hasil mutu deresan yang diperoleh oleh setiap penderes dan hal ini akan berpengaruh terhadap berapa jumlah premi yang akan diterima setiap bulannya.

Penderes melakukan pekerjaannya yang dimulai pada pukul 06.30 WIB sampai selesai. Hal ini dikarenakan tetesan karet sangat berpengaruh akan tinggi atau rendahnya tekanan turgor dan untuk suhu di pagi hari, tekanan turgor mencapai maksimum sehingga tetesan lateks yang keluar juga akan mengalir dengan cepat. Tekanan turgor adalah perbedaan antara tekanan suhu di dalam sel pohon karet dengan tekanan suhu dilingkungan pohon karet. Hari yang semakin siang akan mengakibatkan tekanan turgor semakin menurun sehingga lateks akan mengalir lambat dan produksi dapat berkurang. Hal tersebut membuat penderes dituntut untuk disiplin dalam waktu. Pengutipan lateks dilaksanakan mulai pukul 12.30 WIB. Hasil kutipan lateks dikumpulkan di dalam blong/drijen dengan kapasitas 40 liter. Setelah semua pohon telah dikutip lateksnya, kemudian lateks disetor ke tempat penyetoran lateks dan diterima oleh krani lateks, lalu diangkut oleh truk yang akan mendistribusikan ke pabrik.

3) Jumlah pohon yang dideres

Jumlah pohon yang dideres adalah jumlah pohon yang telah dapat menghasilkan lateks atau getah karet. Total jumlah pohon yang di deres mulai dari tahun 2009-2011 adalah 33.955.930 pohon dengan tahun tanam mulai dari 1986- 2003. Jumlah tersebut berkurang setiap tahunnya akibat dari ada nya kehilangan pohon yang mati akibat dari beberapa sumber risiko, seperti angin, penyakit fomes, penyakit BB/BN, dan pohon yang diremajakan. Pohon yang dapat dideres dengan baik adalah salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Semakin besar produksi lateks yang diperoleh tergantung dari berapa jumlah pohon karet yang dapat dideres dengan baik. Maka mulai dari masa tanaman belum menghasilkan (TBM), perusahaan telah dapat melakukan semua

53 antisipasi untuk mengurangi risiko yang terjadi. Hal ini dilakukan agar jumlah pohon yang dideres pada tahun deres yang telah dapat menghasilkan produksi lateks sesuai yang diharapkan dengan risiko yang semakin kecil. Pohon karet dapat dideres dan menjadi tanaman menghasilkan (TM) pada umur tanaman > 6 tahun. Pada umumnya, tanaman tahunan seperti karet akan mengalami masa-masa dimana produksi karet akan menurun sesuai dengan umur tanamannya masing- masing. Umur tanaman yang telah mencapai dimana titik produksi tidak dapat menghasilkan lateks sesuai yang diharapkan kembali, maka sistem panen yang dilakukan empat hari sekali untuk satu pohon akan diganti dengan sistem panen intensif yang dapat dilakukan dua hari sekali untuk satu ancak (500 pohon). Pohon yang sudah dalam kondisi tidak baik dan menghasilkan lateks yang tidak sesuai, maka pohon tersebut akan diremajakan kembali. Selain itu, setiap pohon yang dideres juga memiliki produktivitas yang berbeda-beda setiap pohonnya, yang salah satu penyebabnya dapat dikarenakan jenis klon atau adanya beberapa faktor risiko yang terjadi. Rata-rata produktivitas karet per pohon dan setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-Rata Produktivitas Karet per Pohon Tahun 2009-2011 (Kg/Ha) Tahun Luas

(Ha)

Produksi (KK Kg)

Produktivitas per Pohon (Kg/Ha)

2009 2722,33 4213297 1547,68

2010 2533,19 3493000 1378,89

2011 2172,58 3473431 1598,76

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)

4) Jumlah blok yang terkena SLF (Secondary Leaf Fall)

Secondary Leaf Fall adalah siklus gugur daun kedua yang diakibatkan oleh

adanya penyakit Corynespora Cassiicola. Siklus ini akan terjadi setelah tanaman

karet mengalami siklus gugur daun pertama yang telah menjadi siklus hidupnya. Tidak semua tanaman di perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo yang terkena SLF, tetapi hanya beberapa jenis klon tanaman karet dan blok di setiap afdeling kebun Aek Pamienke PT Socfindo. Klon yang rentan terkena SLF adalah PB 330 dan RRIM 921, sedangkan untuk klon yang tidak rentan terhadap SLF adalah RRIC 100 dan PB 217. Penyakit SLF ini juga sangat rentan terhadap curah hujan. Semakin tinggi curah hujan yang ada, maka akan semakin banyak jumlah pohon

54 yang terkena SLF, sehingga jumlah blok yang terkena SLF pun akan semakin banyak. Penyakit SLF yang berkepanjangan ini akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman karet menjadi kerdil dan terhambat sehingga tidak mampu atau sedikit menghasilkan lateks. Serangan lanjut dapat mengakibatkan matinya tanaman karet karena banyaknya kehilangan daun yang gugur. Tanaman memiliki nutrisi lebih atau makanan cadangan yang dapat membuat pohon karet bertahan untuk tumbuh dengan baik yang dilihat dari daunnya. Keuntungan dari SLF ini adalah semakin banyak daun yang gugur ke tanah, maka unsur hara tanah akan semakin tinggi dan baik untuk tanaman, sedangkan kerugian dari SLF ini adalah dapat menurunkan produksi hingga 20 persen sesuai penelitian bagian tanaman PT Socfindo.

Gambar 12. Pohon Karet yang Terkena Secondary Leaf Fall

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012)

5) Biaya perawatan BB/BN (Brown bast/bark necrosis)

Brown bast adalah penyakit kering alur sadap yang diakibatkan karena

adaya gangguan fisiologis tanaman, sedangkan bark necrosis adalah penyakit

busuk kulit tanaman karet yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Tanaman

karet yang menghasilkan di PT Socfindo kebun Aek Pamienke mengalami kasus

pada umumnya tanaman karet yang awalnya terkena brown bast, maka apabila

fisiologis tanaman karet sudah sangat terganggu, kemungkinan untuk terkena

penyakit bark necrosis semakin besar. Biaya perawatan BB/BN dikeluarkan untuk

membeli extra urea yang digunakan 200 gram/pohonnya, sel TB 192 digunakan ± 50 mililiter/pohon, dan untuk insektisidanya menggunakan Biotion atau Hostation. Tujuan dalam pemberian pupuk urea adalah untuk memberikan nutrisi tambahan pada tanaman karet yang telah sakit, sedangkan untuk sel TB 192 berguna untuk menutup bekas kerokan yang dilakukan dalam pengobatan pohon

55 karet yang telah terserang BB/BN, dan untuk insektisida nya dilakukan untuk pencegahan rayap pada kayu pohon karet. Kayu pohon karet yang telah terkena kumbang penggerek atau sejenis rayap akan digerogoti sampai sel-sel yang terdapat pada pohon karet tersebut tidak dapat berfungsi kembali dan akibatnya akan menimbulkan kematian. Selain itu, total biaya yang dikeluarkan untuk perawatan ini juga termasuk biaya tenaga kerja yang digunakan. Satu orang hanya dapat mengerjakan tiga sampai empat pohon dan dibayar Rp 60.000,- per hari nya. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah pohon yang terkena BB/BN, maka semakin tinggi biaya perawatan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya Perawatan dan Jumlah pohon yang terkena Brown Bast/Bark Necrosis Tahun 2009-2011

Tahun Biaya Perawatan BB/BN

(Rp)

Jlh Pohon yang terkena BB/BN

2009 153.052.649 7645

2010 38.637.927 1126

2011 104.217.356 4715

TOTAL 295.907.932 13486

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2011)

6) Curah hujan (mm)

Curah hujan yang baik untuk tanaman karet adalah 2.500 – 4.000 mm dengan jumlah hari hujan 100 – 150 hari yang dapat dilihat pada Tabel 14.

(Departemen Pertanian 2012)9. Pengukuran berapa besar curah hujan yang jatuh

di perkebunan Aek Pamienke menggunakan alat yang dari Pusat Penelitian

Kelapa Sawit di Sumatera Utara yang bernama Hygrometer. Sampai saat ini, hasil

dari alat tersebut dapat dinyatakan akurat dalam mengukur bersarnya air hujan yang jatuh. Selain itu, alat ini juga telah digunakan diberbagai perkebunan yang ada di Sumatera Utara dan sekitarnya.

      

9

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2012. Budidaya Tanaman Karet. cybex.deptan.go.id/files/Budidaya%20Tan.%20Karet.doc. [16 April 2012]

56

Gambar 13. Alat Pengukur Milimeter Curah Hujan

Sumber : Kebun Aek Pamienke PT Socfindo (2012)

Curah hujan yang melebihi batas normal akan menyebabkan kerentanan tanaman karet terhadap penyakit menjadi lebih besar, sehingga kemungkinan penurunan produksi akan semakin besar. Sebaliknya, curah hujan dan hari hujan yang cukup akan dapat memungkinan produksi meningkat lebih besar. Kerentanan penyakit yang dapat diakibatkan adalah penyakit yang disebabkan

oleh Corynespora Cassiicola atau penyakit gugur daun kedua (SLF). Selain itu,

curah hujan juga dapat menyebabkan penderes tidak menderes apabila curah hujan yang tinggi datang pada pagi hari. Penderes yang tetap melakukan penderesan dalam kondisi seperti ini dapat menyebabkan getah lateks mengalir ke segala arah dengan bantuan air hujan yang jatuh membasahi pohon, sehingga lateks tidak dapat dikumpulkan dengan baik, sedangkan hujan yang datang pada waktu siang hari sebelum lump membeku sempurna, maka lump tidak dapat menggumpal karena di mangkok akan banyak tergenang air. Hari hujan yang datang pada malam hari akan menyebabkan tekstur dari lump yang sudah menggumpal akan menjadi rusak.

Tabel 16. Hari Hujan dan Curah Hujan Kebun Aek Pamienke Tahun 2009-2011

Tahun Hari Hujan (HH) Curah Hujan (MM)

2009 107 2127

2010 109 3050

2011 149 3513

TOTAL 365 8689

57

VI ANALISIS FAKTOR – FAKTOR SUMBER RISIKO