• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.4 Gambaran Umum Alur Produksi Karet Alam

Faktor budidaya karet merupakan faktor penting yang harus diperhatikan agar karet dapat tumbuh dengan baik. Karet yang tumbuh dengan teknik budidaya yang baik dapat menghasilkan produksi karet maksimal dengan standar mutu yang tinggi. Kualitas karet tersebut mengakibatkan harga jual menjadi lebih tinggi sehingga keuntungan yang dihasilkan meningkat. Beberapa faktor budidaya karet dapat dilihat pada Gambar 3 (Swadaya 2008) :

                       

Gambar 3. Tahapan Proses Produksi Karet Alam

Sumber : Swadaya (2008)

Pemilihan lokasi

Pengolahan tanah dan persiapan tanam

Penanaman bibit karet dengan jenis klon yang

diinginkan Perawatan tanaman sebelum menghasilkan meliputi kegiatan : 1. Penyulaman bibit 2. Penyiangan 3. Pemupukan tanaman 4. Seleksi dan penjarangan tanaman 5. Pemeliharaan tanaman penutup tanah Perawatan tanaman menghasilkan meliputi kegiatan : 1. Penyiangan 2. Pemupukan tanaman 4. Pemberantasan hama dan penyakit Peremajaan

20 Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, yaitu klon karet yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lain sebagainya. Estimasi produksi dapat didasarkan pada standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai Penelitian Perkebunan yang bersangkutan. Produksi karet adalah lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Estimasi Produksi Karet Kering dan Estimasi Produksi Lateks

Tahun Estimasi Produksi

KKK (Ton/Ha) Estimasi Produksi Lateks (Liter/Ha) Umur (Thn) Sadap 6 1 500 2.000 7 2 1.150 4.600 8 3 1.400 5.600 9 4 1.600 6.400 10 5 1.750 7.000 11 6 1.850 7.400 12 7 2.200 8.800 13 8 2.300 9.200 14 9 2.350 9.400 15 10 2.300 9.200 16 11 2.150 8.600 17 12 2.100 8.400 18 13 2000 8.000 19 14 1.900 7.600 20 15 1.800 7.200 21 16 1.650 6.600 22 17 1.550 6.200 23 18 1.450 5.800 24 19 1.400 5.600 25 20 1.350 5.400 26 21 1.200 4.800 27 22 1000 4.600 28 23 1.150 4.000 29 24 850 3.400 30 25 800 3.200 Sumber : Anwar (2000)

21

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Dasar Risiko

Memahami konsep risiko secara luas merupakan dasar yang sangat penting untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai definisi dari risiko diharapkan dapat memahami konsep risiko secara jelas. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian (Harwood et al. 1999). Menurut Robison dan Barry (1987), risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur dan didasarkan pada pengalaman. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak bisa diramalkan. Pada umumnya peluang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan suatu usaha. Menurut Kountur (2004) risiko merupakan suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan. Secara sederhana, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan dan memiliki tiga unsur penting bahwa risiko adalah (Kountur 2008):

1) Merupakan suatu kejadian

2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan 3) Jika terjadi, makan akan menimbulkan kerugian

Pengaruh terjadi risiko atau terdapat kerugian dalam perusahaan dapat diakibatkan dengan adanya kesalahan perusahaan dalam perumusan strategi untuk meminimalisir risiko yang terjadi. Hal ini mengandung ketidakpastian sehingga akan menimbulkan risiko bagi para pengambil keputusan dalam suatu perusahaan. Sikap seorang pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, sebagai berikut (Debertin 1986) :

1) Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk averter)

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.

22 2) Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker/lover)

Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.

3) Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral)

Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan return yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasan.

3.1.2 Bentuk dan Sumber Risiko

Harwood et al. (1999) menyatakan bahwa risiko terdiri dari beberapa sumber yang dapat mempengaruhi perusahaan baik langsung maupun tidak langsung dalam bidang pertanian , yaitu :

1) Risiko produksi

Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang (mutu tidak sesuai) yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain.

2) Risiko pasar atau harga

Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang yang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, dan persaingan, sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga yang naik karena inflasi.

3) Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain terdapat aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

23 4) Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain terdapat suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

5) Risiko Finansial

Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain, terdapat piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, putaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain- lain.

Selain melihat dari sumber risiko tersebut, risiko juga dapat dibedakan dari hal yang lain, seperti yang dinyatakan oleh Kountur (2008) bahwa risiko dapat dibedakan dari beberapa sudut pandang, yaitu :

1) Risiko dari sudut pandang penyebab

Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan yaitu manusia, teknologi, dan alam.

2) Risiko dari sudut pandang akibat

Ada dua kategori risiko jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Suatu kejadian bisa berakibat merugikan saja atau bisa berakibat merugikan atau menguntungkan. Suatu kejadian yang hanya berakibat merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut adalah risiko murni, misalnya risiko kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi memungkinkan pula terjadinya keuntungan, misalnya risiko investasi.

3) Risiko dari sudut pandang aktivitas

Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko, seperti pemberian kredit oleh bank risikonya disebut risiko kredit. Seseorang yang

24 melakukan perjalanan menghadapi risiko disebut risiko perjalanan. Pemberian nama risiko dilihat dari faktor penyebabnya bukan aktivitas. 4) Risiko dari sudut pandang kejadian

Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya, seperti kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

Suatu risiko dapat dilihat dari keempat sudut pandang ini. Misalnya risiko kebakaran, dari sudut pandang penyebabnya, risiko kebakaran masuk ke dalam kategori risiko operasional karena disebabkan oleh faktor-faktor operasional dan bukan faktor keuangan. Selain itu, dari sudut pandang akibatnya, risiko kebakaran masuk kategori risiko murni karena jika terjadi kebakaran, yang ada hanya rugi saja. Akan tetapi dari sudut pandang aktivitas, risiko kebakaran dapat dimasukkan sebagai salah satu bagian dari aktivitas, misalnya mengendarai mobil. Banyak akivitas yang bisa menimbulkan kebakaran seperti memasang kabel listrik, memasak, dan lain sebagainya.

3.1.3 Teori Risiko Produksi

Teori risiko produksi terlebih dahulu menjelaskan mengenai dasar teori produksi. Serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa) merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas ouput yang dihasilkan dinamakan fungsi produksi (Lipsey et al. 1995). Menurut Soekartawi (2003), produksi adalah perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam menciptakan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah input menjadi output. Input merupakan bahan baku yang digunakan atau diperlukan sebagai bahan dasar, sedangkan output adalah hasil dari input tersebut yang berupa suatu produk atau barang.

Suatu proses produksi dalam teori produksi dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Soekartawi (2003) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Secara matematik fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

25 Y = f (X1,X2,X3,...Xn)

Dimana:

Y = output atau produk

Xn = input atau faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Y f = bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input ke dalam

output.

Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh “Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (Law of Diminishing Returns)” yang menjadi dasar dalam ekonomi produksi (Debertin 1986). Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan terus menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan dicapai suatu kondisi di mana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang.

Fungsi produksi dikenal adanya istilah produk total, produk rata-rata dan produk majinal. Ketiga istilah tersebut menunjukkan hubungan antara input

dengan output. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor produksi dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan. Produk rata-rata (AP) adalah produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, produk rata-rata pada awalnya akan meningkat dan kemudian menurun. Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat adanya satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995).

Setiap para pengambil keputusan dalam suatu perusahan harus dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan output sesuai yang diharapkan perusahaan. Keputusan apapun yang telah ditentukan akan memiliki risiko dan ketidakpastian dampak atau hasil dari keputusan tersebut. Risiko produksi adalah risiko yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi produksi maupun pendapatan perusahaan. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dalam penggunaan input dan kategori pembuat keputusan yang dapat dilihat pada Gambar 4.

26 Gambar 4. Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Serta Kategori Pembuat

Keputusan

Sumber : Ellis (1993)

Keterangan :

TVP1 = Total value product in ’good’ years

TVP2 = Total value product in ’bad’ years

E(TVP) = Expected total value product

Gambar 4 menjelaskan dampak dari kondisi baik dan buruk dalam penggunaan input yang dapat menghasilkan adanya variasi pendapatan dan akan mendorong untuk seorang pembuat keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang digunakan. Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang didapatkan dari hasil produksi. Kondisi TVP terdiri dari tiga kondisi, yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP1), pada kondisi yang diharapkan (E(TVP)), dan pada kondisi buruk (TVP2). Penambahan kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2, XE dan terkait dalam risiko, yaitu :

1) Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar akan diperoleh sebesar ab. Jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka Total Value Product Y (Rp)

27 akan terjadi kerugian sebesar bj. Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih berani terhadap risiko (risk taking).

2) Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi baik, maka keuntungan sebesar ce dan jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka tidak akan mengalami kerugian tetapi tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut masih mampu untuk membayar biaya pembelian input (TVP > TC). Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih takut terhadap risiko (risk averse).

3) Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi pada saat kondisi baik, maka keuntungan sebesar fh, tetapi bukan merupakan keuntungan terbesar. Jika TVP2 terjadi pada saat kondisi buruk, maka kerugian sebesar hi dan bukan merupakan kerugian terkecil. Kondisi ini berarti seorang pembuat keputusan memilih netral terhadap risiko (risk neutral).

Risiko produksi dapat menggunakan berbagai fungsi produksi, salah satunya menggunakan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Fungsi produksi Just dan Pope melibatkan masuknya sistem error yang dapat menjelaskan dua kondisi, yaitu kondisi pertama dapat menjelaskan pengaruh faktor tak terkendali seperti cuaca, inefisiensi teknis, dan lainnya dalam produksi, untuk kondisi yang kedua menjelaskan variabilitas dalam ouput (hasil). Model risiko fungsi produksi Just dan Pope terdiri dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi produksi variance yang digunakan untuk mengetahui faktor input yang dapat mengurangi risiko (risk reducing factors) dan yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru, sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987):

28 q = f(x) + h(x)

dimana:

q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi rata-rata

h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)

x = Input atau faktor produksi yang digunakan = Komponen error

Risiko produksi yang terjadi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produksi yang menyebabkan data produksi bervariasi. Fungsi risiko dapat dijelaskan dalam fungsi varian pada model Just dan Pope karena fungsi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan Tveteras

1999).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kebun Aek Pamienke adalah salah satu perkebunan karet di PT Socfin Indonesia (Socfindo) yang memiliki luas perkebunan karet terbesar dibandingkan perkebunan karet lainnya yang ada di perusahaan ini. Perusahaan PT Socfindo terletak di daerah Kebupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Karet alam yang diproduksi pada perusahaan ini telah memiliki standar mutu sesuai yang di inginkan oleh permintaan pasar pada umumnya. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dengan daerah yang sangat cocok untuk pertanaman karet karena memiliki iklim yang basah. Risiko yang paling besar dihadapi oleh perusahaan adalah risiko produksi, seperti kerusakan tanaman pada karet akibat hama dan penyakit, curah hujan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat mengakibatkan fluktuasi produksi yang akan mempengaruhi produksi karet alam pada perusahaan tersebut. Dampak dari fluktuasi menyebabkan produksi karet alam ini tidak dapat memenuhi permintaan pasar impor maupun ekspor sehingga ketidaktepatan waktu pengiriman tidak sesuai kesepakatan karena adanya keterlambatan, sehingga pendapatan yang diterima perusahaan juga akan mengalami fluktuasi sesuai risiko yang dihadapi. Ini yang harus diperhatikan perusahaan dalam mencari alternatif untuk mengantisipasi atau meminimalkan risiko agar produksi tetap stabil dan permintaan pasar domestik ataupun internasional dapat terpenuhi. Adapun beberapa faktor-faktor sumber risiko

29 produksi yang dapat mempengaruhi produksi karet alam PT Socfindo pada penelitian ini adalah adalah jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena

Secondary Leaf Fall, biaya perawatan Brown bast/bark necrosis (Rp), dan curah hujan (mm).

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Faktor-Faktor Sumber Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo

1. Jumlah Penderes yang Melakukan Kesalahan

2. Jumlah Pohon yang dideres

Sumber Risiko Produksi

Produksi Karet Alam

Sumber Daya Manusia Hama dan Penyakit

Cuaca/Iklim

Curah hujan 1.  Jumlah Blok yang

terkena Secondary Leaf Fall 2. Biaya perawatan Brown Bast/Bark necrosis Jumlah Pohon yang Mati

30

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Pemilihan provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok dalam budidaya karet karena memiliki iklim yang basah. Penetapan perusahaan PT Socfin Indonesia (Socfindo) sebagai perusahaan yang diteliti karena produksi karet alam perusahaan tersebut pada tahun 2010-2011 menjadi urutan pertama yang menghasilkan produksi karet alam paling besar dibandingkan lima perkebunan karet lainnya di Sumatera Utara, yaitu PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), PT Tolan Tiga Indonesia, London Sumatera (LONSUM), Bakrie, dan PT Ukindo Indonesia yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Produksi Karet Alam Enam Perusahaan Perusahaan Karet Tahun 2010-2011

Sumber : PT Socfindo (2011)

Gambar 6 menunjukkan bahwa produksi karet alam yang dihasilkan oleh PT Socfindo pada tahun 2011 adalah 24,976 ton/ha dengan peningkatan 0,031 persen dari tahun 2010, sedangkan untuk perkebunan Aek Pamienke sebagai daerah penelitian dikarenakan perkebunan tersebut merupakan perkebunan karet yang memiliki lahan terluas di PT Socfindo dibandingkan empat perkebunan karet

31 lainnya, yaitu 3.941,25 Ha. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan April 2012.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan dan wawancara langsung dengan staf divisi bagian tanaman PT Socfindo dan staff manager, asisten kepala lapangan, asisten kepala pabrik, dan asisten setiap afdeling di perkebunan Aek Pamienke untuk mengetahui proses produksi, risiko produksi yang dihadapi perusahaan, penyebab terjadinya risiko dan mengetahui bagaimana penanganannya. Proses wawancara dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan.

Data sekunder yang diperoleh dari PT Socfindo meliputi luas areal tanaman karet, harga karet, jumlah pohon yang mati akibat cuaca ataupun penyakit, biaya yang dikeluarkan untuk penanganan penyakit, dan data produksi dari tahun 2009-2011. Selain itu, ada beberapa data yang dapat mendukung untuk mengetahui risiko antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan, Perpustakaan, dan situs atau literatur yang mendukung.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer yang sangat dibutuhkan untuk dapat menjawab tujuan penelitian. Data sekunder dan data primer tersebut akan diolah dan dianalisis berdasarkan metode analisis yang digunakan. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diberikan oleh PT Socfindo terkait data-data yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data sekunder tersebut berupa data produksi, jumlah pohon yang hilang akibat sumber-sumber risiko dan peremajaan, jumlah pohon yang menghasilkan lateks, dll. Data penelitian ini disajikan dalam bentuk time series (antar waktu perbulan) mulai tahun 2009-2011.

32 4.4 Metode Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda. Metode regresi merupakan analisis metode statistika inferensia yang berkaitan dengan analisis data untuk peramalan atau penarikan kesimpulan dari pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat (untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional atau hubungan kausal antara dua atau lebih). Kegunaannya uji regresi ganda yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat (Y) apabila variabel bebas minimal dua atau lebih. Pada penelitian ini analisis regresi berganda menghubungkan antara variabel terikat (Y) dihubungkan dengan lebih dari satu variable bebas (X1, X2, X3,….,Xn) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = f (X) , Y = f (X1, X2,...,Xn)

Y = c + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7Y(t-1) Nilai dugaan parameter dari model ini adalah b1, b2, b4, b5, b6 < 0 ; b3, b7Y(t-1) > 0 Keterangan :

Y = Produksi (Kk Kg) X1 = Jumlah pohon yang mati

c = Konstanta X2 = Penderes yang melakukan kesalahan b = Koefisien regresi X3 = Jumlah pohon yang di deres

X4 = Jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall

X5 = Biaya perawatan Brown Bast/Bark Necrosis (Rp)

X6 = Curah hujan (mm)

Y(t-1) = Produksi karet alam bulan Sebelumnya

4.5 Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah variabel- variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji hasil dari model faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet. Salah satu pengujiannya adalah koefisien determinasi dan uji F.

1) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi digunakan untuk melihat seberapa jauh tingkat keragaman oleh variabel bebas terhadap vaiabel tak bebas. Selain itu juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukan kedalam model

33 dapat menerangkan model (Gujarati 1993). Adapun sifat R2 yaitu merupakan besaran non negatif dan batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 artinya suatu kecocokan sempurna (adanya hubungan antar variabel baik bebas maupun terikat), sedangkan jika R2 bernilai 0 artinya tidak ada hubungannya antara variabel bebas dan terikatnya. Dalam pengujian, R2 secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

= Jumlah kuadrat regresi (SSregression) = Jumlah kuadrat total (SStotal) 2) Uji F-Statistik

Uji F ini digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh secara bersama- sama oleh variabel independen terhadap variabel dependennya (Gujarati 1993). Hipotesis :

H0 = b1 = b2 = … = 0 H1 = b1 ≠ 0

Dalam pengujiannya, uji F secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel (termasuk intercept) n = Jumlah data

Kriteria ujinya adalah jika Fhitung > Ftabel,α,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersama- sama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya.

34 4.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan awal yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Adapun penjelasan hipotesis dari faktor-faktor risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo adalah sebagai berikut :

1) Jumlah pohon yang mati (X1)

b1 < 0, artinya semakin banyak jumlah pohon karet yang mati, maka produksi karet alam akan berkurang.

2) Penderes yang melakukan kesalahan (X2)

b2 < 0, artinya semakin banyak jumlah penderes yang melakukan kesalahan, maka produksi karet alam akan berkurang.