• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH

A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

3. Faktor-faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak/oper kredit dalam Kredit Pemilikan Rumah, yaitu:

44 Eugenia Liliawati Mulyono dan Amin Tunggal, Eksekusi Grosse Akta Hipotik oleh Bank,

Cet, 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 50.

45

a. Pihak debitur lama

b. Pihak Konsumen/Debitur Baru

a. Faktor-faktor yang terjadi dari pihak debitur lama adalah:

1. Kesulitan ekonomi, sehingga tidak dapat melanjutkan angsuran kredit.

2. Resiko disita oleh pihak bank dengan terjadinya kredit macet, sehingga akan mengalami kerugian yang besar.

3. Mencari keuntungan.

4. Memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah yang diberikan oleh kantor dimana debitur bekerja.

Hasil Penelitian mengenai praktek Pengalihan hak kredit/oper kredit pada Perumahan Griya Metropolis Martubung khususnya pada tipe rumah sederhana yaitu tipe 36/96 M2 pada periode April Juni 2009.

Dari 20 (dua puluh) responden yaitu konsumen atau calon nasabah debitur yang akan membeli rumah pada Griya Metropolis Martubungtipe rumah sederhana dapat disimpulkan:

1. 94,5% (sembilan puluh empat koma lima persen) konsumen membeli pada developer dengan cara mengajukan Kredit Pemilikan Rumah baik pada PT (Persero) Bank Tabungan Negara (BTN) atau pada bank swasta yang ada kerjasama dengan developer.

2. 5% (lima persen) membeli secara oper kredit dengan menggunakan tata cara pengikatan jual-beli dan kuasa yang dilakukan dihadapan notaris.

3. 0,5% (nol koma lima persen) oper kredit dengan tata cara alih debitur atau novasi subyektif pasif.

b. Faktor-faktor dari pihak debitur baru adalah:46

1. Mendapatkan keuntungan dengan suku bunga yang masih disubsidi/rendah dari pihak bank.

2. Konsumen tidak memiliki pekerjaan yang tetap, sehingga bila mengajukan Kredit Pemilikan Rumah kepada bank akan ditolak, karena tidak memiliki dokumen-dokumen pendukung, akan tetapi secara finansial/keuangannya mampu membayar cicilan rumah (contoh: pedagang kecil, pekerja yang tidak tetap/kontrak).

3. Mempunyai usaha kecil-kecilan, sehingga tidak ada surat-surat usaha (SIUP, NPWP, TDP) pendukung.

4. Tidak mau berurusan dengan Kredit Pemilikan Rumah yang dirasa sangat ketat dan teliti.

5. Usia yang sudah tua sehingga bila mengajukan kredit kepada bank akan ditolak.

6. Tidak cukup uang untuk membeli secara tunai.

7. Lokasi yang diinginkan sangat strategis dari pihak pengembang yang tidak dibuka lagi atau dipasarkan lagi.

46 Hasil Wawancara dengan Konsumen Pembeli Rumah Pada periode April Juni 2009 pada

8. Tidak mau menunggu rumah indent dari developer.

C. Prosedur Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah yang Sesuai dengan KUH Perdata

Pengalihan hak kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan kewajiban yang berupa pembayaran angsuran kredit perumahan, tindakan ini adalah merupakan suatu delegasi yaitu pengalihan kewajiban/pergantian debitur, ketika telah adanya piutang dan merupakan tindakan sepihak yaitu tindakan debitur.47

Dalam prosedur pengalihan hak kredit kepemilikan rumah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah Pasal 1413 dan pada peraturan serta kebijakan pada bank pemberi kredit baik itu bank-bank swasta ataupun bank pemerintah khususnya pada PT (persero) Bank Tabungan Negara (BTN).

Dalam KUH Perdata bahwa pengalihan hak atau pengalihan kewajiban adalah ditentukan dengan “novasi”, karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan Soebekti) diterjemahkan menjadi pembaharuan hutang.

Dari Pasal-pasal yang mengatur tentang Novasi para sarjana menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Novasi adalah penggantian perikatan lama dengan suatu perikatan yang baru.48

Novasi diatur dalam Bab IV butir IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Undang-Undang memberikan ketentuan

47 Munir Fuady, op.cit, hal. 151.

48 J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novasie, Kompensatie & Percampuran Hutang, (Bandung:

khusus yang berkenaan dengan masalah Novasi. Bila suatu masalah telah diatur secara khusus, maka berlakulah ketentuan umum tentang perikatan termasuk tentang hapusnya perikatan.49

Menurut Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga) macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan hutang:50

1. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama, yang dihapuskan karenanya.

2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan seorang yang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang berpiutang lama, terhadap siap si berhutang dibebaskan dari perikatannya.

Dari uraian mengenai cara mengadakan Novasi tersebut diatas dapat kita katakan, bahwa peristiwa yang kedua dan ketiga ada pergantian subyek perikatan bisa debitur bisa kreditur, sehingga orang menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa Novasi subyektif, dalam hal yang diganti adalah subyek debitur. Debitur lama diganti dengan debitur baru, maka kita katakan di sana ada Novasi

49 Ibid, hal. 101. 50

subyektif pasif, sedangkan pada penggantian subyek kreditur kita namakan Novasi subyektif aktif.51

Dalam pengalihan hak Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan delegatie atau pemindahan hutangnya kepada debitur baru sehingga dalam hal ini yang berganti adalah debiturnya bukan krediturnya, maka dapat dikatakan merupakan Novasi subyektif pasif.

Persyaratan oper kredit atau alih debitur hampir sama dengan syarat-syarat permohonan Kredit Pemilikan Rumah, perbedaannya debitur lama mengajukan permohonan penerusan utang atau alih debitur. Setelah syarat-syarat terpenuhi, bank mengadakan wawancara dengan calon debitur baru dan bagi yang layak bank akan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur. Berdasarkan Surat Persetujuan ini notaris akan memproses oper kredit atau alih debitur seperti halnya akad kredit sebelumnya dengan tambahan satu kata, yaitu Akta Delegasi. 52

Akta Delegasi ini ditandatangani oleh debitur lama sebagai pihak pertama dan debitur baru sebagai pihak kedua. Dalam akta ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:

“Bahwa debitur lama telah menandatangani Perjanjian Kredit (KPR) dengan BTN pada tanggal …………., yang harus dilunasi dalam jangka waktu beberapa bulan, setiap bulan dibayar ………….rupiah dengan jaminan berupa

……….”

51 J. Satrio, op.cit., hal. 103.

52 Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, (Jakarta: Prenada

Bahwa berhubung karena sesuatu hal, Pihak Pertama tidak dapat lagi melanjutkan angsuran sesuai dengan perjanjian sebelumnya, maka debitur lama mengajukan permohonan kepada bank, seorang debitur baru untuk menggantikan debitur lama.

Bahwa pihak bank setuju dengan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur dan tercantum berapa bulan lagi angsuran yang harus dibayar oleh debitur baru dengan bidang tanah dan bangunan yang dimaksud.

Pengalihan debitur ini akan dibuat dan ditandatangani dalam Akta Perjanjian Kredit Baru, Pengakuan Utang, Akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan/Akta Jual Beli antara debitur lama dengan debitur baru.53

Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan cara orang mengadakan suatu Novasi subyektif pasif, di mana debitur menawarkan kepada krediturnya seorang debitur baru yang bersedia untuk mengikatkan dirinya demi keuntungan kreditur atau dengan perkataan lain, bersedia untuk membayar hutang- hutang debitur.54

Menurut Pasal 1417 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:55

“Delegasi atau pemindahan, dengan mana seorang berhutang memberikan kepada orang yang menghutangkan padanya seorang berhutang baru mengikatkan dirinya kepada si berpiutang, tidak menerbitkan suatu

53 Ibid, hal. 99. 54 Ibid., hal. 118. 55

pembaharuan utang, jika si berpiutang tidak secara tegas mengatakan bahwa ia bermaksud membebaskan seorang berhutang yang melakukan pemindahan itu, dari perikatannya”.

Novasi baru terjadi, kalau kreditur setelah menerima/menyetujui person debitur yang baru, dengan tegas menyatakan bahwa ia membebaskan debitur lama, dari keterikatannya berdasarkan perikatan yang lama dan kewajibannya berprestasi (lebih lanjut) terhadap kreditur. Dengan perkataan lain, dengan hanya menerima penawaran seorang debitur baru saja yang disodorkan debitur lama belum terjadi Novasi, itulah sebabnya bahwa undang-undang mensyaratkan bahwa Novasi di sana baru terjadi, kalau kreditur sudah menerima penawaran person debitur baru, menyatakan secara tegas bahwa ia membebaskan debitur lama.56

Sedangkan ciri yang menunjukan adanya Novasi di sini adalah, bahwa penerimaan debitur baru, yang diikuti dengan pembebasan debitur lama, menimbulkan perikatan (baru) antara kreditur dengan debitur baru, yang sekaligus menghapuskan dan menggantikan perikatan (lama) antara kreditur dengan debitur lama.57

Terjadinya pergantian debitur tersebut kemungkinan bahwa debitur baru karena ia adalah keluarga debitur lama yang lebih mampu, atau merasa pernah

56 J. Satrio, op.cit., hal. 110. 57

berhutang budi sehingga dengan sukarela menyediakan diri untuk mengganti debitur lama untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditur.58

Dari hasil penelitian oper kredit yang terjadi dalam praktek dengan memakai novasi subjektif pasif jarang dilakukan. Karena sama saja dengan membuat perjanjian jual beli yang baru. Di mana bank memulai dari awal lagi dan biaya yang dikeluarkan juga sama dengan perjanjian yang baru. Hal inilah yang dihindari oleh pihak ketiga. Karena mereka menganggap berurusan dengan bank memakan waktu lama. Oleh karena itu debitur dan pihak ketiga mengambil jalan pintas, oper kredit dengan memakai jasa notaris. Waktunya cepat dan barang/rumah dapat langsung diterima tinggal meneruskan kredit pada pihak bank.

Dokumen terkait