• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR

B. Pengertian Hak Tanggungan

3. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi

Sifat Hak Tanggungan menurut Pasal 2 UUHT, yaitu:

a. Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

b. Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.

Dari isi Pasal 2 ayat (1) di atas, Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, ini berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari hutang

yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum dilunasi.82

Pada Pasal 2 ayat (2) menyatakan sifat tidak dapat dibagi-baginya Hak Tanggungan dapat disimpangi oleh para pihak apabila para pihak menginginkan hal yang demikian itu dengan memperjanjikannya dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.

Namun penyimpangan itu hanya dapat dilakukan sepanjang: 1. Hak Tanggungan itu dibebankan kepada beberapa hak atas tanah.

2. Pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.83

Dari penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUHT penyimpangan atau pengecualian itu adalah untuk menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, seperti untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan komplek perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh komplek dan kemudian dijual kepada pemakai satu persatu dan untuk membayarnya pemakai menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.

82 Remy Sjahdeini, op.cit., hal. 21-22. 83

C. Peralihan Hak Tanggungan

Menurut Pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan dimungkinkan terjadinya peralihan Hak Tanggungan dari satu kreditur kepada kreditur lain. Peralihan Hak Tanggungan dapat terjadi karena:

1. Cessie yaitu perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain.

2. Subrogasi yaitu penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi hutang- hutang debitur.

3. Pengambilalihan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. 4. Karena pewarisan.

Hak tanggungan beralih apabila piutang yang dengan Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak ketiga. Peralihan piutang itu dapat terjadi karena cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain. Demikian ditentukan dalam Pasal 16 UUHT. Dengan kata lain, Hak Tanggungan itu beralih karena hukum kepada kreditor yang baru apabila piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beralih kepada kreditor yang baru itu.

Peralihan hak milik sebagai suatu benda harus memenuhi ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-undang Hukum Perdata:84

84

“Hak Milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain melainkan dengan pemilikan (pendakuan), karena perlekatan, karena kadaluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat dank arena penunjukan atau penyerahan berdasar suatu peristiwa perdata untuk memindahkan Hak Milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan”.

Dalam hal peralihan Hak Milik didahului dengan suatu peristiwa perdata yang bertujuan untuk mengalihkan Hak Milik, maka ketentuan ini diatur dalam Pasal 613 dan Pasal 616 KUH Perdata.

Menurut Pasal 16 ayat (1) UUHT, karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tesebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor yang baru.

Pencantuman ketentuan Pasal 16 UUHT tesebut menghindarkan keraguan dan sekaligus ketidakpastian mengenai apakah Hak Tanggungan ikut beralih bila piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan itu beralih. Ketentuan Pasal 16 UUHT ini adalah sejalan dengan sifat Hak Tanggungan sebagai perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian utang-piutangnya.

Namun, dalam praktik perbankan bukan hanya penggantian kreditor (bank) saja yang sering terjadi, tetapi juga penggantian debitur. Dalam hal ini yang terjadi

adalah kredit bank, dalam arti sebagai utang nasabah debitur, diambil alih oleh debitur lain. Dengan kata lain, terjadi penggantian debitur dengan kreditor (bank) yang sama. Menurut KUH Perdata, terjadinya penggantian debitur dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga novasi (pembaruan utang). Menurut Pasal 1381 KUH Perdata, perjanjian (lama) berakhir karena dibuatnya perjanjian baru atau novasi. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT, Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu. Jadi, karena perjan- jian yang baru yang mengakhiri perjanjian lama, Hak Tanggungan menjadi berakhir pula.

Menurut Pasal 1422 KUH Perdata, penggantian debitur tidak mengakibatkan beralihnya Hipotik atas benda milik debitur lama kepada benda milik debitur baru. Dikatakan oleh Pasal 1422 KUH Perdata, apabila pembaruan utang diterbitkan dengan penunjukan seorang debitur baru yang menggantikan debitur lama, maka Hak-hak Istimewa dan Hipotik-hipotik yang dari semula mengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang debitur baru.

Dalam perjanjian kredit dapat diperjanjikan bahwa bila terjadi kredit menjadi bermasalah, bank berhak dengan atau tanpa persetujuan debitur meng- alihkan kredit tersebut kepada pihak lain yang akan menggantikan kedudukan debitur dan dengan demikian membebaskan debitur dari sebagian atau seluruh kewajiban untuk melunasi kredit, sedangkan debitur baru terikat dengan segala syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian kredit yang bers an g k u t an . s ed a n gk a n d i d al am Ak t a Pembebanan Hak Tanggungan diperjanjikan (dimuat

janji) bahwa pemegang Hak Tanggungan (kreditor) dapat menunjuk pihak lain sebagai pengganti dari debitur untuk menjadi debitur baru atau sebaliknya debitur dapat menunjuk pihak lain untuk menggantikan kedudukannya sebagai debitur baru, sedangkan apabila terjadi penggantian debitur sebagaimana yang demikian itu, maka Hak Tanggungan tetap berlaku.

Berkaitan dengan maksud pemerintah untuk memperkenalkan dan menggalakkan Secondary Mortgage Facility dalam rangka memenuhi kebutuhan fasilitas kredit untuk perumahan yang diperlukan oleh masyarakat (KPR), ketentuan Pasal 16 UUHT saja belum memadai. Pasal itu baru memadai untuk menampung mekanisme peralihan piutang bank (KPR) dari bank kepada perusahaan conduit yang akan melakukan pengerahan dana obligasi yang dijamin dengan KPR-KPR tersebut. Peralihan KPR (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan rumah yang dibiayai dengan KPR itu) dari bank kepada perusahaan conduit. Peralihan piutang itu dapat dilakukan dengan melakukan perjanjian subrogasi atau cessie antara bank dengan perusahaan conduit sehingga dengan demikian Hak Tanggungan yang menjamin KPR itu ikut beralih dengan peralihan KPR yang bersangkutan. Tetapi Pasal 16 UUHT itu, seperti telah diterangkan dimuka, belum dapat menampung peralihan utang dari nasabah debitur yang menikmati KPR kepada pihak lain yang bermaksud untuk mengambil alih fasilitas utangnya apabila mekanismenya ditempuh melalui lembaga novasi. Peralihan utang di secondary mortgage market tanpa mengakhiri Hak Tanggungan yang menjamin utang itu, haruslah dilakukan

dengan menempuh mekanisme peralihan utang sebagaimana telah diterangkan di atas.

Sesuai dengan asas publisitas dari Hak Tanggungan, beralihnya Hak Tanggungan tersebut wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan (Pasal 16 ayat (2) UUHT). Beralihn ya Hak Tanggungan tersebut mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatannya (Pasal 16 ayat (5) UUHT).

D. Permasalahan yang Dihadapi Debitur

Dokumen terkait