• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia

2.2.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketidakpatuhan

Menurut Siregar (2006) ketidakpatuhan pemakaian obat akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang berkurang. Dengan demikian, pasien akan kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk. Adapun berbagai faktor yang berkaitan dengan ketidakpatuhan, antara lain (Niven, 2002):

a. Penyakit

Sifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan, dapat berkontribusi pada ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik, kemampuan untuk bekerja sama, demikian juga sikap terhadap pengobatan mungkin dirusak oleh adanya kesakitan dan individu-individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain. Berbagai studi dari pasien dengan kondisi seperti pasien skizofrenia telah menunjukkan suatu kejadian ketidakpatuhan yang tinggi. Pasien cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak menghasilkan kesembuhan kondisi.

Apabila seorang pasien mengalami gejala yang signifikan dan terapi dihentikan sebelum waktunya, ia akan lebih memerhatikan menggunakan obatnya dengan benar. Beberapa studi menunjukkan adanya suatu korelasi antara keparahan penyakit dan kepatuhan, hal itu tidak dapat dianggap bahwa pasien ini akan patuh

dengan regimen terapi mereka. Hubungan antara tingkat ketidakmampuan yang disebabkan suatu penyakit dan kepatuhan dapat lebih baik, serta diharapkan bahwa meningkatnya ketidakmampuan akan memotivasi kepatuhan pada kebanyakan pasien. (Fleischacker. 2003)

Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit penyakit lain seperti diabetes, epilepsi dan kanker. Jadi jelas bahwa jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga berpengaruh. Jika persepsi sosial buruk maka pasien akan berusaha menghindari setiap hal tentang penyakitnya termasuk pengobatan.

Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam hubungannya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Pada pasien skizofrenia sikap pasien terhadap pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negatif sampai sangat positif. (Fleischacker. 2003)

b. Regimen Terapi

Menurut (Fleischacker. 2003) ada beberapa factor yang mempengaruhi regimen terapi pada penderita skizofrenia tidakadekuat. yaitu :

1. Terapi Multi Obat

Pada umumnya, makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan pasien, semakin tinggi resiko ketidakpatuhan. Bahkan, apabila instruksi dosis tertentu untuk obat telah diberikan, masalah masih dapat terjadi. Kesamaan penampilan (misalnya, ukuran, warna, dan bentuk) obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan yang dapat terjadi dalam penggunaan multi obat

2. Frekuensi Pemberian

Pemberian obat pada jangka waktu yang sering membuat ketidakpatuhan lebih mungkin karena jadwal rutin normal atau jadwal kerja pasien akan terganggu untuk pengambilan satu dosis obat dan dalam banyak kasus pasien akan lupa, tidak ingin susah atau malu berbuat demikian.

Sikap pasien terhadap kesakitan dan regimen pengobatan mereka juga perlu diantisipasi dan diperhatikan. Dalam kebanyakan situasi adalah wajar mengharapkan bahwa pasien akan setuju dan lebih cenderung patuh dengan suatu regimen dosis yang sederhana dan menyenangkan.

3. Durasi dan Terapi

Berbagai studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan menjadi lebih besar, apabila periode pengobatan lama. Seperti telah disebutkan, suatu risiko yang lebih besar dari ketidakpatuhan perlu diantisipasi dalam pasien yang mempunyai penyakit kronik, terutama jika penghentian terapi mungkin tidak berhubungan dengan terjadinya kembali segera atau memburuknya kesakitan. Ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih sulit dicapai. Walaupun tidak ada intervensi tunggal yang

berguna untuk meningkatkan ketaatan, kombinasi instruksi yang jelas, pemantauan sendiri oleh pasien, dukungan sosial, petunjuk bila menggunakan obat, dan diskusi kelompok.

4 Efek Merugikan

Perkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan, memungkinkan menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi menyarankan bahwa hal ini tidak merupakan faktor penting sebagaimana diharapkan. Dalam beberapa situasi adalah mungkin mengubah dosis atau menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek merugikan. Namun, dalam kasus lain alternatif dapat ditiadakan dan manfaat yang diharapkan dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko.

Penurunan mutu kehidupan yang diakibatkan efek, seperti mual dan muntah yang hebat, mungkin begitu penting bagi beberapa individu sehingga mereka tidak patuh dengan suatu regimen. Kemampuan beberapa obat tertentu menyebabkan disfungsi seksual, juga telah disebut sebagai suatu alasan untuk ketidakpatuhan oleh beberapa pasien dengan zat antipsikotik dan antihipertensi. Bahkan, suatu peringatan tentang kemungkinan reaksi merugikan dapat terjadi pada beberapa individu yang tidak patuh dengan instruksi.

5 Pasien Asimtomatik (tidak ada gejala) atau gejala sudah reda

Sulit meyakinkan seorang pasien tentang nilai terapi obat, apabila pasien tidak mengalami gejala sebelum memulai terapi. Pada suatu kondisi dimana manfaat terapi obat tidak secara langsung nyata, termasuk keadaan bahwa suatu obat digunakan berbasis profilaksis.

Dalam kondisi lain, pasien dapat merasa baik setelah menggunakan obat dan merasa bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Situasi sering terjadi ketika seorang pasien tidak menghabiskan obatnya ketika menghabiskan obatnya selama terapi antibiotik, setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Praktik ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi dan pasien wajib diberi nasihat untuk menggunakan seluruh obat selama terapi antibiotik. b.6 Harga obat

Walaupun ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif tidak mahal, dapat diantisipasi bahwa pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal. Biaya yang terlibat telah disebut oleh beberapa pasien sebagai alasan untuk tidak menebus resepnya sama sekali, sedang dalam kasus lain obat digunakan kurang sering dari yang dimaksudkan atau penghentian penggunaan sebelum waktunya disebabkan harga.

7. Pemberian/konsumsi obat

Walau seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk patuh pada instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas obat yang salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat ukur yang tidak tepat. Misalnya, sendok teh mungkin volumenya berkisar antara 2mL sampai 9mL. Ketidakakurasian penggunaan sendok teh untuk mengkonsumsi obat cair dipersulit oleh kemungkinan tumpah apabila pasien diminta mengukur dengan sendok teh. Walaupun masalah ini telah lama diketahui, masih belum diperhatikan secara efektif dan pentingnya menyediakan mangkok ukur bagi pasien, sempril oral atau alat

penetes yang telah dikalibrasi untuk penggunaan cairan oral adalah jelas. Akurasi dalam pengukuran obat, harus ditekankan dan apoteker mempunyai suatu tanggung jawab penting untuk memberikan informasi serta jika perlu, menyediakan alat yang tepat untuk memastikan pemberian jumlah obat yang dimaksudkan.

8. Rasa obat

Rasa obat-obatan adalah yang paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral. Oleh karena itu, dalam formulasi obat cair oral, penambah penawar rasa, dan zat warna adalah praktik yang umum dilakukan oleh industri farmasi untuk daya tarik serta pendekatan formulasi demikian dapat mempermudah pemberian obat kepada pasien.

c. Interaksi Pasien dengan Profesional Kesehatan

Keadaan sekeliling kunjungan seorang pasien ke dokter dan/atau apoteker, serta mutu dan keberhasilan (keefektifan) interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah penentu utama untuk pengertian serta sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen terapi. Salah satu kebutuhan terbesar pasien adalah dukungan psikologis yang diberikan dengan rasa sayang. Selain itu, telah diamati bahwa pasien cenderung untuk lebih mematuhi instruksi seorang dokter yang merka kenal betul dan dihormati, serta dari siapa saja mereka menerima informasi dan kepastian tentang kesakitan dan obat-obat mereka. (Ayuso, 2003)

Menurut Ayuso (2003) ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan secara merugikan, jika perhatian yang tidak memadai diberikan pada lingkup dan mutu interaksi dengan pasien.

1. Menunggu Dokter atau Apoteker

Apabila seorang pasien mengalami suatu waktu menunggu yang signifikan untuk bertemu dengan dokter atau untuk mengerjakan (mengisi) resepnya, kejengkelan dapat berkontribusi pada kepatuhan yang yang lebih buruk terhadap instruksi yang diberikan. Dari suatu penelitian ditunjukkan bahwa hanya 31% dari pasien yang biasanya menunggu lebih dari 60 menit untuk bertemu dengan dokternya yang benar-benar patuh, sedangkan yang menunggu dalam 30 menit, 67% dari pasien tersebut benar-benar patuh. (Ayuso, 2003)

2. Sikap dan Keterampilan Komunikasi Profesional Kesehatan

Berbagai studi menunjukkan ketidakpuasan pasien terhadap sikap pelaku pelayan kesehatan. Uraian yang umum tentang pelaku pelayan kesehatan di rumah sakit mencakup dingin, tidak tertarik, tidak sopan, agresif, kasar, dan otoriter. Walaupun uraian demikian tersebut tidak demikian bagi banyak praktisi yang mengabdi dan terampil, sikap yang tidak pantas terhadap pasien telah cukup terbukti menunjukkan suatu masalah yang signifikan.

Pelaku pelayan kesehatan cenderung menggunakan terminologi sehingga pasien tidak dapat mengerti dengan mudah, mereka sering kurang pengetahuan tentang teori dan praktik perilaku, dan mereka mempunyai kesadaran yang terbatas pada tingkat, masalah, dan penyebabpasien tidak taat pada pengobatan.

Ketaatan pada pengobatan, berhubungan dengan kejelasan penjelasan dokter penulis resep, pasien sering merasa bahwa instruksi dinyatakan kurang jelas atau sama sekali tidak jelas. Ketepatan waktu dan kejelasan suatu pesan sangat kuat

mempengaruhi bagaimana itu diterima, dimengerti, dan diingat. Pasien mengingat dengan sangat baik instruksi pertama yang diberikan; instruksi yang perlu penekanan adalah lebih baik diingatkan kembali; makin sedikit instruksi diberikan, semakin besar bagian yang diingat. Jadi suatu pesan tidak saja harus jelas dinyatakan, tetapi juga harus diorganisasikan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien yang mengikuti dan memproses informasi secara sempurna. 3. Gagal Mengerti Pentingnya Terapi

Alasan utama untuk tidak patuh adalah bahwa pentingnya terapi obat dan akibat yang mungkin, jika obat tidak digunakan sesuai dengan instruksi yang tidak mengesankan pasien. Pasien biasanya mengetahui relatif sedikit tentang kesakitan mereka, apalagi manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan terapi obat.

Oleh karena itu, mereka menyimpulkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak memenuhi pengharapan, mereka lebih cenderung menjadi tidak patuh. Perhatian yang lebih besar diperlukan untuk memberi edukasi pada pasien tentang kondisinya, dan manfaat serta keterbatasan dari terapi obat, akan berkontribusi pada pengertian yang lebih baik dari pihak pasien tentang pentingnya menggunakan obat dengan cara yang dimaksudkan. (Linden, 2005)

4. Pengertian yang Buruk pada Instruksi

Berbagai investigasi telah menguraikan masalah dari pengertian yang buruk pada instruksi ini. Dari suatu studi pada sekitar 6000 resep,terdapat instruksi pasien ditulis “Sesuai Petunjuk”. Akibat yang mungkin dari salah pengertian ini dapat serius

dan membahayakan, perlu membuat instruksi penggunaan obat sespesifik mungkin. Bahkan, apabila petunjuk kepada pasien sudah lebih spesifik dari “ sesuai petunjuk” kebingungan masih dapat terjadi. (Ayuso, 2003)

Dokter harus memperbaiki pola komunikasi dengan pasien yaitu dengan gaya dan bahasa yang dimengerti pasien sehingga dapat tercipta pola hubungan terapeutik yang baik yang nantinya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pengiobatan. Klinisi juga harus mengikuti pedoman terapi yang telah direkomendasikan. Dengan mengikuti pedoman terapi yang telah ditentukan maka pengobatan akan menjadi berguna, rasional dan gampang dimengerti oleh pasien dan mereka tidak menjadi bingung bila mereka mencoba mencari pendapat dokter lain. (Simanjuntak, 2008) d. Pasien Takut Bertanya

Pasien sering ragu bertanya kepada tim pelaku pelayan kesehatan untuk menjelaskan kondisi kesehatan mereka atau pengobatan yang diajukan. Keragu- raguan ini dapat dihubungkan pada ketakutan dianggap bodoh, perbedaan status sosial, dan bahasa atau tidak didorong oleh pelaku pelayan kesehatan tersebut. Interaksi pasien dengan pelaku pelayan kesehatan yang lebih berhasil dapat didorong dengan meningkatkan kepekaan pada pihak pelaku pelayan kesehatan. (Linden, 2005) Profesional pelayan kesehatan kebanyakan bersifat kurang berinteraksi dengan pasien karena tekanan pekerjaan. Dalam beberapa bagian rumah sakit, waktu atau praktik sibuk, waktu konsultasi sangat terbatas dan ini jelas menjadi sautu masalah. Jika seorang pasien diberi hanya satu atau dua menit untuk waktu konsultasi, dapat terjadi hal yang lebih buruk. Biaya yang dikeluarkan pasien tinggi,

berkenaan dengan waktu, transport dan pengeluaran untuk obat. Hal ini dapat meningkatkan ketidakpatuhan pasien terhadap instruksi karena mereka merasa bahwa profesional pelayan kesehatan tidak ada perhatian pada penyembuhan penyakit mereka. Untuk itu pentingnya rumah sakit agar mempertimbangkan untuk memperpanjang waktu konsultasi bagi pasien. Profesional pelayan kesehatan harus didorong untuk mengerti bahwa komunikasi yang efektif dengan pasien bukanlah suatu ideal yang tidak realistik, tetapi merupakan suatu aspek inti dari keberhasilan praktik klinik. (Fenton, 2005)

Dengan tersedianya informasi tercetak dalam bahasa yang sederhana. Di beberapa negara maju, semua IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) harus mempunyai lembaran informasi untuk pasien, tersedia untuk setiap obat. Instruksi sederhana untuk obat yang paling banyak digunakan dan obat yang paling banyak disalahgunakan dapat dicetak pada kertas murah.(Feton, 2005)

Dokumen terkait