• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi di Sepanjang Jalan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi di Sepanjang Jalan

Inkonsistensi pertama yang dianalisis adalah inkonsistensi di sepanjang jalan arteri primer dan arteri sekunder ke arah ruang terbangun (Y1), variabel independen yang digunakan relatif signifikan pada tingkat kepercayaan 0,05% (p<0,05) dan berpengaruh nyata dalam meningkatkan inkonsistensi di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder ke arah ruang terbangun yaitu persentase ruang terbangun per kelurahan dan persentase jasa komersial per kelurahan (%). Hasil analisis regresi berganda untuk inkonsistensi pemanfaatan ruang RTRW di sepanjang jalan arteri primer dan arteri sekunder ke arah ruang terbangun disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW di Sepanjang Jalan Arteri Primer dan Arteri Sekunder ke Arah Ruang Terbangun

Beta B p-level Intercept -0,816981 0,138803 X2 3,22698 0,005224 0,062372 X4 0,69088 0,000979 0,348124 X8 -1,10380 -0,043793 0,002735 X3 9,65449 0,004834 0,101256 X6 0,73059 0,016951 0,012254 X5 1,01895 0,000064 0,111344 X7 -8,30254 -0,004087 0,163116

Regression Summary for Dependent Variable: Y1 (inkonsistensi sepanjang jalan arteri primer dan arteri sekunder  ruang terbangun) R= 0,96334316 R²= 0,92803005 Adjusted R²= 0,87205342 F(7,9)=16,579 p<,00018 Std.Error of estimate: 0,17860

Dari Tabel di atas persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Y1 = -0,81 – 1,10 X8 + 0,73 X6 R2 = 0,928

Dimana :

Y1 = Inkonsistensi di Sepanjang Jalan Arteri primer dan Arteri Sekunder ke Arah Ruang Terbangun (Ha)

X6 = Persentase Ruang Terbangun per Kelurahan (%) X8 = Persentase Jasa Komersial per Kelurahan (%)

Berdasarkan hasil analisis di atas faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi pemanfaatan ruang ke arah ruang terbangun di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder Kota Bogor (Y1) adalah persentase ruang terbangun per kelurahan dan persentase jasa komersial per kelurahan (%), dimana dengan semakin bertambahnya persentase ruang terbangun per kelurahan sebesar 1% maka diduga akan menambah luasan inkonsistensi di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder sebesar 0,73 Ha, sebaliknya dengan semakin berkurangnya persentase jasa komersial per kelurahan sebesar 1% maka diduga akan menambah luasan inkonsistensi di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder sebesar 1,1 Ha.

Pengaruh tingginya persentase ruang terbangun per kelurahan menunjukkan tingginya pertumbuhan dan perkembangan di daerah tersebut yang mencerminkan tingginya alih fungsi pemanfaatan ruang khususnya ke arah ruang terbangun dengan rent yang tinggi, hal tersebut pada akhirnya akan mendorong bentuk-bentuk penyimpangan/inkonsistensi arahan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder dari RTRW Kota Bogor. Sedangkan nilai negatif dari persentase jasa komersial menunjukan bahwa aktivitas jasa komersial yang berada di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder tersebut tidak efektif untuk meningkatkan luasan penyimpangan/inkonsistensi pemanfaatan ruang ke arah ruang terbangun dikarenakan kebijakan yang telah ditetapkan di sepanjang jalan arteri primer dan sekunder Kota Bogor dimana tidak diperuntukkan jika penggunaan lahannya adalah jasa komersial yang meliputi industri, perdagangan dan jasa serta pusat pemerintahan.

5.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi di Sepanjang Jalan Kolektor Primer ke Arah Ruang Terbangun

Inkonsistensi kedua yang dianalisis adalah inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor primer ke arah ruang terbangun (Y2), variabel independen yang digunakan relatif signifikan pada tingkat kepercayaan 0,05% (p<0,05) dan berpengaruh nyata dalam meningkatkan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor primer ke arah ruang terbangun yaitu jarak ke jalan arteri primer, jarak ke jalan arteri sekunder, jarak ke jalan kolektor primer, jarak ke stasiun Kereta Api (KA), persentase jasa komersial per kelurahan dan jarak ke terminal. Hasil analisis

regresi berganda untuk inkonsistensi pemanfaatan ruang RTRW di sepanjang jalan kolektor primer ke arah ruang terbangun disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW di Sepanjang Jalan Kolektor Primer ke Arah Ruang Terbangun Beta B p-level Intercept -2,86319 0,161433 X4 0,66986 0,00063 0,050315 X1 1,64078 0,00104 0,001454 X3 0,90340 0,00995 0,004228 X7 -0,22372 -0,00022 0,327587 X6 0,62222 0,02241 0,252984 X9 -1,28372 -0,00062 0,014868 X2 0,84572 0,00159 0,004038 X8 -1,10697 -0,09058 0,021623 X10 0,43677 0,00016 0,048765 X5 0,39178 0,00007 0,309931

Regression Summary for Dependent Variable: Y2 (inkonsistensi sepanjang kolektor primer  ruang terbangun) R= 0,76601445 R²= 0,58677814 Adjusted R²= 0,44428784 F(10,29)=4,1180 p<,00134 Std.Error of estimate: 0,39376

Dari Tabel di atas persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Y2 = -2,86 + 1,64 X1 + 0,90 X3 – 1,28 X9 + 0,84 X2 - 1,10 X8 + 0,43 X10 R2 =0,586

Dimana :

Y2 = Inkonsistensi di Sepanjang Jalan Kolektor Primer ke Arah Ruang Terbangun (Ha)

X1 = Jarak ke jalan arteri primer (m) X2 = Jarak ke jalan arteri sekunder (m) X3 = Jarak ke jalan kolektor primer (m)

X8 = Persentase jasa komersial per kelurahan (%) X9 = Jarak ke terminal utama (m)

X10 = Jarak ke stasiun KA utama (m)

Untuk analisis regresi inkonsistensi pemanfaatan ruang ke arah ruang terbangun di sepanjang jalan kolektor primer (Y2), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi antara lain: jarak ke jalan arteri primer, arteri

sekunder, kolektor primer, jarak ke stasiun KA, persentase jasa komersial per kelurahan dan jarak ke terminal.

Dimana dengan semakin dekatnya jarak ke terminal utama sebesar 1 m diduga akan meningkatkan luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor primer sebesar 1,28 Ha. Semakin dekat suatu daerah dengan terminal utama mencerminkan tingginya aksesibilitas di daerah tersebut yang berarti semakin tinggi juga pembangunan di daerah tersebut, hal ini tentunya mendorong segala bentuk penyimpangan tata ruang khususnya penyimpangan ke arah ruang terbangun di sepanjang jalan kolektor primer.

Semakin bertambah jauhnya jarak ke jalan arteri primer, arteri sekunder, dan kolektor primer sebesar 1 m maka diduga akan menambah luasan inkonsistensi sebesar masing-masing 1,64 Ha, 0,84 Ha, dan 0,9 Ha di sepanjang jalan kolektor primer. Begitu juga dengan semakin bertambah jauhnya jarak ke stasiun KA utama sebesar 1 m maka diduga akan menambah luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor primer sebesar 0,43 Ha. Sebaliknya dengan semakin berkurangnya persentase jasa komersial sebesar 1% maka diduga akan menambah luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor primer sebesar 1,1 Ha.

Pada model menunjukkan kecenderungan yang bernilai positif untuk jarak ke jalan arteri primer, arteri sekunder, dan kolektor primer. Ketiga hirarki jalan utama ini diduga merupakan parameter perkembangan ruang terbangun di Kota Bogor yang berarti semakin jauh jarak dari ketiga hirarki jalan tersebut menimbulkan minimnya pengawasan dalam pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di Kota Bogor. Sehingga semakin jauh jarak ke jalan arteri primer, arteri sekunder, kolektor primer maka akan semakin besar luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor.

5.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inkonsistensi di Sepanjang Jalan Kolektor Sekunder ke Arah Ruang Terbangun

Inkonsistensi ketiga yang dianalisis adalah inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor sekunder ke arah ruang terbangun (Y3), variabel independen yang digunakan relatif signifikan pada tingkat kepercayaan 0,05% (p<0,05) dan berpengaruh nyata dalam meningkatkan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor sekunder ke arah ruang terbangun yaitu jarak ke jalan arteri sekunder, jarak ke

jalan kolektor sekunder dan jarak ke stasiun. Hasil analisis regresi berganda untuk inkonsistensi pemanfaatan ruang RTRW di sepanjang jalan kolektor sekunder ke arah ruang terbangun disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Berganda untuk Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang RTRW di Sepanjang Jalan Kolektor Sekunder ke arah Ruang Terbangun Beta B p-level Intercept -0,380556 0,653965 X2 0,434292 0,000571 0,005303 X4 -0,376400 -0,005696 0,015626 X10 0,465863 0,000315 0,016220 X7 -0,272721 -0,000407 0,071694 X1 0,204777 0,000238 0,245829

Regression Summary for Dependent Variable: Y3 (inkonsistensi sepanjang kolektor sekunder  ruang terbangun) R= 0,55682350 R²= 0,31005241 Adjusted R²= 0,21926983 F(5,38)=3,4153 p<,01204 Std.Error of estimate: 0,67911

Dari Tabel di atas persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Y3 = -0,38 + 0,43 X2 – 0,37 X4 + 0,46 X10 R2 = 0,310

Dimana :

Y3 = Inkonsistensi di Sepanjang Jalan Kolektor Sekunder ke Arah Ruang Terbangun (Ha)

X2 = Jarak ke jalan arteri sekunder (m) X4 = Jarak ke jalan kolektor sekunder (m) X10 = Jarak ke stasiun KA utama (m)

Pada inkonsistensi pemanfaatan ruang ke arah ruang terbangun di sepanjang jalan kolektor sekunder (Y3), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi inkonsistensi antara lain: jarak ke jalan arteri sekunder, jarak ke jalan kolektor sekunder dan jarak ke stasiun utama. Semakin dekat jarak ke jalan kolektor sekunder diduga akan meningkatkan luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor sekunder ke arah ruang terbangun sebesar 0,37 Ha, dan semakin bertambah jauhnya jarak ke jalan arteri sekunder dan stasiun KA utama sebesar 1 m maka diduga akan meningkatkan luasan inkonsistensi di sepanjang jalan kolektor sekunder sebesar masing-masing 0,43 dan 0,46 Ha.

Dengan semakin dekat jarak ke jalan kolektor sekunder menunjukkan tingginya aksesibilitas dari dan ke jalan kolektor sekunder, sedangkan jalan kolektor sekunder merupakan salah satu jalan utama dengan jejang hirarki tinggi. Ruang terbangun dengan rent tinggi cenderung untuk mendominasi wilayah dengan aksesibilitas tinggi sehingga pada akhirnya keadaan ini mendorong segala bentuk inkonsistensi/penyimpangan tata ruang menjadi penggunaan lahan dengan nilai rent tinggi khususnya di sepanjang jalan utama Kota Bogor.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait