3. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
2.1.13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis
Paru
Teori John Gordon, mengemukakan bahwa timbulnya suatu
penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit
(agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor
penting ini disebut segi tiga epidemiologi (Epidemiologi Triangle),
hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai
timbangan yaitu agent penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu
pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.
Bila agent penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam
keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat,
perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit,
penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agent penyebab
menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit, demikian pula
bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor
penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat.
Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka
ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi
cenderung menguntungkan agent penyebab penyakit, maka orang akan
sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh
berbagai faktor berikut :
1. Agent
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu anggota dari
Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya
infeksi tersering.
Di luar tubuh manusia, kuman Mycobacterium tuberculosis
hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan
terhadap sinar matahari. Mycobacterium tuberculosis mempunyai
panjang 1-4 mikron dan lebar 0,2-0,8 mikron. Kuman ini melayang
diudara dan disebut droplet nuclei. Kuman tuberkulosis dapat
bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar
matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Tetapi kuman
tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api (Atmosukarto & Soewasti, 2000). Kuman
tuberkulosis jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2
jam, selain itu kuman tersebut akan mati oleh tinctura iodi selama 5
menit dan juga oleh ethanol 80 % dalam waktu 2 sampai 10 menit
serta oleh fenol 5 % dalam waktu 24 jam.
Mycobacterium tuberculosis seperti halnya bakteri lain pada
umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80 % volume sel
bakteri dan merupakan hal essensial untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel bakteri. Kelembaban udara yang meningkat
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk
tuberkulosis. Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu
dalam rentang 25 – 40 C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 C.
2. Host
Manusia merupakan reservoar untuk penularan kuman
Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui
droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan
pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi
karakteristik; gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, higiene
pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Karakteristik
host dapat dibedakan antara lain; Umur, jenis kelamin, pekerjaan,
keturunan, ras dan gaya hidup.
Menurut Luciana (2011) TB paru berisiko pada seseorang
dengan karakteristik tertentu, seperti umur, jenis kelamin, status
gizi, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan kontak dengan
penderita.
a. Umur
Umur berperan dalam kejadian TB. Resiko untuk
mendapatkan penyakit TB tinggi di umur awal seseorang
dengan puncak pada kelompok usia dewasa dan menurun
kembali ketika usia tua. Di Indonesia 75% penderita TB paru
adalah kelompok usia 15-50 tahun. Kelompok usia 15-50 tahun
masuk dalam penduduk usia produktif, dimana seseorang yang
seperti bekerja, belajar, ataupun kegiatan lainnya. Seseorang
yang melakukan banyak aktivitas akan sering berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungan. Interaksi tersebut dapat
memungkinkan terjadinya penularan TB paru. Penderita TB
paru BTA (+) dengan mudah dapat menularkan kuman TB
kepada lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan orang lain
terinfeksi kuman TB (Depkes RI, 2002).
b. Jenis kelamin
Penderita TB di afrika mayoritas menyerang laki-laki. Dari
hasil laporan WHO di Amerika Serikat tahun 1993-1998
diketahui bahwa penderita TB lebih banyak diderita oleh
laki-laki dibandingkan perempuan (Supriyano, 2003). Penderita TB
yang mayoritas terjadi pada pria dapat dipengaruhi oleh pola
aktivitas di luar rumah dan kebiasaan merokok berkaitan dengan
peningkatan kejadian TB, sedangkan aktivitas di luar rumah
yang tinggi dapat menyebabkan seseorang tertular kuman TB
oleh penderita TB paru BTA (+). Akan tetapi angka kematian
akibat tuberkulosis pada kelompok umur 15-50 tahun di Negara
maju lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan
laki-laki.
c. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha yang sengaja (terencana,
terkontrol, dengan sadar dan dengan cara yang sistematis)
potensial itu lebih berkembang terarah kepada tujuan tertentu.
Dalam pelaksanaan pendidikan harus dapat diketahui bentuk
pendidikan yang diberikan, sasaran pendidikan, sifat pelaksaan
pendidikan, tujuan pendidikan. Proses pendidikan berlangsung
dalam suatu lingkungan atau tempat pendidkan berlangsung.
Pendidikan dapat berlangsung di keluarga, sekolah, dan
masyarakat. System pendidikan sekolah yang diterapkan di
Indonesia adalah pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah
menegah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA),
perguruan tinggi (Nasution, 2004).
Pendidkan seseorang mempengaruhi pengetahuan dan
pandangan seseorang. Kelompok masyarakat dengan tingkat
pendidkan rendah umumnya adalah kelompok masyarakat
dengan status ekonomi rendah. Kelompok masyarakat tersebut
sulit untuk menyerap informasi, tidak terkecuali informasi
mengenai kesehatan. Selain itu kelompok masyarakat dengan
tingkat ekonomi dan pendidikan rendah juga tidak mampu
mencukupi gizi dan pengadaan sarana sanitasi yang diperlukan
(Supriyadi, 2003; Abebe et al, 2010).
d. Status Gizi
Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Boddy Mass Index (BMI)
merupakan indikator untuk memantau status gizi pada kelompok
umur >18 tahun. Status gizi seseorang akan mempegaruhi risiko
mengalami malnturisi, menyebabkan penurunan fungsi paru,
perubahan analisis gas dalam darah, dan produktivitas kerja.
Seperti diketahui kuman tuberkulosis merupakan kuman yang
suka tidur hingga bertahun-tahun, apabila memiliki kesempatan
untuk bangun dan menimbulkan penyakit maka timbulah
kejadian penyakit tuberkulosis paru. Oleh karena itu salah satu
kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik. Selain itu,
status gizi buruk juga mempengaruhi daya tahan tubuh dimana
penurunan daya tahan tubuh berkaitan erat dengan peningkatan
infeksi kuman TB (Fatimah, 2008).
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan.Penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun, IMT
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan (Buku Praktis Ahli Gizi, 2003).Rumus perhitungan
IMT adalah sebagai berikut :
IMT = Berat badan (kg)
Tabel 2.2 Klasifikasi Index Masa Tubuh (IMT) Dewasa Menurut Kemenkes RI
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat Badan
Kekurangan berat badan tingkat ringan
< 17,0 17,0 - 18,5
Normal >18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan Berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
>25,0 - 27,0 >27,0
Sumber : Kemenkes RI, 2003
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Teten
Zalmi di Puskesmas Padang Pasir tahun 2008 menyebutkan
bahwa proporsi responden dengan keadaan status gizi kurang
pada kelompok kasus adalah 96,8%, sedangkan pada kelompok
kontrol 28,1% (Teten Zalmi, 2008).
Hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Elvina Karyadi (2002) dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa pengidap TB Paru sebagian besar menderita
gizi kurang (IMT<18, 5kg/m2).
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi dari
perilaku. Faktor predisposisi adalah faktor yang menjadi dasar
atau motivasi bagi perilaku (Green, 2005 dalam Astrine 2012).
Pengetahuan tentang tuberkulosis merupakan dasar tindakan
pencegahan dan pengobatan. Ketidaktahuan masyarakat
menghalangi tindakan pencegahan TB paru. Dengan
mengerti tentang tindakan pencegahan sehingga tingkat kejadian
TB paru dapat diminimalisasikan.
Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran seseorang dan
akhirnya akan menyebabkan orang tersebut berperilaku sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan dibagi kedalam 6 tingkat (Notoatmodjo, 2005),
yaitu :
a. Tahu : sebagai recall memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami : memahami objek bukan sekedar tahu,
bukan hanya sekedar menyebutkan, tapi orang tersebt
harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui.
c. Aplikasi : apabila orang yang sudah memahami objek
yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi lain.
d. Analisis : kemampuan menjabarkan dan memisahkan
lalu mencari hubungan antar komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis : kemampuan untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
f. Edukasi : kemampuan untuk memberikan justifikasi atau
penilaian terhadap objek tertentu.
Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan,
sikap dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat
anggota keluarga yang menderita TB dan hanya 13% yang
menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76% keluarga
pernah mendengar tentang TB dan 85% mengetahui bahwa TB
dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat
menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan
TB dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang
mengetahui bahwa tersedia obat TB gratis (Kemenkes RI,
2011).
f. Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimaksud disini adalah untuk
mengetahui tinggi rendahnya mobilitas seseorang, sehingga
mempengaruhi dia untuk terpapar kuman TBC. Semakin tinggi
mobilitas seseorang, semakin banyak orang yang kontak dengan
dia. Bila diantaranya ada yang menderita TBC dan kebetulan
kontak yang dilakukan cukup sering dan lama, maka risiko
penularan akan semakin tinggi. Selain itu pekerjaan juga
menunjukan aktifitas yang dilakukan seseorang, apakah
mempengaruhi daya tahannya atau tidak. Pekerjaan juga bisa
menggambarkan pendapatan yang dihasilkan sehingga bisa
g. Kontak dengan Penderita
Kontak dengan sumber penular merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya TB paru. Kontak erat adalah tinggal bersama
dalam rumah yang sama atau frekuensi sering bertemu antara
kontak dengan sumber penular (WHO, 2006). Faktor risiko
tersebut semakin besar bila kondisi lingkungan perumahan jelek
seperti kepadatan penghuni, ventilasi yang tidak memenuhi
syarat dan kelembaban dalam rumah merupakan media transisi
kuman TBC untuk dapat hidup dan menyebar. Untuk itu
penderita TBC dapat menularkan secara langsung terutama pada
lingkungan rumah, masyarakat di sekitarnya dan lingkungan
tempat bekerja, makin meningkatnya waktu berhubungan
dengan penderita memberi kemungkinan infeksi lebih besar
pada kontak (Akbar, 2010).
Berdasarkan penelitian Mahpudin dan Mahkota (2007)
didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara kontak
dengan penderita yang tinggal serumah dengan kejadian TB
paru. Temuan ini sesuai dengan penelitin sebelumnya dimana
kontak dengan penderita TB paru yang tinggal serumah berisiko
41,8 kali dari pada yang tidak kontak. Kontak serumah
merupakan ancaman yang sangat serius bagi anggota keluarga
lainnya untuk menderita penyakit TB, karena itu merupakan
sumber penularan intensif yang berada disekitar kehidupan
3. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host
baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana
yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host
yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik,
lingkungan fisik terdiri dari; Keadaan geografis (dataran tinggi atau
rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, temperatur
atau suhu, lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik
meliputi; sosial, budaya (adat, kebiasaan turun-temurun), ekonomi
(kebijakkan mikro dan lokal) dan politik (suksesi kepemimpinan
yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan
suatu penyakit.
Pada dasarnya berbagai faktor risiko penyakit tuberkulosis
paru saling berkaitan satu sama lainnya. Tingkat sirkulasi
oksigenmerupakan faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi
untuk terjadinya penyakit TB paru. Sirkulasi Oksigen adalah
proses perputaranoksigen yang diperlukan oleh unsur tertentu untuk
mengatur sistem yang ada pada unsur tersebut .Oksigen (O2) atau
zat asam sangat diperlukan makhluk hidup. Oksigen adalah unsur
kimia yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
terbakar tapi dapat membantu pembakaran (Oksidator).Oksigen
merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta
berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak Bumi. Gas
membutuhkan asupan oksigen secara terus-menerus untuk proses
respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai
limbah beracun produk dari proses tersebut (Farochi, 2012).
Menurut teori Maslow oksigen merupakan kebutuhan dasar
manusia atau kebutuhan fisiologis dimana kebutuhan fisiologis
sangat mendasar, paling kuat dan paling jelas diantara sekian
kebutuhan lain untuk mempetahankan hidup. Manusia akan
menekan kebutuhannya sedemikian rupa agar kebutuhan fisiologis
(dasar) nya tercukupi. Dengan mengkonsumsi oksigen yang cukup
akan membuat organ tubuh berfungsi secara optimal (Noverima,
2012). Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc
oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan
tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan
ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi
oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya
konsentrasi hemoglobin darah berkurang (Farochi, 2012).
Udara disekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam
udara tersebut telah kurang dan bercampur dengan partikel atau gas
berbahaya dan bercampur dengan bakteri patogen yang apabila
terhirup dapat berbahaya bagi kesehatan. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang media penularannya melalui transmisi udara akan
ikut terhirup bersamaan dengen proses respirasi saat menghirup
Adapun faktor yang berperan dalam penentuan tingkat
sirkulasi oksigen di dalam rumah yaitu :
a. Kepadatan Hunian
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai
rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah
tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan
biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang
sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas
yang tersedia.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan
memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang
tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
berjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping
menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama
tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang
lain, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan
kepada 2-3 orang di dalam rumahnya (Ruswanto, 2010).
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan
penyakit, semakin padat maka perpindahan penyakit khususnya
penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat. Dalam
hubungan dengan penularan TB Paru, maka kepadatan hunian
dapat menyebabkan Cross infection (infeksi silang). Adanya
maka penularan penyakit melalui udara ataupun“droplet” akan lebih cepat terjadi (Rianda, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanropie dkk (1991)
bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat seperti tidak
sebandingnya luas lantai kamar, jenis lantai, penghuni rumah
yang menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, di mana bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi seperti TB
Paru, maka akan mudah menular kepada anggota keluarga lain
(Suyono, 2005).
b. Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer
yang menyenangkan dan menyehatkan manusia. Ventilasi
mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar.
Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan
dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/
bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan
karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu
tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas
lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas
ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai.
Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar
22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60% (Depkes RI, 2001 ).
Ventilasi mempengaruhi proses difusi udara, dengan kata
lain mengencerkan konsentrasi kuman TB paru dengan kuman
lain sehingga kuman-kuman tersebut dapat terbawa keluar dan
mati terkena siar matahari dan sinar ultraviolet. Ventilasi
merupakan tempat untuk memasukkan cahaya ultraviolet. Hal
ini akan semakin baik apabila konstruksi rumah menggunakan
bahan seperti kaca, hal ini merupakan kombinasi yang baik.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.
829/MenKes/SK/VII/1999 bahwa ventilasi yang baik adalah
10% dari lantai rumah. Adrial (2006) yang menyebutkan
bahawa kelompok yang mempunyai rumah dengan luas ventilasi
terjadi TB paru dengan BTA positif (+) dibandingkan dengan
kelompok yang mempunyai rumah dengan ventilasi lebih dari
10% dari luas lantai rumah.
Kualitas udara di dalah rumah berkaitan dengan ventilasi
dan kegiatan penghuninya. Bertambahnya jumlah penduduk
dalam pemukiman dalam perkotaan, menyebabkan kepadatan
bangunan dan sulit untuk membuat ventilasi. Perjalanan kuman
TB paru setelah dibatukkan aka terhirup oleh orang sekitarnya
sampai ke paru-paru, sehingga dengan adanya ventilasi yang
baik akan menjamin pertukaran udara dan konsentrasi droplet
dapat dikurangi. Konsentrasi droplet pervolume udara dan
lamanya waktu menghirup udara tersebut memungkinkan
seseorang akan terinfeksi kuman TB paru. (Depkes, 2002).
c. Suhu
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan
dengan satuan derajat tertentu. Suhu udara dibedakan menjadi:
1). Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer
suhu ruangan setelah diadaptasikan selama kurang lebih sepuluh
menit, umumnya suhu kering antara 24 – 34 ºC. 2). Suhu basah, yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh uap
air, umumnya lebih rendah daripada suhu kering, yaitu antara
20-25 ºC. Secara umum, penilaian suhu rumah dengan
Oksigen merupakan merupakan salah satu gas yang terlarut.
Kadar oksigen yang terlarut tergantung pada suhu dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta
semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin
kecil.Peningkatan temperatur sebesar 1 oC akan meningkatkan
konsumsi oksigen sekitar 10%. Hubungan antara kadar oksigen
terlarut jenuh dan temperatur menggambarkan bahwa semakin
tinggi temperatur, kelarutan oksigen semakin berkurang (Boyd,
1988).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu
yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapatsuatu suhu
optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium
tuberculosismerupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur
dalam rentang 25-40 º C, akan tetapiakan tumbuh secara optimal
pada suhu 31-37 º C (Depkes RI, 2006).