• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Kesehatan

Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat sirkulasi

oksigen dan karakteristik individu pada kelompok usia produktif dengan kejadian

TB Paru di Puskesmas Pondok Pucung Tangerang Selatan tahun 2013. Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan desain studi cross

sectional study. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data

11 2.1.Penyakit Tuberkulosis

2.1.1. Defenisi Penyakit Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman

TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya

(Depkes RI, 2008).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman tuberkulosis dan ditularkan melalui udara pada saat pasien TB

batuk atau bersin (PPTI, 2010).

2.1.2. Bakteri Tuberkulosis Paru (TB Paru)

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 1-4

micron dan tebal 0,3-0,6 micron. Sifat khusus bakteri ini tahan terhadap

asam, oleh karena itu sering disebut Bakteri Tahan Asam (BTA).

Bakteri TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam

jaringan tubuh, bakteri ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa

tahun (Depkes RI, 2008).

2.1.3. Cara Penularan Penyakit TB Paru

Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak

(droplet) sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+),

mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar

selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana

percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat

mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat

membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam

keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB

masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut

dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran

langsung ke bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila

hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap

tidak menular. Penularan umum nya terjadi di dalam ruangan, dimana

percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Penilaian risiko TB

setiap tahunnya ditunjukan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI), yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB

selama satu tahun. Jika ARTI sebesar 1%, berarti terdapat 10 orang

diantara 1000 orang yang terinfeksi setiap taunnya. Nilai ARTI di

2.1.4. Tanda dan Gejala Penyakit TB Paru

Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di

setiap kota bahkan negara hampir sama, yaitu :

TB paru sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga

memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan

kadang-kadang aimtomatik. Gambaran klinis TB paru dapat dibagi

menjadi 2 golongan yaitu : gejala respiratorik dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik, meliputi :

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan

yang paling sering dikeluhkan. Batuk bisa berlangsung terus

menerus selama ≥ 3 minggu. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan. Hal ini sebagai upaya untuk membuang

ekskresi peradangan berupa dahak ataupun sputum.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin

tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah

atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah

terjadi karena pecahnya pembuluh darah, akibat luka dalam

alveoli yang sudah lanjut. Berat ringannya batuk darah

c. Dahak

Dahak awalnya bersifat nukoid dan keluar dalam jumlah

sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen (mengandung

lendir dan nanah) sehingga warnanya kuning atau kuning hijau

sampai purulen (hanya nanah saja) dan kemudian berubah

menjadi kental dan berbau busuk karena adanya infeksi anaerob.

d. Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah

luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

pneumothorax, anemia dan lain-lain.

e. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang

ringan.Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura

terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi :

a. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip demam influenza.Biasanya

disertai keringat dingin meskipun tanpa kegiatan.Hilang timbul

dan makin lama makin panjang seranganya sedang masa bebas

b. Keringat dingin dimalam hari

Bukanlah gejala pasti untuk penyakit tuberkulosis paru dan

umumnya baru timbul bila proses telah lanjut. Keringat dingin

ini terjadi meskipun tanpa kegiatan.

c. Anoreksia dan penurunan berat badan

Keduanya merupakan manifestasi dari keracunan sistemik

yang timbul karena produk bakteri atau adanya jaringan yang

rusak. (toksemia), yang biasanya timbul belakangan dan lebih

sering dikeluhkan bila fase progresif.

d. Malaise (rasa lesu)

Hal ini bersifat berkepanjangan/kronik, disertai rasa tidak

fit, tidak enak badan, lemah, lesu pegal-pegal dan mudah lelah.

2.1.5. Diagnosis Penyakit Tuberkulosis Paru

Diagnosis TB paru dilakukan dengan wawancara keluahan pasien,

pemeriksaan pada pasien (anamnesis), pemeriksaan dahak mikroskopis

di laboratorium, pemeriksaan rontgen dada.

1. Diagnosis TB paru pada orang dewasa (Depkes RI, 2008)

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan

dengan ditemukan BTA pada pemeriksaan dahak secara

mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila

setidaknya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila

hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lanjut

2. Diagnosis TB paru pada anak (Depkes RI, 2008)

Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis apabila :

a. Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB

paru BTA positif.

b. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG

(dalam 3-7 hari).

c. Terjadi gejala umum TBC

Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek

TB paru.

Indikasi pemeriksaan foto toraks Pada sebagian besar TB paru,

diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi

tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi

sebagai berikut:

- Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada

kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk

mendukung diagnosis „TB paru BTA positif.

- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat

yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak,

pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan

bronkiektasis atau aspergiloma).

2.1.6. Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru

Penemuan penderita dilakukan secara pasif artinya penjaringan

tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung

ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung

dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case

dinding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).

Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala

samaharus diperiksa dahaknya (Depkes RI, 2008).

2.1.7. Klasifikasi Penyakit

Tuberkulosis dibagi berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu :

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

paru, (tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil

pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis paru BTA (+)

- Sekuarang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA positif.

- Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

dan foto rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis

aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan

tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat ringan.

Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan

gambaran kerusakan yang luas, dan atau keadaan umum

penderita buruk.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru. TB

ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,

yaitu : (Depkes RI, 2008)

a. TBC ekstra paru ringan

b. TBC ekstra paru berat

2.1.8. Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu : (Amin, 2006)

1. Kasus baru

Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan

OAT (obat anti tuberkulosis) atau sudah perrnah menelan OAT

kurang dari satu bulan.

2. Kambuh (relaps)

Kambuh (relaps) adalah penderita TB paru yang sebelumnya pernah

pengobatan lengakap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif.

3. Pindahan

Pindahan adalah penderita TB paru yang sedang mendapatkan

pengobatan dari tempat lain, kemudian pindah berobat ke tempat

tertentu. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan

(Form TB 09).

4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)

Adalah penderita TB paru yang kembali berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA (+) setelah putus berobat 2 bulan atau

lebih.

5. Gagal

a. Adalah penderita BTA (+) yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.

b. Adalah penderita BTA (-) rontgen positif yang menjadi

BTA(+) pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

6. Lain-lain

Semua penderitang lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut

diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik

(penderita yang masih BTA (+) setelah menyelesaikan pengobatan

ulang dengan kategori 2.

2.1.9. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru

Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru adalah ilmu yang

tuberculosis, manusia (host) dan lingkungan (environment). Disamping

itu mencakup distribusi dari penyakit, perkembangan dan

penyebarannya, termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan

insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang tertular.

Pada penyakit tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia

yang mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak yang

rapat (misalnya dalam keluarga) menyebabkan banyak kemungkinan

penularan melalui droplet.

Kerentanan penderita tuberkulosis paru meliputi risiko

memperoleh infeksi dan konsekuensi timbulnya penyakit setelah terjadi

infeksi, sehingga bagi orang dengan uji tuberkulin negatif risiko

memperoleh basil tuberkel bergantung pada kontak dengan

sumber-sumber kuman penyebab infeksi terutama dari penderita tuberkulosis

dengan BTA positif. Konsekuensi ini sebanding dengan angka infeksi

aktif penduduk, tingkat kepadatan penduduk, keadaan social ekonomi

yang merugikan dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

Berkembangnya penyakit secara klinik setelah infeksi di

mungkinkan adannya faktor komponen genetik yang terbukti pada

hewan dan diduga terjadi pada manusia, hal ini dipengaruhi oleh umur,

kekurangan gizi dan kenyataan status immunologik serta penyakit yang

menyertainya (Ruswanto, 2010).

Epidemiologi tuberkulosis paru mempelajari tiga proses khusus

yang terjadi pada penyakit ini, yaitu;

b. Perkembangan dari kuman tuberkulosis paru yang mampu

menularkan pada orang lain setelah orang tersebut terinfeksi dengan

kuman tuberkulosis.

c. Perkembangan lanjut dari kuman tuberkulosis sampai penderita

sembuh atau meninggal karena penyakit ini.

2.1.10. Patologi Penyakit Tuberkulosis Paru

1. Infeksi Primer

Pada penyakit tuberkulosis paru sumber infeksi adalah

manusia yang mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan,

kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga) menyebabkan banyak

kemungkinan penularan melalui inti droplet. Infeksi primer terjadi

saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman tuberkulosis,

droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan

sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai

saat kuman tuberkulosis paru berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan didalam

paru, saluran linfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai

komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai

pembentukan komplek primer adalah 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya

perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan

setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya

perkembangan kuman tuberkulosis. Meskipun demikian ada

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persistent atau

dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa

bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis paru.

Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi

sampai menjadi sakit diperkirakan selama 6 bulan.12

2. Tuberkulosis Paru Pasca Primer ( Post Primary Tuberculosis

Paru) :

Tuberkulosis paru pasca primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena

daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi

yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paru pasca primer adalah

kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi

pleura.

3. Komplikasi pada penderita tuberkulosis paru

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :

a. Hemoptisis berat (Perdarahan dari saluran napas bawah) yang

dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau

tersumbatnya jalan nafas.

b. Kolaps dari lobus akibat retraksibronchial.

c. Bronkiektasis (Pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)

d. Pneumothorak (Adanya udara di dalam rongga pleura) spontan,

kolap spontan karena kerusakan jaringan.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,

persendian, ginjal, dan sebagainya.

f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary

Insufficiency).

2.1.11. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru

Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu

menjadi acuan dalam penanggulangan penyakit TB-Paru di masyarakat.

Adapun upaya pencegahan yang harus dilakukan adalah : (Depkes RI,

2002)

1. Penderita tidak menularkan kepada orang lain:

a. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu

tangan atau tissu.

b. Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu pertama

pengobatan.

c. Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang

diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun

dalam tanah.

d. Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.

e. Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara

bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman

2. Masyarakat tidak tertular dari penderita tuberkulosis paru:

a. Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-

makanan yang bergizi.

b. Tidur dan istirahat yang cukup

c. Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung

alkohol.

d. Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke

ruang tidur dan ruangan lainnya.

e. Imunisasi BCG pada bayi.

f. Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

g. Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50% dari penderita

Tuberkulosis Paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan

daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap

menular.

2.1.12. Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Paru 1. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai

penularan dan mencegah terjadinya resistensi kumanterhadap OAT

Tabel 2.1 Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan

(mg/kg) Harian 3x Semingu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12) Rifampicn (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40) Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik 15

(15-20)

30 (20-35)

Dokumen terkait