V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.4. Analisis Ekonomi
5.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda
maka diperoleh bentuk persamaan fungsi produksi sebagai berikut:
LNY=-1.2772+1.2102*LNX1+0.0032*LNX2-0.2032*LNX3+0.0679*LNX4+0.4595*Di -0.1490*Dk
Persamaan di atas menunjukkan bahwa bahan baku (X1) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor
dengan nilai koefisien sebesar 1.2102. Tanda positif pada koefisien bahan baku sebesar 1.2102 mempunyai arti bahwa setiap terjadi kenaikan ketersediaan bahan baku sebesar satu persen maka akan meningkatkan output sebesar 1.2102 persen,
ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa peningkatan
penggunaan bahan baku komponen sepeda motor akan meningkatkan output pada industri sepeda motor di Indonesia.
Faktor produksi modal dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang positif terhadap output industri sepeda motor, yaitu sebesar 0.0032. Tanda positif dari koefisien modal (X2) mempunyai arti bahwa setiap terjadi kenaikan tingkat modal sebesar satu persen maka akan menaikkan tingkat output sebesar 0.0032 persen, ceteris paribus. Namun faktor produksi modal berpengaruh tidak nyata terhadap nilai output industri sepeda motor nasional dikarenakan banyak dari perusahaan-perusahaan sepeda motor yang melakukan impor produk sepeda motor baik dalam keadaan Completely Built Up (CBU) maupun dalam keadaan
Completely Knock Down (CKD) sehingga pengaruh faktor produksi modal seperti
contohnya pembangunan pabrik perakitan sepeda motor tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan produksi sepeda motor impor. Sebagai pengecualian bahwa impor sepeda motor dalam keadaan Completely Knock Down (CKD) biasanya hanya untuk memenuhi pabrik perakitan yang ada di dalam negeri dari perusahaan yang bersangkutan dengan kapasitas produksi yang terbatas. Selanjutnya hasil perakitan tersebut merupakan produksi sepeda motor Indonesia dengan memasukkan sebagian komponen dalam negeri, adapun salah satu dari perusahaan sepeda motor seperti Yamaha yang masih melakukan impor sepeda
motor dalam keadaan Completely Built Up (CBU) adalah merek Yamaha Majesty 125 cc dan merek Yamaha Glide berkapasitas mesin 100 cc (Bisinfocus, 2004).
Nilai energi yang digunakan dalam industri sepeda motor mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai output yang dihasilkannya, yaitu sebesar 0.2032. Berarti jika terjadi peningkatan energi yang digunakan dalam memproduksi sepeda motor sebesar satu persen maka akan menurunkan output industri sepeda motor sebesar 0.2032 persen, ceteris paribus. Kenaikan biaya faktor energi seperti listrik dan bahan bakar minyak berdampak pada peningkatan biaya produksi industri sepeda motor. Meskipun demikian, kenaikan biaya faktor energi pada industri sepeda motor dinilai tidak terlalu mempengaruhi kegiatan produksi secara keseluruhan karena pertama, setiap perusahaan sepeda motor umumnya hanya melakukan kegiatan produksi berupa pencetakkan rangka (molding) dan mesin (welling) sepeda motor yang dilebur (casting) dari bahan dasar besi dan baja sedangkan untuk kegiatan produksi komponen sepeda motor lainnya telah disediakan oleh perusahaan pemasok komponen sepeda motor seperti contohnya, PT. SHOWA adalah pemasok komponen peredam kejut (shock
brekker) sepeda motor yang telah dikontrak oleh PT. Astra Honda Motor, adapun
perusahaan-perusahaan komponen sepeda motor lainnya yang juga menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan sepeda motor di Indonesia; kedua, dengan adanya berbagai perusahaan pembiayaan seperti contohnya PT. Wahana Otomitra Multiartha (WOM) yang tercatat pada tahun 2004 mengalokasikan dana kredit sepeda motor sebesar Rp 2.5 Triliyun rupiah, PT. Federal International Finance (FIF) sebesar Rp 5.5 Triliyun rupiah, dan PT. Adira Finance sebesar Rp 4 Triliyun
rupiah maka peningkatan biaya faktor energi yang selalu menjadi hambatan terhadap peningkatan nilai output industri sepeda motor dapat tertutupi oleh keuntungan total penjualan sepeda motor (Miranti, 2004).
Faktor produksi tenaga kerja dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor. Nilai koefisien dugaan faktor produksi tenaga kerja sebesar 0.0679. Peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan nilai output sebesar 0.0679 persen, ceteris paribus. Faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap output industri sepeda motor karena tidak semua tenaga kerja yang bekerja di subsektor industri sepeda motor adalah tenaga kerja produksi yang berhubungan langsung dalam kegiatan perakitan sepeda motor, sedangkan hampir seluruh kegiatan perakitan sepeda motor dilakukan secara robotik berteknologi canggih yang lebih efektif dan efisien dalam produksi per unit sepeda motor dibandingkan dengan tenaga manusia itu sendiri sehingga hal tersebut menyebabkan peningkatan penggunaan tenaga kerja hanya akan meningkatkan pengeluaran biaya produksi pada industri sepeda motor.
Dummy krisis (Dk) memiliki tanda negatif dan tidak signifikan terhadap efisiensi produksi sepeda motor. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata output pada saat terjadi krisis menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. Pada saat terjadi krisis ekonomi, biaya produksi semakin meningkat menyebabkan jumlah output lebih rendah daripada sebelum krisis. Namun krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia tidak membuat industri sepeda motor bangkrut karena kondisi permintaan pada saat terjadinya krisis
masih tetap besar dan ada kecenderungan peningkatan (Anonim, 2007). Pada Lampiran 2, nilai efisiensi produksi industri sepeda motor pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997 – 1998 masih dikategorikan bagus yaitu sebesar 48.44 persen untuk tahun 1997 dan 62.38 persen untuk tahun 1998; demikian juga pada Lampiran 1, memperlihatkan pertumbuhan nilai tambah bruto yang dihasilkan industri sepeda motor pada tahun 1998 meningkat sangat pesat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dummy kebijakan tentang standar uji emisi kendaraan bermotor memiliki
tanda positif dan signifikan terhadap nilai output industri sepeda motor. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi, merupakan suatu insentif bagi industri sepeda motor di Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing serta mendukung kegiatan pengurangan gas buang dari kendaraan bermotor yang beracun dan berbahaya bagi manusia dan lingkungan sekitar dimana implementasi dari kebijakan tersebut tidak menambah beban biaya produksi industri sepeda motor karena hal ini dapat diantisipasi oleh produsen sepeda motor hanya dengan melakukan pengaturan bagian piston atau mesin sepeda motor. Hal tersebut ternyata menaikkan daya saing industri otomotif sepeda motor di kawasan Asia termasuk Indonesia karena harmonisasi regulasi global ini memberikan keuntungan bagi semua pihak, baik industri otomotif maupun masyarakat konsumen.
Pengaruh faktor produksi yang paling besar terhadap output industri sepeda motor yaitu faktor produksi bahan baku sebesar 1.210. Nilai koefisien faktor produksi bahan baku yang positif tersebut mengindikasikan apabila terjadi peningkatan jumlah bahan baku yang digunakan maka akan meningkatkan output sepeda motor yang dihasilkan. Faktor produksi bahan baku mempunyai pengaruh yang paling nyata terhadap output industri tersebut yaitu sebesar 0.0000 pada taraf nyata lima persen. Jadi, faktor produksi bahan baku merupakan variabel yang berpengaruh nyata dalam industri sepeda motor karena merupakan faktor yang dapat mengefisienkan proses produksi.