• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA

Oleh

DEKY KURNIAWAN H14103122

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

DEKY KURNIAWAN. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO, Ph.D).

Industri sepeda motor merupakan salah satu sektor utama yang berperan penting dalam peningkatan pendapatan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan, serta relatif murahnya harga sepeda motor dibanding kendaraan bermotor lain, menjadi peluang perkembangan industri sepeda motor. Sebagai salah satu alat angkut yang mendukung pembangunan ekonomi, industri sepeda motor merupakan industri padat bahan baku, selain dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.

Kondisi produksi industri sepeda motor selama periode tahun 1980 – 2005 dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan sepeda motor dan masuknya produsen otomotif asing sejak pemerintah Indonesia mengeluarkan paket deregulasi otomotif tahun 1999 tentang perijinan impor produk otomotif. Di samping itu, besarnya permintaan masyarakat akan sepeda motor juga menyebabkan semakin banyak pihak pabrikan berkompetisi di pasar sepeda motor. Sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi tidak berpengaruh terhadap biaya produksi industri sepeda motor di Indonesia karena hal tersebut dapat diantisipasi oleh setiap produsen sepeda motor hanya dengan melakukan pengaturan pada bagian mesin atau piston sepeda motor untuk meminimalisasi volume gas buang berbahaya yang dihasilkan dari sisa pembakaran bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh perubahan input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia, (2) menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala usaha industri sepeda motor di Indonesia, (3) menganalisis nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia, dan (4) Menganalisis dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang Sedang Diproduksi terhadap produksi sepeda motor Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder deret waktu periode tahun 1980 – 2005 dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan metode Ordinary Least

Squares. Model yang digunakan adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas dan

menggunakan alat bantu piranti lunak Microsoft Office Excel 2003 dan E-Views 4.1. Industri sepeda motor yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan kode

International Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC) nomor

(3)

Hasil estimasi diperoleh pada taraf nyata lima persen. Output industri sepeda motor di Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh variabel nilai bahan baku dan penolong serta dummy standar emisi gas buang, sementara variabel modal, nilai energi, jumlah tenaga kerja dan dummy krisis tidak berpengaruh nyata. Skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia berada pada kondisi increasing

return to scale dengan Nilai Tambah Bruto (NTB) yang selalu meningkat selama

periode penelitian. Tingkat efisiensi produksi industri sepeda motor tertinggi terjadi pada tahun 1994. Untuk mewujudkan peningkatan output sepeda motor sekaligus memperbaiki dan menjaga lingkungan dari pencemaran bahan bakar kendaraan bermotor diperlukan kerjasama antara produsen komponen, produsen sepeda motor dan pemerintah agar tercapai efisiensi biaya produksi dan minimalisasi gas-gas pencemar hasil pembakaran.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA

Oleh

DEKY KURNIAWAN H14103122

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Deky Kurniawan

Nomor Registrasi Pokok : H14103122 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing, Arief Daryanto, Ph.D NIP. 131 644 945 Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

Deky Kurniawan H14103122

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Deky Kurniawan lahir pada tanggal 23 Maret 1984 di Jakarta. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara, dari pasangan H. Tb. Teddy Suryadi dengan Hj. Ratu Eva Suryadi. Riwayat pendidikan dimulai dari pendidikan TK Budi Bakti Rawa Jaya, Jakarta Timur kemudian dilanjutkan pendidikan SD Negeri 02 Pagi sampai dengan kelas enam dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 199 Pondok Kopi, Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1999, selanjutnya tahun pertama dan kedua sekolah lanjutan atas penulis selesaikan di SMU Negeri 12 Kebon Singkong, Klender dan dilanjutkan di SMU Negeri 50 Pondok Bambu, Jakarta Timur sampai dengan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis pernah kuliah selama satu tahun di Universitas Bina Nusantara dengan program studi Teknik Informatika (S1) dan selanjutnya pada tahun 2003 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departeman Ilmu Ekonomi.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas berkat dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor di Indonesia” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Arief Daryanto, Ph.D yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis pada waktu persiapan, penelitian maupun penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada instansi-instansi terkait dan pihak-pihak lain yang telah membantu penulis selama proses penelitian dan para peserta serta pembahas pada Seminar Hasil Penelitian Skripsi atas kritik dan saran yang diberikan.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan saudara penulis atas kesabaran, do’a dan dukungan yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2008

Deky Kurniawan H14103122

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Ruang Lingkup Batasan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

2.1. Tinjauan Pustaka ... 13

2.1.1. Definisi Industri Sepeda motor ... 13

2.1.2. Definisi Produksi... 16

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.2.1. Berdasarkan Topik Penelitian ... 17

2.2.2. Berdasarkan Komoditi ... 18

2.3. Kerangka Pemikiran... 21

2.3.1. Konsep Fungsi Produksi ... 21

2.3.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 27

2.3.3. Skala Hasil Usaha (Return to Scale) ... 30

2.3.4. Konsep Elastisitas ... 31

2.3.5. Nilai Tambah dan Efisiensi... 33

(10)

III. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2. Jenis dan Sumber Data... 38

3.3. Metode Analisis ... 39

3.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 39

3.3.2. Analisis Nilai Tambah dan Efisiensi... 42

3.4. Pengujian Hipotesis... 43

3.4.1. Kriteria Uji Ekonomi... 43

3.4.2. Kriteria Uji Statistik ... 44

3.4.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)... 44

3.4.2.2. Uji FStatistik... 45

3.4.2.3. Uji tStatistik... 46

3.4.3. Kriteria Uji Ekonometrika... 47

3.4.3.1. Uji Multikolinearitas ... 47

3.4.3.2. Uji Autokorelasi... 48

3.4.3.3. Uji Heteroskedastisitas... 50

3.4.3.4. Uji Normalitas Error Term ... 51

3.5. Spesifikasi Data... 51

IV. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA ... 54

4.1. Sejarah Perkembangan Industri Sepeda Motor... 54

4.2. Analisis Struktur Pasar Industri Sepeda Motor Indonesia ... 56

4.3. Profil Beberapa Perusahaan Industri Sepeda Motor ... 59

4.3.1. PT. Astra Honda Motor... 59

4.3.2. PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia ... 60

4.3.3. PT. Indomobil Suzuki International... 61

4.3.4. PT. Kawasaki Motor Indonesia... 62

4.3.5. PT. Danmotors Indonesia... 63

(11)

4.3.7. PT. Buana Jialing Sakti Motor... 65

4.3.8. PT. Vivamas Qingqi Motor... 65

4.3.9. PT. Asiamotor Industries ... 65

4.3.10. PT. Bosowa Nusantara Motor... 66

4.3.11. PT. Kurnia Abadi Niaga Citra Indah Lestari ... 66

4.3.12. PT. TVS Motor Company Indonesia ... 66

4.4. Studi Kasus Analisis Persaingan Perusahaan Sepeda Motor ... 67

4.4.1. Persaingan Penjualan Sepeda Motor Jepang Versus Cina ... 67

4.4.2. Strategi Persaingan Penjualan Yamaha Versus Honda... 68

4.5. Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor ... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76

5.1. Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 76

5.2. Analisis Uji Statistik ... 76

5.2.1. Uji R2... 76

5.2.2. Uji FStatistik... 77

5.2.3. Uji tStatistik... 77

5.3. Analisis Uji Ekonometrika... 78

5.3.1. Uji Multikolinearitas ... 78

5.3.2. Uji Autokorelasi... 78

5.3.3. Uji Heteroskedastisitas... 79

5.3.4. Uji Normalitas Error Term... 79

5.4. Analisis Ekonomi... 79

5.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor... 79

5.4.2. Elastisitas Industri Sepeda Motor ... 84

5.4.3. Skala Hasil Usaha Industri Sepeda Motor ... 87

5.4.4. Nilai Tambah Industri Sepeda Motor... 88

(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1. Kesimpulan ... 93

6.2. Saran... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Perkembangan Produksi Sepeda Motor di Indonesia

Tahun 1993 – 2007 ... 3 1.2. Komposisi Biaya Input Industri Sepeda Motor Tahun 2001 – 2005 ... 6 4.2. Data Pangsa Pasar, CR4, dan HHI Masing-masing Perusahaan Sepeda

Motor Anggota AISI Tahun 1993 – 2007... 58 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005... 76 5.4. Nilai Elastisitas Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 85

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi pada Jangka Pendek.. ...23 2.2. Alur Kerangka Pemikiran...35 5.1. Perkembangan Nilai Output, Biaya Input dan Nilai Tambah Bruto (NTB) Industri Sepeda Motor di Indonesia

Tahun 1980 – 2005 ...89 5.2. Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda Motor di Indonesia

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Nilai Tambah Bruto Industri Sepeda Motor di Indonesia

Tahun 1980 – 2005 ... 102

2. Data Nilai Efisiensi Produksi Industri Sepeda motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 ... 103

3. Data Nominal Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Nilai Output Industri Sepeda Motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005.... 104

4. Data Riil Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Output Industri sepeda motor di Indonesia Tahun 1980 – 2005 ... 105

5. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 106

6. Uji Multikolinearitas ... 107

7. Uji Autokorelasi... 108

8. Uji Heteroskedastisitas... 109

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri alat angkut (ISIC 384)1 telah menjadi kebutuhan untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia, salah satunya industri sepeda motor2 (ISIC 38440, 38441, dan 35911). Alat angkut barang ataupun manusia (kendaraan transportasi darat) telah berkembang pesat di Indonesia, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Industri sepeda motor di Indonesia adalah industri yang padat bahan baku seperti rangka (frame) dan mesin sepeda motor berbahan dasar dari besi dan baja. Selain membutuhkan investasi modal yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), industri sepeda motor juga dipengaruhi oleh faktor produksi tenaga kerja yang terdidik dan terlatih dalam proses produksi perakitan unit sepeda motor.

Menurut El-Fikri (2005), alat angkut sepeda motor di Indonesia dibutuhkan dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut dikarenakan pertama, kebutuhan dan tingkat ekonomi masyarakat yang semakin baik. Hal ini menjadikan kebutuhan akan kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor juga semakin meningkat. Kedua, sepeda motor menjadi alat transportasi alternatif bagi masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan, selain kendaraan bermotor

1 ISIC (International Standard Industrial Classification of all Activities) 384

adalah klasifikasi dari industri manufaktur untuk kategori kendaraan bermotor di Indonesia.

2 Industri ini dikenal sebagai bagian dari industri kendaraan bermotor atau

otomotif atau alat angkutan darat beroda dua. Masyarakat umumnya menyebut “Sepeda Motor”.

(17)

roda empat. Ketiga, harga sepeda motor relatif lebih murah dibanding kendaraan bermotor roda empat. Keempat, selain karena kebutuhan akan sepeda motor lembaga pembiayaan telah berperan mendorong masyarakat untuk membeli sepeda motor. Sebagai contoh, jumlah lembaga pembiayaan kredit sepeda motor non bank untuk tahun 2005 adalah sebanyak 72 perusahaan yang mempunyai aset perputaran nilai uang miliaran rupiah (Ovi, 2005).

Industri sepeda motor sebagai bagian dari industri alat angkut telah menjadi prioritas pembangunan industri di masa yang akan datang (Prabowo, 2006). Sebab industri sepeda motor merupakan salah satu sektor utama yang berperan serta dalam peningkatan pendapatan nasional. Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 228.864 juta jiwa dan memiliki kecenderungan terus meningkat, serta kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan menjadi peluang bagi industri sepeda motor Indonesia untuk memimpin industri otomotif dalam negeri. Selain itu, harga sepeda motor yang relatif murah dibanding jenis kendaraan bermotor lain bagi sebagian besar masyarakat Indonesia turut serta memberikan peluang industri sepeda motor untuk berkembang pesat. Adanya perjanjian perdagangan bebas yang telah disepakati oleh Indonesia seperti WTO (World Trade Organization), AFTA (Asean Free

Trade Agreement), APEC (Asia Pasific Economy Cooperation), dan GATTS

(General Agreement on Trade and Tariff) memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan sepeda motor asing masuk ke pasar otomotif Indonesia tidak terkecuali produsen sepeda motor lokal baru, salah satunya sepeda motor Kanzen adalah produksi dari PT. Semesta Citra Motorindo.

(18)

Masuknya produsen otomotif asing ke dalam industri otomotif nasional, khususnya industri sepeda motor merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan ekonomi di bidang otomotif. Hal tersebut terjadi setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan paket deregulasi otomotif tahun 1999 tentang perijinan impor produk otomotif dalam keadaan utuh atau CBU (Completely Built Up) dan dalam keadaan terurai atau CKD (Completely Knock Down), serta penurunan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk mendorong pertumbuhan industri otomotif nasional pasca krisis ekonomi tahun sebelumnya serta usaha untuk memperkuat basis industri otomotif nasional.

Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Sepeda motor di Indonesia Tahun

1993 – 2007

Tahun Produksi Dalam Negeri

(Unit) 1993 621.544 1994 785.204 1995 1.035.598 1996 1.426.902 1997 1.852.906 1998 517.914 1999 587.402 2000 979.422 2001 1.650.770 2002 2.317.991 2003 2.823.702 2004 3.900.518 2005 5.089.494 2006 4.470.722 2007* 3.826.598 *) s.d bulan Oktober 2007

Sumber: Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), 2007

Kegiatan produksi industri sepeda motor dewasa ini menunjukkan pertumbuhan yang pesat seperti terlihat pada Tabel 1.1 di atas. Pada tahun 1993 volume produksi mencapai 621.544 unit dan meningkat menjadi 785.204 unit

(19)

pada tahun 1994. Selama periode tahun 1995 – 2007 tingkat produksi sepeda motor berkisar antara satu sampai dengan tiga juta unit sepeda motor per tahunnya. Meskipun saat krisis ekonomi produksi industri sepeda motor mengalami penurunan dimana pada tahun 1997 sebesar 1.852.906 unit menjadi 517.914 unit pada tahun 1998, dan penurunan tersebut berlangsung sampai dengan tahun 2000, yaitu sebesar 979.422 unit. Namun kejadian tersebut tidak menyebabkan industri sepeda motor anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) bangkrut, bahkan PT. Astra Honda Motor sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor Honda tetap menjadi pemimpin dominan dalam industri persaingan sepeda motor di Indonesia.

Terdapat kesenjangan produksi antara tahun 1997 dengan tahun 1998. Tingkat produksi tahun 1997 telah mencapai 1.852.906 unit 3,5 kali lebih besar dibanding tahun 1998 – 1999. Hal ini tidak lain disebabkan oleh krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Setelah tahun 1998 – 1999 industri sepeda motor di Indonesia tumbuh kembali dibuktikan dengan hasil output produksi sepeda motor yang meningkat. Peningkatan produksi sepeda motor pada saat tersebut disebabkan oleh peningkatan permintaan akan sepeda motor sebagai alat transportasi yang dinilai ekonomis dan efisien.

Pertumbuhan kuantitas output riil sepeda motor memiliki kecenderungan meningkat dikarenakan meningkatnya jumlah perusahaan sepeda motor. Selain itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertama, rasio kepemilikan sepeda motor pada tahun 2005 di Indonesia adalah sebesar satu unit per 11 orang, dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang rasionya satu unit sepeda

(20)

motor per lima atau enam orang sehingga potensi pertumbuhan pasar masih besar (Atmaja, 2005). Kedua, adanya impor mesin dan peralatan, hak paten, manajer ekspatriat dan teknisi akan mendorong perusahaan-perusahaan domestik meningkatkan keterampilan dan kemampuan berproduksi dalam menghadapi persaingan global yang semakin meluas hampir di setiap sektor ekonomi dan bisnis (Prabowo, 2006). Sebagai contoh kasus, daya saing industri di suatu negara ditentukan oleh faktor-faktor produksi yang lebih canggih seperti tenaga kerja terdidik dan terlatih serta kebijakan-kebijakan yang mendukung pembangunan sektor industri.

Penjualan sepeda motor yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan akan komponen atau bahan baku sepeda motor juga meningkat. Meskipun industri komponen sepeda motor dalam negeri telah mampu memasok lebih dari 60 persen kebutuhan komponen sepeda motor baik untuk perakitan maupun untuk perawatan, namun sebagian besar dari bahan baku sepeda motor yang dipasok oleh industri komponen sepeda motor adalah produk impor, seperti mesin 2-tak, pelek roda, suspensi , tabung bahan bakar , rangka , dan lain-lain (Badan Pusat Statistik, 2000). Sehingga dalam hal komponen industri sepeda motor hanya komponen-komponen kecil saja yang merupakan hasil produksi industri dalam negeri, contohnya komponen perlengkapan kendaraan roda dua, komponen seat assy, dan komponen-komponen lainnya. Perkembangan faktor produksi selain bahan baku seperti energi yang terpakai (bahan bakar minyak, tenaga listrik, dan gas) serta pengeluaran lainnya cenderung mengalami fluktuasi.

(21)

Persentase biaya yang dikeluarkan industri sepeda motor dapat dilihat pada Tabel 1.2 untuk periode tahun 2001 sampai dengan 2005.

Tabel 1.2. Komposisi Biaya Input Industri Sepeda Motor Tahun 2001 – 2005 Jenis Input 2001 (%) 2002 (%) 2003 (%) 2004 (%) 2005 (%) Bahan Baku 82.31 52.25 75.34 80.78 79.54

Bahan Bakar, Tenaga Listrik dan Gas 4.58 9.58 9.90 6.53 10.02

Modal 0.29 0.20 0.30 0.38 0.54

Pengeluaran lain 12.82 37.97 14.46 12.31 9.91

Jumlah Total 100 100 100 100 100

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2005

Indonesia menempati peringkat keempat setelah Cina, India, dan Jepang dilihat dari tingkat produksi sepeda motor (Anonim, 2005). Industri sepeda motor nasional mempunyai keunggulan kompetitif dalam hal nilai tambah, skala efisiensi, konsentrasi industri dan kualitas yang dapat bersaing dengan dua negara produsen sepeda motor terbesar di dunia yaitu Cina dan India (produsen terbesar sepeda motor di dunia). Sebagai contoh tingkat produksi sepeda motor di negara Cina 2,5 kali lipat lebih banyak dibandingkan produksi industri sepeda motor di Indonesia. Akan tetapi, banyaknya produsen di Cina menyebabkan tidak tercapainya skala efisiensi meskipun telah mampu menciptakan konsentrasi industrialisasi produksi yang efektif.

Berbeda halnya dengan di India, meski telah tercipta konsentrasi yang efektif tetapi jenis produknya pada kelas sepeda motor murah, contohnya merek vespa (scooter). Sedangkan di Indonesia yang besar pangsa pasarnya rata-rata sebesar 90 persen pertahun dikuasai jenis motor bebek. Perkembangan inovasi teknologi maupun kualitas produk sepeda motor Indonesia telah menjadi contoh

(22)

sukses industri sepeda motor (Wahyuana, 2005). Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa industri sepeda motor Indonesia dimasa yang akan datang akan terus tumbuh dan berkembang.

Besarnya permintaan masyarakat akan sepeda motor menyebabkan semakin banyak pihak pabrikan berkompetisi di pasar sepeda motor. Pada tahun 2000 Indonesia mengalami gejala kelebihan penawaran sepeda motor. Ketika itu pemerintah membuka keran impor secara utuh untuk produk otomotif sehingga tidak kurang dari seratus merek baru masuk ke Indonesia3. Berdasarkan data

Departemen Perindustrian dan Perdagangan terdapat sebanyak 77 perusahaan perakitan, manufaktur, dan importir sepeda motor. Jumlah ini sudah termasuk enam pabrikan anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yaitu Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Piaggio, dan Kymco. Sisanya adalah merek sepeda motor dari Cina, Korea, Eropa, dan India.

1.2. Perumusan Masalah

Industri sepeda motor merupakan salah satu industri dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi di Indonesia terbukti dari jumlah output produksi sepeda motor yang mencapai peringkat keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Jepang. Keunggulan kompetitif dalam hal nilai tambah, skala efisiensi, konsentrasi industri dan kualitas yang dimiliki industri sepeda motor nasional menyebabkan industri ini dapat bersaing dengan dua negara produsen sepeda motor terbesar di dunia yaitu Cina dan India. Masalah alokasi sumber daya

3 Menurut Wuragil (2002), tingkat ekspor sepeda motor sebesar 100 sampai 150

(23)

produksi seperti modal, tenaga kerja, energi, bahan baku dan faktor lainnya merupakan faktor utama penentu efisiensi produksi setiap industri, khususnya industri sepeda motor di Indonesia. Alokasi faktor produksi yang efisien akan mencapai produksi industri sepeda motor yang optimal.

Hambatan yang dihadapi pertumbuhan industri perakitan sepeda motor seiring dengan adanya peningkatan biaya energi dalam negeri, antara lain peningkatan beban tarif dasar listrik (TDL) dan harga bahan bakar minyak (BBM). Hal tersebut mempengaruhi biaya produksi industri sepeda motor. Kenaikan biaya faktor produksi energi akan diikuti dengan peningkatan harga jual ke pasar karena dalam proses produksi dan distribusi sepeda motor membutuhkan fasilitas produksi seperti mesin dan tenaga robot yang sangat bergantung pada ketersediaan energi. Seperti yang telah disebutkan di atas meskipun industri sepeda motor di Indonesia adalah industri yang padat bahan baku tetapi dalam proses pengolahan bahan baku juga dibutuhkan faktor produksi energi.

Pemberlakukan standar uji emisi kendaraan bermotor diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi. Pemberlakuan regulasi standar baku emisi gas buang kendaraan bermotor (analogi EURO I)4 tidak berpengaruh terhadap biaya produksi industri sepeda motor di Indonesia. Namun hal ini berdampak positif terhadap penurunan gas buang CO

4 EURO I adalah suatu regulasi tentang aturan emisi gas buang kendaraan

bermotor roda empat dan roda dua yang telah disepakati pada konferensi Uni Eropa – UN-ECE (United Nations Economic Comission for Europe) dalam rangka memperbaiki mutu bahan bakar dan teknologi mesin kendaraan.

(24)

(Karbon Monoksida), HC (Hidro Karbon), dan NOx (Nitrogen Oksida) yang

beracun dan merugikan kesehatan manusia dan lingkungan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang lebih khusus sesuai dengan penelitian, antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia?

2. Bagaimana elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia?

3. Bagaimana nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia? 4. Bagaimana dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi terhadap produksi industri sepeda motor di Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan yaitu:

1. Menganalisis pengaruh perubahan input terhadap output pada industri sepeda motor di Indonesia.

2. Menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha industri sepeda motor di Indonesia.

3. Menganalisis nilai tambah dan efisiensi industri sepeda motor di Indonesia.

(25)

4. Menganalisis dampak kebijakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi terhadap produksi sepeda motor Indonesia yang telah ditetapkan pada tahun 2003 lalu.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut:

1. Bagi penulis mampu menerapkan ilmu dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di perguruan tinggi.

2. Menambah perbendaharaan perpustakaan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang akan membuat karya ilmiah di masa yang akan datang. 3. Bisa dijadikan salah satu masukan bagi mereka yang berhubungan dengan

usaha industri, khususnya industri sepeda motor.

4. Sebagai bahan pertimbangan bagi industri sepeda motor di Indonesia dalam menetapkan strategi berproduksi yang menghasilkan output yang optimal.

5. Dapat dipertimbangkan sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan, khususnya kebijakan industri sepeda motor Indonesia dan komponennya.

1.5. Ruang Lingkup Batasan Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi output industri sepeda motor di Indonesia atau nasional. Faktor-faktor produksi industri

(26)

sepeda motor di Indonesia yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan kode

International Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC) untuk

industri sepeda motor adalah 38440 untuk periode tahun 1980 – 1989. Kode ISIC tersebut kemudian berubah menjadi 38441 setelah periode 1989 sampai dengan periode 1997 dan kemudian berubah lagi menjadi 35911 sampai dengan terbitan terakhir tahun 2005 dari buku Kategori Industri Manufaktur Besar dan Sedang yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik, Jakarta 2005.

Adapun keterbatasan dari penelitian ini dimana tujuan dan penelitian dapat dicapai dengan menggunakan data historis yang ada antara lain:

1. Data yang digunakan adalah data tahunan, sehingga persamaan fungsi produksi yang dirumuskan tidak menggambarkan fluktuasi semesteran, bulanan, mingguan atau bahkan harian.

2. Terdapat beberapa faktor yaitu data tarif impor produk otomotif, harga impor bahan baku komponen sepeda motor, volume impor bahan baku, dan tarif Pajak Penjualan Barang Mewah di Indonesia (PPnBM) yang diduga berpengaruh dalam menganalisis output industri sepeda motor di Indonesia.

3. Data nilai output, nilai bahan baku dan penolong, modal, nilai energi, serta jumlah tenaga kerja tidak dibedakan berdasarkan masing-masing perusahaan yang terdapat di Indonesia.

Faktor-faktor produksi dan output industri sepeda motor yang dikaji dalam penelitian ini dalam satuan nilai rupiah sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja menggunakan satuan jiwa. Faktor produksi bahan baku yang terdiri atas

(27)

bahan baku dan bahan penolongnya (komponen-komponen sepeda motor) dalam satuan ribu rupiah; faktor produksi modal yang terdiri dari sewa gedung, mesin dan alat-alat atau modal lainnya dalam satuan ribu rupiah; faktor produksi energi yang terdiri dari bensin, solar, minyak tanah, gas dan minyak pelumas yang termasuk dalam subkategori bahan bakar dan tenaga listrik, baik yang diproduksi sendiri maupun yang dibeli dari luar perusahaan juga dimasukkan ke dalam kategori energi dalam satuan ribu rupiah; dan terakhir adalah faktor produksi tenaga kerja yang berupa tenaga kerja produksi dan tenaga kerja lainnya (dalam satuan ribu orang) yang berkaitan secara langsung dengan kegiatan produksi industri sepeda motor nasional.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Definisi Industri Sepeda motor

Kendaraan Bermotor Roda Dua atau biasa disebut sepeda motor adalah suatu alat transportasi beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin (umumnya berkapasitas 50 cc sampai dengan di atas 125 cc)5 berbahan bakar yang digunakan oleh manusia untuk berpindah satu tempat ke tempat lainnya (Prabowo, 2006). Selain sebagai alat transportasi manusia, sepeda motor juga digunakan untuk mengangkut suatu barang dan berbagai kebutuhan lainnya sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini.

Pengertian Industri secara mikro adalah sekumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat. Secara makro industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut (Hasibuan, 1993).

Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang

5 Kapasitas mesin kendaraan bermotor roda empat maupun roda dua umumnya

(29)

nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir, dimana yang termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (Badan Pusat Statistik, 2005).

Perusahaan atau unit usaha adalah suatu usaha kegiatan ekonomi pada suatu tempat tersendiri yang dilakukan oleh pemilik perorangan atau suatu badan usaha yang bergerak di sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas, air minum, konstruksi, perdagangan, pengangkutan dan perhubungan, lembaga keuangan dan jasa-jasa perusahaan serta kehutanan. Perusahaan adalah organisasi yang bertujuan mengubah input menjadi output (Nicholson, 2002).

Konsep dasar perusahaan industri manufaktur atau pengolahan terbagi ke dalam empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan yaitu sebagai berikut (Badan Pusat Statistik, 2005):

1. Industri Besar. Industri besar merupakan perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja 100 orang atau lebih.

2. Industri Sedang. Industri sedang adalah perusahaan industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20 – 99 orang.

3. Industri Kecil. Industri kecil adalah perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja antara 5 – 19 orang.

4. Industri Kerajinan Rumah Tangga. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari lima orang yang biasanya adalah anggota keluarga sendiri.

(30)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002, industri manufaktur atau industri pengolahan terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Industri Migas, yang terdiri atas: a. Industri pengilangan minyak b. Industri gas alam cair

2. Industri Bukan Migas, yang terdiri atas: a. Industri makanan, minuman dan tembakau b. Industri tekstil, barang kulit dan alas kaki c. Industri barang kayu dan hasil hutan lain d. Industri barang kertas dan barang cetakan e. Industri pupuk, kimia dan barang dari karet f. Industri semen dan barang galian bukan logam g. Industri logam dasar besi dan baja

h. Industri alat angkutan, mesin dan peralatan i. Industri barang lainnya

Industri sepeda motor termasuk ke dalam kategori industri pengolahan bukan migas, yaitu industri yang terdiri atas beberapa perusahaan homogen khususnya dalam bidang perakitan sepeda motor beserta komponennya dari bahan-bahan mentah (raw materials)6 yang dikombinasikan dengan faktor sumber daya tenaga kerja, modal, mesin berteknologi, dan faktor lainnya. Kemudian bahan-bahan mentah tersebut diolah secara mekanis, kimia, atau dengan tangan

6 bahan-bahan mentah (raw materials) dalam perakitan unit sepeda motor atau

komponennya terdiri atas karet, busa kursi, kulit, bahan plastik, besi dan baja baik dalam bentuk pelat maupun lembaran, mesin, dan lain-lain.

(31)

yang akhirnya menjadi barang jadi berbentuk fisik sepeda motor atau barang setengah jadi berupa komponen-komponen sepeda motor dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Menurut Prabowo (2006), peranan industri sepeda motor sangat strategis di dalam perekonomian karena sepeda motor merupakan salah satu alat pergerakkan barang ataupun manusia dari satu tempat ke tempat lainnya dengan waktu tempuh yang relatif lebih efisien dan efektif dalam pemakaian bahan bakar (BBM)7.

2.1.2. Definisi Produksi

Menurut Lipsey (1995), produksi merupakan semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang tersedia. Sedangkan faktor produksi adalah sumber-sumber ekonomi yang harus diolah oleh perusahaan untuk dijadikan barang atau jasa untuk kepuasan konsumen dan sekaligus memberikan keuntungan bagi perusahaan. Menurut Beattie dan Taylor (1994) produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumberdaya, atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa.

Meskipun dalam proses produksi terdapat banyak faktor produksi yang digunakan, tetapi tidak semua faktor produksi tersebut digunakan dalam analisis fungsi produksi. Hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi. Faktor produksi yang dianggap kurang berperan

7 Dengan asumsi rata-rata kapasitas mesin sepeda motor 125 cc dapat menempuh

(32)

penting tidak digunakan dalam analisis fungsi produksi. Oleh karena itu, fungsi produksi hanya merupakan fungsi pendugaan (Soekartawi, 1993).

Pada kegiatan produksi dikenal istilah nilai output dan biaya input. Nilai output dalam industri sepeda motor merupakan penjumlahan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan sendiri maupun yang diberikan kepada pihak lain ditambah keuntungan dari barang yang dijual kembali dan penerimaan lain dari jasa non industri serta selisih nilai stok barang setengah jadi. Biaya input dalam industri sepeda motor meliputi semua biaya yang dipakai untuk memproduksi suatu barang seperti bahan baku dan penolong, bahan bakar, tenaga listrik dan gas, sewa gedung, mesin dan alat-alat, serta pengeluaran lainnya berupa jasa industri maupun non industri (BPS, 2005).

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Berdasarkan Topik Penelitian

Sanimah (2006) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri semen di Indonesia periode 1983 – 2003. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output, menganalisis elastisitas dan skala hasil usaha, serta menganalisis nilai tambah bruto dan efisiensi ekonomi dari industri semen di Indonesia. Metode analisis yang digunakan berupa metode Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya yaitu faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan output pada industri semen di Indonesia dengan taraf nyata lima persen. Skala hasil usaha pada industri ini

(33)

increasing return to scale dan nilai tambahnya cenderung mengalami peningkatan

selama periode penelitian.

Wahyuni (2007) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri garam beryodium di Indonesia periode 1990 – 2005. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output, menganalisis elastisitas dari masing-masing input dan skala hasil usaha, menganalisis dampak kebijakan persyaratan teknis pengolahan, pengemasan, dan pelabelan garam yodium, serta menganalisis kondisi output industri garam beryodium di Indonesia pada masa yang akan datang. Metode analisis yang digunakan berupa metode Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya yaitu faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan energi memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap peningkatan output pada industri garam di Indonesia dengan taraf nyata lima persen. Skala hasil usaha pada industri ini bersifat decreasing return to scale meskipun nilai tambah bruto yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan selama periode penelitian.

2.2.2. Berdasarkan Komoditi

Widyastuti (2006) melakukan penelitian tentang analisis

structure-conduct-performance8 industri komponen sepeda motor di Indonesia. Tujuan

penelitiannya adalah menganalisis struktur, perilaku dan kinerja pada industri komponen sepeda motor di Indonesia, menganalisis hubungan antara struktur dan

8 Structure-conduct-performance adalah analisis ekonomi industri yang

membahas tentang struktur, perilaku, dan kinerja usaha suatu industri baik ditinjau dari aspek struktur pasar, strategi harga dan promosi, persaingan di dalam industri, produktivitas, dan lain sebagainya.

(34)

faktor-faktor lain dengan kinerja, dan memberikan rekomendasi implikasi kebijakan bagi industri komponen sepeda motor di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode penghitungan konsentrasi industri (CR4)9,

efisiensi-X, serta metode Ordinary Least Square (OLS) dengan analisa model

Price Cost Margin (PCM). Hasilnya menunjukkan bahwa industri komponen

sepeda motor di Indonesia berstruktur oligopoli ketat sedangkan untuk perilaku pada industri komponen sepeda motor dianalisis melalui strategi harga, produk dan promosi dimana jumlah perusahaan yang meningkat setiap tahunnya mengakibatkan persaingan di tingkat harga, produk dan promosi turut meningkat. Kinerja industri komponen sepeda motor di Indonesia menunjukkan hasil yang relatif tinggi dan taraf nyata yang digunakan peneliti adalah sebesar sepuluh persen.

Prabowo (2006) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh kebijakan deregulasi industri sepeda motor Indonesia pada struktur, kinerja, dan persaingan usaha. Tujuan penelitian yaitu menganalisis pengaruh deregulasi industri sepeda motor terhadap perubahan jumlah perusahaan, jumlah produksi, jumlah penjualan, dan jumlah tenaga kerja di industri sepeda motor serta melakukan pengkajian tingkat konsentrasi pasar di industri sepeda motor terhadap intensitas persaingan usaha pada industri yang bersangkutan. Metode penelitian yang digunakannya adalah metode penghitungan rasio konsentrasi pangsa pasar masing-masing perusahaan di industri sepeda motor atau biasa disebut metode Concentration

9 Concentration Ratio of 4 Firms (CR

4) adalah suatu metode penghitungan rasio

konsentrasi pangsa pasar dari empat perusahaan terbesar yang ada di suatu industri, khususnya industri komponen sepeda motor.

(35)

Ratio (CR), metode untuk mengetahui tingkat distribusi dan konsentrasi industri

sepeda motor atau biasa disebut metode Hirschman Herfindahl Index (HHI), serta teori-teori lainnya yang menunjang. Hasilnya menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan-perubahan struktur, kinerja, dan persaingan usaha pada industri sepeda motor pasca deregulasi dimana struktur, kinerja, dan persaingan dipengaruhi oleh peningkatan indikator jumlah pelaku usaha atau jumlah perusahaan. Pada pasca periode deregulasi industri manufaktur juga telah terjadi peningkatan sejumlah indikator seperti jumlah produksi total industri, jumlah penjualan total dari industri, jumlah tenaga kerja, serta perubahan peningkatan industri pendukung sepeda motor. Persaingan usaha sepeda motor umumnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan besar yang telah lama beroperasi seperti contohnya perusahaan terbesar kedua dan ketiga dibandingkan persaingan usaha yang terjadi antara perusahaan lama dengan baru.

Ardiansyah (2006) melakukan penelitian tentang analisis struktur, perilaku, dan kinerja pada industri sepeda motor di Indonesia. Tujuan penelitiannya adalah tentang struktur pasar industri sepeda motor di Indonesia yang ditinjau dari segi perkembangan penjualan, pangsa pasar dan variabel lainnya yang berpengaruh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuadrat sisaan terkecil biasa (Ordinary Least Squares, OLS) dengan analisa model persamaan PCM (Price Cost Margin). Hasilnya pada variabel seperti tingkat konsentrasi terhadap PCM yaitu mempunyai hubungan positif sehingga berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh, sedangkan untuk variabel pertumbuhan diduga tidak berpengaruh terhadap PCM dan untuk variabel

(36)

dummy krisis menghasilkan pengaruh hubungan negatif terhadap variabel PCM.

Karena peningkatan maupun penurunan harga sepeda motor di Indonesia dipengaruhi oleh harga bahan baku itu sendiri maka berbagai macam strategi peningkatan kualitas produk dan pemasaran terus dilakukan perusahaan ATPM sepeda motor dalam rangka peningkatan keuntungan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengkaji pengaruh faktor-faktor produksi terhadap output industri sepeda motor di Indonesia dengan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas dari masing-masing input dan bagaimana skala hasil usahanya, dampak kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor yaitu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi, serta analisis efisiensi dan nilai tambah output industri sepeda motor Indonesia. Adapun metode analisis yang digunakan untuk menganalisis penelitian in adalah metode regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan adalah data sekunder periode 1980 – 2005 dengan menggunakan piranti lunak Eviews 4.1 dan

Microsoft Office Excel 2003.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Konsep Fungsi Produksi

Menurut Nicholson (1994) fungsi produksi suatu barang memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai

(37)

alternatif kombinasi input. Hubungan antara input dan output bisa diformulasikan oleh sebuah fungsi produksi, dalam bentuk matematis yaitu:

Y = f(X1,X2,X3,...Xn)... (2.1)

dimana:

Y = Output yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu, Xi = Input yang digunakan dalam memproduksi Y,

f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input ke dalam output.

Fungsi produksi menghubungkan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan (Lipsey, et al., 1995). Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Analisis fungsi produksi sering dilakukan oleh para peneliti karena mereka menginginkan informasi bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja, dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh (Soekartawi, 1993).

Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk grafik dengan asumsi bahwa hanya satu faktor produksi yang berubah, sedangkan faktor produksi lain dianggap konstan atau ceteris paribus (Gambar 2.1). Grafik fungsi produksi yang menggambarkan terjadinya kenaikan dan penurunan tingkat output disebut The

(38)

Y 45o C PT B (0<εp<1) (εp<0) (εp>1) A

Daerah I Daerah II Daerah III

PR

X

X1 X2 X3

PM

Gambar 2.1. Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi pada

Jangka Pendek

Sumber: Nicholson (1994)

Produk Marjinal (PM) suatu input adalah tambahan output yang dihasilkan terhadap tambahan input yang diamati sedangkan input lainnya dianggap konstan (Nicholson, 1994). Secara matematis dapat ditulis:

Produk Marjinal (PM) = input Tambahan output Tambahan = dX dY = '(X)... (2.2) f

Menurut Nicholson (1994), ketika input yang digunakan masih sedikit akan berpengaruh terhadap produk marjinal dengan nilai yang sangat tinggi dengan asumsi input lainnya dianggap konstan sehingga produk marjinal dari setiap unit terakhir tidak selalu sama nilainya. Selain itu, kurva produk marjinal (PM) secara sederhana merupakan kemiringan kurva dari produk total (PT).

(39)

Produk Total (PT) menggambarkan hubungan antara input dengan output total. Ketika salah satu faktor produksi meningkat dan faktor produksi lainnya dianggap tetap, maka jumlah output akan meningkat sampai pada batas maksimum. Jika sudah melebihi batas maksimum, maka output yang dihasilkan akan semakin menurun. Kurva produk total bisa diturunkan menjadi kurva produk marjinal (PM) dan kurva produk rata-rata (PR). Produk rata-rata merupakan hasil pembagian antara output total dengan input total produksi yang digunakan. Secara matematis dapat dirumuskan (Nicholson, 1994):

PR = total Input total Output = X Y Σ Σ ... (2.3)

Perubahan jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (εp)

adalah persentase perubahan jumlah output sebagai akibat dari persentase perubahan jumlah input, atau dapat diartikan sebagai rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan relatif jumlah faktor produksi yang dipakai. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Nicholson, 1994): εp = Y X Y × ∂ ∂ X =PM ... (2.4) PR

Hubungan antara PM dengan PR berbanding terbalik jika dilihat dari rumus matematis. Dengan demikian hubungan PM dengan PR adalah (Soekartawi, 1993):

1. Pada saat PM sama dengan PR, maka PR mencapai titik maksimum.

2. Pada saat PM lebih kecil dari PR, maka PR mulai menurun. Sebaliknya, jika PM lebih besar dari PR, maka nilai PR meningkat.

(40)

Menurut Soekartawi (1993), besar kecilnya nilai PM dari suatu input dapat menjadi penentu bagi besar kecilnya nilai elastisitas produksi (εp). Sedangkan

hubungan antara PM dengan produk total (PT) adalah sebagai berikut (Lihat Gambar 2.1):

1. Pada saat nilai PT mencapai maksimum, maka PM bernilai nol.

2. Pada saat PT mulai menurun dari titik maksimum, maka PM mulai bernilai negatif.

3. Pada saat PT mengalami increasing rate, maka PM mengalami decreasing

rate.

4. Pada saat PM positif, maka kurva PT tetap menaik.

Menurut Nicholson (1994), fungsi produksi dibagi kedalam tiga daerah produksi yang dibedakan berdasarkan elastisitas produksinya, yaitu daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (Daerah I), daerah produksi dengan elastisitas lebih besar dari nol sampai dengan kurang dari satu (Daerah II), dan daerah produksi dengan elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Daerah III).

Daerah produksi I terletak antara titik nol sampai X2. Elastisitas produksi

pada daerah satu bernilai lebih besar dari satu, artinya penambahan faktor produksi sebanyak satu persen maka akan menambah output produksi lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini PM mencapai titik maksimum dan semakin menurun, tetapi masih lebih besar dari PR. Keuntungan maksimum belum dapat tercapai karena output sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi dengan menambah

(41)

input atau faktor produksi, sehingga daerah ini disebut dengan daerah irasional (Nicholson, 1994).

Daerah produksi II terletak antara X2 dan X3. Pada daerah ini elastisitas

produksinya antara nol sampai dengan satu, artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menambah output sebesar antara nol sampai dengan satu persen. Nilai PM dan PR akan semakin menurun dan kurva PT menggambarkan berlakunya the law of diminishing returns, artinya setiap penambahan faktor produksi akan meningkatkan jumlah produksi yang perubahan peningkatannya semakin lama semakin menurun. Penggunaan faktor produksi di daerah ini telah optimal, sehingga disebut sebagai daerah rasional (Nicholson, 1994).

Daerah produksi III menggambarkan daerah produksi dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada daerah ini PT mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh kurva PM yang bernilai negatif. Dengan demikian, setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah tersebut disebut sebagai daerah yang irasional (Nicholson, 1994).

Menurut Nicholson (1994), bentuk kurva fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika input produksi ditambah secara terus menerus dalam suatu proses produksi, diasumsikan faktor produksi lainnya tetap atau konstan, maka tambahan jumlah output produksi semakin lama semakin berkurang. Jadi, hukum tersebut

(42)

menggambarkan adanya kenaikan hasil yang semakin berkurang dalam sebuah kurva fungsi produksi.

2.3.2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Bentuk fungsi yang digunakan dalam menduga parameter-parameter yang mempengaruhi produk ada beberapa macam, seperti fungsi kuadratik, model elastisitas substitusi yang konstan (CES – Constant Elasticity of Substitution), model transendental, dan fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi kuadratik dan transendental memiliki persamaan yang rumit dan parameter-parameternya bukan merupakan elastisitas dari faktor-faktor produksi. Jika menggunakan fungsi produksi CES sulit untuk mempertahankan elastisitas produksi yang konstan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini pertama kali diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglass, P.H., pada tahun 1928 melalui artikel di majalah ilmiah American

Economic Review 18 (Sanimah, 2006).

Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen, yaitu variabel yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Di dalam penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dimana secara matematis persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = bn u ... (2.5) n b3 3 b2 2 b1 1 X X ...X e aX

(43)

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dilinearkan, maka:

LnY = a+b1LnX1+b2LnX2+b3LnX3+...+bnLnXn+uLne ... (2.6)

dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a = Intersep

bi = Besaran yang akan diduga

u = Kesalahan (disturbance term), dan e = Logaritma natural, e = 2.1782...

Persamaan 2.6 dapat dengan mudah diselesaikan dengan menggunakan regresi linear berganda. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas nilai bi

menunjukkan hubungan elastisitas X terhadap Y (Soekartawi, 1993). Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu (Nicholson, 1994):

1. Tidak ada pengamatan yang bernilai nol dikarenakan logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).

2. Setiap variabel bebas (X) adalah perfect competition.

3. Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan (slope) model tersebut. Asumsi yang digunakan dalam fungsi produksi adalah tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.

4. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim sudah dimasukkan ke dalam faktor galat atau kesalahan, u.

(44)

Fungsi produksi Cobb-Douglas sering digunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan fungsi tersebut mempunyai beberapa kelebihan. Diantaranya adalah (Wahyuni, 2007):

1. Mengurangi terjadinya heteroskedastisitas.

2. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain karena fungsi produksi ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam bentuk linear.

3. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor produksi.

4. Memudahkan membandingkan penelitian yang satu dengan yang lainnya yang menggunakan alat analisis yang sama.

5. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi merupakan pendugaan terhadap skala hasil usaha dari proses produksi.

Model fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah (Sanimah, 2006):

1. Elastisitas produksi yang umumnya diasumsikan selalu konstan.

2. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika variabel-variabel faktor produksi yang digunakan kurang lengkap.

(45)

3. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol, dan

4. Sering terjadinya multikolinearitas.

2.3.3. Skala Hasil Usaha (Return to Scale)

Menurut Nicholson (1995), konsep skala hasil usaha (return to scale) menjelaskan suatu keadaan dimana output meningkat sebagai respon adanya kenaikan yang proporsional dari seluruh input. Konsep skala hasil usaha ini memiliki tiga kemungkinan keadaan. Pertama, sebuah fungsi produksi dikatakan menunjukkan skala hasil konstan (constant return to scale) jika peningkatan seluruh input sebanyak dua kali lipat berakibat pada peningkatan output sebanyak dua kali lipat juga. Kedua, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output yang kurang dari dua kali lipat penambahan input-input produksi, maka fungsi produksi tersebut menunjukkan skala hasil yang menurun (decreasing return to

scale). Ketiga, jika penggandaan seluruh input menghasilkan output lebih dari dua

kali lipatnya, maka fungsi produksi mengalami skala hasil yang meningkat (increasing return to scale).

Konsep skala hasil usaha (return to scale) suatu industri perlu dilakukan untuk mengetahui apakah industri tersebut mempunyai konsep atau kaidah

increasing, constant atau decreasing return to scale. Jika jumlah parameter

peubah bebas dari fungsi produksi Cobb-Douglas dilambangkan dengan skala hasil usaha dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Soekartawi, 1993):

, bi

(46)

1. Jika ∑bi > 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi increasing

return to scale yang berarti laju pertambahan produksi lebih besar dari laju

pertambahan input.

2. Jika ∑bi = 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi constant return

to scale yang berarti laju pertambahan input produksi sama dengan laju

pertambahan outputnya, dan.

3. Jika ∑bi < 1, maka skala hasil usaha berada pada kondisi decreasing

return to scale yang berarti setiap jumlah input yang ditambahkan ke

dalam proses produksi hanya akan menghasilkan jumlah output yang lebih kecil daripada penambahan jumlah input.

2.3.4. Konsep Elastisitas

Menurut Nicholson (2002), perubahan yang terjadi pada satu variabel menimbulkan efek pada variabel lainnya, sedangkan kedua variabel tersebut tidak dapat diukur dalam ukuran yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan konsep elastisitas. Di mana persamaan kedua variabel tersebut dapat ditulis:

Y = f(K,...) ... (2.7) Dari persamaan diatas, untuk mengetahui elastisitas Y terhadap K adalah:

Y K K Y K K Y Y ⋅ ∂ ∂ = ∂ ∂ = K Y, ε ... (2.8)

Elastisitas merupakan ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh perubahan sebesar satu persen dari variabel lainnya (Soekartawi, 1993). Menurut Nicholson (1994), konsep elastisitas pada umumnya merupakan

(47)

ukuran seberapa jauh para pembeli dan penjual memberikan respon terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Hubungan yang lain juga bisa membuktikan bahwa koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan nilai elastisitasnya. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini dengan menurunkan rumus dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas pada Persamaan 2.5. Contoh perhitungan yang dilakukan adalah terhadap faktor produksi bahan baku (X1) (Sanimah, 2006).

Y = b3 u... (2.9) 3 b2 2 b1 1 X X e aX maka: 1 X ε = Y X X Y 1 1 ⋅ ∂ ∂ = b b b b b b u e X X aX X X X X ab 3 3 2 2 1 1 1 3 3 2 2 1 1 1 1 × − = u b b b u b b b e X X aX e X X X ab 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 1 =b1... (2.10) dimana: 1 x

ε = Elastisitas bahan baku

X Y

= Perubahan output (Y) terhadap bahan baku (X1)

Y = Nilai riil output yang dihasilkan dalam industri sepeda motor (ribu rupiah)

X1 = Bahan baku riil dalam proses produksi (ribu rupiah)

(48)

X3 = Nilai riil energi terdiri dari bahan bakar, tenaga listrik dan gas

(ribu rupiah).

Jadi, koefisien dari bahan baku (X1) merupakan nilai elastisitas dari bahan

baku (X1) dengan nilai b1 (Sanimah, 2006). Cara yang sama digunakan untuk

menghitung nilai elastisitas dari faktor produksi lainnya, maka akan diperoleh hasil yang sama yaitu nilai koefisien pangkat dari modal menunjukkan nilai elastisitas dari modal tersebut (X2) tersebut. Demikian juga dengan faktor lainnya,

seperti energi (X3).

2.3.5. Nilai Tambah dan Efisiensi

Nilai tambah yang dimaksud adalah nilai tambah bruto yang disesuaikan dengan harga pasar sebelum dikurangi pajak atau dapat juga diperoleh melalui selisih antara nilai output dan biaya input (Sanimah, 2006).

Nilai Tambah Bruto (NTB) = Nilai Output – Biaya Input ... (2.11) Menurut Badan Pusat Statistik (2000), nilai output merupakan hasil penjumlahan dari nilai barang yang dihasilkan, jasa industri yang diberikan kepada pihak lain, keuntungan dari barang yang dijual kembali, selisih nilai stock barang setengah jadi, serta penerimaan lain dari jasa non industri. Biaya input merupakan hasil penjumlahan dari nilai bahan baku dan penolong yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan sepeda motor (Besar dan Sedang) baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diperoleh dari luar negeri atau impor, nilai bahan bakar, nilai energi yang dipakai, dan nilai modal (sewa gedung, mesin dan alat-alat lainnya).

(49)

Suatu perusahaan dalam kegiatan produksinya selalu berusaha mengefisiensikan penggunaan faktor produksi dimana hal ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi kinerja perusahaan tersebut (Nicholson, 1995). Nilai efisiensi adalah perbandingan antara biaya input perusahaan terhadap nilai output yang dihasilkan (Badan Pusat Statistik, 2002).

Efisiensi ( η) Output Nilai Input Biaya = ... (2.12)

Kegiatan produksi dikatakan lebih efisien apabila dapat menghasilkan nilai output yang lebih tinggi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas pada tingkat biaya produksi yang sama. Atau ketika dalam kegiatan produksi tersebut dapat melakukan penurunan biaya produksi untuk memperoleh produk yang sama. Seorang pengusaha dapat dikatakan telah mencapai keuntungan yang maksimum apabila telah mengkombinasikan tingkat penggunaan input dan biaya secara optimal (Nicholson, 1995).

Berdasarkan uraian di atas akan dibuat model persamaan fungsi produksi industri sepeda motor di Indonesia. Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Setelah melakukan spesifikasi dan identifikasi model akan dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi output produksi industri sepeda motor di Indonesia. Hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat digunakan untuk seluruh pemangku kepentingan agar dapat meningkatkan kualitas dan daya saing sepeda motor Indonesia serta mengurangi ketergantungan impor sepeda motor. Selain itu, hasil analisis juga diharapkan dapat menjadi literatur bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Secara grafis, kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan sebagai berikut.

(50)

Keadaan industri Kendaraan Bermotor Roda Dua (sepeda motor) di Indonesia:

ƒ Kebutuhan akan kendaraan transportasi yang ekonomis dan efisien yang terus mengalami pertumbuhan.

ƒ Jumlah modal investasi dan energi yang besar pada industri sepeda motor baik berupa PMDN maupun PMA.

ƒ Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tidak membuat industri sepeda motor bangkrut.

ƒ Persaingan ketat antara perusahaan-perusahaan sepeda motor membuat para produsen terus mengembangkan produk, kualitas, dan pelayanannya.

Industri Kendaraan Sepeda Motor

Input industri sepeda motor: ƒ Bahan Baku ƒ Modal ƒ Energi ƒ Tenaga Kerja ƒ Dummy krisis

ƒ Dummy kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor

Analisis Regresi Linear Berganda (Fungsi Cobb-Douglas)

Elastisitas Produksi dan

Skala Hasil Usaha Dampak Kebijakan Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Output Sepeda Motor Nilai Tambah dan Efisiensi Produksi

(51)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, maka dapat diajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, modal, dan tenaga kerja yang digunakan berpengaruh positif terhadap output. Artinya jika terjadi peningkatan faktor-faktor produksi tersebut maka akan memberikan dampak positif yaitu berupa peningkatan nilai output yang dihasilkan. Sedangkan faktor energi memberikan pengaruh yang negatif terhadap kegiatan produksi industri sepeda motor di Indonesia sehingga apabila terjadi kenaikan biaya energi maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi produksi industri sepeda motor.

2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi yang mulai diberlakukan pada tahun 2003 berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap peningkatan output produksi pada industri sepeda motor di Indonesia.

3. Nilai elastisitas output faktor produksi bahan baku dan bahan penolong, modal, dan tenaga kerja mempunyai nilai yang positif sedangkan nilai elastisitas produksi faktor energi mempunyai nilai yang negatif. Untuk skala hasil usaha industri sepeda motor Indonesia adalah bersifat

increasing return to scale yang artinya seiring dengan laju pertambahan

input faktor produksi akan menghasilkan output produksi sepeda motor yang nilainya lebih besar dibandingkan penambahan input itu sendiri.

(52)

4. Faktor-faktor produksi pada industri sepeda motor di Indonesia telah termanfaatkan secara efisien sehingga menghasilkan output produksi yang jauh lebih tinggi nilainya untuk setiap tingkat korbanan input yang sama, dan juga untuk nilai tambah industri sepeda motor selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Wilayah penelitian yang dimaksud mencakup seluruh wilayah Indonesia dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output produksi industri sepeda motor di Indonesia, elastisitas dari masing-masing input produksi, menganalisis skala hasil usaha, menganalisis nilai tambah dan efisiensi produksi industri sepeda motor serta menganalisis dampak Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Standar Uji Emisi Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan yang sedang Diproduksi yang telah disepakati untuk diberlakukan mulai tahun 2003 lalu. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Maret 2008, dimana meliputi kegiatan pengumpulan data dan literatur, pengolahan data, analisis data hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS), Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI), dan sumber-sumber lainnya seperti dari literatur-literatur yang menyediakan data-data tentang kendaraan bermotor roda dua di Indonesia. Data sekunder yang diperoleh meliputi data modal, data tenaga kerja, data bahan baku dan bahan penolong, data nilai output, data energi, data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

(54)

(2000=100) kategori sepeda motor, serta data-data lainnya yang berkaitan di dalam penelitian.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi output industri sepeda motor adalah data deret waktu (time series) dengan rentang waktu dari tahun 1980 – 2005. Data-data nominal yang dikumpulkan kemudian dideflasi (IHPB2000=100) dengan Indeks Harga

Perdagangan Besar (IHPB) dan pengolahan data dilakukan dengan bantuan piranti lunak Eviews 4.1., yang sebelumnya proses penghitungan dibantu dengan piranti lunak Microsoft Office Excel 2003.

100 × = IHPB Nominal Nilai Riil Nilai ... (3.1) 3.3. Metode Analisis

3.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Hubungan antara faktor produksi dengan output produksi dalam penelitian ini digambarkan dengan pendekatan analisis deskriptif dan kuantitatif. Output yang dihasilkan ditentukan oleh sejumlah input yang digunakan. Fungsi produksi adalah suatu daftar (schedule) yang memperlihatkan besarnya jumlah barang dan jasa secara maksimum dapat dihasilkan oleh sejumlah masukan (input) tertentu pada tingkat teknologi tertentu (Syahruddin, 1989).

Model yang digunakan dalam menganalisis hubungan antara input dan output produksi adalah model fungsi produksi Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel yang satu disebut sebagai variabel dependen, yaitu

(55)

variabel yang dijelaskan (Y), dan variabel-variabel yang lain disebut sebagai variabel independen, yaitu variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Secara matematis fungsi tersebut dapat dituliskan pada Persamaan 3.2 berikut ini.

u Dui b Duk b b b b b e e e X X X aX Y = 1 1 2 2 3 3 4 4 6 7 ... (3.2) dan apabila fungsi tersebut dilinearkan maka menjadi:

Ln Y= a+b1Ln X1+b2Ln X2+b3Ln X3+b4X4+b5Di+b6Dk+u ... (3.3)

dimana:

Y = Output riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah). X1 = Bahan baku riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).

X2 = Modal riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).

X3 = Energi riil industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu rupiah).

X4 = Jumlah tenaga kerja industri sepeda motor pada tahun ke-t (ribu jiwa).

Dk = Dummy krisis, untuk melihat dampak krisis terhadap output (0=sebelum

krisis; 1=setelah krisis

Di = Dummy kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor tahun 2003

(0= sebelum kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor diberlakukan; 1= setelah kebijakan standar uji emisi kendaraan bermotor diberlakukan)

a = Intersep

bi = Koefisien/variabel regresi penduga (b1...b6)

u = Residual (kesalahan atau error) e = 2,1782... (logaritma natural).

Gambar

Tabel 1.1.  Perkembangan Produksi Sepeda motor di Indonesia Tahun
Tabel 1.2.  Komposisi Biaya Input Industri Sepeda Motor Tahun                                   2001 – 2005  Jenis Input  2001  (%)  2002 (%)  2003 (%)  2004 (%)  2005 (%)  Bahan  Baku  82.31 52.25 75.34 80.78 79.54
Gambar 2.1.   Elastisitas Produksi dan Daerah-daerah Produksi pada
Gambar 2.2.  Alur Kerangka Pemikiran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan tahap pertama ini menyimpulkan bahwa pemakaian daun Torbangun pada kisaran 0-10% dalam pakan masih dapat ditoleransi oleh bakteri dan protozoa di dalam

Simbol ini untuk menunjukkan suatu bahan baik berupa padatan, cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap

OTOMATISASI TRANSFER DATA PENGAMATAN AUTOMATIC WEATHER STATION (AWS) SERTA PEMANFAATANNYA DALAM SATELLITE DISASTER EARLY WARNING SYSTEM (SADEWA)2. Universitas Pendidikan Indonesia |

Archer in Edith Wharton’s The Age of Innocence Novel (1920) by using a.

Hasil penelitian menunjukkan: pertama, terdapat perbedaan hasil pretes dengan postes kemampuan berpikir kreatif peserta didik baik pada kelas kontrol yang belajar

Dengan adanya media belajar berbasis e-learning, diharapkan dapat membantu siswa dalam menerima materi pelajaran dari guru walaupun tidak hadir pada saat pelajaran sedang

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan disiplin dalam pembelajaran sub tema; aku merawat tubuhku melalui penerapan model pembelajaran project based

[r]