• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan

Samuelson dan Nordhaus (2004), Para ekonom telah menemukan bahwa mesin kemajuan ekonomi harus bertengger di atas empat roda yang sama. Keempat roda, atau empat faktor pertumbuhan itu adalah:

1. Pembentukan modal ( mesin, pabrik, jalan)

2. Sumber daya manusia (penawaran tenaga kerja, pendidikan, disiplin , motivasi) 3. Teknologi (sains, rekayasa, manajemen, kewirausahaan)

4. Sumber daya alam (tanah, mineral, bahan baker, kualitas lingkungan)

Rahardja dan Manurung (2001), faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah:

2. Tenaga kerja (kualitas SDM terkait dengan kemajuan teknologi produksi)

3. Teknologi (dapat memanfaatkan teknologi madia atau tepat guna secara optimal) 4. Uang (memegang peranan dan fungsi sentral dalam proses produksi)

5. Manajemen (peralatan yang dibutuhkan untuk mengelola perekonomian modern) 6. Kewirausahaan atau Entrepreneurship (diharapkan dapat menjadi motor

pertumbuhan dan modernisasi perekonomian)

7. Informasi (pengambilan keputusan dapat lebih cepat dan lebih baik sehingga alokasi sumber daya ekonomi makin efisien)

Mankiw (2001), faktor yang menentukan produktivitas dapat diaplikasikan terhadap perekonomian yang lebih kompleks dan realistis. Faktor yang dimaksud adalah:

1. Modal fisik (peralatan dan infra struktur yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa)

2. Modal manusia (pengetahuan dan keahlian-keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman)

3. Sumber daya alam (input-input produksi barang dan jasa yang disediakan oleh alam, sungai dan deposit-deposit mineral)

4. Pengetahuan teknologis (pemahaman masyarakat tentang cara terbaik untuk memproduksi barang dan jasa)

2.5.1. Modal

Menurut Mulyadi (2005), modal usaha nelayan adalah nilai aset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap. Pada umumnya, untuk satu unit

penangkap modal terdiri dari: alat-alat penangkapan (pukat dan lain-lain), boat atau sampan penangkap, alat-alat pengolahan atau pengawet di dalam kapal, dan alat-alat pengangkutan laut (carier).

Penilaian modal usaha nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara: 1) penilaian didasarkan kepada nilai alat-alat yang baru, yaitu berupa ongkos memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang; 2) berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berapa investasi awal yang telah dilaksanakan nelayan, bertolak dari sini, dengan memperhitungkan penyusutan tiap tahun, dapat dihitung nilai alat-alat atau modal pada waktu sekarang; 3) dengan menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh apabila alat-alat dijual.

Menurut Soekartawi (2002), modal dalam usaha tani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Dengan demikian pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu: a) untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut; dan b) untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), modal adalah salah satu dari tiga faktor produksi yang utama. Dua lainnya, tanah dan tenaga kerja, sering disebut faktor-faktor produksi primer. Yang berarti penawarannya sangat ditentukan oleh faktor-faktor-faktor-faktor non ekonomi, seperti tingkat kesuburan dan geografi Negara. Dalam contohnya dengan perikanan, dengan menggunakan alat pancing ikan (yang merupakan peralatan modal)

waktu menangkap ikan menjadi lebih produktif dalam kaitannya dengan ikan yang ditangkap perhari.

Menurut Suadi (2006), peningkatan efisiensi penggunaan modal dan pengelolaan yang efektif pada sumber daya ikan, dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

2.5.2. Pengalaman Tenaga Kerja

Menurut Rangkuti (1995), pengalaman adalah seseorang yang telah menekuni pekerjaannya selama beberapa tahun. Seseorang nelayan yang telah menekuni pekerjaannya 15 sampai 30 tahun, dapat dianggap nelayan yang berpengalaman dan dapat dijadikan pawang.

Menurut Buwono (1993), pada usaha pertambakan, penerapan pemeliharaan intensif bukan hanya pada segi teknis pemeliharaannya, tetapi sistem pengelolaannya juga baik dari sumber daya manusianya maupun permodalannya perlu diusahakan secara intensif. Sumber daya manusia, khususnya teknisi dan staf ahli, merupakan salah satu kunci penting dalam pengembangan perusahaan, karena menentukan tinggi rendahnya produksi yang dipelihara dan berperanan penting dalam menerapkan strategi pemeliharaan yang berwawasan lingkungan.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, setiap personil industri per-udangan perlu menambah pengetahuan dan ketrampilan yang berkaitan dengan masalah pemeliharaan Udang, baik teknis pemeliharaan, teknis pemilihan lahan yang cocok, teknis pengelolaan permodalan maupun cara pencegahan masalah penyakit di tambak.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004), input tenaga kerja terdiri dari kuantitas tenaga kerja dan ketrampilan angkatan kerja. Kualitas input tenaga kerja, yaitu keterampilan, pengetahuan, dan disiplin angkatan kerja, adalah satu-satunya unsur penting dari pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal, dapat digunakan dan dirawat secara efektif hanya oleh tenaga-tenaga kerja yang trampil dan terlatih.

Menurut Rosyidi (2002), kecakapan (skill) yang menjadi faktor produksi disebut orang dengan sebutan entrepreneurship. Jelas sekali entrepreneurship ini merupakan faktor produksi yang intangible (tak dapat diraba), tetapi sekalipun demikian tak syak lagi peranannya justru amat menentukan. Entrepreneurship atau skill ini adalah amat penting peranannya sehubungan dengan hasil yang akan dihasilkannya dan juga merupakan faktor produksi yang justru paling menentukan didalam perkembangan perekonomian masyarakat.

Faktor penentu produktivitas dari modal manusia merupakan istilah ekonom untuk pengetahuan dan keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Modal manusia meliputi keahlian-keahlian yang diperoleh, juga pelatihan-pelatihan kerja (Mankiw, 2001).

Masih menurut Gitosudarmo (1999), akibat bertambahnya pengalaman didalam mengerjakan suatu pekerjaan atau memproduksikan suatu barang, dapat menurunkan rata-rata ongkos per satuan barang. Hal ini adalah logis karena dengan bertambahnya pengalaman seseorang didalam mengerjakan pekerjaan itu, tentu saja akan diperoleh pelajaran untuk melakukannya dengan lebih baik serta lebih efisien. Kekeliruan yang telah diperbuatnya dapat diketahui dan untuk selanjutnya tidak diulang lagi terhadap

kesalahan yang sama. Jadi, apabila pengalaman kerja meningkat dan mencapai dua kali lipat dari semua maka akan terdapat suatu penurunan biaya produksi per unit yang cukup berarti besarnya.

Menurut Ahyari (1999), terdapat empat klasifikasi tenaga kerja yaitu: a) tenaga kerja ahli dan terlatih; b) tenaga kerja ahli tetapi belum terlatih; c) tenaga kerja tidak ahli tetapi terlatih; d) tenaga kerja tidak ahli dan tidak terlatih. Dimaksudkan dengan tenaga kerja ahli merupakan tenaga kerja dengan bekal pendidikan formal tertentu atau pendidikan ahli yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan tenaga kerja terlatih merupakan tenaga kerja yang telah mempunyai pengalaman kerja tertentu dalam jangka waktu tertentu pula (misalnya lima tahun).

2.5.3. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa disamping faktor produksi modal, teknologi, dan sumber daya alam. Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan maupun teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (terampil)

Menurut Nopirin (2000), penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja serta harga outputnya.

Menurut Soekartawi (1993), Besar kecilnya tenaga yang dipakai oleh suatu usaha pertanian akan sangat tergantung dari tersedianya modal. Dalam batas-batas tertentu, maka dengan cukup tersedianya modal, maka tidak ada alasan untuk tidak mempergunakan tenaga kerja dalam jumlah yang diperlukan.

Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kapasitas kapal motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi biaya melaut yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih meningkat, karena tambahan tenaga kerja tersebut tidak profesional (Masyhuri, 1999).

Faktor tenaga kerja tidak hanya cukup dilihat dari segi jumlahnya saja, melainkan juga harus diperhatikan kualitas dari tenaga kerja tersebut. Dengan adanya perbaikan kualitas tenaga kerja, maka batas penurunan produksi total karena pertambahan jumlah tenaga kerja akan dapat ditunda sampai jumlah tenaga kerja yang lebih besar. Pekerja adalah mereka yang sungguh-sungguh bekerja atau melakukan kegiatan produksi dalam suatu perekonomian dan mendapatkan upah sebagai balas jasa mereka (Suparmoko dkk, 2000).

2.5.4. Lama Melaut (jam kerja)

Dari berbagai faktor produksi yang dikenal, capital dan labor merupakan dua faktor produksi yang terpenting. Capital adalah seperangkat peralatan yang digunakan oleh pekerja. Labor adalah waktu yang dihabiskan untuk bekerja.

Fungsi produksi mencerminkan teknologi yang ada karena secara implisit menunjukkan cara mengubah capital dan labor menjadi output. Jika ditemukan cara produksi yang lebih baik, akan diperoleh lebih banyak output dari penggunaan capital

dan labor yang jumlahnya sama.

Dengan berubahnya waktu terjadi perubahan dalam supply faktor produksi maupun teknologi, output yang dihasilkan juga akan berubah. Semakin meningkat kuantitas labor dan capital akan semakin banyak output yang dihasilkan (Herlambang dkk, 2002).

Masih menurut Herlambang dkk (2002), perusahaan menghasilkan lebih banyak

output jika memiliki lebih banyak mesin atau jika pekerjanya bekerja lebih lama.

Dari sisi jam kerja, rumah tangga tani memanfaatkan waktu siang, sedangkan rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari, kecuali nelayan yang mengusahakan budi daya ikan laut dan jenis produk lainnya.

Ketergantungan hidup nelayan terhadap musim sangat tinggi, karena tidak setiap saat nelayan bisa turun melaut, terutama pada musim ombak yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Akibatnya, hasil tangkapan menjadi terbatas. Selain itu rendahnya teknologi penangkapan yang dimiliki nelayan serta masih banyaknya nelayan yang belum memiliki peralatan tangkap, semakin memojokkan nelayan dalam kondisi kemiskinannya.

Menurut Miller dan Roger (2000), produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud konsep arus (flow concept) disini adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya

sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Pemakaian sumber daya dalam suatu proses produksi juga diukur sebagai arus. Modal dihitung sebagai sediaan jasa, katakanlah mesin, per jam; jadi bukan dihitung sebagai jumlah mesinnya secara fisik.

Menurut Masyhuri (1999), Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan mempunyai banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat pantai.

Istilah produktivitas (productivity) mengacu kepada kuantitas barang dan jasa yang bisa dihasilkan seorang pekerja per-jam kerja (Mankiw, 2001).

2.5.5. Luas Lahan

Pesatnya jumlah perusahaan pertambakan yang terhampar di Indonesia tak lepas dari ketersediaan lahan pertambakan dan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang memungkinkan dikembangkan usaha budi daya (Buwono, 1993).

Menurut Soekartawi (2002), pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga dari segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan dan topografi.

Masih menurut Daniel (2002), luas penguasaan lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien

usaha tani yang dilakukan. Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan administrasi yang baik serta teknologi yang tepat. Tingkat efisiensi sebenarnya terletak pada penerapan teknologi. Karena pada luasan yang lebih sempit, penerapan teknologi cenderung berlebihan (hal ini erat hubungannya dengan konversi luas lahan ke hektar), dan menjadikan usaha tidak efisien.

Menurut Rosyidi (2002), yang dimaksud dengan tanah bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk di tinggali saja, tetapi termasuk pula didalamnya segala sumber daya alam. Istilah tanah maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi, yang antara lain meliputi: a) tenaga penumbuh dari pada tanah, baik untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan; b) ikan dan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya) maupun ikan dan mineral laut.

Dokumen terkait